Senin, 13 Juni 2016

Invisible

Author : Sherly Holmes
Genre : School-life, Horror Tanggung
Cerita ini adalah fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Namaku Sirin, aku adalah seorang perempuan yang diberikan kelebihan oleh Tuhan. Sehingga aku bisa melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat orang lain, tapi meski begitu, aku selalu merahasiakannya dari siapa pun.
***
Pagi itu,
“ah, senangnya sekarang aku sudah tingkat 3” Sirin datang ke kampus dengan bahagia, ia melihat adik tingkat barunya.
“Sirin”
“Theo?” Sirin menoleh.
“hari ini ada dosen baru yang ngajar di kelas kita”
“begitukah?”
“yap, dia dosen pindahan dari luar kota”
“kalau gitu, ayo kita masuk kelas”
Di kelas,
Semua anak sudah berkumpul, dosen baru itu datang dengan perawakannya yang tinggi dan matanya yang begitu tajam.
“selamat pagi, teman-teman. Kenalkan, nama bapak, Robert. Mulai hari ini, bapak akan mengajarkan tentang Budaya Internasional pada kalian”
Semua anak perempuan tidak mau berkedip melihat ketampanan dosen baru itu, tapi Sirin merasa aneh dengannya. Dia  terlihat begitu misterius, tapi semoga saja, itu hanya perasaan Sirin.
Besoknya,
Theo begitu sibuk karena sebentar lagi, akan ada acara Latihan Kepemimpinan untuk adik tingkat barunya. Theo yang menjadi ketua BEM, memang dituntut untuk bertanggung jawab penuh.
“Sirin”
“Theo?”
“kamu mau ikut partisipasi di acara besok?”
“maaf banget, Theo. Aku gak bisa”
“gak apa-apa” Theo tersenyum, “lagian juga, udah banyak temen yang mau partisipasi kok”
“syukur deh”
“kamu tau, gak? Kebanyakan, cewek lho yang mau partisipasi”
“masa sih?”
“iya, soalnya dosen yang tanggung jawabnya pak Robert”
Sirin tersenyum, ternyata pesona dosen baru itu benar-benar kuat di mata para mahasiswi.
***
Hari itu,
Terdengar kabar jika salah satu mahasiswi yang mengikuti Latihan tersebut meninggal bunuh diri.
Semua ramai, apalagi pak Robert adalah dosen yang bertanggung jawab saat itu.
Sirin yang baru datang, terdiam. Ia melihat hantu baru di kampusnya, seorang perempuan berambut panjang dan memakai baju putih.
“hey, kamu kenapa?” Robert mendekat.
“pak Robert?” Sirin kaget.
Robert tersenyum dan pergi, lalu hantu itu pun menghilang.
Sirin terdiam, apa hantu yang aku lihat tadi adalah arwah dari anak baru itu?
“Sirin?” Theo mendekat.
“Theo, apa yang terjadi?”
“aku tidak tau, saat kami semua bangun, anak itu sudah tergantung di gudang”
“di gudang? Bukannya gudang itu penuh dengan buku-buku?”
“bukan gudang yang itu, gudang yang satu lagi. Bangunan yang terbengkalai dan mau rubuh”
“ya ampun”
“ya udah, aku pergi dulu ya. Gara-gara ini, aku sama pak Robert jadi punya masalah deh ke kampus”
“kamu yang sabar ya, Theo”
Theo tersenyum dan pergi.
Di kelas,
Sirin diam, hari ini mata kuliah pak Robert. Tapi karena masalah itu, pak Robert tidak bisa mengajar. Bangku Theo pun kosong.
Saat teman-teman sedang asik bicara, lagi-lagi arwah itu datang dan berdiri di depan pintu.
Ya Tuhan... Sirin hanya diam, ia tidak mau teman-temannya tau atau pun merasa curiga padanya. Sirin berusaha bersikap biasa seperti tidak terjadi apa-apa.
Theo yang masuk, menabrak arwah itu dan arwah pun menghilang. Sirin sedikit lega, apalagi Theo memang tidak menyadari itu.
Theo duduk.
“gimana sekarang?” Sirin khawatir pada Theo.
“aku dan pak Robert masih harus jadi saksi. Tapi tenang aja, sebentar lagi, kasusnya ditutup kok” Theo tersenyum.
Sirin tersenyum.
Robert masuk, “selamat siang, maaf bapak terlambat” Robert duduk dan menatap mereka.
Sorenya,
Sirin pergi ke toilet, ia menutup pintunya sambil memikirkan arwah yang sering menampakan diri padanya. Kenapa? Kenapa dia terus muncul dihadapanku? Mungkinkah ia ingin berkomunikasi denganku? Tapi, kenapa harus aku? Apa hubunganku dengan semua ini?
Saat Sirin mau keluar, ternyata pintunya terkunci.
Ya ampun? Sirin kaget, tapi ia tau, ini adalah ulah arwah itu. Tidak akan ada yang bisa menolongnya, kecuali jika sang arwah melepaskannya atau ada seseorang yang datang kesana.
Aku mohon, jangan kurung aku disini. Kita tidak punya hubungan apa-apa, bahkan aku tidak tau siapa dirimu. Aku mohon, jangan ganggu aku. Sirin sedih, ia pun pasrah menunggu keajaiban datang.
Hari mulai larut,
Sirin masih terkunci disana, air matanya menetes. Ia masih merasakan jika arwah perempuan itu ada dibalik pintu, “aku mohon, buka pintunya”
Tiba-tiba pintu terbuka.
“Sirin?” Robert tau jika Sirin ketakutan, ia merangkul Sirin keluar.
Sirin masih menatap Robert.
“hey, kenapa kau masih disini?”
“aku kekunci, pak” Sirin menghapus air matanya, “kenapa pak Robert ada disini?”
“aku...” Robert diam dan sedikit berpikir, “aku hanya ingin mencari sesuatu” ia menatap Sirin.
Mencari sesuatu? Apa maksudnya? Apa pak Robert sedang mencari sebuah bukti untuk menunjukan bahwa dirinya tidak bersalah? Atau malah, ia ingin menghilangkan jejak? Sirin curiga.
“Sirin, kenapa kau menatapku seperti itu?”
“enggak, pak”
“hey, pelajaran sudah berakhir. Panggil aku Robert, usia kita tidak terlalu jauh, kan?”
“tapi pak...”
“ok, terserah kau saja” Robert menatap Sirin, “lebih baik kau segera pulang, aku takut kejadian itu terulang lagi”
Sirin kaget, ia melihat expresi Robert yang berbeda. Sirin pun langsung pergi menjauh dari sana.
Setelah keluar dari area kampus,
“ah...” Sirin merasa lelah, ia pun mencari taxi dan berharap segera menjauh dari kampusnya.
“Sirin”
“Theo?”
“kamu kok masih disini?” Theo yang mendekat, tersenyum.
“aku...” Sirin bingung, mau bicara apa.
“hey, kenapa?”
“enggak” Sirin tersenyum, “kok kamu juga disini?”
“aku kan kost disana” Theo menunjukan sebuah rumah, “jadi aku suka nongkrong di depan kampus.
“oh”
“kamu mau pulang? Aku anter ya?”
“gak usah”
“eh, ini bentar lagi malem. Udahlah, aku anter aja”
“ok deh” Sirin menerima tawaran Theo karena masih takut dengan tingkah aneh Robert.
***
Di sebuah tempat,
Arwah itu mendatangi Sirin, Sirin hanya diam tak bergerak. Ia merasa kaku dan hanya bisa menatap arwah tersebuh.
Arwah itu menampakan wajahnya yang begitu pucat dan menangis, “tolong aku, Sirin...”
“argh...!” Sirin terbangun dari tidurnya, ia bersyukur jika itu semua hanya mimpi.
Sirin keluar dari kamar.
“nak, hari ini kamu ke kampus?”
“iya bu”
“ya udah, cepet sana, siap-siap”
“iya bu”
Di kampus,
Robert dikabarkan sakit dan tidak bisa mengajar hari ini.
Sirin masuk ke kelas.
“Sirin”
“Theo?”
“kamu kok datangnya siang, sih?”
“aku bangun kesiangan”
“oh, gitu” Theo tersenyum.
Sirin melihat ke sekitar, hari ini arwah itu tidak terlihat. Ada apa ya? Ia bingung tapi sedikit bersyukur.
Siangnya,
Sirin berjalan dan terhenti di depan gudang tempat kejadian itu, haruskah aku datang kesini?
Pintu gudang itu tiba-tiba terbuka, Sirin kaget dan berlari menjauh.
Di kelas,
Sirin bernafas lega karena sudah menjauhi tempat itu dan banyak orang di sekitarnya.
“Sirin, kamu kenapa sih?” seorang perempuan, menatap Sirin.
“aku gak apa-apa, kok”
“tau nih, si Sirin suka ngilang-ngilang gak jelas kaya gini” teman lain, menatap Sirin.
Sirin hanya tersenyum karena teman-temannya tidak curiga sedikit pun tentang kejanggalan yang ada.
Beberapa hari kemudian,
Arwah itu kembali muncul di mimpi Sirin, namun terlihat berbeda. Arwah itu bernama Wendy, seorang perempuan cantik dan pintar di sekolahnya. Bahkan di SMA-nya dia menjadi anak terpintar dengan nilai terbaik, tapi keadaan berubah setelah Latihan Kepemimpinan itu. Malam itu, tubuh Wendy yang sudah tidak bergerak digantung dengan tali oleh seorang pria yang menggunakan sarung tangan di gudang tersebut.
“ah?” Sirin bangun, ia sedikit panik dengan mimpinya. Waktu menunjukan pukul 3 subuh dan ia pun keluar dari kamar.
Sirin melihat beberapa mahluk tak kasat mata, keluar-masuk rumahnya. Ya ampun, apa sekarang mereka sedang bersiap untuk kembali ke tempat mereka masing-masing? Sirin hanya diam.
Tapi tiba-tiba, Wendy datang.
“Sirin?!” Wendy berteriak dan menghilang.
Sirin diam tak bergerak, ia ketakutan.
Ibu keluar dari kamar, “Sirin, kamu kenapa?”
“ibu?” Sirin kembali normal, suhu tubuh sang ibu membuatnya tenang dan bisa bergerak lagi.
“kamu kenapa sih?”
“enggak bu, Sirin cuma mau minum”
“dasar”
Paginya,
Sirin datang ke kampus, ia melihat beberapa polisi dan dua mobil polisi disana. Sirin mendekati Theo, “ada apa?”
“polisi sudah menyimpulkan, jika Wendy memang bunuh diri. Jadi aku dan pak Robert sudah bebas sekarang, dan mereka akan membersihkan nama baik kami”
Tidak, Sirin terdiam. Wendy memang dibunuh, bukan bunuh diri.
“hey, kamu kenapa sih?”
“enggak” Sirin tersenyum, “syukur deh” saat Sirin berbalik, ia kaget melihat Robert.
Robert menatap Sirin.
“p..pak Robert?”
Robert tersenyum.
Sirin tersenyum dan pergi.
Siang itu,
Sirin kembali menatap gudang yang pintunya masih sedikit terbuka, haruskah aku masuk kesana?
Seseorang memegang tangan Sirin.
Sirin kaget dan menoleh, ia diam.
“kamu mau kemana?” Robert menatap Sirin.
“a..aku”
“jangan gegabah, Rin”
“ma..afkan aku, pak” Sirin meninggalkan Robert.
Robert yang masih disana, menatap gudang itu.
Sorenya,
Sirin melihat hantu lain sedang diam di dekat mobil Robert, Sirin hanya diam. Itu adalah hantu perempuan yang beberapa kali Sirin lihat ada di dekat Robert.
Robert mendekati Sirin, “kau melihat apa?”
“ah?” Sirin kaget, “enggak pak”
Robert tersenyum dan masuk ke mobilnya, ia pun pergi.
Semoga pak Robert tidak berpikir yang aneh-aneh tentang aku, Sirin masih diam.
“Sirin” Theo mendekat.
“hey”
“ngapain sih? Dari tadi, aku liat kamu merhatiin mobilnya pak Robert terus”
“masa sih?” Sirin kaget, mungkin Robert juga berpikir demikian.
Hantu yang masih berdiri disana pun, menghilang.
“Sirin?” Theo menatapnya.
“aku... aku mau pulang”
“aku anter ya, kayanya kamu sakit deh”
“aku gak apa-apa kok, bener” Sirin tersenyum dan pergi.
Theo merasa aneh pada Sirin, dia kenapa sih?
Malamnya,
Robert sedang berjalan di sekitar kampus, disana hanya ada dirinya dengan cahaya senter yang ia bawa. Robert terdiam melihat sesuatu di rerumputan, ia mendekat dan melihat sepasang sarung tangan. Robert pun tersenyum.
***
Sirin datang ke kampus dan melihat seorang pria yang berjalan pincang, Sirin diam. Ia melihat arwah seorang anak kecil yang berpegangan di kaki pincang pria itu.
“hey, jangan melamun terus” Robert menatap Sirin.
“pak Robert?”
“kenapa setiap bertemu denganku, kau selalu kaget begitu? Memangnya aku akan membunuhmu apa?”
Membunuh? Sirin kaget mendengar itu.
“hey?”
“ah, enggak pak” Sirin tersenyum, “saya permisi, pak”
Robert tersenyum, ia masuk ke mobil.
Di kelas,
“hari ini pak Robert gak ngajar, dia cuma ngasih tugas buat kita” Theo memberikan selembar soal untuk masing-masing mahasiswa.
Sirin membaca kertas soal itu, tapi ia terdiam. Disana tertulis ‘Help Me, Sirin!’ dengan darah yang terus menetes dari atas, Sirin pun melihat ke atas dan disana ada Wendy yang berteriak.
“ah?” Sirin jatuh dari kursinya.
Semua anak melihat ke arah Sirin, ada yang kaget dan ada juga yang tertawa.
Sirin tersenyum malu dan kembali duduk, ia berusaha tenang dan membaca kembali kertas soal yang sudah kembali normal.
Sirin terdiam melihat kertas tersebut, soalnya hanya satu dan aneh. ‘Kenapa orang sombong kalau dipanggil, diam saja?’
“pertanyaan macam apa ini?” Sirin bingung dan menatap semua temannya yang hanya diam dan tak mengerjakan soal sedikit pun.
Theo menatap Sirin, “kok soalnya gak sesuai dengan mata kuliah, ya?”
“gak tau, hehe” Sirin tersenyum.
Malam itu,
Sirin yang sedang tidur, merasa tiba-tiba kaku dan tak bisa bergerak. Ia sadar, jika ada seseorang yang berbaring disampingnya. Ya Tuhan..., siapa ini? Sirin agak cemas, ia berusaha menoleh, tapi lehernya tetap tidak bergerak. Sirin pun melihat sesuatu dalam bayangannya.
Wendy menatap Sirin, “Sirin, kau harus memecahkan semua ini” ia melotot pada Sirin.
Sirin hanya diam, dengan sedikit panik.
“aku tidak akan pernah tenang, Sirin. Aku akan selalu ada di sekitarmu jika kau tidak bisa menyelesaikannya”
Ya Tuhan..., Sirin berusaha melawan dan bergerak. Ia terus berdo’a di dalam hatinya, karena bibirnya pun tidak bisa bicara.
Wendy pun menghilang dan Sirin bisa kembali normal.
“ya Tuhan..., syukurlah” Sirin bernafas lega.
Besoknya,
Robert datang ke kelas, “bagaimana, soalnya sudah dijawab?”
“belum, pak” semua anak, menatap Robert.
“lho, kenapa?” Robert kaget.
“soalnya aneh, gak nyambung sama mata kuliah”
“emh..., kalian” Robert tersenyum, “hidup itu tidak boleh monoton, harus ada invrovisasi”
Sirin merasa aneh, apanya yang invrovisasi?
“ya sudah, kalian mau tau jawabannya atau tidak?”
“tentu saja mau, pak”
Sirin semakin aneh, bukannya mereka kesal dan tidak peduli dengan soal itu? Kok sekarang, malah ingin tau jawabannya?
“ok” Robert membaca soalnya, “kenapa orang sombong kalau dipanggil, diam saja?”  ia menatap para mahasiswa itu, “karena, jika dia berteriak. Berarti, dia yang memanggil”
“hah?” mereka kaget.
Semua hanya diam, mereka tidak mau membahas itu lagi. Karena mereka yakin, Robert akan semakin kacau.
Theo berbisik pada Sirin, “sepertinya, ada yang gak beres dengan pak Robert”
Sirin menatap Theo, “mungkin..” ia masih sangat bingung.
“Sirin, Theo” Robert menatap mereka, “kenapa kalian saling berbisik?”
Sirin langsung diam.
“maaf, pak” Theo menunduk.
“ya sudah, hari ini bapak ada rapat, jadi kalian jangan berisik ya”
“yeah” semua senang.
“hey, jangan berisik” Robert menatap mereka.
Semua langsung diam.
Robert tersenyum dan pergi.
Theo kembali menatap Sirin dengan sebuah pertanyaan besar dalam hatinya.
“mungkin dia sedang senang, jadi dia membuat pertanyaan konyol seperti itu” Sirin memaksakan diri untuk tersenyum.
Sore itu,
Sirin berjalan sendirian, ia masih memikirkan kata-kata Wendy. Sepertinya Wendy benar-benar menginginkan Sirin untuk menyelesaikan semua ini, arwah Wendy tidak akan tenang jika sang pembunuh belum ditangkap.
Tiba-tiba, genting berjatuhan ke arah Sirin.
Sirin berlari menjauhi genting-genting itu, tapi ia tau. Alurnya mengarahkan Sirin ke gudang.
Saat Sirin tidak bisa menghindar, kecuali masuk ke gudang. Seorang pria pun melindunginya dari genting tersebut.
Preng...
Genting pecah di kepala pria itu dan berhenti berjatuhan.
Sirin terdiam, ia melihat pria yang melindunginya. Sirin kaget, “pak Robert?”
“aku tau apa yang kau sembunyikan, Sirin. Tapi aku rasa, kau tidak boleh melakukannya”
Robert memegang kepalanya dan menahan sakit.
“ya Tuhan... pak, ayo kita obati lukanya”
Di klinik kampus,
Robert menaruh es batu yang dibalut kain ke kepalanya yang benjol, “ah”
Sirin khawatir melihat Robert, ia terluka demi menolong Sirin.
“hey” Robert menatap Sirin, “sejak kapan, dia mendatangimu?”
“maksud bapak, apa?”
“Wendy, dia selalu mengganggumu, kan?”
Sirin kaget.
“jangan bohong padaku, kau bisa melihat arwah, kan?”
“sa...saya”
“Sirin, sikap arwah akan berbeda dengan sikap saat ia masih menjadi manusia. Mereka bisa melakukan hal-hal kasar, apa kau tau?”
“setiap arwah memang punya cara masing-masing untuk berkomunikasi”
“dan dia hampir melukaimu dengan menjatuhkan genting-genting?”
“dia hanya ingin aku masuk ke gudang itu, pak”
“Sirin, demi keselamatanmu, bapak sarankan untuk tidak masuk kesana”
“kenapa, pak? Apa disana ada sesuatu?”
Robert diam.
“apa disana ada petunjuk tentang siapa pembunuh Wendy?”
“Sirin...”
“apa bapak ingin menyembunyikan kenyataan dari orang-orang?”
“cukup Sirin, jangan bicara seolah-olah aku yang bersalah”
“lalu, kenapa bapak selalu ada di sekitar gudang itu? Kenapa bapak selalu datang ke kampus disaat semua orang sudah pergi? Kenapa bapak...?”
“cukup?!” Robert membentak Sirin, “menyesal bapak menolongmu” ia pun pergi.
Sirin semakin merasakan kejanggalannya.
***
Malam itu,
Robert membuka pintu gudang dan masuk kesana, Wendy pun menatap Robert. Robert panik dan tiba-tiba, kayu yang rapuh di atap, menimpa Robert.
“argh..” Robert berteriak.
“ah?” Sirin bangun, ternyata ia hanya bermimpi. Tapi ia terdiam, kenapa ada Robert di mimpinya? Apakah Wendy benar-benar marah karena Sirin tidak pernah bertindak, sehingga Wendy memutuskan untuk membalas dendamnya sendirian?
Sirin melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 01.30, waktu yang sama saat Wendy dibunuh.
“tidak” Sirin pun memutuskan untuk pergi.
Di gudang,
Sirin memberanikan diri masuk, ia melihat ruangan yang gelap dan pengap. Dinding yang belah-belah dan ruangan yang kotor membuatnya semakin ngeri.
Wendy pun muncul dihadapan Sirin.
“Wendy?” Sirin kaget.
Wendy tersenyum, “kau payah, Sirin. Harapanku satu-satunya adalah kau, tapi kau sama sekali tidak bisa diandalkan”
“maafkan aku, Wendy. Tapi aku...”
Wendy menangis dan berteriak, “kau harus merasakan apa yang aku rasakan?!”
“cukup, Wendy” Robert datang dan memegangi Sirin.
“pak Robert?” Sirin kaget.
“bapak” Wendy menangis, “bapak dimana saat pria itu menangkapku? Dia membunuhku, pak. Bahkan dia mengambil kehormatanku sebelum mencabut nyawaku”
“Wendy, maafkan bapak. Tolong jangan bawa Sirin dalam masalah ini”
“kalian berdua sama saja, tidak peduli dengan penderitaanku”
Benda-benda yang ada disekitar mereka, mulai bergerak mengikuti kemarahan Wendy.
Robert memeluk Sirin dan berusaha melindunginya, Sirin hanya diam.
“Wendy?” Theo masuk.
“kau?!” Wendy menatap Theo dan benda-benda itu berhenti bergerak meski masih melayang.
“Wendy, maafkan aku. Mereka tidak bersalah, tolong lepaskan mereka”
“akhirnya kau datang juga, pengecut” Wendy sangat kesal pada Theo.
“aku benar-benar menyesal, Wendy. Aku khilaf, tolong maafkan aku”
Wendy tertawa, “semudah itukah? Kau sunguh menyebalkan, Theo”
Robert menatap mereka, ternyata dugaannya selama ini benar. Theo-lah yang membunuh Wendy, “Theo...”
Theo menatap ke arah Robert dan Sirin, ia sedih. Lalu ia kembali menatap Wendy, “kau boleh melakukan apa pun padaku, tapi tolong, lepaskan mereka” ia pasrah.
Wendy tersenyum dan melayang, “kau akan ikut bersamaku, Theo”
Gempa mulai terjadi, retakan semakin besar dan Robert sadar, tempat itu akan roboh.
Beberapa material sudah berjatuhan.
“ayo, Sirin” Robert berusaha membawa Sirin keluar dari sana.
Sebuah patahan balok kayu yang tajam pun jatuh dan menancap ke tubuh Theo.
“argh” Theo pun terkubur oleh reruntuhan.
Robert semakin cepat berlari karena semakin banyak reruntuhan yang berjatuhan, ia melihat celah dan membawa Sirin melompat keluar.
Brak...
Gudang itu rubuh.
Sirin membuka matanya dan melihat Robert yang kelelahan sedang memeluknya, “pak Robert?”
“ah” Robert melepas pelukannya dan berbaring disamping Sirin, “ini sangat melelahkan, Sirin”
***
Setelah kejadian itu,
Semua tau jika Theo adalah pelakunya karena sarung tangan yang ditemukan Robert menjadi bukti, dan jenazah Theo yang hancur pun ditemukan di reruntuhan.
Robert membereskan barang-barangnya yang ada di ruang dosen, ia berpikir untuk pindah dari kampus itu.
“Robert, kau yakin akan pergi?”
Robert menatap Dekan, “aku rasa, ini yang terbaik”
“jika kau berubah pikiran, aku akan menunggu sampai jam 12 di ruanganku”
“terima kasih, pak” Robert tersenyum dan pergi.
Di luar,
Sirin sudah menunggu Robert, Robert mendekat.
“Sirin”
“bapak akan pergi?”
“yap” Robert menyimpan barang-barangnya ke mobil.
“aku...” Sirin sedih, “aku hanya ingin minta maaf”
“karena mengira aku pelakunya?” Robert menatap Sirin, “kau pikir, hanya kau yang bisa melihat arwah?” ia tersenyum.
Sirin tersenyum.
“aku sudah memberikan sarung tangan itu ke polisi, asal kau tau, awalnya sarung tangan itu tidak ada di sekitar kampus. Tapi saat polisi memutuskan Wendy bunuh diri, sarung tangan itu tiba-tiba muncul. Dan aku ingat, sarung tangan itu milik Theo. Ia memakainya saat membuat rangka untuk out-bond”
“aku ingin mengucapkan terima kasih, karena bapak telah menolongku beberapa kali”
“yap, sudahlah. Aku ini dosenmu, kan? Itu sudah tugasku” Robert masuk ke mobil.
Sirin pun tersenyum dan menjauh, ia sedih karena Robert benar-benar akan pergi darisana. Padahal, Robert adalah dosen yang baik.
Robert menyalakan mesin mobil, tapi seorang perempuan yang duduk disampingnya menatap Robert.
“Ayla?” Robert menatap arwah pacarnya.
“kenapa kau pergi?”
“apa maksudmu?”
“kau harus tetap disini”
“untuk apa?”
“jika kau bersama perempuan itu, mungkin aku akan sedikit tenang”
Robert menatap Ayla.
“dia perempuan yang baik, dia cocok denganmu”
“Ayla...”
“jika kau bersama Sirin, aku akan tenang disana. Aku tidak akan berada disampingmu lagi, Robert. Karena aku tidak akan khawatir padamu lagi”
Robert diam dan menunduk.
“aku mencintaimu” Ayla tersenyum.
“baiklah” Robert keluar dari mobil.
Di kelas,
Semua anak sedang ramai, Sirin hanya diam. Theo sudah meninggal, Robert pergi entah kemana. Sirin pun keluar dari kelas.
Di luar,
“hey, kenapa keluar?” Robert menatap Sirin.
“pak Robert?” Sirin kaget.
“aku sudah bicara dengan Dekan, aku tidak akan pergi”
Sirin tersenyum, “benarkah?”
“yap, kau tau arwah yang sering ada di sampingku?”
Sirin mengangguk.
“dia bilang, dia akan tenang jika aku bersamamu”
Sirin terdiam, “dia arwah pacarmu?”
“yap, dan sekarang, dia memilihmu untuk menggantikannya”
Sirin tersenyum.
“nanti malam, aku jemput ke rumah. Ok?”
“secepat itu kah kau mengajakku makan malam?”
“yap, tentu. Aku adalah dosenmu jika kau menolak, nilaimu jelek”
“curang”
Mereka tertawa.
Ayla tersenyum melihat itu dan perlahan, ia menghilang.
The End
___
Thank’s for reading…

Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar