Author
: Sherly Holmes
Genre
: Romance, Family Drama
Cerita ini adalah
fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
“nenek” seorang
anak perempuan berlari ke dalam rumah.
“iya sayang?”
perempuan paruh baya, tersenyum menyambut anak itu.
“apa ibu sudah
pulang?”
“belum, nak. Ibumu
masih kerja”
“kalau gitu, aku
mau main ke rumah paman Robert”
“paman Robert?”
“dia bilang, dia
gak mau dibilang kakek”
Perempuan itu
tersenyum, “ya udah, sana”
Anak itu pun pergi
keluar.
Perempuan itu masih
tersenyum, “Robert, Robert.. dasar” ia ingat...
Saat
muda dulu, ia memiliki 2 sahabat pria, yaitu Robert dan James. Mereka kuliah
bersama sampai suatu hari, James melamar dirinya. Dan setelah lulus, mereka pun
berpisah. Kini, Robert menjadi tetangganya. Sampai saat ini, pria itu belum
juga menikah. Padahal usianya hampir menginjak setengah abad.
Di rumah Robert,
“paman”
“Belinda?” Robert
kaget, “kok kamu udah pulang?”
“gurunya rapat”
“TK macam apa itu?
Sering sekali rapatnya” Robert merasa aneh.
“paman harusnya
bersyukur dong, dengan begitu, kita bisa main sepuasnya”
“dasar kau” Robert
tersenyum dan mengelus Belinda.
“paman, nenek
komplain. Katanya umur paman kan lebih tua dari nenek, kenapa gak mau dipanggil
kakek?”
“aku cuma beda 3
tahun dengan nenekmu, lagi pula, aku ini masih terlihat pantas jadi ayahmu.
Jadi aku lebih baik dipanggil paman”
Belinda menunduk,
ia sedih. Belinda ingat...
Sang
kakek dan ayah Belinda mengalami kecelakaan saat Belinda balita, itu membuatnya
tidak merasakan kasih sayang dari dua sosok tersebut.
“kok diem?”
Belinda menatap
Robert dan memeluknya, “berjanjilah kau tidak akan pernah meninggalkanku”
Robert diam, ia tau
perasaan Belinda. Robert pun mengangkatnya, “sudah, jangan sedih. Aku akan
selalu ada untukmu, aku bisa jadi siapapun yang kau mau”
“terima kasih,
paman”
***
Malamnya,
Robert yang
sendirian di rumahnya, mendekati jendela dan membuka sedikit tirai yang ada di
hadapannya. Robert menatap rumah tetangganya itu, ia tersenyum.
Cucumu sangat lucu, Ellen. Dia mirip sekali denganmu.
Robert ingat pada nenek Belinda, lalu ia kembali menutup tirai itu.
Besoknya,
Belinda sudah
bersiap untuk sekolah, ia melihat Ellen sudah menyiapkan tasnya.
“ayo sayang”
“iya, nek. Ibu
mana?”
“ibumu ada di
depan, dia sudah menunggumu”
Di luar,
Ibu Belinda sudah
menyiapkan sepedanya, Robert yang sedang menyiram tanaman, tersenyum padanya.
“Robert? Selamat
pagi”
“pagi, bagaimana
pekerjaanmu?”
“baik-baik saja”
“jika ada sesuatu
yang membuatmu sulit, kau boleh melamar ke perusahaanku”
“terima kasih,
Robert. Tapi aku masih nyaman dengan kedai itu”
“ok” Robert
tersenyum dan kembali menyiram tanamannya.
Belinda pun
mendekati Karen, “ibu”
“kamu udah siap,
sayang?”
“iya bu”
Robert melihat
mereka berangkat, mungkin jika dulu ia menikah, ia juga akan memiliki anak dan
cucu seperti Ellen.
Ellen keluar dari
rumahnya dan melihat Robert, “kau tidak bekerja?”
Robert menoleh dan
menatap Ellen, “aku mau menyiram tamanan dulu”
“CEO aneh”
Robert tersenyum
dan kembali menyirami tanamannya.
Ellen tersenyum dan
menyapu terasnya.
***
Di TK,
Anak-anak datang
dengan sepeda mereka yang lucu dan berwarna-warni. Belinda yang dibonceng di
sepeda ibunya, melihat itu. Belinda menginginkannya, tapi ia tidak bilang
apapun pada Karen.
“ayo turun” Karen
tersenyum.
“iya, bu” Belinda
turun.
“pelan-pelan”
Belinda tersenyum
dan mencium tangan ibunya.
“belajar yang rajin
ya”
Belinda tersenyum
dan Karen pun pergi.
Teman-temannya
masih bermain sepeda dengan bahagia, Belinda hanya diam melihat itu.
Jika aku bicara pada ibu dan nenek, apa mereka akan
membelikannya?
Saat istirahat,
“hey Belinda, ayo
main masak-masakan”
“iya”
Tapi salah satu
dari teman Belinda mendekat, “ngapain masak-masakan? Mending naik sepeda yu,
kita balapan”
Dan teman Belinda
pun meninggalkan mainan itu, lalu menaiki sepedanya.
“tunggu” Belinda
berlari mengejar mereka.
***
Sorenya,
Di rumah Ellen,
Karen sedang bicara dengan Ellen di ruang keluarga mereka sambil menonton tv.
“jadi?”
“kedai itu masih
berusaha menjalankan dagangnya, bu. Meski akhir-akhir ini, kami memang
kekurangan pelanggan”
“seandainya kedai
itu bangkrut, kau akan bekerja dimana lagi?”
“aku tidak tau, bu.
Tapi aku tidak akan menyerah untuk bekerja”
“ibu tau, nak. Maaf
ibu tidak bisa membantumu”
“jangan bicara
begitu, bu. Aku ikhlas demi keluarga kita”
“bagaimana dengan Robert?”
“ya, dia selalu
menawarkanku untuk bekerja di perusahaannya. Tapi aku tidak mau, aku merasa,
dia sudah banyak membantu keluarga kita. Aku tidak mau memiliki hutang budi
padanya”
“semua terserah
padamu, Karen. Ibu tau, kau selalu memilih yang terbaik untuk dirimu”
Belinda keluar dari
kamar dan mendekati mereka, “nenek, ibu”
“ada apa, sayang?”
mereka menatap Belinda.
“aku ingin sepeda,
tolong belikan aku sepeda” Belinda menatap nenek dan ibunya.
“kita gak punya
uang banyak, nak. Kamu harus sadar” Karen menatap Belinda.
“tapi semua temanku
memilikinya, cuma aku yang gak punya. Setiap hari mereka main sepeda di
sekolah, sedangkan aku hanya diam melihat mereka atau mengejar-ngejar mereka”
“nanti nenek
usahakan ya” Ellen tersenyum.
“asyik, janji ya
nek?” Belinda tersenyum.
“bu, ibu gak perlu
gitu sama Belinda. Dia harus ngerti keadaan kita” Karen menatap Ellen dan
kembali menatap Belinda.
Belinda menunduk.
“ibu tau, kamu
masih kecil. Tapi kamu harus berpikir jauh lebih luas dari teman-temanmu” Karen
masih menatap Belinda.
“ibu jahat” Belinda
menangis dan masuk ke kamarnya.
Karen diam.
“kamu gak boleh
gitu sama dia” Ellen khawatir.
“dia gak boleh
manja, bu. Kita bukan orang kaya yang bisa beli apapun sesuka kita”
Di kamar Belinda,
Belinda menangis di
kasurnya, ia pun membayangkan jika ayah dan kakeknya masih hidup, mungkinkah
hidupnya tidak seperti ini? Belinda pun mendekati jendela dan menatap rumah
besar di sampingnya, ia tau jika Robert belum pulang.
Malam itu,
Robert pulang ke
rumah, ia membuka pintu dan menaruh tas di sofa. Robert duduk, ia merasa
sedikit lelah. Pekerjaan di kantor selalu menumpuk dan kadang membuatnya malas.
Tiba-tiba, ada yang
mengetuk pintu.
Robert kaget,
“siapa?”
“paman, aku
Belinda”
“Belinda?” Robert
membuka pintunya.
Belinda menangis.
“hey, kamu kenapa?
Ayo masuk”
Mereka masuk.
“aku pingin sepeda,
tapi ibu malah marah-marah”
Robert duduk dan
mengelus Belinda, “duduk sini”
“semua temenku
punya sepeda, cuma aku doang yang gak punya sepeda”
“hey, apa kau tau
kenapa ibumu marah?”
“ibu bilang, kami
gak punya uang untuk membeli barang seperti itu”
“nah, kau tau
alasannya”
“tapi...”
“ya udah, besok aku
akan membelikanmu sepeda. Tapi kamu harus janji, jangan nakal dan melawan orang
tuamu lagi”
“aku tidak meminta
sepeda pada paman”
“aku tau, kau anak
baik. Tapi ada satu hal yang harus kamu tau, tidak semua yang kita inginkan,
bisa kita dapatkan”
Belinda mengangguk.
“semakin kau besar,
kau akan mengerti” Robert tersenyum, “mulai sekarang jika kau ingin apa-apa,
bicara saja padaku. Jangan bebani keluargamu dengan hal-hal seperti ini lagi”
Besoknya,
Sepulang sekolah,
Belinda langsung ke rumah Robert.
“paman, paman?”
Belinda mengetuk.
“iya” Robert
membuka pintu, “hey” ia tersenyum.
Belinda masuk, “aku
bawa surat untuk paman”
“surat?” Robert
kaget dan masuk ke dalam.
Belinda duduk dan
memberikan surat itu.
Robert duduk
disamping Belinda dan mulai membacanya,
ia terdiam dan menatap Belinda.
“itu surat undangan
hari ayah, aku tau aku gak punya ayah. Jadi aku harap, paman bisa datang”
“Belinda” Robert
memeluknya, “paman pasti datang untukmu”
“makasih, paman”
air mata Belinda menetes.
“hey, jangan
menangis. Ayo ikut paman”
“kemana?” Belinda
kaget.
“emh... kamu pasti
lupa kan?” Robert tersenyum dan memegang tangan Belinda.
Mereka pun pergi ke
garasi.
Di garasi,
“wah?” Belinda
kaget melihat sebuah sepeda cantik ada disana, “ini untukku, paman?”
“tentu saja,
memangnya untuk siapa lagi”
Belinda begitu
bahagia, ia memeluk Robert dan mencium pipinya.
Robert tersenyum,
ia senang melihat Belinda yang begitu senang.
“makasih paman”
***
Pagi itu,
Robert mengajari
Belinda bersepeda dan ia melihat Belinda sudah lancar untuk bermain sendiri.
“ingat, kau tidak
boleh jauh-jauh”
“iya paman”
“jangan ke jalan
ramai, harus berhati-hati jika ada kendaraan”
“iya paman” Belinda
pergi.
Robert tersenyum
melihatnya.
“tuan Robert”
Robert kaget dan
menoleh, “Karen?” ia kaget melihat expresi Karen yang berbeda.
“saya tau anda
teman ibu saya, saya tau anda dekat dengan Belinda. Tapi saya tidak
mengharapkan ini”
“Karen, ada apa?”
“dengar tuan,
mungkin anda orang berada. Tapi saya tidak suka jika anda ikut campur masalah
keluarga saya”
“Karen, aku tidak
mengerti”
“sepeda itu,
saya...”
“Karen, aku sudah
menganggap Belinda seperti keponakanku sendiri. Aku rasa, sepeda bukan hal
yang...”
“tuan, Belinda
harus belajar dewasa. Dan anda harus sadar jika anda bukan...”
“aku bukan
siapa-siapa, iya kan?” Robert menatap Karen.
Karen diam.
“sejak dulu, aku
memang hidup sendirian. Apa aku salah jika menganggap anakmu sebagai
keluargaku?”
“maafkan aku,
Robert” Karen menunduk.
Robert tersenyum,
“sudahlah” ia masuk ke rumah.
Karen sedikit
menyesal dan masuk ke rumah.
Di dalam rumah
Ellen,
“Karen, ada apa?”
“aku rasa, ibu
harus bertemu dengan Robert”
“kenapa?”
“aku menyakiti
perasaannya, bu”
“ya sudah, ibu akan
melihatnya” Ellen pergi.
Di rumah Robert,
“permisi” Ellen
mengetuk pintu.
“iya” Robert
membuka pintu, “Ellen?”
“Robert, aku ingin
bicara”
“ok, masuklah”
“kau baik-baik
saja, kan?”
“tentu, memangnya
kenapa?”
“Karen bilang...”
“tidak apa-apa, aku
mengerti kok. Maaf aku sudah lancang membelikan sepeda untuk Belinda”
“aku harap, kau mau
menerima uang dariku sebagai cicilan sepeda itu”
“aku tidak
menginginkan itu”
“Robert” Ellen
menatap Robert.
“ayolah Ellen, itu
cuma sepeda”
“aku tau, sepeda
yang kau belikan itu mahal. Aku sudah membaca merk-nya”
Robert diam,
“bagiku, Belinda itu sangat berharga. Dia seperti cucu yang tidak pernah aku
miliki”
Ellen diam dan
kembali menatap Robert, “kenapa dulu kau tidak menikah?”
“aku tidak harus
menjawab itu, kan?”
“kau pria bodoh,
Robert. Kau tampan, kau kaya, tapi kau putus asa hanya karena satu wanita”
“itu karena aku
sangat mencintainya, dan sampai saat ini pun, cintaku tidak pernah berkurang
untuknya”
Ellen sedikit
sedih, “baiklah, maaf aku sudah mengganggumu. Aku pergi dulu”
Robert mengangguk.
Setelah Ellen
pergi,
Robert duduk dan
diam, ia sedih mengingat masa lalunya. Robert ingin menangis, tapi ia berusaha
untuk tidak meneteskan air matanya. Hal itu memang sudah bertahun-tahun
terjadi, namun Robert belum bisa berhenti untuk melupakan perempuan itu.
Robert memegang
kepalanya dan mengenang perempuan yang ia cintai, lalu Robert menutup matanya.
Di rumah Ellen,
Ellen melamun di
kamar, ia ingat...
Saat
muda dulu, Robert sering bercerita tentang perempuan impiannya. Perempuan yang
Robert cintai, namun tiba-tiba, Robert bilang tidak jadi melamar perempuan itu
karena suatu sebab.
Perempuan itu pasti beruntung dicintai olehmu, Robert.
Ellen tersenyum mengenang masa muda mereka.
Malamnya,
Belinda berjalan ke
rumah Robert, Ellen bilang, ia ingin mengundang Robert makan bersama malam ini.
“permisi” Belinda
merasa aneh karena rumah begitu sepi, “paman, kau di dalam?” Belinda pun masuk
karena pintu sedikit terbuka.
Tapi Belinda
terdiam melihat Robert yang tergeletak di di lantai dengan beberapa botol.
“paman?” Belinda
mendekat, “paman kenapa? Bangun paman?”
“h...”
“paman?” Belinda
panik, ia pun berlari ke luar sambil berteriak masuk ke rumahnya.
Di rumah Ellen,
“ibu, nenek?!”
“ada apa, nak?”
Karen kaget.
Ellen menatap
Belinda dengan khawatir.
“paman Robert...”
Belinda menangis.
“ada apa dengan
paman Robert?”
Mereka pun pergi ke
rumah Robert.
Di dalam,
“ya Tuhan, Robert?”
Mata Robert masih
sedikit terbuka.
“Robert, ini aku”
Ellen mendekat.
Karen yang masuk,
melihat keadaan Robert dan sekitarnya. Sepertinya
dia mabuk...
Belinda mendekat,
“bu...”
“nak, lebih baik
kau tunggu di rumah”
“tapi...”
“cepat sayang”
“baiklah” Belinda
pun pergi.
Ellen membantu
Robert duduk, “kamu kenapa? Kenapa bisa seperti ini?”
“em...” Robert
menunduk.
“Karen, ambilkan
air jeruk untuk Robert”
“iya bu” Karen pun
kembali ke rumah.
Ellen membuka
kancing atas dari kemeja Robert, ia terdiam. Ellen melihat tatoo di dada Robert
yang bertuliskan namanya. Ia ingat...
Di
balkon kelas,
“ku
dengar, kau membuat tatoo” Ellen menatap Robert.
“yap”
Robert tersenyum, “pasti James yang memberitaumu, iya kan?”
“ya”
Ellen tersenyum, “aku jadi penasaran, tatoo apa yang kau buat?”
“itu
rahasia”
“emh...,
pelit”
“ok
ok” Robert tersenyum, “aku membuat tatoo di dada kananku, dan itu bukan gambar”
“lalu?”
“itu
nama perempuan yang aku cintai”
Ellen
menunduk, ternyata Robert menyukai orang lain.
Air mata Ellen
menetes, ia baru tau jika ia adalah orang yang selama ini Robert cintai.
“Ellen...” Robert
menatap Ellen.
Ellen membantu
Robert berbaring di sofa, “aku rasa, kau sudah mulai sadar. Aku harus pergi”
Ellen meninggalkan Robert.
Robert menutup
matanya.
***
Di rumah Ellen,
Karen yang baru
saja keluar, melihat Ellen datang sambil menangis. Ellen menatap air jeruk yang
dibawa Karen.
“ibu kenapa?”
“ibu gak apa-apa,
lebih baik kau segera berikan air itu”
“baik bu” Karen
pergi dengan rasa penasaran yang masih besar.
Ellen masuk ke
kamarnya dan kembali menangis, ia ingat...
Saat
pulang dari kampus,
“Robert,
kau baik-baik saja?” Ellen menatap Robert yang pulang bersamanya.
“aku
baik-baik saja”
“pasti
bohong, kan? Ayo ngaku!”
“perempuan
yang ku cintai, sudah memiliki pria lain. Aku, mungkin aku terlambat. Atau
juga, dia tidak pernah menyadari perasaanku”
Ellen
sedih mendengar itu, ia tau betapa Robert mencintai perempuan itu dan ia juga
sekarang telah bertunangan dengan James. Karena tadi malam, James baru saja
melamarnya.
Robert
tersenyum pada Ellen.
“kau
pria yang baik, pasti ada perempuan lain yang lebih baik darinya”
“aku
tidak tau”
“kau bodoh, Robert.
Kenapa kau tidak pernah jujur padaku? Aku ini perempuan, bukan orang yang
memilih. Tapi orang yang dipilih” Ellen terus menangis.
Pagi itu,
Robert membuka
matanya, ia melihat ke sekitar dan sadar dengan apa yang telah terjadi. Robert
bangun dan melihat segelas air jeruk di atas meja dekat sofanya.
“ya Tuhan...”
Robert mengambil gelas itu dan meminum air jeruknya, Robert tau itu gelas milik
Ellen.
Setelas menyimpan
gelas itu, Robert berjalan mendekati cermin. Ia terdiam, “sepertinya aku terlalu
banyak minum” ia kembali menatap gelasnya.
***
Di rumah Ellen,
Ellen sedang
membersihkan ruang tamu.
“permisi”
“iya” Ellen menoleh
dan melihat Robert ada di hadapannya.
“Ellen, aku ingin
mengembalikan gelasmu”
“taruh di meja dan
cepat pergi”
“Ellen?” Robert
kaget.
“jangan pura-pura
lagi, Robert. aku sudah tau semuanya”
“maksud kamu apa?”
“perempuan itu, aku
tau siapa perempuan itu. Perempuan yang kau cintai yang selama ini selalu kau
ceritakan padaku”
Robert diam.
“kemarin, aku
melihat tatoo di dadamu. Aku sudah membaca namanya”
“Ellen...”
“kenapa kau tidak
pernah jujur padaku? Kenapa kau tidak pernah bilang jika kau mencintaiku?”
“maafkan aku”
“maaf? Kau pikir,
dengan maaf semuanya akan selesai? Seandainya sejak dulu kau jujur, semuanya
tidak akan seperti ini, Robert. Aku benci padamu!”
“Ellen...” Robert
bingung.
“cukup, aku tidak
mau melihatmu lagi. Pergi Robert, jangan pernah temui aku lagi”
Robert diam.
Ellen menangis
dengan begitu sedih, “pergi”
“jika itu yang kau
inginkan, aku akan melakukannya” Robert meninggalkan Ellen dengan sedih.
Ellen tetap
menangis disana.
Di rumah Robert,
Robert kesal, ia
merasa sedih, emosi. Semua tercampur aduk dalam dirinya, Robert duduk dan
menangis. Ia memegang dadanya, tepat di tempat tatoo bertuliskan nama Ellen.
“aku mencintaimu,
Ellen. Aku benar-benar mencintaimu”
Pagi itu,
Karen melihat ada
yang aneh, ia pun mengintip rumah Robert lewat jendela ruang tamunya. Karen
kaget, ia melihat Robert sudah menyiapkan mobilnya dan barang-barang yang
begitu banyak.
“ibu” Belinda mendekat,
“ada apa?”
“Robert” Karen
menatap Belinda, “sepertinya ia akan pergi”
Belinda kaget
mendengar itu, ia langsung berlari ke luar dan melihat Robert.
Disana,
Robert sudah
menutup bagasi mobilnya dan menancapkan sebuah papan di depan rumahnya, dengan
keterangnya rumah tersebut akan dijual.
“paman” Belinda
berlari mendekat.
“Belinda” Robert
menatap Belinda.
“paman mau kemana?”
“paman...”
“paman mau kemana?”
“paman harus pergi,
sayang”
“paman akan
kembali, kan?”
Robert menggeleng.
“paman” Belinda menangis.
“maafkan paman,
sayang” Robert memeluk Belinda yang semakin menangis.
“kenapa paman
meninggalkanku? Paman kan sudah berjanji untuk selalu disini”
“maafkan paman,
sayang. Jangan menangis” Robert menghapus air mata Belinda dan melihat Ellen
pada diri Belinda, Robert kembali memeluk Belinda. Ellen, seandainya kau disini dan mencegahku pergi. Aku sangat
mencintaimu...
Sayanganya, Ellen
sama sekali tidak ada disana. Hanya ada Karen yang mendekati mereka.
“Karen” Robert
tersenyum dan melepas pelukannya.
Belinda masih
menangis dan memeluk ibunya.
“kau mau kemana,
Robert?” Karen menatap Robert.
“aku, aku tidak
tau”
“itu berarti, kau
tidak seharusnya pergi kan?”
“aku tetap harus
pergi, ini demi kebaikan ibumu”
“ibu?” Karen kaget.
“mungkin aku ke
luar kota, tapi perusahaanku masih di tempat yang sama. Kau bisa datang kapan
pun jika kau perlu”
Karen mengangguk
dengan sedikit sedih, “hati-hati”
Robert tersenyum,
“sampaikan maafku pada ibumu” ia pun mengelus kepala Belinda, “selamat tinggal,
sayang”
Setelah Robert
pergi, mereka pun masuk ke rumah.
Di kamar Ellen,
Ellen mengintip dan
melihat semuanya, ia kembali menangis. Sekarang, Robert sudah pergi sesuai
dengan keinginannya.
Aku mencintaimu, Robert...
air mata Ellen terus menetes.
***
Hari pun mulai
berganti,
Rumah Robert yang
kosong, sudah ditinggali oleh penghuni baru.
Ellen membuka
matanya dan mengetahui jika saat ini sudah pagi, ia mendekati jendela dan
membuka jendela kamarnya. Ellen melihat sebuah keluarga yang menempati rumah di
sebelahnya. Biasanya Ellen suka melihat Robert yang juga baru bangun dan
mengintipnya lewat jendela kamar juga.
Robert, apakah sekarang kau sudah melupakanku? Maafkan
aku... Ellen kembali menutup jendelanya.
“bu” Karen masuk ke
kamar Ellen.
“Karen?”
“boleh kita
bicara?”
“ok...” Ellen
menatap aneh pada Karen.
Mereka pun bicara.
“apa ibu mencintai
Robert?”
“kenapa kau bicara
seperti itu?”
“apa ibu
mencintainya melebihi ayah?”
Ellen diam.
“seandainya dulu
Robert berterus terang, apakah ibu lebih memilih dia daripada ayah?”
“sudahlah, Karen”
“bu, aku tidak
ingin ikut campur. Karena yang merasakan ini semua hanyalah ibu, tapi...” Karen
menatap Ellen, “jika ibu masih mencintainya, harusnya ibu tidak menyuruhnya
pergi”
“dia bodoh, dia...”
air mata Ellen menetes.
“dia bodoh karena
selama ini, menutupi perasaannya?” Karen masih menatap Ellen, “bagaimana dengan
ibu yang juga menutupi perasaan ibu dan malah menyuruhnya pergi?”
“Karen...”
“bu, seandainya ibu
menikah lagi, aku tidak keberatan. Seandainya Robert bisa membuat ibu bahagia,
aku juga akan ikut bahagia. Ibu tau, kan? Belinda juga begitu dekat dengan
Robert, setelah Robert pergi, Belinda terlihat tidak terlalu bahagia seperti
dulu”
“aku memang salah,
harusnya aku tidak menyuruhnya menjauh dari kehidupanku. Aku tau, Belinda sedih
karena di hari ayah, Robert tidak datang ke sekolahnya”
Karen memeluk
ibunya, “sudahlah bu, aku dan Belinda akan selalu ada untuk ibu”
Ellen tersenyum dan
mengelus Karen, “terima kasih karena kau sangat mengerti perasaan ibu”
Mereka pun
berpelukan.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf
kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar