Author: Sherly Holmes
Penyunting : Erin_Adler
Genre: Romance, Crime
Cerita ini hanya
fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
Suatu Malam,
Di sebuah ruang kerja.
Seorang pria paruh baya
sedang membaca surat kabar, “Black Bird beraksi lagi?!” orang itu mulai cemas,
ia takut dirinya akan menjadi korban Black Bird berikutnya.
Seseorang melompati
balkon.
“siapa itu?” pria paruh
baya itu kaget mendengar suara dari luar, ia pun membuka tirai jendela dan
tidak melihat apa-apa. “aneh, sepertinya tadi aku mendengar sesuatu?” ia
kembali menutup tirai.
Saat menoleh, seorang pria
sudah menatapnya di dekat pintu. “si..siapa kau?” ia kaget.
“aku malaikat mautmu” pria
itu mengeluarkan pistol dan mengarahkannya ke pria paruh baya.
Dor...
***
Besoknya,
Di pemakaman, orang-orang
mulai meninggalkan tempat itu.
Seorang perempuan masih
menangis di samping nisan, “ayah, siapa yang tega melakukan semua ini pada
ayah? Apa salah ayah padanya? Aku janji, jika aku menemukan pembunuhnya aku
akan membalasnya. Aku janji akan membunuh dia dengan tanganku sendiri. Aku
janji ayah” ia terus menangis.
Seorang pria mendekat,
“kamu harus tegar Stella”
“Paul?” Stella menoleh.
“aku turut berduka atas
kepergian ayahmu, aku tau kau sangat sedih. Tapi kau tidak boleh
berlarut-larut” Paul duduk disamping Stella.
Stella menunduk, “sekarang
aku tidak punya siapa-siapa lagi”
“jangan menangis, aku
janji akan menangkap pelakunya”
“apa kau sudah tau siapa
pelakunya?”
Paul mengangguk, “aku rasa
Black Bird pelakunya, karena dia meninggalkan bukti sebuah huruf di dinding”
“iya, huruf E yang di
tulis dengan darah ayahku” Stella kesal mengingat itu, tapi ia sedikit ragu,
“bukankah Black Bird itu buronan paling licin? Sampai saat ini, pihak
kepolisian tidak pernah berhasil menangkapnya kan?”
“ya, tapi kau tidak usah
khawatir. Aku akan berusaha menangkap dia demi kau dan demi masyarakat”
Stella tersenyum, “sejak
dulu kau memang teman yang baik”
***
Malam itu,
Beberapa polisi berjaga di
rumah Stella.
Stella menatap langit, apa yang harus aku lakukan ayah? Jika aku
tetap diam disini, aku tidak akan pernah menemukan Black Bird. Atau mungkin,
aku bisa menjadi korban selanjutnya. Ia menunduk.
***
Siangnya,
Paul sedang memeriksa data
tentang Black Bird, “apa maksud dari huruf yang ada di dinding dengan Back
Bird? Dia selalu memakai huruf yang berbeda di setiap aksinya, tapi kenapa? Apa
maksudnya?”
Tunggu!
Paul ingat, tulisan di dinding rumah Stella sama dengan tulisan di dinding
rumah korban ke dua. Huruf E ada dua? Apa
semua ini ada hubungannya?
“selamat siang pak!”
seorang polisi masuk ke ruangan Paul.
“siang, bagaimana dengan
Stella? Kau sudah menjaganya dengan baik?”
“maaf pak, nona Stella
hilang. Saya rasa dia kabur dari rumah”
“apa?” Paul kaget dan
berdiri, “kenapa bisa kabur? Yang berjaga di rumah Stella itu bukan kau saja,
masih ada lima orang lagi. Apa mereka juga tidak tau?”
“maaf pak”
“kalian harus mencarinya
sampai ketemu, dia bisa dalam bahaya jika sendirian di jalan. Para penjahat
pasti mengincarnya”
“siap pak!”
Paul yang kesal kembali
duduk, ya ampun Stell. Kamu dimana?
Kenapa pake pergi segala dari rumah? Ia cemas.
***
Malam itu,
Stella berjalan, “aduh,
lapar banget. Mana aku gak bawa uang” ia memegang perutnya dan menyebrang.
Kiiik...
Sebuah mobil yang sedang
melaju kencang pun langsung mengerem.
Di dalam mobil.
“ada apa?” seorang pria
bertanya pada supirnya.
“maaf tuan, ada perempuan
yang nyebrang sembarangan”
Stella kesal, “eh,
ngendarain mobil itu pake mata”
Pria dalam mobil itu
tersenyum, “biar aku yang keluar”
“baik tuan”
Pria itu keluar dari
mobil, “kau baik-baik saja nona?”
“baik apanya? Aku hampir
celaka tau?!” saat melihat pria itu, Stella terdiam.
Pria itu tersenyum, “aku
sungguh menyesal, maafkan atas kesalahan supirku”
“eh, e.. enggak kok. Aku
emang nyebrang sembarangan”
“begitukah?”
“iya”
Krubuk... krebek...
Perut Stella berbunyi.
“sepertinya kau lapar ya?”
O..ow...
Stella terdiam, “ah, eh.. enggak kok aku..”
“lebih baik kau ikut
bersamaku, aku juga akan makan malam”
“a..aku...”
“tenang saja, aku justru
senang jika ada yang menemaniku malam ini”
Stella tersenyum, ya sudahlah. Dari pada aku terlunta-lunta di
jalan, terpaksa deh ikut orang ini.
Akhirnya Stella pun makan
bersama pria itu.
***
Di sebuah restoran,
“hey, kita belum kenalan”
pria itu menatap Stella yang ada dihadapannya.
“aku udah tau kok, namamu
Robert kan? Kau seorang pengusaha muda yang membuat dunia kagum dengan otak
cemerlangmu itu”
“ah, tidak juga” Robert
tersenyum, “dan kau?”
Aku
tidak boleh memberitaukan identitasku yang sebenarnya,
“ah.. aku Stella, aku dari desa dan aku kemalingan. Semua barangku diambil saat
aku sampai di stasiun”
“benarkah? Kalau begitu,
kau tinggal di rumahku saja”
“apa? Maksudku, terima
kasih”
Robert tersenyum.
***
Sesampainya di rumah
Robert,
“rumahmu keren” Stella
tersenyum dan melihat-lihat ke dalam.
Supir mendekat dan
berbisik kepada Robert, “dia anak dari John Hillman, tuan”
“aku tau, biarkan saja”
Robert tersenyum dan masuk.
Supir mulai cemas.
***
Di dalam,
“nah, ini kamarmu. Kamarku
ada disana, jika butuh apa-apa” Robert menatap Stella, “masuk saja”
Stella tersenyum,
“baiklah” ia masuk ke kamarnya, “selamat tidur Robert” ia menutup pintunya dan
berbaring, semoga tidak ada yang
mencurigaiku.
***
Suatu malam,
Polisi bergegas masuk ke
sebuah rumah.
“ayo cepat”
Paul mendobrak pintu, ia
terdiam.
Korban sudah tewas dan
terdapat tanda huruf di dinding yang ditulis dengan darah korban.
“N?” Paul heran, “sial,
kita terlambat lagi”
“pak, di bawah terdengar
bunyi yang mencurigakan”
“menyebar semua, mungkin
saja Black Bird masih di sekitar sini” Paul pun mendekati mayat.
***
Pagi itu,
Stella membaca koran di
halaman belakang rumah Robert, “seorang pengusaha kembali menjadi korban Black
Bird” ia cemas dan kesal, “semoga dia cepat tertangkap”
“siapa yang cepat
tertangkap?” Robert duduk disamping Stella.
“Robert?” Stella kaget.
“kau sedang baca koran?”
Stella mengangguk, “kau
lihat, ini adalah korban kelima Black Bird”
“Julian Jaws, salah satu
pengusaha dari 8 Cabang Corp. kan?”
“iya, aku tidak pernah
mengerti kenapa corp. itu diberi nama 8 Cabang. Padahal pendirinya hanya tujuh,
harusnya kan 7 Cabang”
“bagaimana jika di awalnya
mereka berdelapan?”
“gak mungkin, yang aku tau
sejak dulu mereka bertujuh”
“tau dari mana?” Robert
menatap Stella.
Ya
ampun, jangan-jangan Robert curiga. Gimana ini?
Stella mencari alasan, “ya soalnya, waktu perusahaan itu jadi yang tersukses di
negara ini. Aku cuma tau kalau pendirinya ada tujuh orang”
“terkadang kita tidak tau
kan apa yang terjadi dibalik itu semua?”
“Robert, tangan kamu
kenapa?”
Robert melihat ada luka
memar di tangannya, ya ampun. Ini pasti
gara-gara kejadian tadi malam.
“Robert?” Stella
menatapnya.
“ah? Em, ini... emh, tadi
malam ada insiden di kantor. Mungkin aku terlalu lelah, jadi aku tidak sengaja
menyenggol meja kantor”
“emangnya meja kantor kamu
keras banget ya?”
“emh...” Robert berfikir.
“pantas saja tadi malam
aku tidak melihatmu” Stella memegang tangan Robert, “aku obatin ya” ia
mengobati pinggiran memar Robert.
Robert menatap Stella dan
tersenyum, seandainya kau bukan anak
Hillman.
“Robert, kamu baik-baik
aja kan?”
“ya, aku gak apa-apa.
Aw..”
“maaf”
***
Di kantor polisi,
“apa kalian sudah
menemukan Stella?”
“belum pak”
“ya ampun, kemana dia?”
Paul sangat cemas, ia khawatir pada Stella. Ditambah lagi korban Black Bird
yang semakin banyak.
***
Malam itu,
“apa Stella sudah tidur?”
Robert menatap seorang maid.
“sudah tuan”
“bagus, tetap jaga dia.
Aku harus pergi sekarang”
“hati-hati tuan”
Robert pun pergi.
***
Di sebuah rumah,
Robert mulai menaiki
pagar, ia melihat ke sekitar. Aku harus
hati-hati, ada anjing penjaga disini.
Robert melihat anjing
penjaga itu tidur, ia tersenyum dan mencabut kabel CCTV. Ternyata banyak tempat yang harus aku hindari karena ini.
***
Di dalam,
Seorang pria mendengar
suara dari luar, ia tersenyum dan mengambil besi perapian. Dengan waspada, ia
menoleh dan menyerang.
Robert tersenyum melihat
ujung besi perapian yang tajam di depan wajahnya, “instingmu masih kuat paman”
“Bobby Bobby, aku tau kau
akan datang. Tapi tidak mudah bagimu untuk membunuh aku”
“begitukah?”
“Black Bird, itu kah
julukanmu yang sekarang? Aku masih ingat saat kita bermain sepak bola di
lapangan, dulu kau begitu manis. Tapi sekarang, kau menjelma menjadi pembunuh
yang sadis”
“semua yang aku lakukan
karena ulah kalian”
“o ya? Terima ini” ia
menyerang Robert.
Robert memegang tongkat
itu dan menahannya.
“kau fikir, kau bisa
mengalahkan aku?” pria itu mengeluarkan tenaganya dan unjung tongkat mulai
mendekati wajah Robert.
Robert terus berusaha menahannya.
Crraaatt..!!!
Ujung tongkat pun melukai
pipi Robert.
Tangan Robert terlepas
dari tongkat, ia mundur dan hampir jatuh.
Pria itu tersenyum sambil
memegang tongkat besinya, “aku sudah bilang kan?”
“jangan terlalu senang
paman” Robert mengeluarkan pistol dari sakunya.
Dor...
Setelah menulis huruf G di
dinding, Robert pun pergi.
***
Di kamar Robert,
Robert bercermin, “dasar
tua bangka sialan, untung saja besi itu tidak menusuk wajahku” ia mengobati
pipinya, “perih juga”
Seseorang membuka pintu,
Robert menoleh. Ternyata itu Stella.
“Robert, pipi kamu
kenapa?” ia cemas dan mendekat.
“tidak apa-apa”
“Robert, apa kau
menyembunyikan sesuatu dariku?”
“aku?” Robert kaget,
“tidak Stella, tentu saja tidak” Robert menatap Stella, “apa yang membuatmu
masuk ke kamarku?”
“aku mimpi buruk” Stella
menunduk.
“kau takut?”
“aku tidak mau sendirian”
“kau tidak sendirian,
disini ada aku, pak supir dan pembantu lainnya”
“aku takut” Stella memeluk
Robert.
“ok ok, kamu harus tenang”
Robert memegang kedua pundak Stella, “malam ini kamu boleh tidur di kamarku,
ok?”
Stella mengangguk, “terima
kasih Robert, kau sangat baik”
“tidurlah”
Setelah Stella tidur,
Robert hanya duduk dan
menatapnya, ia pun mulai mengelus Stella. Apa
aku salah jika menyukaimu? Tapi kau adalah anak Hillman, kau akan membenciku
jika mengetahui apa yang terjadi.
***
Di kantor polisi,
Paul masih memikirkan
masalah Black Bird, “sial, sudah enam korban dan dia selalu lolos. Siapa dia
sebenarnya” Paul kembali melihat data-data korban, “tunggu, bukankah mereka
semua adalah pendiri 8 cabang Corp.?” Paul kembali melihat bukti-bukti yang
ditinggalkan Black Bird, “tulisan-tulisan di dinding itu, mungkinkah jika
digabungkan akan membentuk kalimat?”
Paul mencari
tulisan-tulisan itu, dari korban pertama terdapat huruf R. Dari korban kedua
terdapat huruf E. Dari korban ketiga terdapat huruf V. Dari korban keempat
terdapat huruf E. Dari korban kelima terdapat huruf N dan korban keenam
terdapat huruf G.
“R-E-V-E-N-G...” Paul
ingat bahwa pendiri 8 Cabang Corp. ada tujuh orang, “REVENGE?” ia terdiam,
“mungkinkah? Jika itu benar, berarti tuan Don Miller akan menjadi korban
selanjutnya. Gawat, dia dalam bahaya” Paul pergi.
***
Besoknya,
Stella membuka matanya dan
melihat Robert yang tertidur di sofa, ia bangun dan mendekat. “Robert, Robert”
ia memegang pundak Robert, “Robert, bangun!”
Robert membuka matanya,
“Stella?” ia kaget dan bangun.
“maaf, gara-gara aku. Kamu
jadi tidur di sofa”
“gak apa-apa” Robert
tersenyum, “apa kau lapar? Lebih baik kita turun ke bawah dan melihat sarapan
apa yang sudah di buat oleh pembantuku”
Stella tersenyum dan
mengangguk, ia merangkul Robert. Robert menatapnya kaget, lalu tersenyum.
Mereka pun turun ke ruang
makan.
Di ruang makan,
Stella membaca koran, “ya
ampun, ini korban ke enam Black Bird”
“kau terus mengikuti
berita itu, apa kau tertarik?”
“aku hanya... aku tidak
suka dengan kejahatan yang dilakukannya” Stella menatap Robert, “kau tau kan?
Para pengusaha hebat meninggal karena dia, padahal pengusaha-pengusaha itu kan
sangat berguna untuk negara kita”
“tapi kita tidak tau kan,
apa yang membuat Black Bird seperti ‘itu”
“aku gak perlu tau, sekali
jahat tetap saja dia jahat. Mana mungkin ada orang baik jadi pembunuh”
“ya, kau benar” Robert
terdiam dan menunduk.
Stella yang tidak tau
apa-apa, terus sarapan tanpa memandang curiga pada Robert.
***
Malam itu,
Robert berdiri di depan
sebuah rumah, aku janji ini akan menjadi
yang terakhir. Akhirnya dendammu akan terbalas ayah, maaf aku harus melakukan ini. Ia mulai menaiki pagar.
***
Di kamar,
Seorang pria mulai
berbaring dan memakai selimut, tapi ia melihat bayangan seseorang di dekat
jendela. “siapa itu?!” ia bangun dengan kaget.
Robert yang berdiri di
dekat jendela tersenyum, “masih ingat padaku paman?”
“Bob?” ia kaget.
***
Di luar rumah,
Paul dan beberapa polisi
sudah bersiap.
“bagaimana pak?”
“ayo kita mulai” Paul
yakin akan menangkap Black Bird malam ini.
Mereka mulai berpencar
masuk.
***
Di kamar,
“maafkan paman Bob, jangan
bunuh paman”
“apakah kalian berfikir
seperti itu saat menyatiki ayahku? Kalian membuangnya seolah-olah ayah tidak
berarti, padahal pendiri 8 Cabang yang sebenarnya adalah ayah. Tapi kalian,
setelah sukses kalian malah menendang ayah begitu saja. Apa kalian tau betapa
sakitnya ayahku? Ia meninggal dengan rasa sedih yang amat menyakitkan, apa aku
salah jika melakukan ini pada kalian?”
“kita masih bisa
memperbaiki semuanya kan? Bagaimana jika 8 Cabang Corp. kita bagi dua?”
“bagi dua? Egois sekali
kau, bagaimana dengan keluarga dari teman-temanmu? Apa kau tidak peduli?”
“bukankah kau pembunuhnya?
Kenapa kau masih peduli pada keluarganya?” orang itu menekan sebuah benda yang
ada di tangannya.
Polisi mulai memasuki
ruangan rumah,
“pak, Tuan Don mulai
memberi sinyal”
“ok, mari kita masuk
dengan hati-hati. Jangan sampai Black Bird mengetahuinya” Paul begitu serius.
“siap pak!”
Mereka mulai menyebar ke
tiap ruangan dengan senjata di tangan mereka.
Dor...
Terdengar suara tembakan.
“itu Black Bird”
“gawat, jangan-jangan tuan
Don sudah tewas”
Mereka bergegas ke atas.
***
Di kamar,
Robert telah selesai
menulis huruf E di dinding, tapi ia mendengar sesuatu. Robert mendekati mayat
Don dan melihat sebuah benda di tangan Don, “gawat, ini radar polisi” ia
menoleh ke segala arah dan berlari ke dekat jendela.
Brak...
Paul mendobrak pintu kamar,
ia langsung menodongkan pistolnya. “Black Bird, berhenti!”
Robert yang sudah berada
di dekat jendela, nekad melompat.
Dor...
Paul melepaskan tembakan.
Preng...
Kaca jendela pecah dan
Robert jatuh ke bawah.
“ah, sial” Robert bangun
dan melihat beberapa polisi yang berjaga disana, “aku harus segera pergi dari
sini”
***
Di kamar,
Paul berlari ke dekat
jendela dan melihat ke bawah, tapi Black Bird sudah tidak ada. “sial, kemana
dia?”
Beberapa polisi masuk.
“bagaimana pak?”
“kita terlambat, tapi aku
yakin tembakanku berhasil mengenai si Black Bird itu. Ayo kita cari dia, aku
yakin lukanya akan memperlambat dia”
“siap!”
Paul melihat ke dinding,
disana tertulis huruf E. Ternyata
dugaanku benar, ia tersenyum.
Robert berusaha berlari
dengan lukanya, “sial, aku mulai lemas” ia memegang pundaknya yang terus
mengeluarkan darah.
***
Di rumah Robert,
Stella turun ke ruang
makan, ia tidak bisa tidur malam itu.
Brak...
Stella mendengar sesuatu,
ia kaget dan mengambil pisau. Stella memberanikan diri mendekat ke sumber suara
tadi, ia membuka jendela dan melihat Robert. “ya Tuhan?!” Stella membuka
jendela dan membantu Robert masuk, “apa yang terjadi padamu?”
“Stella..” Robert lemas.
“ayo, aku papah ke sofa”
Robert pun berbaring di
sofa.
“kamu kenapa? Siapa yang
melakukan ini?” ia cemas.
“sst... nanti saja
bicaranya, tolong ambilkan sebotol alkohol di kulkas”
“untuk apa?”
“ambil saja”
“baiklah” Stella
mengambilkan sebotol alkohol.
Robert memberikan pisau
kepada Stella, “tolong aku”
“apa maksudmu?” Stella
tidak mengerti.
“tolong keluarkan peluru
ini dari pundakku”
“tidak, aku tidak bisa.
Lebih baik kau dibawa ke rumah sakit”
“Stella” Robert memegang
tangan Stella, “aku mohon”
Stella terdiam, ia pun
mengangguk dan mengumpulkan keberanian untuk melakukan itu.
Robert tersenyum, “kau
pasti bisa”
Stella merobek baju Robert
dan melihat luka tembak di pundak Robert, ia pun melumuri pisau dan luka Robert
dengan alkohol.
Robert menahan perih.
Stella mulai menusukan
ujung pisau ke pundak Robert, ia berusaha mengeluarkan peluru itu.
“ah”
Stella berhasil
mengluarkannya.
“bisakah kau membuangnya?”
Stella mengangguk dan
pergi untung membuang peluru itu.
Robert melumuri kembali
lukanya dengan alkohol yang tersisa, “sial, perih sekali”
Stella kembali dan
membalut luka Robert dengan perban, “apa ini ulah Black Bird?” Stella menatap
Robert, “apa dia mencoba membunuhmu?” Stella menangis.
“Stella...”
Stella memeluk Robert,
“aku sayang padamu Robert, aku tidak mau kehilanganmu”
“tenanglah Stella”
“aku tau, dia pasti
mengincarmu juga. Kau adalah salah satu pengusaha besar di negara ini, dia
pasti ingin membunuhmu”
“Stella” Robert menatap
Stella, “percayalah padaku, Black Bird tidak akan pernah bisa membunuhku”
Robert tersenyum dan mencium Stella, “aku mencintaimu”
“aku juga” Stella kembali
memeluk Robert.
“sudah, jangan menangis”
Robert mengelus Stella.
Stella pun memapah Robert
ke kamar, “pelan-pelan”
Robert mulai berbaring, ia
tersenyum.
“tidurlah” Stella
mengelusnya.
Robert mulai menutup
matanya dan tertidur.
Stella masih mengelusnya,
“aku tidak mau kehilanganmu seperti aku kehilangan ayah” Stella pun mulai
berbaring di samping Robert dan memeluknya.
***
Pagi itu,
“Stella, aku pergi dulu
ya”
“kau yakin tidak ingin
istirahat?”
“aku cuma sebentar kok,
aku janji gak akan pulang malam”
“ok, hati-hati ya”
Robert tersenyum dan
mencium kening Stella, ia pun pergi.
Stella sebenarnya masih
cemas dengan kejadian semalam, ia takut Robert menjadi incaran Black Bird saat
ini. “apa aku harus menghubungi Paul?”
***
Di sebuah makam,
Robert menyimpan bunga dan
duduk, “aku sudah membalas mereka semua ayah, aku tau ayah tidak akan bangga
karena aku sudah berubah menjadi pembunuh. Tapi aku hanya ingin ayah tenang
disana, karena orang-orang licik itu sudah mendapatkan apa yang seharusnya. Aku
janji, perusahaanku akan lebih hebat dari 8 Cabang Corp.. Aku sayang ayah,
semoga ayah selalu mendoakan aku disana”
***
Di sebuah cafe,
“jadi selama ini kamu
tinggal di rumah Robert?” Paul kaget.
“iya, maafkan aku telah
membuatmu cemas” Stella merasa bersalah.
“ok, jadi kau mau
melaporkan apa padaku?”
“tadi malam, Robert
terluka. Aku yakin yang melakukan semua itu adalah Black Bird”
Black
Bird? Bukannya tadi malam dia membunuh tuan Don?
Paul kaget.
“Paul, kau mendengarkan
aku atau tidak?”
“ah? Iya, tentu saja”
“Robert tertembak di
pundak kirinya, lukanya cukup dalam. Bahkan aku sendiri yang mengeluarkan
pelurunya”
“benarkah?” Paul ingat
kejadian semalam, ia juga berhasil menembak Black Bird.
“iya, Robert tidak mau ke
rumah sakit. Dia bilang, dia tidak mau media menjadi ramai”
Paul terdiam, apakah Robert itu Black Bird?
“Paul, kau itu
mendengarkan aku atau tidak? Dari tadi aku ngomong, tapi kamu malah..”
“ok ok, sorry. O iya, kau
ingat tidak bentuk pelurunya seperti apa?”
“pelurunya ramping,
sedikit lebih panjang dari peluru lain dan bagian depannya sangat tajam”
Ya
Tuhan... itu kan peluru milikku, Paul semakin kaget.
“Paul, lagi-lagi kamu
seperti itu” Stella kesal.
“Stell, bagaimana jika
Robert adalah...”
“selamat siang” Robert
mendekati meja mereka.
“Robert?” Stella senang
Robert disana.
Paul kaget.
“Stella, ternyata kau
kenal dengan pak polisi ini?”
“dia teman baikku, sejak
kecil kami selalu bersama”
“benarkah?” Robert menatap
Paul.
“yap, benar. Jadi tuan
Downey, apa yang menyebabkanmu datang kesini?” Paul menatap Robert.
“tadinya aku mau membeli
waffel untuk Stella, tapi karena Stella disini. Aku rasa, lebih baik dia
sendiri yang memilih waffelnya”
“benarkah? Asyik” Stella
pergi.
Robert duduk, “apa yang
membuat Stella ingin bertemu denganmu?”
Paul tersenyum, “memangnya
kenapa? Apa kau ketakutan?”
“apa maksudmu?” Robert
kaget.
“Stella itu polos, dia
memintaku untuk melindungimu dari Black Bird. Tapi sayangnya, cerita Stella
tentang kejadian semalam membuat aku sadar siapa Black Bird sebenarnya”
Robert memaksakan diri
untuk tersenyum, “lalu, siapakah Black Bird itu?”
“kita akan mengetahuinya
sebentar lagi, atau jangan-jangan selama ini kau sudah mengetahuinya?” Paul
tersenyum sinis.
Stella datang, “Robert,
ayo kita pulang”
“oh, iya sayang” Robert
berdiri dan menatap Paul, “semoga kau segera mendapatkan si Black Bird itu” ia
merangkul Stella, “ayo sayang”
Mereka pun pergi.
Paul hanya tersenyum
melihat itu.
***
Di rumah Robert,
Stella sedang memakan
waffel disamping Robert.
“Stella, kau bilang kau
berasal dari desa kan? Kenapa kau kenal dengan Paul, bahkan katamu kalian
berteman sejak kecil”
Stella berhenti makan dan
menunduk, “maafkan aku Robert, sebenarnya selama ini aku bohong padamu. Aku
adalah Stella Hillman, anak John Hillman yang tewas dibunuh oleh Black Bird”
“sebenarnya aku sudah tau
semua itu, tapi kenapa kau menyembunyikan identitasmu dariku? Bukankah kau
mencintaiku?”
“sebenarnya saat ayah
meninggal, aku sangat terpukul. Aku berjanji pada ayah untuk membalas dendam,
aku janji akan membunuh Black Bird dengan tanganku sendiri. Akhirnya aku
memutuskan untuk pergi dari rumah, aku ingin mencari Black bird sendirian. Aku
selalu mencari data tentangnya bersama Paul, kau tau kan? Selama ini polisi
tidak pernah berhasil menangkapnya, hal itu membuatku kesal dan itu alasanku
untuk mencarinya”
“tapi kenyataannya, kau
tidak pernah berhasilkan?”
“iya, aku sadar ternyata
semua itu sangat berat dan akhirnya aku bertemu denganmu” Stella menatap
Robert, “maafkan aku Robert, tolong jangan benci padaku”
Robert memeluk Stella,
“aku tidak pernah membencimu, aku senang
kau disini bersamaku” ia mengelus Stella, justru
aku takut kau yang akan membenciku.
Telpon Robert berbunyi,
“iya hallo?” Robert
mengangkatnya.
“tuan, pengacara anda
sudah tiba”
“baiklah, aku akan segera
kesana” Robert menutupnya.
“siapa itu?”
“hanya teman bisnis, kau
tunggu disini ya. Aku harus pergi”
Stella mengangguk,
“hati-hati ya” ia kembali memakan waffelnya.
***
Di kantor polisi,
Paul mencari data tentang
Robert dan keluarganya, ia pun menemukan data tentang 8 Cabang Corp. disana. Jangan-jagang maksud dari REVENGE adalah
pembalasan dendam Robert atas ayahnya terhadap mereka. Gawat, aku harus
memperingatkan Stella.
Paul mengambil HP-nya dan
menghubungi Stella.
“hallo?”
“Stell, kamu dimana?”
“aku di rumah Robert,
emangnya kenapa?”
“apa Robert ada disana?”
“enggak, dia baru aja
pergi”
“ok, Stell. Kamu ingat
peluru yang kamu ceritakan itu?”
“iya”
“itu adalah peluru
milikku”
“maksudmu?”
“Robert adalah Black Bird”
“kamu itu bicara apa sih?”
“Stell, Black Bird
membunuh tuan Don semalam. Mana mungkin dia mau membunuh Robert di waktu yang
sama, lagi pula tadi malam aku berhasil menembak Black Bird”
“enggak, itu gak mungkin.
Robert bukan Black Bird”
“Stella, dengar dulu.
Stella?”
Tut tut tut...
“ah, sial. Kenapa pake
dimatiin segala sih?” Paul kesal.
***
Di kamar Robert,
Stella menangis, “gak
mungkin Robert itu Black Bird, pasti ada yang salah. Robert itu orang
baik-baik, mana mungkin dia membunuh orang”
Tapi Stella melihat
sesuatu di balik laci, ia mendekat dan membukanya. Stella kaget, sebuah pistol
berwarna silver ada disana. Robert punya
senjata?
“Stella, apa yang kau
lakukan?” Robert masuk.
“Robert? Em, ah... tidak”
ia memberanikan diri menatap Robert, “kau tidak pernah bilang punya senjata?”
Robert mendekat dan duduk
disamping Stella, “ya, aku minta maaf. Selama ini aku memang memiliki senjata,
tapi kau tenang saja. Itu legal kok, aku punya sertifikatnya”
“oh, begitu ya..” Stella
masih sedikit cemas.
“sayang, aku memiliki
senjata karena aku harus melindungi diriku. Kau tau kan? Banyak sekali penjahat
yang mengincar orang seperti aku”
Stella mengangguk.
Robert memeluk Stella,
“aku mencintaimu”
Stella memeluk Robert
dengan erat.
***
Besoknya,
Paul datang ke rumah
Robert,
“selamat siang”
“siang” Robert membukakan
pintu, “mau apa kau kemari?”
“hey, kenapa kau bertanya
seperti itu padaku?”
“ini rumahku”
“aku tau, aku datang
kesini untuk memeriksa sesuatu” Paul memaksa masuk dan pundaknya menyenggol
pundak Robert.
Robert menahan sakit pada
lukanya.
“ada apa? Sepertinya kau
kesakitan?”
“apa maksudmu?” Robert
kesal.
Stella turun dari tangga,
“Paul? Ada apa?” ia kaget.
“aku hanya ingin
berkunjung, apa itu salah?” Paul menatap Stella.
“tidak apa-apa, aku akan
mengambilkan air” Stella pergi ke dapur.
Paul tersenyum dan menatap
Robert, “apa aku boleh duduk?”
“tentu” Robert duduk
dengan perasaan yang masih kesal.
“jadi, kau sudah berhenti
mencari mangsa?”
“apa maksudmu?”
“ayolah, aku tau siapa kau
dan kau pasti mengerti maksudku. Black Bird?!”
Robert menarik nafas,
“langsung saja pada intinya, kau mau apa?”
“aku hanya ingin mencari
bukti-bukti lain dari sini” Paul menatap Robert, “memang, aku sudah mendapatkan
bukti-bukti yang cukup. Tapi aku ingin bukti yang lebih kuat agar Stella
percaya, bahwa kau yang telah membunuh ayahnya”
“Stella mencintaiku, dia
tidak akan percaya padamu” Robert tersenyum dan mendekat, “aku tau kau
mencintainya, tapi maaf. Cinta Stella hanya untuk aku”
“kita lihat saja nanti”
Stella datang, “ini dia
minumnya”
“terima kasih” Paul
meminumnya.
Robert tersenyum dan
mengelus lengan Stella, “duduklah, jangan terlalu lelah”
“kau ini bicara apa? Aku
kan hanya membuatkan air” Stella tersenyum dan duduk disamping Robert.
Melihat Stella bersandar
di pundak Robert, Paul sedikit kesal. “baiklah, aku pulang sekarang”
“lho, cepat sekali?”
Stella kaget.
“biarkan saja, Paul itu
kan sedang sibuk mengurus kasus Black Bird. Iya kan?” Robert menatap Paul.
Paul menatapnya dengan
sangat kesal, “iya” Paul kembali menatap Stella, “jika ada apa-apa, telpon aku”
ia pergi.
Robert menatap Stella,
“sayang, tamuku yang tadi membuat aku lelah. Jika kau perlu sesuatu, aku ada di
balkon luar. Ok?” Robert mencium kening Stella.
“iya” Stella tersenyum.
***
Di ruang makan,
Stella melihat koran di
meja, “ini kan koran yang kemarin?!” Stella ingat ia belum membaca koran sejak
kemarin, ia mulai melihat isi berita utama. “korban ketujuh Black Bird, tuan
Don?” Stella kaget.
Ternyata
benar yang dikatakan Paul, korban Black Bird saat itu bukan Robert, tapi paman
Don. Jangan-jangan... Stella berlari ke atas dan masuk ke kamar
Robert.
Di kamar,
Stella membuka laci dan
kembali melihat pistol silver milik Robert, ia ingat tiga korban pertama Black
Bird ditembak dengan pistol jenis ini. Ia pun mencari nomor seri yang ada di
pistol, tapi Stella tidak menemukannya, nomor
serinya dihapus?
Stella ingat, Paul pernah
bilang. Beberapa penjahat yang memiliki sertifikat senjata sering menghapus
nomor serinya agak tidak mudah dilacak oleh polisi.
Ya
Tuhan... Robert itu benar-benar..., Stella pun menelpon Paul.
***
Di balkon,
Robert sedang melamun.
Stella datang dengan wajah
tegangnya.
Robert menoleh, “sayang,
ada apa?” Robert kaget melihat Stella membawa pisau, “sayang, kau...?!”
Stella berteriak, “kamu
Black Bird kan?” ia menodongkan pisaunya, “kau yang telah membunuh ayahku”
“Stella, tenang” Robert
mengangkat tangannya dan mencoba menenangkannya.
“diam! Jangan mendekat!
Pembunuh!”
Robert terdiam, ia menatap
Stella. “ya, aku memang Black Bird. Aku yang telah membunuh ayahmu, apa yang
kau ingin kan sekarang?!”
Stella menangis, “aku
tidak menyangka kau setega ini”
“aku tega? Orang tuamu
yang tega”
“apa maksudmu?”
“8 Cabang Corp. itu
didirikan oleh ayahku, dengan keringatnya sendiri. Ayahmu dan teman-temannya
hanya ayah tolong agar mereka maju, tapi apa kenyataannya? Saat 8 Cabang Corp.
maju, ayahmu dan yang lainnya malah berbuat licik. Ayahku ditendang dan
keluargaku hidup di jalanan, ayah sangat menderita dengan perasaannya yang amat
sakit hingga ia meninggal. Apa itu bukan tega namanya? Jadi aku berhak membalas
dendam ayah”
“tapi membunuh tetaplah
perbuatan jahat”
“ok, lalu kau mau apa?!”
Robert membentak Stella, “kau ingin aku dipenjara? Ayo telpon Paul sekarang,
ayo!” Robert melemparkan HP-nya.
Stella takut.
“kenapa diam saja? Atau
kau ingin mati di tanganku?” Robert mengeluarkan sebuah pistol berwarna hitam
dari sakunya, “ini adalah pistol yang sama yang aku pakai untuk membunuh ayahmu,
juga tiga orang terakhir lainnya”
Tangan Stella yang masih
memegang pisau gemetar, ia masih menangis. “aku sangat kecewa padamu, kenapa harus
kau yang menjadi seorang Black Bird? Kenapa bukan orang lain saja? Aku sangat
mencintaimu Robert” Stella menatap Robert, “jika kau menginginkannya, tembak
aku sekarang. Tembak Robert, jangan diam saja”
Robert terdiam dan menarik
pistol ke dekat kepalanya, Ya Tuhan...
mana mungkin aku harus membunuh wanita yang aku cintai.
“kenapa kau diam?!” Stella
berteriak kesal, “ayo tembak aku”
“tidak” Robert melepaskan
pistolnya, “aku mencintaimu Stella, mana mungkin aku menembakmu”
“tapi kau benci pada
orang-orang yang telah merebut hakmu kan?”
“kau tidak berdosa, kau
tidak tau apa-apa” Robert mulai melangkahkan kakinya untuk mendekati Stella.
“tidak! Berhenti disana,
penjahat!” Stella kembali menodongkan pisaunya.
“aku tidak takut” Robert
terus mendekat.
“aku tidak main-main
Robert, aku akan membunuhmu”
“aku tau sekarang kau
sangat benci padaku, biarkan aku menebus semuanya” Robert memeluk Stella dan
pisau pun mulai menusuk tubuhnya.
Stella terdiam dan pisau
yang berlumur darah terlepas dari genggamannya.
Treng...
“Robert..? kenapa kau
lakukan ini?” air mata Stella menetes.
“karena aku...
mencintaimu” tangan Robert yang memeluk Stella perlahan terlepas dan ia jatuh.
“Robert?!” Stella melihat
luka tusukan Robert dan baju yang berlumur darah, “Robert, kanapa?!” ia duduk
dan mengangkat kepala Robert ke pangkuannya.
“S...Stella” Robert mulai
sesak, “aku hanya... aku ingin mewujudkan keinginanmu”
Stella menangis, “Robert”
ia mengelusnya.
“kau, ah... kau bilang,
kau ingin membalas dendam kan? ah” Robert merasakan sakit pada lukanya, ia
tersenyum. “sekarang kau sudah melakukannya, kau membunuh Black Bird dengan...
dengan tanganmu sendiri. Kau hebat sa..sayang... aku bangga padamu”
“apa yang kau katakan?
Kamu harus kuat, aku tidak akan memaafkan dirimu jika terjadi sesuatu padamu.
Aku mencintaimu Robert”
“aku tau” Robert
tersenyum, “karena aku juga merasakan itu” tapi perlahan mata Robert tertutup.
“Robert?!” Stella panik,
Robert sama sekali tidak bergerak. “Robert, bangun!” Stella memeluknya,
“Robert?!” ia berteriak.
Polisi datang menghampiri
mereka, Paul kaget melihat itu.
Rumah Robert sudah
diamankan dan para pembantu juga supir Robert ditahan.
***
Di rumah sakit,
Stella masih menangis.
Paul mendekat, “kau hebat,
kau berhasil membunuh Black Bird”
Stella menatap Paul, “bukan
aku yang membunuhnya, dia sendiri yang mendekatiku dan menusukan dirinya ke
pisau yang aku pegang”
“Stella..”
“aku sangat mencintainya,
aku menyesal”
“Stella, kamu harus tegar.
Dia membunuh ayahmu dan sekarang kau telah membunuhnya, orang yang paling diincar
polisi. Kau adalah pahlawan sekarang, aku bangga padamu” Paul memeluknya,
“semua orang bangga padamu”
***
Besoknya,
Stella pergi ke makam
ayahnya bersama Paul.
“ayah, aku telah menepati
janjiku. Aku membunuh Black Bird, orang yang telah membunuh ayah” Stella
menangis, “maafkan aku ayah, selama ini aku bukan anak yang baik. Semoga ayah
tenang disana”
Paul memeluk Stella,
“sudah, ayo kita pulang”
Stella mengangguk.
Mereka pun kembali ke
rumah Stella.
“jangan pernah kabur lagi
ya, aku janji akan selalu menjagamu” Paul mengelus Stella.
Seseorang datang, “selamat
siang”
“siang?” Stella dan Paul
menoleh.
“maaf, sayang pengacara
tuan Downey”
“ada apa ya?” Stella
kaget.
Paul menatap orang itu
penuh curiga.
Mereka pun mengobrol di
ruang tamu.
“sebenarnya saya kesini
untuk memberikan hak waris harta tuan Downey untuk anda”
“aku?” Stella kaget.
“tapi kenapa? Memangnya
Robert tidak punya keluarga lain?” Paul heran.
Orang itu menggeleng,
“yang aku tau, tuan Downey hidup sendiri dan saat aku tanya apa alasannya memberikan
seluruh hartanya pada nona Stella... karena tuan Downey sangat mencintai anda,
sehingga baginya. Andalah yang paling pantas mendapatkan semua ini”
Stella terdiam dan air
matanya menetes.
***
Pagi itu,
Stella pergi ke makan
Robert, ia menangis dan duduk disamping nisan. “aku sangat menghargai semuanya
Robert, aku tau kau tulus mencintaiku seperti aku mencintaimu. Meski akhirnya
seperti ini, namun semua ini adalah keputusanmu” Stella menahan kesedihannya,
“sekarang kau bisa tenang disana, karena dendammu sudah terbalaskan. Terima
atas segalanya Robert, aku tidak akan pernah melupakanmu” ia mencium nisan
Robert dan menunduk, air matanya pun kembali menetes.
“Stella” Paul datang, “ayo
sayang, kita pulang”
Stella mengangguk dan Paul
membantunya berdiri, ia merangkul Stella dan mereka pun pergi.
The End
___
Thank’s for
reading…
Maaf
kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar