Kamis, 11 Agustus 2016

Can You still Love Me

Author : Sherly Holmes
Genre : Romance, Family Drama
Cerita ini adalah fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
“nenek” seorang anak perempuan berlari ke dalam rumah.
“iya sayang?” perempuan paruh baya, tersenyum menyambut anak itu.
“apa ibu sudah pulang?”
“belum, nak. Ibumu masih kerja”
“kalau gitu, aku mau main ke rumah paman Robert”
“paman Robert?”
“dia bilang, dia gak mau dibilang kakek”
Perempuan itu tersenyum, “ya udah, sana”
Anak itu pun pergi keluar.
Perempuan itu masih tersenyum, “Robert, Robert.. dasar” ia ingat...
Saat muda dulu, ia memiliki 2 sahabat pria, yaitu Robert dan James. Mereka kuliah bersama sampai suatu hari, James melamar dirinya. Dan setelah lulus, mereka pun berpisah. Kini, Robert menjadi tetangganya. Sampai saat ini, pria itu belum juga menikah. Padahal usianya hampir menginjak setengah abad.
Di rumah Robert,
“paman”
“Belinda?” Robert kaget, “kok kamu udah pulang?”
“gurunya rapat”
“TK macam apa itu? Sering sekali rapatnya” Robert merasa aneh.
“paman harusnya bersyukur dong, dengan begitu, kita bisa main sepuasnya”
“dasar kau” Robert tersenyum dan mengelus Belinda.
“paman, nenek komplain. Katanya umur paman kan lebih tua dari nenek, kenapa gak mau dipanggil kakek?”
“aku cuma beda 3 tahun dengan nenekmu, lagi pula, aku ini masih terlihat pantas jadi ayahmu. Jadi aku lebih baik dipanggil paman”
Belinda menunduk, ia sedih. Belinda ingat...
Sang kakek dan ayah Belinda mengalami kecelakaan saat Belinda balita, itu membuatnya tidak merasakan kasih sayang dari dua sosok tersebut.
“kok diem?”
Belinda menatap Robert dan memeluknya, “berjanjilah kau tidak akan pernah meninggalkanku”
Robert diam, ia tau perasaan Belinda. Robert pun mengangkatnya, “sudah, jangan sedih. Aku akan selalu ada untukmu, aku bisa jadi siapapun yang kau mau”
“terima kasih, paman”
***
Malamnya,
Robert yang sendirian di rumahnya, mendekati jendela dan membuka sedikit tirai yang ada di hadapannya. Robert menatap rumah tetangganya itu, ia tersenyum.
Cucumu sangat lucu, Ellen. Dia mirip sekali denganmu. Robert ingat pada nenek Belinda, lalu ia kembali menutup tirai itu.
Besoknya,
Belinda sudah bersiap untuk sekolah, ia melihat Ellen sudah menyiapkan tasnya.
“ayo sayang”
“iya, nek. Ibu mana?”
“ibumu ada di depan, dia sudah menunggumu”
Di luar,
Ibu Belinda sudah menyiapkan sepedanya, Robert yang sedang menyiram tanaman, tersenyum padanya.
“Robert? Selamat pagi”
“pagi, bagaimana pekerjaanmu?”
“baik-baik saja”
“jika ada sesuatu yang membuatmu sulit, kau boleh melamar ke perusahaanku”
“terima kasih, Robert. Tapi aku masih nyaman dengan kedai itu”
“ok” Robert tersenyum dan kembali menyiram tanamannya.
Belinda pun mendekati Karen, “ibu”
“kamu udah siap, sayang?”
“iya bu”
Robert melihat mereka berangkat, mungkin jika dulu ia menikah, ia juga akan memiliki anak dan cucu seperti Ellen.
Ellen keluar dari rumahnya dan melihat Robert, “kau tidak bekerja?”
Robert menoleh dan menatap Ellen, “aku mau menyiram tamanan dulu”
“CEO aneh”
Robert tersenyum dan kembali menyirami tanamannya.
Ellen tersenyum dan menyapu terasnya.
***
Di TK,
Anak-anak datang dengan sepeda mereka yang lucu dan berwarna-warni. Belinda yang dibonceng di sepeda ibunya, melihat itu. Belinda menginginkannya, tapi ia tidak bilang apapun pada Karen.
“ayo turun” Karen tersenyum.
“iya, bu” Belinda turun.
“pelan-pelan”
Belinda tersenyum dan mencium tangan ibunya.
“belajar yang rajin ya”
Belinda tersenyum dan Karen pun pergi.
Teman-temannya masih bermain sepeda dengan bahagia, Belinda hanya diam melihat itu.
Jika aku bicara pada ibu dan nenek, apa mereka akan membelikannya?
Saat istirahat,
“hey Belinda, ayo main masak-masakan”
“iya”
Tapi salah satu dari teman Belinda mendekat, “ngapain masak-masakan? Mending naik sepeda yu, kita balapan”
Dan teman Belinda pun meninggalkan mainan itu, lalu menaiki sepedanya.
“tunggu” Belinda berlari mengejar mereka.
***
Sorenya,
Di rumah Ellen, Karen sedang bicara dengan Ellen di ruang keluarga mereka sambil menonton tv.
“jadi?”
“kedai itu masih berusaha menjalankan dagangnya, bu. Meski akhir-akhir ini, kami memang kekurangan pelanggan”
“seandainya kedai itu bangkrut, kau akan bekerja dimana lagi?”
“aku tidak tau, bu. Tapi aku tidak akan menyerah untuk bekerja”
“ibu tau, nak. Maaf ibu tidak bisa membantumu”
“jangan bicara begitu, bu. Aku ikhlas demi keluarga kita”
“bagaimana dengan Robert?”
“ya, dia selalu menawarkanku untuk bekerja di perusahaannya. Tapi aku tidak mau, aku merasa, dia sudah banyak membantu keluarga kita. Aku tidak mau memiliki hutang budi padanya”
“semua terserah padamu, Karen. Ibu tau, kau selalu memilih yang terbaik untuk dirimu”
Belinda keluar dari kamar dan mendekati mereka, “nenek, ibu”
“ada apa, sayang?” mereka menatap Belinda.
“aku ingin sepeda, tolong belikan aku sepeda” Belinda menatap nenek dan ibunya.
“kita gak punya uang banyak, nak. Kamu harus sadar” Karen menatap Belinda.
“tapi semua temanku memilikinya, cuma aku yang gak punya. Setiap hari mereka main sepeda di sekolah, sedangkan aku hanya diam melihat mereka atau mengejar-ngejar mereka”
“nanti nenek usahakan ya” Ellen tersenyum.
“asyik, janji ya nek?” Belinda tersenyum.
“bu, ibu gak perlu gitu sama Belinda. Dia harus ngerti keadaan kita” Karen menatap Ellen dan kembali menatap Belinda.
Belinda menunduk.
“ibu tau, kamu masih kecil. Tapi kamu harus berpikir jauh lebih luas dari teman-temanmu” Karen masih menatap Belinda.
“ibu jahat” Belinda menangis dan masuk ke kamarnya.
Karen diam.
“kamu gak boleh gitu sama dia” Ellen khawatir.
“dia gak boleh manja, bu. Kita bukan orang kaya yang bisa beli apapun sesuka kita”
Di kamar Belinda,
Belinda menangis di kasurnya, ia pun membayangkan jika ayah dan kakeknya masih hidup, mungkinkah hidupnya tidak seperti ini? Belinda pun mendekati jendela dan menatap rumah besar di sampingnya, ia tau jika Robert belum pulang.
Malam itu,
Robert pulang ke rumah, ia membuka pintu dan menaruh tas di sofa. Robert duduk, ia merasa sedikit lelah. Pekerjaan di kantor selalu menumpuk dan kadang membuatnya malas.
Tiba-tiba, ada yang mengetuk pintu.
Robert kaget, “siapa?”
“paman, aku Belinda”
“Belinda?” Robert membuka pintunya.
Belinda menangis.
“hey, kamu kenapa? Ayo masuk”
Mereka masuk.
“aku pingin sepeda, tapi ibu malah marah-marah”
Robert duduk dan mengelus Belinda, “duduk sini”
“semua temenku punya sepeda, cuma aku doang yang gak punya sepeda”
“hey, apa kau tau kenapa ibumu marah?”
“ibu bilang, kami gak punya uang untuk membeli barang seperti itu”
“nah, kau tau alasannya”
“tapi...”
“ya udah, besok aku akan membelikanmu sepeda. Tapi kamu harus janji, jangan nakal dan melawan orang tuamu lagi”
“aku tidak meminta sepeda pada paman”
“aku tau, kau anak baik. Tapi ada satu hal yang harus kamu tau, tidak semua yang kita inginkan, bisa kita dapatkan”
Belinda mengangguk.
“semakin kau besar, kau akan mengerti” Robert tersenyum, “mulai sekarang jika kau ingin apa-apa, bicara saja padaku. Jangan bebani keluargamu dengan hal-hal seperti ini lagi”
Besoknya,
Sepulang sekolah, Belinda langsung ke rumah Robert.
“paman, paman?” Belinda mengetuk.
“iya” Robert membuka pintu, “hey” ia tersenyum.
Belinda masuk, “aku bawa surat untuk paman”
“surat?” Robert kaget dan masuk ke dalam.
Belinda duduk dan memberikan surat itu.
Robert duduk disamping  Belinda dan mulai membacanya, ia terdiam dan menatap Belinda.
“itu surat undangan hari ayah, aku tau aku gak punya ayah. Jadi aku harap, paman bisa datang”
“Belinda” Robert memeluknya, “paman pasti datang untukmu”
“makasih, paman” air mata Belinda menetes.
“hey, jangan menangis. Ayo ikut paman”
“kemana?” Belinda kaget.
“emh... kamu pasti lupa kan?” Robert tersenyum dan memegang tangan Belinda.
Mereka pun pergi ke garasi.
Di garasi,
“wah?” Belinda kaget melihat sebuah sepeda cantik ada disana, “ini untukku, paman?”
“tentu saja, memangnya untuk siapa lagi”
Belinda begitu bahagia, ia memeluk Robert dan mencium pipinya.
Robert tersenyum, ia senang melihat Belinda yang begitu senang.
“makasih paman”
***
Pagi itu,
Robert mengajari Belinda bersepeda dan ia melihat Belinda sudah lancar untuk bermain sendiri.
“ingat, kau tidak boleh jauh-jauh”
“iya paman”
“jangan ke jalan ramai, harus berhati-hati jika ada kendaraan”
“iya paman” Belinda pergi.
Robert tersenyum melihatnya.
“tuan Robert”
Robert kaget dan menoleh, “Karen?” ia kaget melihat expresi Karen yang berbeda.
“saya tau anda teman ibu saya, saya tau anda dekat dengan Belinda. Tapi saya tidak mengharapkan ini”
“Karen, ada apa?”
“dengar tuan, mungkin anda orang berada. Tapi saya tidak suka jika anda ikut campur masalah keluarga saya”
“Karen, aku tidak mengerti”
“sepeda itu, saya...”
“Karen, aku sudah menganggap Belinda seperti keponakanku sendiri. Aku rasa, sepeda bukan hal yang...”
“tuan, Belinda harus belajar dewasa. Dan anda harus sadar jika anda bukan...”
“aku bukan siapa-siapa, iya kan?” Robert menatap Karen.
Karen diam.
“sejak dulu, aku memang hidup sendirian. Apa aku salah jika menganggap anakmu sebagai keluargaku?”
“maafkan aku, Robert” Karen menunduk.
Robert tersenyum, “sudahlah” ia masuk ke rumah.
Karen sedikit menyesal dan masuk ke rumah.
Di dalam rumah Ellen,
“Karen, ada apa?”
“aku rasa, ibu harus bertemu dengan Robert”
“kenapa?”
“aku menyakiti perasaannya, bu”
“ya sudah, ibu akan melihatnya” Ellen pergi.
Di rumah Robert,
“permisi” Ellen mengetuk pintu.
“iya” Robert membuka pintu, “Ellen?”
“Robert, aku ingin bicara”
“ok, masuklah”
“kau baik-baik saja, kan?”
“tentu, memangnya kenapa?”
“Karen bilang...”
“tidak apa-apa, aku mengerti kok. Maaf aku sudah lancang membelikan sepeda untuk Belinda”
“aku harap, kau mau menerima uang dariku sebagai cicilan sepeda itu”
“aku tidak menginginkan itu”
“Robert” Ellen menatap Robert.
“ayolah Ellen, itu cuma sepeda”
“aku tau, sepeda yang kau belikan itu mahal. Aku sudah membaca merk-nya”
Robert diam, “bagiku, Belinda itu sangat berharga. Dia seperti cucu yang tidak pernah aku miliki”
Ellen diam dan kembali menatap Robert, “kenapa dulu kau tidak menikah?”
“aku tidak harus menjawab itu, kan?”
“kau pria bodoh, Robert. Kau tampan, kau kaya, tapi kau putus asa hanya karena satu wanita”
“itu karena aku sangat mencintainya, dan sampai saat ini pun, cintaku tidak pernah berkurang untuknya”
Ellen sedikit sedih, “baiklah, maaf aku sudah mengganggumu. Aku pergi dulu”
Robert mengangguk.
Setelah Ellen pergi,
Robert duduk dan diam, ia sedih mengingat masa lalunya. Robert ingin menangis, tapi ia berusaha untuk tidak meneteskan air matanya. Hal itu memang sudah bertahun-tahun terjadi, namun Robert belum bisa berhenti untuk melupakan perempuan itu.
Robert memegang kepalanya dan mengenang perempuan yang ia cintai, lalu Robert menutup matanya.
Di rumah Ellen,
Ellen melamun di kamar, ia ingat...
Saat muda dulu, Robert sering bercerita tentang perempuan impiannya. Perempuan yang Robert cintai, namun tiba-tiba, Robert bilang tidak jadi melamar perempuan itu karena suatu sebab.
Perempuan itu pasti beruntung dicintai olehmu, Robert. Ellen tersenyum mengenang masa muda mereka.
Malamnya,
Belinda berjalan ke rumah Robert, Ellen bilang, ia ingin mengundang Robert makan bersama malam ini.
“permisi” Belinda merasa aneh karena rumah begitu sepi, “paman, kau di dalam?” Belinda pun masuk karena pintu sedikit terbuka.
Tapi Belinda terdiam melihat Robert yang tergeletak di di lantai dengan beberapa botol.
“paman?” Belinda mendekat, “paman kenapa? Bangun paman?”
“h...”
“paman?” Belinda panik, ia pun berlari ke luar sambil berteriak masuk ke rumahnya.
Di rumah Ellen,
“ibu, nenek?!”
“ada apa, nak?” Karen kaget.
Ellen menatap Belinda dengan khawatir.
“paman Robert...” Belinda menangis.
“ada apa dengan paman Robert?”
Mereka pun pergi ke rumah Robert.
Di dalam,
“ya Tuhan, Robert?”
Mata Robert masih sedikit terbuka.
“Robert, ini aku” Ellen mendekat.
Karen yang masuk, melihat keadaan Robert dan sekitarnya. Sepertinya dia mabuk...
Belinda mendekat, “bu...”
“nak, lebih baik kau tunggu di rumah”
“tapi...”
“cepat sayang”
“baiklah” Belinda pun pergi.
Ellen membantu Robert duduk, “kamu kenapa? Kenapa bisa seperti ini?”
“em...” Robert menunduk.
“Karen, ambilkan air jeruk untuk Robert”
“iya bu” Karen pun kembali ke rumah.
Ellen membuka kancing atas dari kemeja Robert, ia terdiam. Ellen melihat tatoo di dada Robert yang bertuliskan namanya. Ia ingat...
Di balkon kelas,
“ku dengar, kau membuat tatoo” Ellen menatap Robert.
“yap” Robert tersenyum, “pasti James yang memberitaumu, iya kan?”
“ya” Ellen tersenyum, “aku jadi penasaran, tatoo apa yang kau buat?”
“itu rahasia”
“emh..., pelit”
“ok ok” Robert tersenyum, “aku membuat tatoo di dada kananku, dan itu bukan gambar”
“lalu?”
“itu nama perempuan yang aku cintai”
Ellen menunduk, ternyata Robert menyukai orang lain.
Air mata Ellen menetes, ia baru tau jika ia adalah orang yang selama ini Robert cintai.
“Ellen...” Robert menatap Ellen.
Ellen membantu Robert berbaring di sofa, “aku rasa, kau sudah mulai sadar. Aku harus pergi” Ellen meninggalkan Robert.
Robert menutup matanya.
***
Di rumah Ellen,
Karen yang baru saja keluar, melihat Ellen datang sambil menangis. Ellen menatap air jeruk yang dibawa Karen.
“ibu kenapa?”
“ibu gak apa-apa, lebih baik kau segera berikan air itu”
“baik bu” Karen pergi dengan rasa penasaran yang masih besar.
Ellen masuk ke kamarnya dan kembali menangis, ia ingat...
Saat pulang dari kampus,
“Robert, kau baik-baik saja?” Ellen menatap Robert yang pulang bersamanya.
“aku baik-baik saja”
“pasti bohong, kan? Ayo ngaku!”
“perempuan yang ku cintai, sudah memiliki pria lain. Aku, mungkin aku terlambat. Atau juga, dia tidak pernah menyadari perasaanku”
Ellen sedih mendengar itu, ia tau betapa Robert mencintai perempuan itu dan ia juga sekarang telah bertunangan dengan James. Karena tadi malam, James baru saja melamarnya.
Robert tersenyum pada Ellen.
“kau pria yang baik, pasti ada perempuan lain yang lebih baik darinya”
“aku tidak tau”
“kau bodoh, Robert. Kenapa kau tidak pernah jujur padaku? Aku ini perempuan, bukan orang yang memilih. Tapi orang yang dipilih” Ellen terus menangis.
Pagi itu,
Robert membuka matanya, ia melihat ke sekitar dan sadar dengan apa yang telah terjadi. Robert bangun dan melihat segelas air jeruk di atas meja dekat sofanya.
“ya Tuhan...” Robert mengambil gelas itu dan meminum air jeruknya, Robert tau itu gelas milik Ellen.
Setelas menyimpan gelas itu, Robert berjalan mendekati cermin. Ia terdiam, “sepertinya aku terlalu banyak minum” ia kembali menatap gelasnya.
***
Di rumah Ellen,
Ellen sedang membersihkan ruang tamu.
“permisi”
“iya” Ellen menoleh dan melihat Robert ada di hadapannya.
“Ellen, aku ingin mengembalikan gelasmu”
“taruh di meja dan cepat pergi”
“Ellen?” Robert kaget.
“jangan pura-pura lagi, Robert. aku sudah tau semuanya”
“maksud kamu apa?”
“perempuan itu, aku tau siapa perempuan itu. Perempuan yang kau cintai yang selama ini selalu kau ceritakan padaku”
Robert diam.
“kemarin, aku melihat tatoo di dadamu. Aku sudah membaca namanya”
“Ellen...”
“kenapa kau tidak pernah jujur padaku? Kenapa kau tidak pernah bilang jika kau mencintaiku?”
“maafkan aku”
“maaf? Kau pikir, dengan maaf semuanya akan selesai? Seandainya sejak dulu kau jujur, semuanya tidak akan seperti ini, Robert. Aku benci padamu!”
“Ellen...” Robert bingung.
“cukup, aku tidak mau melihatmu lagi. Pergi Robert, jangan pernah temui aku lagi”
Robert diam.
Ellen menangis dengan begitu sedih, “pergi”
“jika itu yang kau inginkan, aku akan melakukannya” Robert meninggalkan Ellen dengan sedih.
Ellen tetap menangis disana.
Di rumah Robert,
Robert kesal, ia merasa sedih, emosi. Semua tercampur aduk dalam dirinya, Robert duduk dan menangis. Ia memegang dadanya, tepat di tempat tatoo bertuliskan nama Ellen.
“aku mencintaimu, Ellen. Aku benar-benar mencintaimu”
Pagi itu,
Karen melihat ada yang aneh, ia pun mengintip rumah Robert lewat jendela ruang tamunya. Karen kaget, ia melihat Robert sudah menyiapkan mobilnya dan barang-barang yang begitu banyak.
“ibu” Belinda mendekat, “ada apa?”
“Robert” Karen menatap Belinda, “sepertinya ia akan pergi”
Belinda kaget mendengar itu, ia langsung berlari ke luar dan melihat Robert.
Disana,
Robert sudah menutup bagasi mobilnya dan menancapkan sebuah papan di depan rumahnya, dengan keterangnya rumah tersebut akan dijual.
“paman” Belinda berlari mendekat.
“Belinda” Robert menatap Belinda.
“paman mau kemana?”
“paman...”
“paman mau kemana?”
“paman harus pergi, sayang”
“paman akan kembali, kan?”
Robert menggeleng.
“paman” Belinda menangis.
“maafkan paman, sayang” Robert memeluk Belinda yang semakin menangis.
“kenapa paman meninggalkanku? Paman kan sudah berjanji untuk selalu disini”
“maafkan paman, sayang. Jangan menangis” Robert menghapus air mata Belinda dan melihat Ellen pada diri Belinda, Robert kembali memeluk Belinda. Ellen, seandainya kau disini dan mencegahku pergi. Aku sangat mencintaimu...
Sayanganya, Ellen sama sekali tidak ada disana. Hanya ada Karen yang mendekati mereka.
“Karen” Robert tersenyum dan melepas pelukannya.
Belinda masih menangis dan memeluk ibunya.
“kau mau kemana, Robert?” Karen menatap Robert.
“aku, aku tidak tau”
“itu berarti, kau tidak seharusnya pergi kan?”
“aku tetap harus pergi, ini demi kebaikan ibumu”
“ibu?” Karen kaget.
“mungkin aku ke luar kota, tapi perusahaanku masih di tempat yang sama. Kau bisa datang kapan pun jika kau perlu”
Karen mengangguk dengan sedikit sedih, “hati-hati”
Robert tersenyum, “sampaikan maafku pada ibumu” ia pun mengelus kepala Belinda, “selamat tinggal, sayang”
Setelah Robert pergi, mereka pun masuk ke rumah.
Di kamar Ellen,
Ellen mengintip dan melihat semuanya, ia kembali menangis. Sekarang, Robert sudah pergi sesuai dengan keinginannya.
Aku mencintaimu, Robert... air mata Ellen terus menetes.
***
Hari pun mulai berganti,
Rumah Robert yang kosong, sudah ditinggali oleh penghuni baru.
Ellen membuka matanya dan mengetahui jika saat ini sudah pagi, ia mendekati jendela dan membuka jendela kamarnya. Ellen melihat sebuah keluarga yang menempati rumah di sebelahnya. Biasanya Ellen suka melihat Robert yang juga baru bangun dan mengintipnya lewat jendela kamar juga.
Robert, apakah sekarang kau sudah melupakanku? Maafkan aku... Ellen kembali menutup jendelanya.
“bu” Karen masuk ke kamar Ellen.
“Karen?”
“boleh kita bicara?”
“ok...” Ellen menatap aneh pada Karen.
Mereka pun bicara.
“apa ibu mencintai Robert?”
“kenapa kau bicara seperti itu?”
“apa ibu mencintainya melebihi ayah?”
Ellen diam.
“seandainya dulu Robert berterus terang, apakah ibu lebih memilih dia daripada ayah?”
“sudahlah, Karen”
“bu, aku tidak ingin ikut campur. Karena yang merasakan ini semua hanyalah ibu, tapi...” Karen menatap Ellen, “jika ibu masih mencintainya, harusnya ibu tidak menyuruhnya pergi”
“dia bodoh, dia...” air mata Ellen menetes.
“dia bodoh karena selama ini, menutupi perasaannya?” Karen masih menatap Ellen, “bagaimana dengan ibu yang juga menutupi perasaan ibu dan malah menyuruhnya pergi?”
“Karen...”
“bu, seandainya ibu menikah lagi, aku tidak keberatan. Seandainya Robert bisa membuat ibu bahagia, aku juga akan ikut bahagia. Ibu tau, kan? Belinda juga begitu dekat dengan Robert, setelah Robert pergi, Belinda terlihat tidak terlalu bahagia seperti dulu”
“aku memang salah, harusnya aku tidak menyuruhnya menjauh dari kehidupanku. Aku tau, Belinda sedih karena di hari ayah, Robert tidak datang ke sekolahnya”
Karen memeluk ibunya, “sudahlah bu, aku dan Belinda akan selalu ada untuk ibu”
Ellen tersenyum dan mengelus Karen, “terima kasih karena kau sangat mengerti perasaan ibu”
Mereka pun berpelukan.
The End
___
Thank’s for reading…

Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar