Author
: Sherly Holmes
Genre
: School-life, Horror Tanggung
Cerita ini adalah
fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
Namaku Sirin, aku
adalah seorang perempuan yang diberikan kelebihan oleh Tuhan. Sehingga aku bisa
melihat hal-hal yang tidak bisa dilihat orang lain, tapi meski begitu, aku
selalu merahasiakannya dari siapa pun.
***
Pagi itu,
“ah, senangnya
sekarang aku sudah tingkat 3” Sirin datang ke kampus dengan bahagia, ia melihat
adik tingkat barunya.
“Sirin”
“Theo?” Sirin
menoleh.
“hari ini ada dosen
baru yang ngajar di kelas kita”
“begitukah?”
“yap, dia dosen
pindahan dari luar kota”
“kalau gitu, ayo
kita masuk kelas”
Di kelas,
Semua anak sudah
berkumpul, dosen baru itu datang dengan perawakannya yang tinggi dan matanya
yang begitu tajam.
“selamat pagi,
teman-teman. Kenalkan, nama bapak, Robert. Mulai hari ini, bapak akan
mengajarkan tentang Budaya Internasional pada kalian”
Semua anak
perempuan tidak mau berkedip melihat ketampanan dosen baru itu, tapi Sirin
merasa aneh dengannya. Dia terlihat
begitu misterius, tapi semoga saja, itu hanya perasaan Sirin.
Besoknya,
Theo begitu sibuk
karena sebentar lagi, akan ada acara Latihan Kepemimpinan untuk adik tingkat
barunya. Theo yang menjadi ketua BEM, memang dituntut untuk bertanggung jawab
penuh.
“Sirin”
“Theo?”
“kamu mau ikut
partisipasi di acara besok?”
“maaf banget, Theo.
Aku gak bisa”
“gak apa-apa” Theo
tersenyum, “lagian juga, udah banyak temen yang mau partisipasi kok”
“syukur deh”
“kamu tau, gak?
Kebanyakan, cewek lho yang mau partisipasi”
“masa sih?”
“iya, soalnya dosen
yang tanggung jawabnya pak Robert”
Sirin tersenyum,
ternyata pesona dosen baru itu benar-benar kuat di mata para mahasiswi.
***
Hari itu,
Terdengar kabar
jika salah satu mahasiswi yang mengikuti Latihan tersebut meninggal bunuh diri.
Semua ramai,
apalagi pak Robert adalah dosen yang bertanggung jawab saat itu.
Sirin yang baru
datang, terdiam. Ia melihat hantu baru di kampusnya, seorang perempuan berambut
panjang dan memakai baju putih.
“hey, kamu kenapa?”
Robert mendekat.
“pak Robert?” Sirin
kaget.
Robert tersenyum
dan pergi, lalu hantu itu pun menghilang.
Sirin terdiam, apa hantu yang aku lihat tadi adalah arwah
dari anak baru itu?
“Sirin?” Theo
mendekat.
“Theo, apa yang
terjadi?”
“aku tidak tau,
saat kami semua bangun, anak itu sudah tergantung di gudang”
“di gudang?
Bukannya gudang itu penuh dengan buku-buku?”
“bukan gudang yang
itu, gudang yang satu lagi. Bangunan yang terbengkalai dan mau rubuh”
“ya ampun”
“ya udah, aku pergi
dulu ya. Gara-gara ini, aku sama pak Robert jadi punya masalah deh ke kampus”
“kamu yang sabar
ya, Theo”
Theo tersenyum dan
pergi.
Di kelas,
Sirin diam, hari
ini mata kuliah pak Robert. Tapi karena masalah itu, pak Robert tidak bisa
mengajar. Bangku Theo pun kosong.
Saat teman-teman
sedang asik bicara, lagi-lagi arwah itu datang dan berdiri di depan pintu.
Ya Tuhan... Sirin hanya diam,
ia tidak mau teman-temannya tau atau pun merasa curiga padanya. Sirin berusaha
bersikap biasa seperti tidak terjadi apa-apa.
Theo yang masuk,
menabrak arwah itu dan arwah pun menghilang. Sirin sedikit lega, apalagi Theo
memang tidak menyadari itu.
Theo duduk.
“gimana sekarang?”
Sirin khawatir pada Theo.
“aku dan pak Robert
masih harus jadi saksi. Tapi tenang aja, sebentar lagi, kasusnya ditutup kok”
Theo tersenyum.
Sirin tersenyum.
Robert masuk,
“selamat siang, maaf bapak terlambat” Robert duduk dan menatap mereka.
Sorenya,
Sirin pergi ke
toilet, ia menutup pintunya sambil memikirkan arwah yang sering menampakan diri
padanya. Kenapa? Kenapa dia terus muncul
dihadapanku? Mungkinkah ia ingin berkomunikasi denganku? Tapi, kenapa harus
aku? Apa hubunganku dengan semua ini?
Saat Sirin mau
keluar, ternyata pintunya terkunci.
Ya ampun? Sirin kaget, tapi
ia tau, ini adalah ulah arwah itu. Tidak akan ada yang bisa menolongnya,
kecuali jika sang arwah melepaskannya atau ada seseorang yang datang kesana.
Aku mohon, jangan kurung aku disini. Kita tidak punya
hubungan apa-apa, bahkan aku tidak tau siapa dirimu. Aku mohon, jangan ganggu
aku. Sirin sedih, ia pun pasrah menunggu
keajaiban datang.
Hari mulai larut,
Sirin masih
terkunci disana, air matanya menetes. Ia masih merasakan jika arwah perempuan
itu ada dibalik pintu, “aku mohon, buka pintunya”
Tiba-tiba pintu
terbuka.
“Sirin?” Robert tau
jika Sirin ketakutan, ia merangkul Sirin keluar.
Sirin masih menatap
Robert.
“hey, kenapa kau
masih disini?”
“aku kekunci, pak”
Sirin menghapus air matanya, “kenapa pak Robert ada disini?”
“aku...” Robert
diam dan sedikit berpikir, “aku hanya ingin mencari sesuatu” ia menatap Sirin.
Mencari sesuatu? Apa maksudnya? Apa pak Robert sedang
mencari sebuah bukti untuk menunjukan bahwa dirinya tidak bersalah? Atau malah,
ia ingin menghilangkan jejak? Sirin curiga.
“Sirin, kenapa kau
menatapku seperti itu?”
“enggak, pak”
“hey, pelajaran
sudah berakhir. Panggil aku Robert, usia kita tidak terlalu jauh, kan?”
“tapi pak...”
“ok, terserah kau
saja” Robert menatap Sirin, “lebih baik kau segera pulang, aku takut kejadian
itu terulang lagi”
Sirin kaget, ia
melihat expresi Robert yang berbeda. Sirin pun langsung pergi menjauh dari
sana.
Setelah keluar dari
area kampus,
“ah...” Sirin
merasa lelah, ia pun mencari taxi dan berharap segera menjauh dari kampusnya.
“Sirin”
“Theo?”
“kamu kok masih
disini?” Theo yang mendekat, tersenyum.
“aku...” Sirin
bingung, mau bicara apa.
“hey, kenapa?”
“enggak” Sirin
tersenyum, “kok kamu juga disini?”
“aku kan kost
disana” Theo menunjukan sebuah rumah, “jadi aku suka nongkrong di depan kampus.
“oh”
“kamu mau pulang?
Aku anter ya?”
“gak usah”
“eh, ini bentar
lagi malem. Udahlah, aku anter aja”
“ok deh” Sirin
menerima tawaran Theo karena masih takut dengan tingkah aneh Robert.
***
Di sebuah tempat,
Arwah itu
mendatangi Sirin, Sirin hanya diam tak bergerak. Ia merasa kaku dan hanya bisa
menatap arwah tersebuh.
Arwah itu menampakan
wajahnya yang begitu pucat dan menangis, “tolong aku, Sirin...”
“argh...!” Sirin
terbangun dari tidurnya, ia bersyukur jika itu semua hanya mimpi.
Sirin keluar dari
kamar.
“nak, hari ini kamu
ke kampus?”
“iya bu”
“ya udah, cepet
sana, siap-siap”
“iya bu”
Di kampus,
Robert dikabarkan
sakit dan tidak bisa mengajar hari ini.
Sirin masuk ke
kelas.
“Sirin”
“Theo?”
“kamu kok datangnya
siang, sih?”
“aku bangun
kesiangan”
“oh, gitu” Theo
tersenyum.
Sirin melihat ke
sekitar, hari ini arwah itu tidak terlihat. Ada
apa ya? Ia bingung tapi sedikit bersyukur.
Siangnya,
Sirin berjalan dan
terhenti di depan gudang tempat kejadian itu, haruskah aku datang kesini?
Pintu gudang itu
tiba-tiba terbuka, Sirin kaget dan berlari menjauh.
Di kelas,
Sirin bernafas lega
karena sudah menjauhi tempat itu dan banyak orang di sekitarnya.
“Sirin, kamu kenapa
sih?” seorang perempuan, menatap Sirin.
“aku gak apa-apa,
kok”
“tau nih, si Sirin
suka ngilang-ngilang gak jelas kaya gini” teman lain, menatap Sirin.
Sirin hanya
tersenyum karena teman-temannya tidak curiga sedikit pun tentang kejanggalan
yang ada.
Beberapa hari
kemudian,
Arwah itu kembali
muncul di mimpi Sirin, namun terlihat berbeda. Arwah itu bernama Wendy, seorang
perempuan cantik dan pintar di sekolahnya. Bahkan di SMA-nya dia menjadi anak
terpintar dengan nilai terbaik, tapi keadaan berubah setelah Latihan
Kepemimpinan itu. Malam itu, tubuh Wendy yang sudah tidak bergerak digantung
dengan tali oleh seorang pria yang menggunakan sarung tangan di gudang
tersebut.
“ah?” Sirin bangun,
ia sedikit panik dengan mimpinya. Waktu menunjukan pukul 3 subuh dan ia pun
keluar dari kamar.
Sirin melihat
beberapa mahluk tak kasat mata, keluar-masuk rumahnya. Ya ampun, apa sekarang mereka sedang bersiap untuk kembali ke tempat
mereka masing-masing? Sirin hanya diam.
Tapi tiba-tiba,
Wendy datang.
“Sirin?!” Wendy
berteriak dan menghilang.
Sirin diam tak
bergerak, ia ketakutan.
Ibu keluar dari
kamar, “Sirin, kamu kenapa?”
“ibu?” Sirin
kembali normal, suhu tubuh sang ibu membuatnya tenang dan bisa bergerak lagi.
“kamu kenapa sih?”
“enggak bu, Sirin
cuma mau minum”
“dasar”
Paginya,
Sirin datang ke
kampus, ia melihat beberapa polisi dan dua mobil polisi disana. Sirin mendekati
Theo, “ada apa?”
“polisi sudah
menyimpulkan, jika Wendy memang bunuh diri. Jadi aku dan pak Robert sudah bebas
sekarang, dan mereka akan membersihkan nama baik kami”
Tidak, Sirin terdiam. Wendy memang dibunuh, bukan bunuh diri.
“hey, kamu kenapa
sih?”
“enggak” Sirin
tersenyum, “syukur deh” saat Sirin berbalik, ia kaget melihat Robert.
Robert menatap
Sirin.
“p..pak Robert?”
Robert tersenyum.
Sirin tersenyum dan
pergi.
Siang itu,
Sirin kembali
menatap gudang yang pintunya masih sedikit terbuka, haruskah aku masuk kesana?
Seseorang memegang
tangan Sirin.
Sirin kaget dan
menoleh, ia diam.
“kamu mau kemana?”
Robert menatap Sirin.
“a..aku”
“jangan gegabah,
Rin”
“ma..afkan aku,
pak” Sirin meninggalkan Robert.
Robert yang masih
disana, menatap gudang itu.
Sorenya,
Sirin melihat hantu
lain sedang diam di dekat mobil Robert, Sirin hanya diam. Itu adalah hantu
perempuan yang beberapa kali Sirin lihat ada di dekat Robert.
Robert mendekati
Sirin, “kau melihat apa?”
“ah?” Sirin kaget,
“enggak pak”
Robert tersenyum
dan masuk ke mobilnya, ia pun pergi.
Semoga pak Robert tidak berpikir yang aneh-aneh tentang
aku, Sirin masih diam.
“Sirin” Theo
mendekat.
“hey”
“ngapain sih? Dari
tadi, aku liat kamu merhatiin mobilnya pak Robert terus”
“masa sih?” Sirin
kaget, mungkin Robert juga berpikir demikian.
Hantu yang masih
berdiri disana pun, menghilang.
“Sirin?” Theo
menatapnya.
“aku... aku mau
pulang”
“aku anter ya,
kayanya kamu sakit deh”
“aku gak apa-apa
kok, bener” Sirin tersenyum dan pergi.
Theo merasa aneh
pada Sirin, dia kenapa sih?
Malamnya,
Robert sedang
berjalan di sekitar kampus, disana hanya ada dirinya dengan cahaya senter yang
ia bawa. Robert terdiam melihat sesuatu di rerumputan, ia mendekat dan melihat
sepasang sarung tangan. Robert pun tersenyum.
***
Sirin datang ke
kampus dan melihat seorang pria yang berjalan pincang, Sirin diam. Ia melihat
arwah seorang anak kecil yang berpegangan di kaki pincang pria itu.
“hey, jangan
melamun terus” Robert menatap Sirin.
“pak Robert?”
“kenapa setiap
bertemu denganku, kau selalu kaget begitu? Memangnya aku akan membunuhmu apa?”
Membunuh? Sirin kaget
mendengar itu.
“hey?”
“ah, enggak pak”
Sirin tersenyum, “saya permisi, pak”
Robert tersenyum,
ia masuk ke mobil.
Di kelas,
“hari ini pak
Robert gak ngajar, dia cuma ngasih tugas buat kita” Theo memberikan selembar
soal untuk masing-masing mahasiswa.
Sirin membaca
kertas soal itu, tapi ia terdiam. Disana tertulis ‘Help Me, Sirin!’ dengan
darah yang terus menetes dari atas, Sirin pun melihat ke atas dan disana ada
Wendy yang berteriak.
“ah?” Sirin jatuh
dari kursinya.
Semua anak melihat
ke arah Sirin, ada yang kaget dan ada juga yang tertawa.
Sirin tersenyum
malu dan kembali duduk, ia berusaha tenang dan membaca kembali kertas soal yang
sudah kembali normal.
Sirin terdiam
melihat kertas tersebut, soalnya hanya satu dan aneh. ‘Kenapa orang sombong
kalau dipanggil, diam saja?’
“pertanyaan macam
apa ini?” Sirin bingung dan menatap semua temannya yang hanya diam dan tak
mengerjakan soal sedikit pun.
Theo menatap Sirin,
“kok soalnya gak sesuai dengan mata kuliah, ya?”
“gak tau, hehe”
Sirin tersenyum.
Malam itu,
Sirin yang sedang
tidur, merasa tiba-tiba kaku dan tak bisa bergerak. Ia sadar, jika ada
seseorang yang berbaring disampingnya. Ya
Tuhan..., siapa ini? Sirin agak cemas, ia berusaha menoleh, tapi lehernya
tetap tidak bergerak. Sirin pun melihat sesuatu dalam bayangannya.
Wendy menatap
Sirin, “Sirin, kau harus memecahkan semua ini” ia melotot pada Sirin.
Sirin hanya diam,
dengan sedikit panik.
“aku tidak akan
pernah tenang, Sirin. Aku akan selalu ada di sekitarmu jika kau tidak bisa
menyelesaikannya”
Ya Tuhan..., Sirin berusaha
melawan dan bergerak. Ia terus berdo’a di dalam hatinya, karena bibirnya pun
tidak bisa bicara.
Wendy pun
menghilang dan Sirin bisa kembali normal.
“ya Tuhan...,
syukurlah” Sirin bernafas lega.
Besoknya,
Robert datang ke
kelas, “bagaimana, soalnya sudah dijawab?”
“belum, pak” semua
anak, menatap Robert.
“lho, kenapa?”
Robert kaget.
“soalnya aneh, gak
nyambung sama mata kuliah”
“emh..., kalian”
Robert tersenyum, “hidup itu tidak boleh monoton, harus ada invrovisasi”
Sirin merasa aneh, apanya yang invrovisasi?
“ya sudah, kalian
mau tau jawabannya atau tidak?”
“tentu saja mau,
pak”
Sirin semakin aneh,
bukannya mereka kesal dan tidak peduli
dengan soal itu? Kok sekarang, malah ingin tau jawabannya?
“ok” Robert membaca
soalnya, “kenapa orang sombong kalau dipanggil, diam saja?” ia menatap para mahasiswa itu, “karena, jika
dia berteriak. Berarti, dia yang memanggil”
“hah?” mereka
kaget.
Semua hanya diam,
mereka tidak mau membahas itu lagi. Karena mereka yakin, Robert akan semakin
kacau.
Theo berbisik pada
Sirin, “sepertinya, ada yang gak beres dengan pak Robert”
Sirin menatap Theo,
“mungkin..” ia masih sangat bingung.
“Sirin, Theo”
Robert menatap mereka, “kenapa kalian saling berbisik?”
Sirin langsung
diam.
“maaf, pak” Theo
menunduk.
“ya sudah, hari ini
bapak ada rapat, jadi kalian jangan berisik ya”
“yeah” semua
senang.
“hey, jangan
berisik” Robert menatap mereka.
Semua langsung
diam.
Robert tersenyum
dan pergi.
Theo kembali
menatap Sirin dengan sebuah pertanyaan besar dalam hatinya.
“mungkin dia sedang
senang, jadi dia membuat pertanyaan konyol seperti itu” Sirin memaksakan diri
untuk tersenyum.
Sore itu,
Sirin berjalan
sendirian, ia masih memikirkan kata-kata Wendy. Sepertinya Wendy benar-benar
menginginkan Sirin untuk menyelesaikan semua ini, arwah Wendy tidak akan tenang
jika sang pembunuh belum ditangkap.
Tiba-tiba, genting
berjatuhan ke arah Sirin.
Sirin berlari
menjauhi genting-genting itu, tapi ia tau. Alurnya mengarahkan Sirin ke gudang.
Saat Sirin tidak
bisa menghindar, kecuali masuk ke gudang. Seorang pria pun melindunginya dari
genting tersebut.
Preng...
Genting pecah di
kepala pria itu dan berhenti berjatuhan.
Sirin terdiam, ia
melihat pria yang melindunginya. Sirin kaget, “pak Robert?”
“aku tau apa yang
kau sembunyikan, Sirin. Tapi aku rasa, kau tidak boleh melakukannya”
Robert memegang
kepalanya dan menahan sakit.
“ya Tuhan... pak,
ayo kita obati lukanya”
Di klinik kampus,
Robert menaruh es
batu yang dibalut kain ke kepalanya yang benjol, “ah”
Sirin khawatir
melihat Robert, ia terluka demi menolong Sirin.
“hey” Robert
menatap Sirin, “sejak kapan, dia mendatangimu?”
“maksud bapak,
apa?”
“Wendy, dia selalu
mengganggumu, kan?”
Sirin kaget.
“jangan bohong
padaku, kau bisa melihat arwah, kan?”
“sa...saya”
“Sirin, sikap arwah
akan berbeda dengan sikap saat ia masih menjadi manusia. Mereka bisa melakukan
hal-hal kasar, apa kau tau?”
“setiap arwah
memang punya cara masing-masing untuk berkomunikasi”
“dan dia hampir
melukaimu dengan menjatuhkan genting-genting?”
“dia hanya ingin
aku masuk ke gudang itu, pak”
“Sirin, demi
keselamatanmu, bapak sarankan untuk tidak masuk kesana”
“kenapa, pak? Apa
disana ada sesuatu?”
Robert diam.
“apa disana ada
petunjuk tentang siapa pembunuh Wendy?”
“Sirin...”
“apa bapak ingin
menyembunyikan kenyataan dari orang-orang?”
“cukup Sirin,
jangan bicara seolah-olah aku yang bersalah”
“lalu, kenapa bapak
selalu ada di sekitar gudang itu? Kenapa bapak selalu datang ke kampus disaat
semua orang sudah pergi? Kenapa bapak...?”
“cukup?!” Robert
membentak Sirin, “menyesal bapak menolongmu” ia pun pergi.
Sirin semakin
merasakan kejanggalannya.
***
Malam itu,
Robert membuka
pintu gudang dan masuk kesana, Wendy pun menatap Robert. Robert panik dan
tiba-tiba, kayu yang rapuh di atap, menimpa Robert.
“argh..” Robert
berteriak.
“ah?” Sirin bangun,
ternyata ia hanya bermimpi. Tapi ia terdiam, kenapa ada Robert di mimpinya?
Apakah Wendy benar-benar marah karena Sirin tidak pernah bertindak, sehingga
Wendy memutuskan untuk membalas dendamnya sendirian?
Sirin melihat jam
dinding yang menunjukkan pukul 01.30, waktu yang sama saat Wendy dibunuh.
“tidak” Sirin pun
memutuskan untuk pergi.
Di gudang,
Sirin memberanikan
diri masuk, ia melihat ruangan yang gelap dan pengap. Dinding yang belah-belah
dan ruangan yang kotor membuatnya semakin ngeri.
Wendy pun muncul
dihadapan Sirin.
“Wendy?” Sirin
kaget.
Wendy tersenyum,
“kau payah, Sirin. Harapanku satu-satunya adalah kau, tapi kau sama sekali
tidak bisa diandalkan”
“maafkan aku,
Wendy. Tapi aku...”
Wendy menangis dan
berteriak, “kau harus merasakan apa yang aku rasakan?!”
“cukup, Wendy”
Robert datang dan memegangi Sirin.
“pak Robert?” Sirin
kaget.
“bapak” Wendy
menangis, “bapak dimana saat pria itu menangkapku? Dia membunuhku, pak. Bahkan
dia mengambil kehormatanku sebelum mencabut nyawaku”
“Wendy, maafkan
bapak. Tolong jangan bawa Sirin dalam masalah ini”
“kalian berdua sama
saja, tidak peduli dengan penderitaanku”
Benda-benda yang
ada disekitar mereka, mulai bergerak mengikuti kemarahan Wendy.
Robert memeluk
Sirin dan berusaha melindunginya, Sirin hanya diam.
“Wendy?” Theo
masuk.
“kau?!” Wendy
menatap Theo dan benda-benda itu berhenti bergerak meski masih melayang.
“Wendy, maafkan
aku. Mereka tidak bersalah, tolong lepaskan mereka”
“akhirnya kau
datang juga, pengecut” Wendy sangat kesal pada Theo.
“aku benar-benar
menyesal, Wendy. Aku khilaf, tolong maafkan aku”
Wendy tertawa,
“semudah itukah? Kau sunguh menyebalkan, Theo”
Robert menatap
mereka, ternyata dugaannya selama ini benar. Theo-lah yang membunuh Wendy,
“Theo...”
Theo menatap ke
arah Robert dan Sirin, ia sedih. Lalu ia kembali menatap Wendy, “kau boleh
melakukan apa pun padaku, tapi tolong, lepaskan mereka” ia pasrah.
Wendy tersenyum dan
melayang, “kau akan ikut bersamaku, Theo”
Gempa mulai
terjadi, retakan semakin besar dan Robert sadar, tempat itu akan roboh.
Beberapa material
sudah berjatuhan.
“ayo, Sirin” Robert
berusaha membawa Sirin keluar dari sana.
Sebuah patahan
balok kayu yang tajam pun jatuh dan menancap ke tubuh Theo.
“argh” Theo pun
terkubur oleh reruntuhan.
Robert semakin cepat
berlari karena semakin banyak reruntuhan yang berjatuhan, ia melihat celah dan
membawa Sirin melompat keluar.
Brak...
Gudang itu rubuh.
Sirin membuka
matanya dan melihat Robert yang kelelahan sedang memeluknya, “pak Robert?”
“ah” Robert melepas
pelukannya dan berbaring disamping Sirin, “ini sangat melelahkan, Sirin”
***
Setelah kejadian
itu,
Semua tau jika Theo
adalah pelakunya karena sarung tangan yang ditemukan Robert menjadi bukti, dan
jenazah Theo yang hancur pun ditemukan di reruntuhan.
Robert membereskan
barang-barangnya yang ada di ruang dosen, ia berpikir untuk pindah dari kampus
itu.
“Robert, kau yakin
akan pergi?”
Robert menatap
Dekan, “aku rasa, ini yang terbaik”
“jika kau berubah
pikiran, aku akan menunggu sampai jam 12 di ruanganku”
“terima kasih, pak”
Robert tersenyum dan pergi.
Di luar,
Sirin sudah
menunggu Robert, Robert mendekat.
“Sirin”
“bapak akan pergi?”
“yap” Robert
menyimpan barang-barangnya ke mobil.
“aku...” Sirin
sedih, “aku hanya ingin minta maaf”
“karena mengira aku
pelakunya?” Robert menatap Sirin, “kau pikir, hanya kau yang bisa melihat
arwah?” ia tersenyum.
Sirin tersenyum.
“aku sudah
memberikan sarung tangan itu ke polisi, asal kau tau, awalnya sarung tangan itu
tidak ada di sekitar kampus. Tapi saat polisi memutuskan Wendy bunuh diri,
sarung tangan itu tiba-tiba muncul. Dan aku ingat, sarung tangan itu milik
Theo. Ia memakainya saat membuat rangka untuk out-bond”
“aku ingin
mengucapkan terima kasih, karena bapak telah menolongku beberapa kali”
“yap, sudahlah. Aku
ini dosenmu, kan? Itu sudah tugasku” Robert masuk ke mobil.
Sirin pun tersenyum
dan menjauh, ia sedih karena Robert benar-benar akan pergi darisana. Padahal,
Robert adalah dosen yang baik.
Robert menyalakan
mesin mobil, tapi seorang perempuan yang duduk disampingnya menatap Robert.
“Ayla?” Robert
menatap arwah pacarnya.
“kenapa kau pergi?”
“apa maksudmu?”
“kau harus tetap
disini”
“untuk apa?”
“jika kau bersama
perempuan itu, mungkin aku akan sedikit tenang”
Robert menatap
Ayla.
“dia perempuan yang
baik, dia cocok denganmu”
“Ayla...”
“jika kau bersama
Sirin, aku akan tenang disana. Aku tidak akan berada disampingmu lagi, Robert.
Karena aku tidak akan khawatir padamu lagi”
Robert diam dan
menunduk.
“aku mencintaimu”
Ayla tersenyum.
“baiklah” Robert
keluar dari mobil.
Di kelas,
Semua anak sedang
ramai, Sirin hanya diam. Theo sudah meninggal, Robert pergi entah kemana. Sirin
pun keluar dari kelas.
Di luar,
“hey, kenapa
keluar?” Robert menatap Sirin.
“pak Robert?” Sirin
kaget.
“aku sudah bicara
dengan Dekan, aku tidak akan pergi”
Sirin tersenyum,
“benarkah?”
“yap, kau tau arwah
yang sering ada di sampingku?”
Sirin mengangguk.
“dia bilang, dia
akan tenang jika aku bersamamu”
Sirin terdiam, “dia
arwah pacarmu?”
“yap, dan sekarang,
dia memilihmu untuk menggantikannya”
Sirin tersenyum.
“nanti malam, aku
jemput ke rumah. Ok?”
“secepat itu kah
kau mengajakku makan malam?”
“yap, tentu. Aku
adalah dosenmu jika kau menolak, nilaimu jelek”
“curang”
Mereka tertawa.
Ayla tersenyum
melihat itu dan perlahan, ia menghilang.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf
kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar