Selasa, 30 September 2014

Black Bird

Author: Sherly Holmes
Penyunting : Erin_Adler
Genre: Romance, Crime

Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Suatu Malam,
Di sebuah ruang kerja.
Seorang pria paruh baya sedang membaca surat kabar, “Black Bird beraksi lagi?!” orang itu mulai cemas, ia takut dirinya akan menjadi korban Black Bird berikutnya.
Seseorang melompati balkon.
“siapa itu?” pria paruh baya itu kaget mendengar suara dari luar, ia pun membuka tirai jendela dan tidak melihat apa-apa. “aneh, sepertinya tadi aku mendengar sesuatu?” ia kembali menutup tirai.
Saat menoleh, seorang pria sudah menatapnya di dekat pintu. “si..siapa kau?” ia kaget.
“aku malaikat mautmu” pria itu mengeluarkan pistol dan mengarahkannya ke pria paruh baya.
Dor...

***

Besoknya,
Di pemakaman, orang-orang mulai meninggalkan tempat itu.
Seorang perempuan masih menangis di samping nisan, “ayah, siapa yang tega melakukan semua ini pada ayah? Apa salah ayah padanya? Aku janji, jika aku menemukan pembunuhnya aku akan membalasnya. Aku janji akan membunuh dia dengan tanganku sendiri. Aku janji ayah” ia terus menangis.
Seorang pria mendekat, “kamu harus tegar Stella”
“Paul?” Stella menoleh.
“aku turut berduka atas kepergian ayahmu, aku tau kau sangat sedih. Tapi kau tidak boleh berlarut-larut” Paul duduk disamping Stella.
Stella menunduk, “sekarang aku tidak punya siapa-siapa lagi”
“jangan menangis, aku janji akan menangkap pelakunya”
“apa kau sudah tau siapa pelakunya?”
Paul mengangguk, “aku rasa Black Bird pelakunya, karena dia meninggalkan bukti sebuah huruf di dinding”
“iya, huruf E yang di tulis dengan darah ayahku” Stella kesal mengingat itu, tapi ia sedikit ragu, “bukankah Black Bird itu buronan paling licin? Sampai saat ini, pihak kepolisian tidak pernah berhasil menangkapnya kan?”
“ya, tapi kau tidak usah khawatir. Aku akan berusaha menangkap dia demi kau dan demi masyarakat”
Stella tersenyum, “sejak dulu kau memang teman yang baik”

***

Malam itu,
Beberapa polisi berjaga di rumah Stella.
Stella menatap langit, apa yang harus aku lakukan ayah? Jika aku tetap diam disini, aku tidak akan pernah menemukan Black Bird. Atau mungkin, aku bisa menjadi korban selanjutnya. Ia menunduk.

***

Siangnya,
Paul sedang memeriksa data tentang Black Bird, “apa maksud dari huruf yang ada di dinding dengan Back Bird? Dia selalu memakai huruf yang berbeda di setiap aksinya, tapi kenapa? Apa maksudnya?”
Tunggu! Paul ingat, tulisan di dinding rumah Stella sama dengan tulisan di dinding rumah korban ke dua. Huruf E ada dua? Apa semua ini ada hubungannya?
“selamat siang pak!” seorang polisi masuk ke ruangan Paul.
“siang, bagaimana dengan Stella? Kau sudah menjaganya dengan baik?”
“maaf pak, nona Stella hilang. Saya rasa dia kabur dari rumah”
“apa?” Paul kaget dan berdiri, “kenapa bisa kabur? Yang berjaga di rumah Stella itu bukan kau saja, masih ada lima orang lagi. Apa mereka juga tidak tau?”
“maaf pak”
“kalian harus mencarinya sampai ketemu, dia bisa dalam bahaya jika sendirian di jalan. Para penjahat pasti mengincarnya”
“siap pak!”
Paul yang kesal kembali duduk, ya ampun Stell. Kamu dimana? Kenapa pake pergi segala dari rumah? Ia cemas.

***

Malam itu,
Stella berjalan, “aduh, lapar banget. Mana aku gak bawa uang” ia memegang perutnya dan menyebrang.
Kiiik...
Sebuah mobil yang sedang melaju kencang pun langsung mengerem.
Di dalam mobil.
“ada apa?” seorang pria bertanya pada supirnya.
“maaf tuan, ada perempuan yang nyebrang sembarangan”
Stella kesal, “eh, ngendarain mobil itu pake mata”
Pria dalam mobil itu tersenyum, “biar aku yang keluar”
“baik tuan”
Pria itu keluar dari mobil, “kau baik-baik saja nona?”
“baik apanya? Aku hampir celaka tau?!” saat melihat pria itu, Stella terdiam.
Pria itu tersenyum, “aku sungguh menyesal, maafkan atas kesalahan supirku”
“eh, e.. enggak kok. Aku emang nyebrang sembarangan”
“begitukah?”
“iya”
Krubuk... krebek...
Perut Stella berbunyi.
“sepertinya kau lapar ya?”
O..ow... Stella terdiam, “ah, eh.. enggak kok aku..”
“lebih baik kau ikut bersamaku, aku juga akan makan malam”
“a..aku...”
“tenang saja, aku justru senang jika ada yang menemaniku malam ini”
Stella tersenyum, ya sudahlah. Dari pada aku terlunta-lunta di jalan, terpaksa deh ikut orang ini.
Akhirnya Stella pun makan bersama pria itu.

***

Di sebuah restoran,
“hey, kita belum kenalan” pria itu menatap Stella yang ada dihadapannya.
“aku udah tau kok, namamu Robert kan? Kau seorang pengusaha muda yang membuat dunia kagum dengan otak cemerlangmu itu”
“ah, tidak juga” Robert tersenyum, “dan kau?”
Aku tidak boleh memberitaukan identitasku yang sebenarnya, “ah.. aku Stella, aku dari desa dan aku kemalingan. Semua barangku diambil saat aku sampai di stasiun”
“benarkah? Kalau begitu, kau tinggal di rumahku saja”
“apa? Maksudku, terima kasih”
Robert tersenyum.

***

Sesampainya di rumah Robert,
“rumahmu keren” Stella tersenyum dan melihat-lihat ke dalam.
Supir mendekat dan berbisik kepada Robert, “dia anak dari John Hillman, tuan”
“aku tau, biarkan saja” Robert tersenyum dan masuk.
Supir mulai cemas.

***

Di dalam,
“nah, ini kamarmu. Kamarku ada disana, jika butuh apa-apa” Robert menatap Stella, “masuk saja”
Stella tersenyum, “baiklah” ia masuk ke kamarnya, “selamat tidur Robert” ia menutup pintunya dan berbaring, semoga tidak ada yang mencurigaiku.

***

Suatu malam,
Polisi bergegas masuk ke sebuah rumah.
“ayo cepat”
Paul mendobrak pintu, ia terdiam.
Korban sudah tewas dan terdapat tanda huruf di dinding yang ditulis dengan darah korban.
“N?” Paul heran, “sial, kita terlambat lagi”
“pak, di bawah terdengar bunyi yang mencurigakan”
“menyebar semua, mungkin saja Black Bird masih di sekitar sini” Paul pun mendekati mayat.

***

Pagi itu,
Stella membaca koran di halaman belakang rumah Robert, “seorang pengusaha kembali menjadi korban Black Bird” ia cemas dan kesal, “semoga dia cepat tertangkap”
“siapa yang cepat tertangkap?” Robert duduk disamping Stella.
“Robert?” Stella kaget.
“kau sedang baca koran?”
Stella mengangguk, “kau lihat, ini adalah korban kelima Black Bird”
“Julian Jaws, salah satu pengusaha dari 8 Cabang Corp. kan?”
“iya, aku tidak pernah mengerti kenapa corp. itu diberi nama 8 Cabang. Padahal pendirinya hanya tujuh, harusnya kan 7 Cabang”
“bagaimana jika di awalnya mereka berdelapan?”
“gak mungkin, yang aku tau sejak dulu mereka bertujuh”
“tau dari mana?” Robert menatap Stella.
Ya ampun, jangan-jangan Robert curiga. Gimana ini? Stella mencari alasan, “ya soalnya, waktu perusahaan itu jadi yang tersukses di negara ini. Aku cuma tau kalau pendirinya ada tujuh orang”
“terkadang kita tidak tau kan apa yang terjadi dibalik itu semua?”
“Robert, tangan kamu kenapa?”
Robert melihat ada luka memar di tangannya, ya ampun. Ini pasti gara-gara kejadian tadi malam.
“Robert?” Stella menatapnya.
“ah? Em, ini... emh, tadi malam ada insiden di kantor. Mungkin aku terlalu lelah, jadi aku tidak sengaja menyenggol meja kantor”
“emangnya meja kantor kamu keras banget ya?”
“emh...” Robert berfikir.
“pantas saja tadi malam aku tidak melihatmu” Stella memegang tangan Robert, “aku obatin ya” ia mengobati pinggiran memar Robert.
Robert menatap Stella dan tersenyum, seandainya kau bukan anak Hillman.
“Robert, kamu baik-baik aja kan?”
“ya, aku gak apa-apa. Aw..”
“maaf”

***

Di kantor polisi,
“apa kalian sudah menemukan Stella?”
“belum pak”
“ya ampun, kemana dia?” Paul sangat cemas, ia khawatir pada Stella. Ditambah lagi korban Black Bird yang semakin banyak.

***

Malam itu,
“apa Stella sudah tidur?” Robert menatap seorang maid.
“sudah tuan”
“bagus, tetap jaga dia. Aku harus pergi sekarang”
“hati-hati tuan”
Robert pun pergi.

***

Di sebuah rumah,
Robert mulai menaiki pagar, ia melihat ke sekitar. Aku harus hati-hati, ada anjing penjaga disini.
Robert melihat anjing penjaga itu tidur, ia tersenyum dan mencabut kabel CCTV. Ternyata banyak tempat yang harus aku hindari karena ini.

***

Di dalam,
Seorang pria mendengar suara dari luar, ia tersenyum dan mengambil besi perapian. Dengan waspada, ia menoleh dan menyerang.
Robert tersenyum melihat ujung besi perapian yang tajam di depan wajahnya, “instingmu masih kuat paman”
“Bobby Bobby, aku tau kau akan datang. Tapi tidak mudah bagimu untuk membunuh aku”
“begitukah?”
“Black Bird, itu kah julukanmu yang sekarang? Aku masih ingat saat kita bermain sepak bola di lapangan, dulu kau begitu manis. Tapi sekarang, kau menjelma menjadi pembunuh yang sadis”
“semua yang aku lakukan karena ulah kalian”
“o ya? Terima ini” ia menyerang Robert.
Robert memegang tongkat itu dan menahannya.
“kau fikir, kau bisa mengalahkan aku?” pria itu mengeluarkan tenaganya dan unjung tongkat mulai mendekati wajah Robert.
Robert terus berusaha menahannya.
Crraaatt..!!!
Ujung tongkat pun melukai pipi Robert.
Tangan Robert terlepas dari tongkat, ia mundur dan hampir jatuh.
Pria itu tersenyum sambil memegang tongkat besinya, “aku sudah bilang kan?”
“jangan terlalu senang paman” Robert mengeluarkan pistol dari sakunya.
Dor...
Setelah menulis huruf G di dinding, Robert pun pergi.

***

Di kamar Robert,
Robert bercermin, “dasar tua bangka sialan, untung saja besi itu tidak menusuk wajahku” ia mengobati pipinya, “perih juga”
Seseorang membuka pintu, Robert menoleh. Ternyata itu Stella.
“Robert, pipi kamu kenapa?” ia cemas dan mendekat.
“tidak apa-apa”
“Robert, apa kau menyembunyikan sesuatu dariku?”
“aku?” Robert kaget, “tidak Stella, tentu saja tidak” Robert menatap Stella, “apa yang membuatmu masuk ke kamarku?”
“aku mimpi buruk” Stella menunduk.
“kau takut?”
“aku tidak mau sendirian”
“kau tidak sendirian, disini ada aku, pak supir dan pembantu lainnya”
“aku takut” Stella memeluk Robert.
“ok ok, kamu harus tenang” Robert memegang kedua pundak Stella, “malam ini kamu boleh tidur di kamarku, ok?”
Stella mengangguk, “terima kasih Robert, kau sangat baik”
“tidurlah”
Setelah Stella tidur,
Robert hanya duduk dan menatapnya, ia pun mulai mengelus Stella. Apa aku salah jika menyukaimu? Tapi kau adalah anak Hillman, kau akan membenciku jika mengetahui apa yang terjadi.

***

Di kantor polisi,
Paul masih memikirkan masalah Black Bird, “sial, sudah enam korban dan dia selalu lolos. Siapa dia sebenarnya” Paul kembali melihat data-data korban, “tunggu, bukankah mereka semua adalah pendiri 8 cabang Corp.?” Paul kembali melihat bukti-bukti yang ditinggalkan Black Bird, “tulisan-tulisan di dinding itu, mungkinkah jika digabungkan akan membentuk kalimat?”
Paul mencari tulisan-tulisan itu, dari korban pertama terdapat huruf R. Dari korban kedua terdapat huruf E. Dari korban ketiga terdapat huruf V. Dari korban keempat terdapat huruf E. Dari korban kelima terdapat huruf N dan korban keenam terdapat huruf G.
“R-E-V-E-N-G...” Paul ingat bahwa pendiri 8 Cabang Corp. ada tujuh orang, “REVENGE?” ia terdiam, “mungkinkah? Jika itu benar, berarti tuan Don Miller akan menjadi korban selanjutnya. Gawat, dia dalam bahaya” Paul pergi.

***

Besoknya,
Stella membuka matanya dan melihat Robert yang tertidur di sofa, ia bangun dan mendekat. “Robert, Robert” ia memegang pundak Robert, “Robert, bangun!”
Robert membuka matanya, “Stella?” ia kaget dan bangun.
“maaf, gara-gara aku. Kamu jadi tidur di sofa”
“gak apa-apa” Robert tersenyum, “apa kau lapar? Lebih baik kita turun ke bawah dan melihat sarapan apa yang sudah di buat oleh pembantuku”
Stella tersenyum dan mengangguk, ia merangkul Robert. Robert menatapnya kaget, lalu tersenyum.
Mereka pun turun ke ruang makan.
Di ruang makan,
Stella membaca koran, “ya ampun, ini korban ke enam Black Bird”
“kau terus mengikuti berita itu, apa kau tertarik?”
“aku hanya... aku tidak suka dengan kejahatan yang dilakukannya” Stella menatap Robert, “kau tau kan? Para pengusaha hebat meninggal karena dia, padahal pengusaha-pengusaha itu kan sangat berguna untuk negara kita”
“tapi kita tidak tau kan, apa yang membuat Black Bird seperti ‘itu”
“aku gak perlu tau, sekali jahat tetap saja dia jahat. Mana mungkin ada orang baik jadi pembunuh”
“ya, kau benar” Robert terdiam dan menunduk.
Stella yang tidak tau apa-apa, terus sarapan tanpa memandang curiga pada Robert.

***

Malam itu,
Robert berdiri di depan sebuah rumah, aku janji ini akan menjadi yang terakhir. Akhirnya dendammu akan terbalas ayah, maaf aku harus melakukan ini. Ia mulai menaiki pagar.

***

Di kamar,
Seorang pria mulai berbaring dan memakai selimut, tapi ia melihat bayangan seseorang di dekat jendela. “siapa itu?!” ia bangun dengan kaget.
Robert yang berdiri di dekat jendela tersenyum, “masih ingat padaku paman?”
“Bob?” ia kaget.

***

Di luar rumah,
Paul dan beberapa polisi sudah bersiap.
“bagaimana pak?”
“ayo kita mulai” Paul yakin akan menangkap Black Bird malam ini.
Mereka mulai berpencar masuk.

***

Di kamar,
“maafkan paman Bob, jangan bunuh paman”
“apakah kalian berfikir seperti itu saat menyatiki ayahku? Kalian membuangnya seolah-olah ayah tidak berarti, padahal pendiri 8 Cabang yang sebenarnya adalah ayah. Tapi kalian, setelah sukses kalian malah menendang ayah begitu saja. Apa kalian tau betapa sakitnya ayahku? Ia meninggal dengan rasa sedih yang amat menyakitkan, apa aku salah jika melakukan ini pada kalian?”
“kita masih bisa memperbaiki semuanya kan? Bagaimana jika 8 Cabang Corp. kita bagi dua?”
“bagi dua? Egois sekali kau, bagaimana dengan keluarga dari teman-temanmu? Apa kau tidak peduli?”
“bukankah kau pembunuhnya? Kenapa kau masih peduli pada keluarganya?” orang itu menekan sebuah benda yang ada di tangannya.
Polisi mulai memasuki ruangan rumah,
“pak, Tuan Don mulai memberi sinyal”
“ok, mari kita masuk dengan hati-hati. Jangan sampai Black Bird mengetahuinya” Paul begitu serius.
“siap pak!”
Mereka mulai menyebar ke tiap ruangan dengan senjata di tangan mereka.
Dor...
Terdengar suara tembakan.
“itu Black Bird”
“gawat, jangan-jangan tuan Don sudah tewas”
Mereka bergegas ke atas.

***

Di kamar,
Robert telah selesai menulis huruf E di dinding, tapi ia mendengar sesuatu. Robert mendekati mayat Don dan melihat sebuah benda di tangan Don, “gawat, ini radar polisi” ia menoleh ke segala arah dan berlari ke dekat jendela.
Brak...
Paul mendobrak pintu kamar, ia langsung menodongkan pistolnya. “Black Bird, berhenti!”
Robert yang sudah berada di dekat jendela, nekad melompat.
Dor...
Paul melepaskan tembakan.
Preng...
Kaca jendela pecah dan Robert jatuh ke bawah.
“ah, sial” Robert bangun dan melihat beberapa polisi yang berjaga disana, “aku harus segera pergi dari sini”

***

Di kamar,
Paul berlari ke dekat jendela dan melihat ke bawah, tapi Black Bird sudah tidak ada. “sial, kemana dia?”
Beberapa polisi masuk.
“bagaimana pak?”
“kita terlambat, tapi aku yakin tembakanku berhasil mengenai si Black Bird itu. Ayo kita cari dia, aku yakin lukanya akan memperlambat dia”
“siap!”
Paul melihat ke dinding, disana tertulis huruf E. Ternyata dugaanku benar, ia tersenyum.
Robert berusaha berlari dengan lukanya, “sial, aku mulai lemas” ia memegang pundaknya yang terus mengeluarkan darah.

***

Di rumah Robert,
Stella turun ke ruang makan, ia tidak bisa tidur malam itu.
Brak...
Stella mendengar sesuatu, ia kaget dan mengambil pisau. Stella memberanikan diri mendekat ke sumber suara tadi, ia membuka jendela dan melihat Robert. “ya Tuhan?!” Stella membuka jendela dan membantu Robert masuk, “apa yang terjadi padamu?”
“Stella..” Robert lemas.
“ayo, aku papah ke sofa”
Robert pun berbaring di sofa.
“kamu kenapa? Siapa yang melakukan ini?” ia cemas.
“sst... nanti saja bicaranya, tolong ambilkan sebotol alkohol di kulkas”
“untuk apa?”
“ambil saja”
“baiklah” Stella mengambilkan sebotol alkohol.
Robert memberikan pisau kepada Stella, “tolong aku”
“apa maksudmu?” Stella tidak mengerti.
“tolong keluarkan peluru ini dari pundakku”
“tidak, aku tidak bisa. Lebih baik kau dibawa ke rumah sakit”
“Stella” Robert memegang tangan Stella, “aku mohon”
Stella terdiam, ia pun mengangguk dan mengumpulkan keberanian untuk melakukan itu.
Robert tersenyum, “kau pasti bisa”
Stella merobek baju Robert dan melihat luka tembak di pundak Robert, ia pun melumuri pisau dan luka Robert dengan alkohol.
Robert menahan perih.
Stella mulai menusukan ujung pisau ke pundak Robert, ia berusaha mengeluarkan peluru itu.
“ah”
Stella berhasil mengluarkannya.
“bisakah kau membuangnya?”
Stella mengangguk dan pergi untung membuang peluru itu.
Robert melumuri kembali lukanya dengan alkohol yang tersisa, “sial, perih sekali”
Stella kembali dan membalut luka Robert dengan perban, “apa ini ulah Black Bird?” Stella menatap Robert, “apa dia mencoba membunuhmu?” Stella menangis.
“Stella...”
Stella memeluk Robert, “aku sayang padamu Robert, aku tidak mau kehilanganmu”
“tenanglah Stella”
“aku tau, dia pasti mengincarmu juga. Kau adalah salah satu pengusaha besar di negara ini, dia pasti ingin membunuhmu”
“Stella” Robert menatap Stella, “percayalah padaku, Black Bird tidak akan pernah bisa membunuhku” Robert tersenyum dan mencium Stella, “aku mencintaimu”
“aku juga” Stella kembali memeluk Robert.
“sudah, jangan menangis” Robert mengelus Stella.
Stella pun memapah Robert ke kamar, “pelan-pelan”
Robert mulai berbaring, ia tersenyum.
“tidurlah” Stella mengelusnya.
Robert mulai menutup matanya dan tertidur.
Stella masih mengelusnya, “aku tidak mau kehilanganmu seperti aku kehilangan ayah” Stella pun mulai berbaring di samping Robert dan memeluknya.

***

Pagi itu,
“Stella, aku pergi dulu ya”
“kau yakin tidak ingin istirahat?”
“aku cuma sebentar kok, aku janji gak akan pulang malam”
“ok, hati-hati ya”
Robert tersenyum dan mencium kening Stella, ia pun pergi.
Stella sebenarnya masih cemas dengan kejadian semalam, ia takut Robert menjadi incaran Black Bird saat ini. “apa aku harus menghubungi Paul?”

***

Di sebuah makam,
Robert menyimpan bunga dan duduk, “aku sudah membalas mereka semua ayah, aku tau ayah tidak akan bangga karena aku sudah berubah menjadi pembunuh. Tapi aku hanya ingin ayah tenang disana, karena orang-orang licik itu sudah mendapatkan apa yang seharusnya. Aku janji, perusahaanku akan lebih hebat dari 8 Cabang Corp.. Aku sayang ayah, semoga ayah selalu mendoakan aku disana”

***

Di sebuah cafe,
“jadi selama ini kamu tinggal di rumah Robert?” Paul kaget.
“iya, maafkan aku telah membuatmu cemas” Stella merasa bersalah.
“ok, jadi kau mau melaporkan apa padaku?”
“tadi malam, Robert terluka. Aku yakin yang melakukan semua itu adalah Black Bird”
Black Bird? Bukannya tadi malam dia membunuh tuan Don? Paul kaget.
“Paul, kau mendengarkan aku atau tidak?”
“ah? Iya, tentu saja”
“Robert tertembak di pundak kirinya, lukanya cukup dalam. Bahkan aku sendiri yang mengeluarkan pelurunya”
“benarkah?” Paul ingat kejadian semalam, ia juga berhasil menembak Black Bird.
“iya, Robert tidak mau ke rumah sakit. Dia bilang, dia tidak mau media menjadi ramai”
Paul terdiam, apakah Robert itu Black Bird?
“Paul, kau itu mendengarkan aku atau tidak? Dari tadi aku ngomong, tapi kamu malah..”
“ok ok, sorry. O iya, kau ingat tidak bentuk pelurunya seperti apa?”
“pelurunya ramping, sedikit lebih panjang dari peluru lain dan bagian depannya sangat tajam”
Ya Tuhan... itu kan peluru milikku, Paul semakin kaget.
“Paul, lagi-lagi kamu seperti itu” Stella kesal.
“Stell, bagaimana jika Robert adalah...”
“selamat siang” Robert mendekati meja mereka.
“Robert?” Stella senang Robert disana.
Paul kaget.
“Stella, ternyata kau kenal dengan pak polisi ini?”
“dia teman baikku, sejak kecil kami selalu bersama”
“benarkah?” Robert menatap Paul.
“yap, benar. Jadi tuan Downey, apa yang menyebabkanmu datang kesini?” Paul menatap Robert.
“tadinya aku mau membeli waffel untuk Stella, tapi karena Stella disini. Aku rasa, lebih baik dia sendiri yang memilih waffelnya”
“benarkah? Asyik” Stella pergi.
Robert duduk, “apa yang membuat Stella ingin bertemu denganmu?”
Paul tersenyum, “memangnya kenapa? Apa kau ketakutan?”
“apa maksudmu?” Robert kaget.
“Stella itu polos, dia memintaku untuk melindungimu dari Black Bird. Tapi sayangnya, cerita Stella tentang kejadian semalam membuat aku sadar siapa Black Bird sebenarnya”
Robert memaksakan diri untuk tersenyum, “lalu, siapakah Black Bird itu?”
“kita akan mengetahuinya sebentar lagi, atau jangan-jangan selama ini kau sudah mengetahuinya?” Paul tersenyum sinis.
Stella datang, “Robert, ayo kita pulang”
“oh, iya sayang” Robert berdiri dan menatap Paul, “semoga kau segera mendapatkan si Black Bird itu” ia merangkul Stella, “ayo sayang”
Mereka pun pergi.
Paul hanya tersenyum melihat itu.

***

Di rumah Robert,
Stella sedang memakan waffel disamping Robert.
“Stella, kau bilang kau berasal dari desa kan? Kenapa kau kenal dengan Paul, bahkan katamu kalian berteman sejak kecil”
Stella berhenti makan dan menunduk, “maafkan aku Robert, sebenarnya selama ini aku bohong padamu. Aku adalah Stella Hillman, anak John Hillman yang tewas dibunuh oleh Black Bird”
“sebenarnya aku sudah tau semua itu, tapi kenapa kau menyembunyikan identitasmu dariku? Bukankah kau mencintaiku?”
“sebenarnya saat ayah meninggal, aku sangat terpukul. Aku berjanji pada ayah untuk membalas dendam, aku janji akan membunuh Black Bird dengan tanganku sendiri. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari rumah, aku ingin mencari Black bird sendirian. Aku selalu mencari data tentangnya bersama Paul, kau tau kan? Selama ini polisi tidak pernah berhasil menangkapnya, hal itu membuatku kesal dan itu alasanku untuk mencarinya”
“tapi kenyataannya, kau tidak pernah berhasilkan?”
“iya, aku sadar ternyata semua itu sangat berat dan akhirnya aku bertemu denganmu” Stella menatap Robert, “maafkan aku Robert, tolong jangan benci padaku”
Robert memeluk Stella, “aku tidak pernah membencimu,  aku senang kau disini bersamaku” ia mengelus Stella, justru aku takut kau yang akan membenciku.
Telpon Robert berbunyi,
“iya hallo?” Robert mengangkatnya.
“tuan, pengacara anda sudah tiba”
“baiklah, aku akan segera kesana” Robert menutupnya.
“siapa itu?”
“hanya teman bisnis, kau tunggu disini ya. Aku harus pergi”
Stella mengangguk, “hati-hati ya” ia kembali memakan waffelnya.

***

Di kantor polisi,
Paul mencari data tentang Robert dan keluarganya, ia pun menemukan data tentang 8 Cabang Corp. disana. Jangan-jagang maksud dari REVENGE adalah pembalasan dendam Robert atas ayahnya terhadap mereka. Gawat, aku harus memperingatkan Stella.
Paul mengambil HP-nya dan menghubungi Stella.
“hallo?”
“Stell, kamu dimana?”
“aku di rumah Robert, emangnya kenapa?”
“apa Robert ada disana?”
“enggak, dia baru aja pergi”
“ok, Stell. Kamu ingat peluru yang kamu ceritakan itu?”
“iya”
“itu adalah peluru milikku”
“maksudmu?”
“Robert adalah Black Bird”
“kamu itu bicara apa sih?”
“Stell, Black Bird membunuh tuan Don semalam. Mana mungkin dia mau membunuh Robert di waktu yang sama, lagi pula tadi malam aku berhasil menembak Black Bird”
“enggak, itu gak mungkin. Robert bukan Black Bird”
“Stella, dengar dulu. Stella?”
Tut tut tut...
“ah, sial. Kenapa pake dimatiin segala sih?” Paul kesal.

***

Di kamar Robert,
Stella menangis, “gak mungkin Robert itu Black Bird, pasti ada yang salah. Robert itu orang baik-baik, mana mungkin dia membunuh orang”
Tapi Stella melihat sesuatu di balik laci, ia mendekat dan membukanya. Stella kaget, sebuah pistol berwarna silver ada disana. Robert punya senjata?
“Stella, apa yang kau lakukan?” Robert masuk.
“Robert? Em, ah... tidak” ia memberanikan diri menatap Robert, “kau tidak pernah bilang punya senjata?”
Robert mendekat dan duduk disamping Stella, “ya, aku minta maaf. Selama ini aku memang memiliki senjata, tapi kau tenang saja. Itu legal kok, aku punya sertifikatnya”
“oh, begitu ya..” Stella masih sedikit cemas.
“sayang, aku memiliki senjata karena aku harus melindungi diriku. Kau tau kan? Banyak sekali penjahat yang mengincar orang seperti aku”
Stella mengangguk.
Robert memeluk Stella, “aku mencintaimu”
Stella memeluk Robert dengan erat.

***

Besoknya,
Paul datang ke rumah Robert,
“selamat siang”
“siang” Robert membukakan pintu, “mau apa kau kemari?”
“hey, kenapa kau bertanya seperti itu padaku?”
“ini rumahku”
“aku tau, aku datang kesini untuk memeriksa sesuatu” Paul memaksa masuk dan pundaknya menyenggol pundak Robert.
Robert menahan sakit pada lukanya.
“ada apa? Sepertinya kau kesakitan?”
“apa maksudmu?” Robert kesal.
Stella turun dari tangga, “Paul? Ada apa?” ia kaget.
“aku hanya ingin berkunjung, apa itu salah?” Paul menatap Stella.
“tidak apa-apa, aku akan mengambilkan air” Stella pergi ke dapur.
Paul tersenyum dan menatap Robert, “apa aku boleh duduk?”
“tentu” Robert duduk dengan perasaan yang masih kesal.
“jadi, kau sudah berhenti mencari mangsa?”
“apa maksudmu?”
“ayolah, aku tau siapa kau dan kau pasti mengerti maksudku. Black Bird?!”
Robert menarik nafas, “langsung saja pada intinya, kau mau apa?”
“aku hanya ingin mencari bukti-bukti lain dari sini” Paul menatap Robert, “memang, aku sudah mendapatkan bukti-bukti yang cukup. Tapi aku ingin bukti yang lebih kuat agar Stella percaya, bahwa kau yang telah membunuh ayahnya”
“Stella mencintaiku, dia tidak akan percaya padamu” Robert tersenyum dan mendekat, “aku tau kau mencintainya, tapi maaf. Cinta Stella hanya untuk aku”
“kita lihat saja nanti”
Stella datang, “ini dia minumnya”
“terima kasih” Paul meminumnya.
Robert tersenyum dan mengelus lengan Stella, “duduklah, jangan terlalu lelah”
“kau ini bicara apa? Aku kan hanya membuatkan air” Stella tersenyum dan duduk disamping Robert.
Melihat Stella bersandar di pundak Robert, Paul sedikit kesal. “baiklah, aku pulang sekarang”
“lho, cepat sekali?” Stella kaget.
“biarkan saja, Paul itu kan sedang sibuk mengurus kasus Black Bird. Iya kan?” Robert menatap Paul.
Paul menatapnya dengan sangat kesal, “iya” Paul kembali menatap Stella, “jika ada apa-apa, telpon aku” ia pergi.
Robert menatap Stella, “sayang, tamuku yang tadi membuat aku lelah. Jika kau perlu sesuatu, aku ada di balkon luar. Ok?” Robert mencium kening Stella.
“iya” Stella tersenyum.

***

Di ruang makan,
Stella melihat koran di meja, “ini kan koran yang kemarin?!” Stella ingat ia belum membaca koran sejak kemarin, ia mulai melihat isi berita utama. “korban ketujuh Black Bird, tuan Don?” Stella kaget.
Ternyata benar yang dikatakan Paul, korban Black Bird saat itu bukan Robert, tapi paman Don. Jangan-jangan... Stella berlari ke atas dan masuk ke kamar Robert.
Di kamar,
Stella membuka laci dan kembali melihat pistol silver milik Robert, ia ingat tiga korban pertama Black Bird ditembak dengan pistol jenis ini. Ia pun mencari nomor seri yang ada di pistol, tapi Stella tidak menemukannya, nomor serinya dihapus?
Stella ingat, Paul pernah bilang. Beberapa penjahat yang memiliki sertifikat senjata sering menghapus nomor serinya agak tidak mudah dilacak oleh polisi.
Ya Tuhan... Robert itu benar-benar..., Stella pun menelpon Paul.

***

Di balkon,
Robert sedang melamun.
Stella datang dengan wajah tegangnya.
Robert menoleh, “sayang, ada apa?” Robert kaget melihat Stella membawa pisau, “sayang, kau...?!”
Stella berteriak, “kamu Black Bird kan?” ia menodongkan pisaunya, “kau yang telah membunuh ayahku”
“Stella, tenang” Robert mengangkat tangannya dan mencoba menenangkannya.
“diam! Jangan mendekat! Pembunuh!”
Robert terdiam, ia menatap Stella. “ya, aku memang Black Bird. Aku yang telah membunuh ayahmu, apa yang kau ingin kan sekarang?!”
Stella menangis, “aku tidak menyangka kau setega ini”
“aku tega? Orang tuamu yang tega”
“apa maksudmu?”
“8 Cabang Corp. itu didirikan oleh ayahku, dengan keringatnya sendiri. Ayahmu dan teman-temannya hanya ayah tolong agar mereka maju, tapi apa kenyataannya? Saat 8 Cabang Corp. maju, ayahmu dan yang lainnya malah berbuat licik. Ayahku ditendang dan keluargaku hidup di jalanan, ayah sangat menderita dengan perasaannya yang amat sakit hingga ia meninggal. Apa itu bukan tega namanya? Jadi aku berhak membalas dendam ayah”
“tapi membunuh tetaplah perbuatan jahat”
“ok, lalu kau mau apa?!” Robert membentak Stella, “kau ingin aku dipenjara? Ayo telpon Paul sekarang, ayo!” Robert melemparkan HP-nya.
Stella takut.
“kenapa diam saja? Atau kau ingin mati di tanganku?” Robert mengeluarkan sebuah pistol berwarna hitam dari sakunya, “ini adalah pistol yang sama yang aku pakai untuk membunuh ayahmu, juga tiga orang terakhir lainnya”
Tangan Stella yang masih memegang pisau gemetar, ia masih menangis. “aku sangat kecewa padamu, kenapa harus kau yang menjadi seorang Black Bird? Kenapa bukan orang lain saja? Aku sangat mencintaimu Robert” Stella menatap Robert, “jika kau menginginkannya, tembak aku sekarang. Tembak Robert, jangan diam saja”
Robert terdiam dan menarik pistol ke dekat kepalanya, Ya Tuhan... mana mungkin aku harus membunuh wanita yang aku cintai.
“kenapa kau diam?!” Stella berteriak kesal, “ayo tembak aku”
“tidak” Robert melepaskan pistolnya, “aku mencintaimu Stella, mana mungkin aku menembakmu”
“tapi kau benci pada orang-orang yang telah merebut hakmu kan?”
“kau tidak berdosa, kau tidak tau apa-apa” Robert mulai melangkahkan kakinya untuk mendekati Stella.
“tidak! Berhenti disana, penjahat!” Stella kembali menodongkan pisaunya.
“aku tidak takut” Robert terus mendekat.
“aku tidak main-main Robert, aku akan membunuhmu”
“aku tau sekarang kau sangat benci padaku, biarkan aku menebus semuanya” Robert memeluk Stella dan pisau pun mulai menusuk tubuhnya.
Stella terdiam dan pisau yang berlumur darah terlepas dari genggamannya.
Treng...
“Robert..? kenapa kau lakukan ini?” air mata Stella menetes.
“karena aku... mencintaimu” tangan Robert yang memeluk Stella perlahan terlepas dan ia jatuh.
“Robert?!” Stella melihat luka tusukan Robert dan baju yang berlumur darah, “Robert, kanapa?!” ia duduk dan mengangkat kepala Robert ke pangkuannya.
“S...Stella” Robert mulai sesak, “aku hanya... aku ingin mewujudkan keinginanmu”
Stella menangis, “Robert” ia mengelusnya.
“kau, ah... kau bilang, kau ingin membalas dendam kan? ah” Robert merasakan sakit pada lukanya, ia tersenyum. “sekarang kau sudah melakukannya, kau membunuh Black Bird dengan... dengan tanganmu sendiri. Kau hebat sa..sayang... aku bangga padamu”
“apa yang kau katakan? Kamu harus kuat, aku tidak akan memaafkan dirimu jika terjadi sesuatu padamu. Aku mencintaimu Robert”
“aku tau” Robert tersenyum, “karena aku juga merasakan itu” tapi perlahan mata Robert tertutup.
“Robert?!” Stella panik, Robert sama sekali tidak bergerak. “Robert, bangun!” Stella memeluknya, “Robert?!” ia berteriak.
Polisi datang menghampiri mereka, Paul kaget melihat itu.
Rumah Robert sudah diamankan dan para pembantu juga supir Robert ditahan.

***

Di rumah sakit,
Stella masih menangis.
Paul mendekat, “kau hebat, kau berhasil membunuh Black Bird”
Stella menatap Paul, “bukan aku yang membunuhnya, dia sendiri yang mendekatiku dan menusukan dirinya ke pisau yang aku pegang”
“Stella..”
“aku sangat mencintainya, aku menyesal”
“Stella, kamu harus tegar. Dia membunuh ayahmu dan sekarang kau telah membunuhnya, orang yang paling diincar polisi. Kau adalah pahlawan sekarang, aku bangga padamu” Paul memeluknya, “semua orang bangga padamu”

***

Besoknya,
Stella pergi ke makam ayahnya bersama Paul.
“ayah, aku telah menepati janjiku. Aku membunuh Black Bird, orang yang telah membunuh ayah” Stella menangis, “maafkan aku ayah, selama ini aku bukan anak yang baik. Semoga ayah tenang disana”
Paul memeluk Stella, “sudah, ayo kita pulang”
Stella mengangguk.
Mereka pun kembali ke rumah Stella.
“jangan pernah kabur lagi ya, aku janji akan selalu menjagamu” Paul mengelus Stella.
Seseorang datang, “selamat siang”
“siang?” Stella dan Paul menoleh.
“maaf, sayang pengacara tuan Downey”
“ada apa ya?” Stella kaget.
Paul menatap orang itu penuh curiga.
Mereka pun mengobrol di ruang tamu.
“sebenarnya saya kesini untuk memberikan hak waris harta tuan Downey untuk anda”
“aku?” Stella kaget.
“tapi kenapa? Memangnya Robert tidak punya keluarga lain?” Paul heran.
Orang itu menggeleng, “yang aku tau, tuan Downey hidup sendiri dan saat aku tanya apa alasannya memberikan seluruh hartanya pada nona Stella... karena tuan Downey sangat mencintai anda, sehingga baginya. Andalah yang paling pantas mendapatkan semua ini”
Stella terdiam dan air matanya menetes.

***

Pagi itu,
Stella pergi ke makan Robert, ia menangis dan duduk disamping nisan. “aku sangat menghargai semuanya Robert, aku tau kau tulus mencintaiku seperti aku mencintaimu. Meski akhirnya seperti ini, namun semua ini adalah keputusanmu” Stella menahan kesedihannya, “sekarang kau bisa tenang disana, karena dendammu sudah terbalaskan. Terima atas segalanya Robert, aku tidak akan pernah melupakanmu” ia mencium nisan Robert dan menunduk, air matanya pun kembali menetes.
“Stella” Paul datang, “ayo sayang, kita pulang”
Stella mengangguk dan Paul membantunya berdiri, ia merangkul Stella dan mereka pun pergi.
The End
___
Thank’s for reading…

Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar