Author: Sherly
Holmes
Penyunting :
Erin_Adler
Genre: Romance,
Friendship, Sad
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
___
Namaku Sherly, aku seorang perempuan pendiam dan pemalu. Namun dibalik
semua itu, aku memiliki kisah yang ingin aku bagikan dengan kalian. Sebuah
kenangan yang tidak mudah aku lupakan.
Robert…
Seorang anak bandel dan salah satu anggota genk motor, dia pernah menjadi
orang yang berarti dalam hidupku.
Semua itu berawal saat aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
***
Pagi itu,
Aku sedang berjalan masuk ke sekolah bersama teman baikku Linda.
Robert datang ke sekolah dengan motor balapnya, motor racing berwarna biru
dengan helm yang berwarna sama. Padahal jelas-jelas itu dilarang, apa lagi
Robert belum punya Surat Ijin Mengemudi. Tapi dengan cueknya, ia masuk ke
sekolah.
Teman-teman menyambutnya, “hey Robert”
“hey” Robert bertingkah so keren.
Tapi dia menatap ke arahku dan tersenyum padaku.
Aku kaget, aku dan Linda terdiam melihat itu.
Lalu aku berbisik pada Linda, “kenapa sih dia selalu
begitu?” kataku kesal.
Linda tersenyum, “aku rasa dia suka padamu”
“apa maksudmu?” aku menatap Linda aneh.
“kau tau, sejak kita pertama masuk sekolah ini. Aku yakin dia menyukaimu,
bahkan mungkin sampai saat ini”
“ya ampun, kamu gak liat apa? Fans seorang Robert kan banyak, lagi pula
mana mungkin seorang Robert menyukai aku?”
“hey Robert” anak-anak perempuan mulai mendekatinya.
“hey ladies” Robert menatap mereka.
***
Ya, begitulah Robert. Selain dikagumi anak laki-laki, Robert suka
dikerumuni anak perempuan yang selalu bermimpi jadi pacarnya. Ya, bagi Robert
itu memang sudah biasa dan bagiku itu sangat tidak penting.
***
Aku pun kembali berjalan dan hanya melihatnya dari jauh, tapi dia melihat
ke arahku dan memberikan senyuman itu lagi. Ya
Tuhan, aku sangat malu. Lebih baik
aku segera pergi dari sini.
Seorang teman baik Robert
mendekatinya, “Bob, aku rasa dia
satu-satunya perempuan yang tidak menyukaimu”
“emh, benarkah?” Robert menatapku pergi dengan sedikit
kecewa.
“ayolah, kita sudah kelas tiga sekarang. Cari yang lain”
Sorenya,
Sekolah pun bubar.
Aku menunggu Linda di
depan gerbang, aku agak kesal karena dia belum keluar juga. Tapi aku harus
sabar, karena Linda sedang ekskul.
Tiba-tiba Robert mendekat,
“hey”
Aku kaget dan tersenyum
padanya.
“kamu kok sendirian aja?
Mana temanmu?”
“dia lagi ekskul”
“kalau gitu, aku anter
ya?”
“g…gak usah Robert,
a..aku… mau nungguin Linda aja”
“emh.. ok, kalau gitu… aku
temenin ya?”
Aku hanya tersenyum dan
menunduk.
Sementara Robert terus
menatapku dengan senyuman itu.
Setelah beberapa lama,
Linda keluar bersama
pacarnya, “Sher, maafkan aku. Tadi ada materi tambahan”
“gak apa-apa kok Lin”
Linda terdiam melihat
Robert disampingku, lalu ia tersenyum. “Robert?”
Robert hanya tersenyum.
Pacar Linda terlihat
sedikit jealous, soalnya Linda natap Robertnya gitu sih…
Robert tersenyum padaku,
“ya udah, aku duluan ya” Robert menatap kami semua, “bye” Robert pergi.
“bye Robert” lagi-lagi
Linda girang.
“kamu kok kaya yang seneng
banget sih ketemu dia?” pacar Linda sedikit kesal.
“ya ampun, jangan salah
sangka dulu dong. Aku senang melihat Robert karena dia berduaan ama Sherly”
“maksudmu?” aku menatap
Linda.
“ayolah Sher, terima
kenyataan. Dia itu suka sama kamu, biasanya kan cewek-cewek yang suka
ngedeketin dia. Tapi sebaliknya, dia malah ngedeketin kamu”
“ah, Linda. Udah ah”
“Sherly.. Sherly, gak
percayaan banget sih”
Kami pun pulang.
***
Selain itu, Robert juga suka menatapku saat belajar. Aku ingat saat itu
adalah pelajaran pak George.
***
Pak George sedang menerangkan pelajaran, semua anak begitu serius
memperhatikannya. Bukan karena rajin, tapi karena pak George termasuk top ten
guru terkiller di sekolah.
Entah mengapa perasaanku ingin menoleh ke arah kiri, aku pun menoleh.
Ternyata Robert sedang menatapku.
Ya ampun, aku sangat kaget dan malu. Apa yang dia lakukan? Aku agak sedikit kesal.
Tapi Robert malah tersenyum padaku.
Ih, sebel. Aku pun memalingkan muka agar Robert tidak melihat ke
arahku lagi.
Tapi perasaanku masih tidak tenang dan aku melihat ke arah Robert lagi,
untuk memastikan. Dan ternyata Robert masih menatapku dengan senyuman itu.
Apa yang sebenarnya ia lakukan? Aku semakin kesal.
Eh, alis Robert malah turun-naik kegenitan. Menyebalkan! Aku memalingkan wajahku untuk kedua kalinya.
Tapi setelah itu, perasaanku masih ingin melihat ke arah Robert lagi. Dan saat aku melihat ke arahnya, ah…
ternyata Robert tidur.
Dasar Robert! Aku tidak mau
menoleh ke arahnya lagi.
Aku
kesal karena Robert malah tidur.
Pak George pun sadar kalau Robert tidur, ia memanggil-mangil Robert.
“Robert, Robert”
“Bob, Bob” teman yang ada di dekat
Robert mencoba membangunkannya dengan suara pelan.
Tapi Robert, masih tetap tertidur.
Dengan kesal pak George berteriak, “Downey Jr.!”
Robert langsung terbangun kaget, tapi dengan santainya ia menjawab. “ada
apa ya pak?” wajahnya begitu polos.
Anak-anak tertawa dengan tingkah Robert itu.
“keluar kamu!” pak George sangat marah.
Lagi-lagi Robert dikeluarkan saat sedang belajar, tapi itulah Robert. Anak
bandel dan paling cuek yang pernah aku kenal.
***
Beberapa hari kemudian,
Ini adalah hari paling mengejutkan dalam hidupku, karena saat istirahat
Robert menembakku lewat ruang Sistem Informasi Manajemen.
***
Teng…
Bel pengumuman berbunyi.
Semua anak serentak terdiam.
Tapi tiba-tiba suara Robert lah yang muncul, “perhatian semuanya, aku ingin
menyampaikan sesuatu yang sangat penting. Aku sedang menyukai seseorang yang
bernisial S” Robert diam sejenak, “Sherly maukah kau jadi pacarku?”
“wah” Semua anak berteriak heboh.
Aku kaget mendengar itu, aku sangat malu karena semua warga sekolah
mendengarnya. Ya Tuhan, Robert
benar-benar anak yang nekad.
Tapi sayangnya, gara-gara itu Robert dipanggil ke ruang kepsek.
Aku jadi merasa tidak enak pada Robert, aku khawatir Robert akan
dikeluarkan dari sekolah. Selama ini kan Robert langganan masuk BK.
Saat Robert keluar dari ruang kepsek,
Teman-teman mendekatinya.
Salah satu teman Robert bertanya, “gimana Bob?”
“tenang, aku cuma di skor seminggu kok”
Aku pun
mendengar itu, apa?
Di skor seminggu dia masih bisa bersikap seperti itu? Manusia macam apa dia?
Aku sangat kaget.
Tapi tiba-tiba, Robert mendekatiku dan tersenyum, “kamu mau kan terima aku?”
Aku sangat bingung, mau bilang apa?
Aku belum pernah pacaran, bahkan dekat dengan anak laki-laki pun aku tidak
pernah.
Tapi entah kenapa, hatiku merasakan sesuatu yang berbeda dan memaksaku
untuk membuat keputusan. Aku mengangguk, sebagai tanda bahwa aku menerimanya.
Teman-teman bersorak ramai, bahkan beberapa perempuan menangis patah hati. Kenapa Robert tidak memilihku? Mungkin
itu yang ada di pikiran mereka.
***
Gossip pun menyebar dan sampai ke telinga orang tuaku, ayah sangat marah
dan menentang hubungan kami. Dengan alasan karena Robert adalah anak genk
motor.
Ayah selalu bilang bahwa Robert itu berandalan, begajulan. Tapi walau
bagaimanapun aku tetap mencintai Robert.
Sejak dulu aku memang tidak pernah dekat dengan ayah, kami selalu
bertengkar. Ayah begitu kesal padaku dan aku selalu sedih dengan suasana itu.
***
Suatu hari,
Ada kabar kalau Robert akan balapan nanti malam, aku ingin sekali
melihatnya. Aku ingin mendukung Robert agar dia menang, pasti dia akan semakin
bersemangat kalau aku kesana.
Tapi apa yang harus aku lakukan
agar aku bisa keluar malam ini?
Akhirnya aku meminta bantuan Linda, teman baikku itu.
***
Malam itu,
Linda datang ke rumahku, ia datang sambil membawa tas. Pokonya ekting kami sangat meyakinkan, seperti anak yang benar-benar
mau kerja kelompok.
Di kamar,
“Sher, kau yakin kita akan berhasil?”
“aku juga gak tau Lin” aku mulai khawatir.
“yah, kok jadi pesimis gitu sih? Ayo donk, fighting. Aku pasti akan selalu
membantumu kok”
Linda memberiku semangat.
Aku tersenyum, “makasih Lin”
“ya udah, lebih baik kita segera pergi”
Kami pun pamit.
Sesampainya di tempat itu,
Suasananya begitu ramai, banyak sekali orang disana. Juga motor-motor balap
yang sudah terbaris rapi tentunya.
“Sher, mana Robert?”
“iya, dimana dia?” aku melihat kesana-sini.
Pacar Linda mendekat ke arah kami, “hey”
“hey” Linda tersenyum.
“apa kau melihat Robert?” tanya ku.
“itu dia” pacar Linda menunjuknya.
Aku tersenyum melihat Robert, “Robert” aku berteriak.
Lampu sorot pun menyala dan mengarah ke dekat Robert.
Robert terlihat senang karena aku datang.
Balapan pun dimulai,
“ayo Robert!” aku berteriak sebisaku, tentunya untuk memberi Robert
semangat.
***
Ini pertama kalinya aku nonton balapan liar, orang-orang begitu ramai
dengan teriakan mereka. Ada yang datang dengan pasangan, ada yang taruhan, ada
anak-anak bandel. Ya ampun, disini segalanya tercampur menjadi satu. Jika bukan
karena Robert, aku tidak mau datang kesini.
***
Dan akhirnya, Robert memenangkan balapan liar itu.
Pulangnya aku diantar Robert, soalnya Linda pulang duluan sama pacarnya.
Ya, malam mingguan gitu deh.
Sesampainya di rumah,
“hati-hati ya” aku tersenyum pada Robert.
Tapi Robert tidak bicara sedikit pun, ia hanya melihatku sambil tersenyum.
Robert pun pergi.
Saat aku masuk ke rumah, aku sangat kaget karena ayah ada di hadapanku.
“dari mana kamu?” ayah terlihat marah.
“a..aku…” aku tidak bisa berbohong.
***
Dan sejak saat itu, aku tidak boleh keluar rumah kecuali untuk sekolah.
Aku benar-benar sedih, tapi aku juga sadar bahwa itu kesalahanku. Karena
aku telah berbohong pada ayah.
***
Beberapa hari kemudian,
Robert mulai sekolah lagi.
Aku melihat Robert yang sedang bicara dengan salah satu temannya. Tapi, ya ampun… rambutnya diwarnain. Pake anting
segala lagi, dia kaya anak punk aja.
Aku mendekat, “Robert, kamu kok dan-danannya kaya gini? Kenapa rambutnya diwarnain?”
Robert menoleh dan menatapku.
“Sherly?” Robert tersenyum, “gak apa-apa donk, yang penting aku tetep ganteng di mata kamu. Lagi pula, ini kan keren”
“keren?” aku kaget, Ah… Robert,
Robert… orang seperti dia memang sulit diberitahu.
Teman-teman pun mendekatinya, “eh, kamu gak takut dimarahin apa? Entar kena
razia loh!”
“ah, tenang aja” dia tetap santai.
Aku hanya bisa tersenyum.
***
Meski Robert didekati teman-teman khususnya perempuan, tapi aku tidak
pernah cemburu. Karena aku yakin, cinta Robert hanya untuk aku.
***
Robert berjalan masuk.
Tapi ternyata, oh… tidak!!!
Seorang guru melihat Robert dan menjewer kupingnya.
“aduh!”
“kenapa rambut kamu kaya gini? Pake anting lagi, mau so jadi preman kamu
heuh?”
“enggak pak, enggak. Ampun pak”
“ayo ikut bapak”
Robert dibawa ke ruang BK.
Aku sangat khawatir dan menunggunya di depan pintu keluar, aku mendengar
semuanya. Kata-kata guru yang marah karena jengkel pada Robert, tapi aku juga
mengerti. Mereka seperti itu karena Robert memang sangat sulit dinasehati.
Tapi saat mendengar, “jika sekali lagi kamu membuat masalah, bapak
keluarkan kamu dari sekolah ini”
Aku sangat sedih mendengar itu, Robert
akan dikeluarkan? Air mataku jatuh.
Setelah itu, Robert keluar dengan potongan rambut yang aneh. Sebagian
panjang dan sebagian lagi pendek, bahkan hampir botak.
Tapi dia tetap tersenyum padaku, “kok kamu nangis?”
Aku sangat kesal mendengar itu, “kamu itu gimana sih? Apa kamu tidak pernah
memikirkan masa depan?”
“hey, ayolah. Aku kan cuma di skor tiga hari”
“cuma di skor kamu bilang? Aku cape harus ngeliat kamu kaya gini terus,
sedikit-sedikit dihukum atau di skor”
“Sherly…”
Aku meninggalkannya, meski begitu aku tidak pernah bermaksud untuk membencinya.
Aku hanya ingin dia berubah menjadi lebih baik.
Besoknya,
Aku tidak melihat Robert di sekolah karena dia di skor, tapi dua hari
tanpa dia membuat aku merasa kehilangan. Aku rindu pada Robert, tingkahnya yang
menjengkelkan dan senyuman nakalnya itu.
***
Saat aku pulang bersama Linda dan pacarnya, tiba-tiba sebuah motor mendekat
dan berhenti di depan kami.
Kami sangat kaget, orang itu memakai topi sehingga wajahnya kurang begitu
terlihat.
Tapi ternyata itu Robert, ia tersenyum dan turun dari motor. “hey” ia
mendekati pacar Linda dan menatapku, “kalian baru pulang sekolah ya?”
“Robert” dengan spontan aku memanggilnya, aku sangat senang bisa bertemu
dengan Robert lagi.
“aduh, tuan putri sudah tidak marah lagi ya? Syukurlah…” Robert
mendekatiku.
“Robert…” aku malu.
Linda dan pacarnya tersenyum.
“putri Sherly yang cantik, mau kan kalau aku antar pulang?”
“Robert jangan gitu ah, aku kan malu”
“udahlah Sher, gak apa-apa kok. Kalau gitu kami duluan ya” Linda dan
pacarnya meninggalkan kami.
“tuan putri kangen gak sama aku?” Robert menatapku dengan mata genitnya,
“kangen gak?”
Aku pun mengangguk, lalu menunduk karena malu.
Robert mengambil helm dan memakaikannya padaku.
“kamu gak pake?” aku menatapnya.
“aku cuma bawa helm satu, kamu aja yang pake. Lagian aku pake topi, kamu
tau kan gaya rambutku yang baru? Style-nya guru BK”
Aku tersenyum.
Kami pun menaiki motor.
Di tengah perjalanan,
“eh, Robert”
“ada apa?”
“aku ingin ke pantai”
Mendengar itu, Robert tersenyum. “rupanya tuan putri masih rindu pada pangeran
yang tampan ini ya? Baiklah, kita berangkat”
Aku tersenyum mendengar itu dan tanganku mulai memeluknya erat. Aku sangat
bahagia, ini pertama kalinya kami pergi berdua.
Motor pun putar arah menuju pantai.
Sesampainya di sana,
Robert memegang tanganku dan mengajakku mendekat ke pantai. Kami pun duduk
di pasir yang mengarah ke laut.
Cuaca begitu cerah, pemandangannya pun begitu indah dan yang pasti seindah
perasaanku.
“kau lihat lagit itu?” Robert menunjuk langit cerah dan biru.
“ya” aku melihatnya.
“itu adalah aku, dan kau…” Robert menatapku, “kau adalah mataharinya”
Aku terdiam.
“kau tau kenapa?”
Aku menggeleng.
“karena tanpa matahari, langit tidak akan seindah itu. Begitupun aku”
Robert tersenyum.
***
Meski terdengar biasa, tapi ungkapan itu sangat berarti untukku. Robert
memang membuat segalanya lebih berarti, karena tanpa Robert hidupku tidak akan
sebahagia ini. Dia lah yang membuatku selalu kuat untuk menghadapi semuanya.
***
“ini udah hampir sore, kita pulang ya?”
Aku pun mengangguk dan berdiri.
Robert menatapku dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah kalung
sederhana tapi indah.
Aku terdiam.
Robert tersenyum, “aku pakein ya?”
Aku mengangguk.
Setelah memakaikannya, Robert menatapku lagi.
Aku terdiam bingung.
Robert semakin dekat.
Aku merasa bahwa dia akan menciumku, aku pun menutup mata.
Dan ternyata benar, ia menciumku. Aku hanya diam dan kaget, itu adalah
ciuman pertama dalam hidupku.
Robert tersenyum dan berjalan ke motornya, “ayo”
“tunggu Robert” aku mengikutinya.
“ada apa? Ayo pake helmnya” Robert naik ke motor.
“kamu janji kan akan berubah? Kamu janji gak akan nakal lagi?” aku
menatapnya.
Tapi Robert hanya tersenyum.
Kami pun mulai meninggalkan pantai.
Di jalan,
Aku begitu ingin mengatakan pada Robert betapa aku sangat mencintainya, selama
ini Robert begitu perhatian padaku. Tapi aku selalu diam dan sekarang, aku
ingin dia tau bagaimana perasaanku padanya.
“Robert…” sejujurnya aku sangat malu mengatakannya.
“iya?” suaraku yang begitu pelan membuat Robert harus menoleh.
“aku mencintaimu” dengan tulus aku mengatakan itu, semuanya keluar dari
lubuk hatiku yang paling dalam dan setelah mengataannya aku merasa sangat bahagia.
Robert tersenyum dan kembali melihat ke depan.
Tapi, tanpa diduga di depan kami ada sebuah mobil yang melaju kencang.
Aku sangat kaget.
Brak!!!
Aku tidak ingat apa-apa lagi karena semuanya menjadi gelap.
Saat aku membuka mataku,
Aku sadar aku berada di Rumah Sakit, aku langsung bangun dan teringat
kepada Robert. Bagaimana keadaan Robert?
Aku pun berjalan menuju pintu, yang ada dalam hatiku hanyalah ‘aku harus
berusaha mencari Robert’.
Tapi di depanku, sudah ada ayah dan ibu.
“Sherly” ibu sangat khawatir dan memelukku.
“Robert mana bu? Dia baik-baik aja kan? Aku harus liat dia bu, aku harus
ketemu dia”
“tenang sayang”
“anak berandalan itu sudah mati”
Aku terdiam mendengar kata-kata ayah, apa
benar Robert sudah meninggal? Tapi kenapa? Kenapa Robert meninggalkan aku
secepat itu? Kenapa langit meninggalkan matahari?
Air mataku menetes, dokter bilang Robert meninggal karena luka parah di
kepalanya.
“sudah, jangan memikirkan dia lagi. Ayo kita pulang” ayah memegang tanganku
dan seperti tidak perduli dengan perasaanku.
Mendengar ayah bicara begitu, aku marah. “ayah tidak boleh bicara seperti
itu, Robert sudah meninggal. Setidaknya ayah hargai dia” aku melepas tangan
ayah.
Tapi akhirnya, aku terpaksa ikut pulang.
Sesampainya di rumah,
Aku langsung masuk ke kamar dan masih menyimpan rasa kesal pada ayah, dari
situ aku mulai berfikir kalau Robert meninggal karena salahku.
***
Seandainya aku tidak mengajak Robert ke pantai, seandainya Robert tidak
memberikan helmnya padaku. Seandainya aku tidak mengajaknya bicara saat
menyetir, mungkin Robert masih tetap hidup sampai saat ini.
Aku sangat menyesali semua itu, aku pun menangis semalaman.
***
Besoknya,
Aku bersiap ke sekolah, dengan mata yang masih bengkak aku keluar dari
kamar.
Ayah melihatku, “gak sarapan dulu Sher?”
Aku hanya menunduk dan pergi begitu saja.
Ayah pun terdiam.
Aku berjalan ke sekolah, semuanya terasa hampa dan aku mulai merasa hidupku
tidak berarti lagi.
Linda menghampiriku, “Sherly, aku turut berduka soal Robert”
“tolong jangan bahas itu Lin”
“maaf, kamu yang sabar ya” Linda memelukku.
Aku menangis.
Linda memang teman yang sangat baik.
Saat tiba di kelas,
Aku semakin tak kuasa menahan air mataku.
Robert, biasanya dia selalu menatapku dari bangku sebelah sambil tersenyum.
Tapi sekarang, dia sudah pergi.
Bangku itu pun dibiarkan kosong.
Linda duduk di sampingku, “Sherly… kalau kamu gak kuat, kamu pulang aja”
“enggak Lin, aku gak apa-apa kok”
Sepulang sekolah,
Kami semua datang ke makam
Robert.
Banyak teman yang
menyesali kepergiannya, teman dekat Robert, cewek yang mengidolakannya pun
menangis.
Dan aku, aku tidak bisa
berbuat apa-apa. Aku hanya diam menatap nisannya dengan air mata yang terus
jatuh.
Saat aku pulang ke rumah,
Ibu mengajakku bicara, ibu membahas masalahku dan ayah, karena selama ini kami tidak pernah akur.
“kamu harus percaya Sher, ayahmu seperti itu karena dia ingin yang terbaik
untukmu. Kamu itu anak kami satu-satunya, kami sangat menyayangimu. Saat
mendengar kabar kau ada di Rumah Sakit, ayahmu adalah orang yang paling panik.
Ibu mohon, jangan bertengkar lagi dengan ayah”
***
Setelah itu,
Hubunganku dengan ayah menjadi baik, kami saling bermaafan dan berpelukan.
Sejak saat itu juga aku merasakan kasih sayang seorang ayah.
***
Tiga bulan kemudian,
Kelulusan pun tiba, aku diterima di SMA yang aku inginkan, begitu juga
Linda yang rela masuk ke sekolah itu demi aku. Dia memang sangat
mengkhawatirkanku.
***
Sampai saat ini, aku masih menyimpan kalung pemberian Robert.
Tapi ada seorang laki-laki bernama Paul yang menyebalkan. Aku tidak suka
padanya, karena dia suka ikut campur urusanku. Apalagi masalah Robert, Paul
juga pernah mendekati Linda dan membicarakan aku.
***
Saat istirahat,
Paul mendekati Linda, “Lin, kamu bicara dong sama Sherly, dia gak boleh kaya gitu terus”
“aku gak bisa, aku takut menyakiti perasaannya”
“tapi dia gak boleh terus berlarut-larut dalam kesedihannya”
Linda diam karena bingung.
“ya udah, kalau kamu gak bisa. Biar aku yang bicara”
“jangan Paul, nanti Sherly…”
“udah deh Lin, dia gak boleh dibiarin kaya gitu terus”
***
Setelah kepergian Robert, aku memang semakin tertutup. Aku lebih memilih
diam di kamar dari pada harus berbaur dengan orang lain. Hari-hari ku selalu
penuh dengan kesedihan dan rasa bersalah.
***
Tapi hari itu,
Di sekolah.
Saat aku sedang memandangi kalung pemberian Robert.
Paul mendekat, “masih mikirin dia?”
“apa maksudmu?” Aku kesal dengan kata-kata Paul yang menyebalkan itu.
Ia tersenyum dan mendekat, “kau pikir dengan sikapmu yang seperti ini
Robert akan bangga padamu?”
Aku menatapnya, kenapa aku harus
sekelas dengan orang seperti dia?
“Sherly, semua orang itu tau masalahmu, tapi pernahkah kau berpikir kenapa
Robert saja yang meninggal?” Paul menatapku, “itu semua karena dia sangat
menyayangimu”
Aku ingat saat Robert memakaikan helmnya padaku, aku juga ingat saat Robert
membanting stir ke arah mobil agar hanya dia yang tertabrak. Sedangkan aku yang
terlempar ke rerumputan hanya bisa melihat Robert yang tergeletak di aspal.
“Robert ingin kau tetap hidup Sher, dia ingin melihatmu bahagia. Jika kau
terus begini, apa Robert akan tenang?”
Aku semakin sedih karena mengingat itu, aku pun semakin marah pada Paul.
“kamu mudah bicara seperti itu, tapi kamu gak ngerasain gimana rasanya
kehilangan”
“tolong jangan pikirkan dirimu sendiri, kamu pikir hanya kamu yang sedih
dan kehilangan? Bagaimana dengan Linda? Dia juga pasti sangat sedih dan
kehilangan karena teman baiknya sudah berubah”
Aku jadi ingat alasan Linda masuk ke sekolah ini, itu semua demi aku.
“cukup Paul!” aku pergi meningngalkannya dan kembali menangis, aku kesal pada
diriku dan semuanya.
***
Tapi setelah itu, aku sadar bahwa perkataan Paul ada benarnya. Mungkin
Tuhan memberikan kesempatan padaku untuk hidup agar aku bisa mendapatkan
kebahagiaan yang lain, kebahagiaan yang mungkin masih menjadi misteri untuk
masa depanku.
***
Sorenya,
Aku menemui Linda.
Linda kaget melihatku, “Sherly, ada apa?”
Aku langsung memeluknya, “maafkan aku Lin, gara-gara kejadian itu kamu
banyak berkorban demi aku. Aku janji akan berubah Lin, aku gak akan gini terus”
“Sherly…” Linda senang mendengar itu.
***
Akhirnya aku kembali seperti dulu dan tidak berlarut-larut lagi dalam
kesedihanku.
***
Hari itu,
Aku kembali ke pantai bersama Linda, ini adalah tempat terakhir yang paling
indah saat bersama Robert. Aku tersenyum menatap langit, aku juga yakin Robert
tersenyum disana. Lalu aku mengeluarkan kalung pemberian Robert dari sakuku dan
melemparnya ke pantai.
Kalung itu pun menghilang terbawa ombak.
Robert, meskipun kamu udah gak ada
tapi kamu akan selalu ada dalam hatiku. Aku yakin kamu sudah tenang disana, aku
janji akan semakin bersemangat untuk menjalani hidupku. Terima kasih Robert,
karena kamu pernah menghiasai hidupku. Semua kenangan bersamamu begitu berarti
dan akan ku simpan di dalam hatiku.
Kami pun mulai melangkah meningggalkan pantai dan Paul datang bersama pacar
Linda untuk menjemput kami pulang.
“hey” Paul melambai.
Aku dan Linda tersenyum, kami pun berlari ke arah mereka.
Aku sangat bahagia dengan kehidupanku yang sekarang, aku punya banyak orang
yang sayang padaku. Ayah, ibu, teman-temanku. Aku berharap kebahagiaan
ini tidak akan pernah hilang lagi dari hidupku.
The End
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang
membangun sangat diharapkan! ^_^
Hehe.. kasihan robert nya mati. sedih, padahal belum lama mereka jadian.
BalasHapusiya nich, lagi pengen bikin cerita yang sad-ending... ^_^
BalasHapus