Kamis, 12 November 2015

Stand up for Love



Author : Sherly Holmes
Genre : Romance, Family, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Di sebuah gedung,
Semua orang begitu ramai, mereka akan menyaksikan pertandingan tinju yang sebentar lagi akan dimulai.
Di ruang ganti,
Seorang pria terdiam, ia melamun dan memikirkan masalah rumah tangganya.
“Robert, ibumu memintaku untuk membujukmu berhenti bermain tinju”
“aku tidak mau, aku suka pekerjaanku”
“tapi kau bisa terluka”
“Karin, selama ini kau selalu mendukungku kan? Kenapa kau tiba-tiba begini?”
“kau tau, sejak dulu ibumu tidak menyukaiku”
“jadi, karena itu kau memintaku berhenti?”
“ibumu tidak pernah merestui kita”
“kau pikir, ibu akan berubah pikiran setelah kau berhasil membujukku?” Robert kesal, “aku tidak peduli dengan itu, malam ini aku bertanding” ia pergi.
Ini adalah hari pertama Robert bertanding tanpa adanya sang istri di sampingnya.
“Robert, kau baik-baik saja?” pelatih menatap Robert.
“aku...”
“kau harus fokus, ini adalah final untukmu”
“aku mengerti”
Mereka pun mulai berjalan ke arena.
Pelatih menatap Robert yang begitu sedih, ia khawatir. Tapi saat keluar dan melihat begitu banyak penonton, Robert tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa.
Sebentar lagi pertandingan dimulai,
Pelatih menatap Robert, “kau harus menang, jangan berfikir yang macam-macam saat di ring. Mengerti?”
“siap, Silver” Robert tersenyum menatap pelatihnya yang bernama Silvester itu.
Teng...
Pertandingan pun dimulai.
Lawan menyerang Robert secara bertubi-tubi dan Robert bertahan.
Saat itu...
“ibu tidak suka dengan perempuan itu, dia tidak sederajat dengan kita”
“tapi aku mencintainya, bu” Robert menatap ibunya.
“ibu lebih setuju jika kau bersama Anisa, dia lebih baik”
“bu, hubungan kami sudah berakhir. Lagi pula, aku merasa kurang cocok dengan Anisa”
“ibu tidak akan pernah merestuimu”
“ok, aku tidak peduli dengan itu” Robert sedikit kesal, “apapun yang terjadi, aku akan tetap menikah dengan Karin”
Dak...
Robert terjatuh.
Para penonton kaget karena petinju unggulan mereka bisa jatuh, wasit pun mulai menghitung.
Silver tau jika Robert tidak fokus, “Robert!”
Robert melihat ke arah Silver dan kembali bangkit.
Kamera pun mulai diarahkan ke Robert dan Robert menatap kamera sambil tersenyum.
***
Seorang perempuan yang sedang menonton di rumahnya, kaget melihat Robert berdarah. Ia panik, “kakak?” perempuan itu langsung pergi.
Di arena,
Robert kembali bertanding, lawannya mulai menyerang lagi.
“ibu sudah bilang padamu kan? Ibu tidak suka jika kau bermain tinju, itu bahaya”
“bu, aku itu petinju profesional, bukan amatir”
“ibu tetap tidak setuju”
“kenapa ibu tidak pernah mendukungku dalam hal apa pun?”
“Robert, jaga bicaramu. Ini pasti karena perempuan itu kan?”
“Karin tidak ada hubungannya dengan ini”
Plak...
Ibu menampar Robert.
“kakak...” seorang perempuan mendekat, “kenapa ibu menampar kakak?”
“diam Lorreta, kakakmu pantas mendapatkan ini” ibu menatap adik Robert.
“tapi bu, kakak...”
“cukup!” ibu kesal.
Penonton kecewa karena Robert hanya bertahan dan tak menyerang sedikit pun, “payah, apa-apaan dia?”
“dia tidak terlihat seperti biasanya”
“mana Robert yang ku kenal? Ayo jatuhkan dia”
Teng... teng...
Waktu istirahat berbunyi.
Silver naik ke ring dan mendekati Robert, “kau baik-baik saja?”
“ya, aku hanya...”
Brak...
Robert jatuh terduduk dan membuat semua yang ada disana kaget.
“Robert?” Silver khawatir.
“aku tidak apa-apa” Robert duduk lemas.
Seorang paramedis mendekati Robert, “kau baik-baik saja, tuan?”
“kepalaku, kepalaku sedikit...”
“tuan, sepertinya anda harus berhenti bertanding. Kepala anda harus diperiksa”
“aku baik-baik saja, tolong semprot sedikit air ke kepalaku”
“apa tuan yakin?” orang itu khawatir, ia takut jika Robert mengalami luka dalam karena ia tidak melihat luka di kepala Robert.
Robert tersenyum, “percayalah”
Teng...
Pertarungan kembali dilanjutkan.
Robert berdiri dan bersiap, ia menatap lawannya. Tapi tiba-tiba, Robert roboh.
Silver tau, ada yang tidak beres dengan Robert. Ia langsung masuk ke ring dan mendekati Robert, “Robert?” Silver mengangkat tubuh Robert ke pangkuannya.
Mata Robert masih terbuka, tapi ia hanya diam tak bergerak.
“Robert, kau bisa mendengarku?”
“a..aku..” Robert menutup matanya dan tak bergerak lagi.
“Robert?”
Semua mulai panik, pertandingan terpaksa dihentikan. Siaran langsung pun berhenti dan berubah menjadi kilas berita.
Robert diperiksa oleh para medis dan Silver berharap, Robert akan baik-baik saja.
Tak lama kemudian, ambulan pun datang.
***
Saat Robert mau dibawa masuk ke ambulan,
“kakak?” Lorreta turun dari taxi dan berlari ke arah ambulan, “kakak...” ia menangis melihat Robert yang tak sadarkan diri, “bangun kak, bangun!” Lorreta memeluk Robert, “kakak”
“maaf, nona. Kami harus segera membawanya ke rumah sakit”
Lorreta pun ikut masuk ke ambulan tersebut.
***
Di rumah sakit,
“bagaimana dok?”
“hasil scan menunjukan, terdapat gumpalan darah di otak kakak anda”
“apa?”
“ya, sepertinya kepala kakak anda terkena benturan keras saat bertanding. Hal itu membuat beberapa pembuluh darahnya pecah dan terjadi pendarahan, namun sayangnya darah tersebut tidak keluar”
“tapi kakakku akan baik-baik saja kan?”
“kami harus segera mengoprasi kepala kakak anda”
Lorreta terdiam.
“sebenarnya keadaan kakak anda tidak terlalu baik, lebih baik nona berdo’a untuknya”
“iya, dok” Lorreta sangat sedih mendengar itu.
Dokter pun mulai bersiap untuk oprasi.
Lorreta teringat pada Karin, kenapa Karin tidak ada? Jangan-jangan, dia tidak tau. Lorreta pun menelpon Karin.
“hallo? Karin mengangkatnya.
“Karin, ini aku, Lorreta”
“Lorreta? Ada apa?”
“kakak di rumah sakit, dia mengalami kecelakaan saat bertanding. Sekarang dokter sedang mengoprasi kepalanya”
Karin terdiam mendengar itu, air matanya menetes. Ia tidak percaya jika suaminya mengalami hal itu, “aku akan kesana”
Setelah oprasi selesai,
“bagaimana dok?” Lorreta menatap dokter.
“kami sudah berhasil mengeluarkan gumpalan darahnya, tapi...”
“kenapa dok?”
“keadaannya belum begitu baik, tapi saya harap, dia akan segera siuman dan baik-baik saja”
“maksud dokter, apa?”
“nona tenang saja, yang pasti, kami akan melakukan pemeriksaan berikutnya setelah kakak anda siuman”
“makasih dok” Lorreta diam dan kembali duduk di ruang tunggu.
Lorreta sangat sedih, kenapa kakak jadi begini, kak? Aku tau siapa kakak, kakak adalah petarung yang tangguh. Apa ada sesuatu yang kakak sembunyikan?
“Lorreta” Karin datang.
Lorreta berdiri.
“mana Robert? Bagaimana keadaannya?”
“kakak baru selesai oprasi, sekarang kakak ada di ruang perawatan”
“bisakah aku menjenguknya?”
“tentu, masuklah”
Karin masuk ke ruang perawatan Robert. Disana, ia melihat Robert yang terbaring tak sadarkan diri dan alat-alat medis yang tertempel di tubuhnya.
Karin sedih, ia mendekati suaminya. Karin tidak percaya jika semua ini akan terjadi, apalagi mereka sempat bertengkar.
Air mata Karin menetes, “Robert” ia menyentuh kening suaminya dan mulai mengelusnya, “kenapa semua ini harus terjadi padamu?” Karin menangis, “apa yang terjadi, sayang?”
Karin mengingat penyebab pertengkaran mereka,
Saat itu,
Ibu Robert datang ke rumah.
Karin kaget, “ibu?”
“jangan panggil aku ibu, aku bukan ibumu”
“maaf, ada apa nyonya kemari?”
“mana Robert?”
“Robert sedang pergi ke rumah tuan Silvester”
“Silvester?”
“iya, nanti malam, Robert akan bertanding. Memangnya, nyonya tidak melihat iklannya di tv?”
“aku tidak suka tinju”
“maaf”
Lalu ibu Robert pun meminta Karin untuk membujuk Robert agak berhenti dari pekerjaannya itu.
“tapi nyonya, tinju itu adalah...”
“aku tau, sejak kecil, itu memang cita-cita Robert. Tapi aku tidak ingin dia jadi seperti itu, aku ingin, dia melanjutkan perusahaan ayahnya”
“iya, nyonya”
“bisakah kau berguna sedikit saja?”
Setelah ibu Robert pergi, Karin pun berfikir. Mungkin, jika ia bisa membujuk Robert, ibu Robert akan berubah dan mulai menerimanya.
Lalu saat Robert pulang, mereka mulai bertengkar. Karin terus memaksa Robert berhenti demi restu ibu Robert yang belum tentu akan dia dapatkan. Sementara Robert, ia terus bersikeras untuk pekerjaannya.
“maafkan aku, sayang. Maafkan aku, aku sangat menyesal” ia memeluk Robert, “bangun, Robert”
“ngapain kamu disini?” ibu Robert yang datang, kesal melihat Karin.
Karin kaget dan melepas pelukannya, “nyonya?”
“pergi kamu, kamu tidak pantas untuk Robert”
“tapi nyonya”
“aku tau, kalian sudah menikah. Tapi aku tidak pernah merestui itu”
“nyonya”
“kau lihat hasil dari perbuatanmu? Kepala anakku dioprasi karena kau, karena kau tidak bisa membujuknya untuk berhenti”
Karin semakin sedih mendengar perkataan ibu Robert.
“sejak dulu, kaulah yang membuat dia memilih pekerjaan ini”
“aku khawatir saat Robert mengikuti pertandingan ilegal”
“jadi menurutmu, profesinya saat ini aman?”
“bukan begitu nyonya, hanya saja...”
“apa?”
Lorreta masuk, “ibu, tolong jangan bertengkar disini. Ini rumah sakit” ia mendekati Karin, “ayo kita keluar”
Di ruang tunggu,
Karin semakin sedih, “ini salahku”
“bukan, Karin. Ini bukan salahmu”
“tapi Robert menjadi petinju karena aku”
“aku ingat, dulu kakak sering pergi malam tanpa kabar. Sebenarnya aku tau apa yang kakak lakukan, ia pergi ke tempat pertarungan ilegal. Aku berusaha untuk menutupinya dari ibu, ibu memang selalu melarang kakak untuk menggapai cita-citanya”
“saat kami pacaran, Robert pernah bilang, jika cita-citanya adalah menjadi seorang petinju profesional. Tapi karena ibu kalian melarang, ia selalu kabur untuk pertarungan ilegal itu. Aku pernah ikut kesana, disana tempatnya begitu mengerikan. Tak jarang ada petarung yang tewas di arena. Tapi setelah Robert masuk ke tinju profesional, semua itu berubah. Disana lebih nyaman dan tertib, aku selalu menontonnya bertarung dan senang melihatnya menang. Tapi hari ini...”
“sudahlah Karin, lebih baik kita berdo’a untuk kakak”
Karin mengangguk.
Paginya,
Karin yang tertidur di ruang tunggu, membuka matanya. Ia bangun dan melihat suaminya dari balik jendela ruang perawatan.
“Robert, kamu harus cepat sembuh. Aku akan selalu ada disini untukmu” air mata Karin menetes.
Seorang suster pun mendekat, “nyonya”
“iya sus?”
“apa anda mau memandikan pasien?”
“iya sus”
Karin pun mengikuti suster ke dalam, ia mulai mengambil handuk dan mencelupkannya ke sebuah wadah berisi air hangat.
Saat Karin sedang mengelap tubuh Robert, Robert membuka matanya.
“Robert?” Karin sangat senang melihat Robert siuman.
Robert terlihat bingung.
“Robert?”
“si..siapa kau?” Robert menatap Karin.
Karin terdiam mendengar itu, ya Tuhan... apa Robert tidak mengenaliku?
“Robert, ini aku, Karin”
“Ka...rin?”
“iya, aku istrimu”
“istri..ku?”
***
Setelah mengetahui Robert hilang ingatan, ibu semakin kesal pada Karin dan ia semakin tidak setuju dengan pernikahan mereka.
Ibu masuk ke ruang perawatan Robert, ia melihat Robert yang sedang tidur dan tersenyum. Ibu mendekat dan melihat cincin pernikahan yang melingkar di jari manis Robert, ia pun mengambilnya.
Siang itu,
Karin berniat untuk menyuapi Robert, ia masuk ke ruang perawatan Robert dan melihat Robert yang sudah bangun.
“Robert” Karin tersenyum.
“kenapa... kau bohong?”
“bob..bohong?” Karin kaget.
“kau bukan istriku kan? Ibu bilang, aku belum menikah”
“tapi...”
“aku tidak kenal padamu, pergilah”
“Robert, ini buktinya. Ini cincin pernikahan kita, kau lihat, di dalam sini ada tulisan namamu” Karin menunjukan cincin pernikahan miliknya.
“bagaimana dengan aku?” Robert menatap Karin.
Karin melihat tidak ada cincin di jari manis Robert, ya Tuhan... siapa yang mengambilnya?
“penipu...” Robert kesal meskipun ia masih lemas, “pergi dari sini, pergi!”
“tapi Robert, kemarin cincin itu masih...” Karin tidak percaya jika cincin itu sudah hilang.
“kakak, ada apa?” Lorreta yang masuk, kaget mendengar Robert.
“usir dia...”
“kenapa kak? Apa salah Karin?”
“dia penipu”
Karin menangis dan pergi.
Robert hanya diam dan tidak memperdulikan itu.
Lorreta sedih, “apa yang terjadi, kak?” ia mendekati Robert dan mengelusnya.
“perempuan itu, dia bilang, dia istriku. Tapi ibu bilang, aku belum menikah. Aku ingat Reta, pacarku Anisa, bukan dia”
Ya Tuhan... aku harus bagaimana? Lorreta bingung.
“Reta, ada apa?”
“kak, sebenarnya Karin itu...” Lorreta berfikir, “dia... dia pembantu di rumah kita”
“benarkah?”
“iya, Karin memang begitu. Dia sangat mengagumi kakak dan kakak suka bercanda padanya jika kakak adalah suaminya”
“aku tidak ingat”
Lorreta diam, ia takut Robert tau jika dia berbohong.
Robert menatap Lorreta, “tadi aku membuatnya menangis, bisakah kau memanggilnya kembali?”
“iya kak, aku akan memanggilnya kemari” Lorreta keluar.
Di ruang tunggu,
Karin menangis, ia semakin sedih. Sekarang Robert hilang ingatan dan tak mengenalinya sedikitpun, bahkan mungkin, cinta Robert ikut hilang bersama ingatannya.
“Karin” Lorreta mendekat.
“Lorreta?” Karin menghapus air matanya.
“kakak ingin bertemu denganmu, tapi...”
“ada apa?”
Lorreta pun menceritakan yang ia bicarakan dengan Robert.
“jadi, aku harus pura-pura menjadi pembantu kalian?”
“maaf, aku bingung harus bicara apa agar kakak...”
“tidak apa-apa, Lorreta. Jika ini jalan satu-satunya agar aku bisa bersama Robert, aku rela. Terima kasih banyak karena kau sudah mau membantuku”
Lorreta tersenyum.
Di ruang perawatan,
“maafkan aku, tuan”
Robert menatap Karin, “Lorreta bilang, ibu tidak menyukaimu dan sering berbuat kasar padamu. Tapi kau selalu bertahan demi aku, terima kasih ya”
“sama-sama, tuan”
“sudah, jangan menangis terus. Aku baik-baik saja” Robert tersenyum dan menghapus air mata Karin.
Tapi Karin semakin menangis karena tidak sanggup membohongi perasaannya, sekarang dia benar-benar harus menjadi orang asing demi bersama suaminya.
“Karin, mana makanan yang kau bawa tadi? Aku lapar”
“iya tuan, aku akan mengambilnya”
Besoknya,
“dia berpura-pura menjadi pembantu?” ibu menatap Lorreta.
“aku mohon, bu. Jangan pisahkan mereka”
“apa maksudmu?”
“Karin begitu sedih saat kakak tidak mengenalinya”
“apa peduliku?”
“mereka suami-istri, bu”
“jadi ibu harus apa? Memberitau Robert jika Karin adalah istrinya? Memaksa Robert untuk mengingat semuanya? Kau ingin membunuh kakakmu?”
“bukan begitu, bu. Aku hanya khawatir jika...”
“apa?” ibu menatap Lorreta, “nanti sore, Anisa akan datang kemari”
“ibu tidak bermaksud untuk...”
“memangnya kenapa? Kita harus mengikuti semua yang diingat Robert kan?”
Lorreta pun diam.
Di ruang perawatan,
Robert sedang melamun, ia merasa ada yang aneh. Robert yakin, Karin itu bukan pembantu mereka. Ia benar-benar tidak mengingatnya.
“ah” Robert memegang kepalanya, “kenapa aku tidak mengingat apa pun?” ia tau jika dirinya hilang ingatan.
“Robert” ibu masuk dan mendekati Robert, “ada apa, nak?”
“bu, aku merasa ada yang janggal dengan semua ini. Tapi aku tidak tau, apa itu?”
“sudahlah nak, jangan memaksakan dirimu”
“mana Ka...?”
“selamat siang” seorang perempuan masuk dan tersenyum.
“Anisa, ayo masuk” ibu senang.
“iya, tante”
Robert menatap Anisa.
“Robert, aku sangat kaget saat mendengarmu di rumah sakit”
“terima kasih” Robert tersenyum.
Anisa tau, Robert hilang ingatan. Karena ibu menceritakan semuanya dan menyuruh Anisa untuk pergi kesana.
“bagaimana kabarmu?”
“baik” Robert tersenyum, “hanya saja, aku merasa ada yang aneh dengan kepalaku”
Anisa mengelus Robert.
Semakin lama, Anisa semakin dekat dengan Robert. Karin sangat khawatir jika mereka benar-benar kembali menjalin hubungan. Padahal saat putus, status mereka hanya sebagai teman.
***
Anisa mencium kening Robert, “aku pulang dulu ya”
Robert mengangguk, “berhati-hatilah”
“iya, sayang”
Saat Anisa keluar, Karin sudah menunggunya disana.
“Karin?” Anisa kaget.
“Anisa, aku harap, kau tidak mencari kesempatan karena ini”
“maksudmu apa? Kita kan teman”
“iya, tapi semakin hari, kau semakin dekat dengan Robert. Dia itu suamiku, Nis”
Anisa diam, ia memang masih memendam perasaan pada Robert. Anisa bingung, “aku...”
“aku mohon, Anisa. Jangan berfikiran seperti ibu Robert”
“maafkan aku Karin, tapi Robert tidak mengingat apa pun tentangmu”
Karin diam.
Beberapa hari kemudian,
Robert pulang ke rumah, ia begitu senang karena sudah kembali.
“pelan-pelan, kak” Lorreta memapah Robert masuk ke kamar.
“Lorreta, aku tidak apa-apa” Robert tersenyum, “jangan khawatir”
Karin masuk sambil membawakan tas Robert.
Robert tersenyum, “Karin, buatkan aku teh hangat ya”
“iya, tuan” Karin keluar.
Lorreta sedih melihat itu, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.
“hey, ada apa?” Robert menatap Lorreta, “sepertinya, kau begitu perhatian padanya”
“dia sangat baik, kak. Disaat aku merasa sakit hati karena ibu, dia selalu ada untukku”
“kalian hampir seumuran, hal itu membuat kalian satu pemikiran”
“mungkin” Lorreta memeluk Robert, “aku sayang kakak”
Robert tersenyum, “kakak juga sayang padamu” ia mengelus Lorreta.
Anisa masuk ke kamar Robert, “aku senang kau sudah pulang”
“Anisa?” Lorreta kaget.
“aku pun” Robert tersenyum.
Anisa mendekat dan Robert mengelusnya, mereka pun berciuman.
Lorreta hanya diam dan kaget melihat itu, ia tau jika Anisa mulai dekat dengan kakaknya. Tapi harusnya, Anisa tidak melakukan itu karena ia tau, Robert sudah menikah dengan Karin.
“aku permisi” Lorreta yang kesal, keluar dari kamar Robert.
Saat Karin kembali ke kamar Robert, ia terdiam melihat Robert yang masih berciuman dengan Anisa.
Robert menatap Karin, “kenapa kau diam saja?”
“m..maaf tuan, ini teh hangatnya”
“tolong sekalian buatkan untuk Anisa juga”
“gak usah, gak usah” Anisa tersenyum.
“kenapa sayang?” Robert menatap Anisa.
“biar aku ambil sendiri” Anisa agak bingung.
Karin hanya diam.
“ya sudah, Karin, kau boleh pergi”
“iya tuan” Karin keluar dari kamar Robert dengan perasaan sedih, Ya Tuhan... sampai kapan semua ini harus terjadi?
“Karin”
“Lorreta?”
“kau baik-baik saja kan?”
Karin mengangguk, “aku akan tetap bertahan untuk Robert”
Malam itu,
Robert berbaring di kamarnya, “sayang, kemarilah”
Anisa tersenyum, tapi ia masih merasa bingung. Disatu sisi, Anisa senang bisa kembali bersama Robert. Tapi disisi lain, Robert adalah suami orang lain.
“hey, ada apa?”
“tidak, tidak apa-apa, sayang” Anisa berbaring disamping Robert.
“kau tidak merindukanku?”
“tentu saja aku selalu merindukanmu, sudah lama kita tidak bertemu”
Robert kaget mendengar itu.
“maksudku, karena kau di rumah sakit, kita jadi...”
“aku mengerti” Robert mengelus Anisa, “aku tau jika kau begitu merindukan aku”
Anisa pun memeluk Robert sambil tersenyum.
Paginya,
Karin yang membawakan sarapan ke kamar Robert, melihat mereka sedang tidur bersama. Air mata Karin menetes, ia langsung keluar dari kamar itu dan menangis. Betapa sakitnya hati Karin melihat itu, suaminya tidur bersama wanita lain dan dirinya harus diam melihat itu.
“Karin?” Lorreta kaget, “ada apa?”
“gak apa-apa, kok. Aku ke dapur dulu ya” Karin pergi dengan air mata yang menetes.
Lorreta merasa ada yang aneh, ia pun masuk ke kamar Robert dan melihat mereka.
“Anisa, bangun!” Lorreta kesal.
Mereka kaget dan bangun.
“Lorreta, ada apa?” Robert kaget.
“pulang Anisa, pulang” Lorreta menatap Anisa.
Anisa pun berdiri dan mengambil barang-barangnya, ia keluar.
“Lorreta, kau kenapa?” Robert menatap Lorreta.
“dia bukan pacarmu, kak. Kalian sudah putus”
“putus?” Robert terdiam.
Di luar,
Anisa berjalan ke pintu, ia merasa kesal dengan Lorreta.
“Anisa, tunggu” Karin menatap Anisa.
“Karin?” Anisa agak takut.
“aku sudah bilang padamu kan? Kenapa kau tetap melakukannya? Apa kau benar-benar mencari kesempatan?”
“Karin, aku hanya...”
“apa? Kau itu sudah putus dengan Robert dan sekarang, Robert itu suamiku. Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Nis? Bukankah kita teman?”
“maafkan aku, Rin. Tapi aku masih mencintai Robert”
Air mata Karin menetes, ia diam.
“aku permisi” Anisa pergi.
Di kamar Robert,
“ah” Robert memegang kepalanya.
“kakak” Lorreta panik.
“kepalaku” Robert kesakitan, “akh”
“kakak”
Mendengar suara Lorreta, Karin masuk.
“tuan?” Karin mendekati Robert yang kesakitan, “tuan” ia memeluk Robert, “nona Lorreta, cepat panggil dokter”
“iya” Lorreta pun menelpon dokter.
Karin mengelus Robert, “tuan” ia begitu khawatir.
“Ka..Karin... ah”
Karin memeluk Robert, “tenang, tuan. Tuan harus kuat, sebentar lagi dokter akan datang”
Robert terdiam di pelukan Karin, ia menutup matanya dan menahan sakit.
“tuan harus kuat” Karin terus memeluk Robert.
“apa-apaan ini?” ibu yang masuk, kesal melihat itu.
Karin melepas pelukannya dan Robert masih menatap Karin, ia merasakan sesuatu yang berbeda saat karin memeluknya.
Sorenya,
Ibu bicara dengan Lorreta di sofa ruang keluarga, ibu kesal dengan pengakuan Lorreta.
“ini salahku, bu” Lorreta menunduk, “aku yang mengatakan pada kakak jika Anisa bukan pacarnya”
“kau ingin kakakmu mati?”
“bukan begitu, bu. Aku hanya tidak suka jika mereka kembali dekat, kakak kan sudah menikah dengan Karin”
Di kamar Robert,
“bagaimana keadaan tuan?” Karin membawakan teh hangat.
Robert menatap Karin, “siapa kau sebenarnya?”
Sejujurnya Karin ingin memberitau Robert jika dia adalah istrinya, tapi Karin tidak mau keadaan Robert menjadi semakin parah.
“a..aku, aku pelayan tuan”
Robert tersenyum, “kau tau, saat kau memelukku, aku merasa nyaman. Itu aneh kan? Apa lagi Lorreta bilang, aku sudah putus dengan Anisa”
“sudah, tuan, jangan diingat-ingat lagi”
“kau sangat khawatir padaku, kenapa?”
“aku, aku hanya...” Karin bingung, “maaf tuan, aku harus ke dapur”
Robert hanya diam melihat Karin pergi, ada apa dengannya?
Malam itu,
“Lorreta, kau melihat Robert?”
“tidak, bu”
“kemana dia? Dia tidak ada di kamarnya” ibu panik.
Lorreta pun mulai khawatir, ya Tuhan... dimana kakakku?
Karin yang mendengar itu pun terdiam, jangan-jangan dia...
Di sebuah tempat,
Orang-orang berkumpul untuk berjudi di tempat pertarungan ilegal dan Robert adalah salah satu pesertanya.
Robert yang ada di arena, menatap lawannya.
Lawan Robert tersenyum, “ayo maju” ia melihat Robert yang sudah berdarah.
Robert pun mulai menyerang.
Dak...
Robert berhasil meninju pipi lawannya dan lawannya pun jatuh.
Brak...
“yeah...” penonton begitu ramai.
Robert berhasil mengalahkan lawannya itu.
Di rumah,
Karin belum tidur meskipun malam sudah larut, ia masih menunggu Robert dan berharap agar Robert cepat pulang.
Ya Tuhan... tolong segera bawa Robert kembali.
Robert pun datang, ia membuka pintu dan melihat Karin yang menatapnya dengan khawatir.
“tuan?” Karin mendekat, “ya ampun, bibir tuan pecah”
“aku tidak apa-apa”
“ayo, saya obati lukanya” Karin melihat bercak darah di baju Robert.
Robert tersenyum.
Di kamar,
Karin yang selesai mengobati Robert, tersenyum. Ia mengambil kotak obat yang ada di atas laci, “aku tau, tuan pasti pergi kesana”
“kau tau? Bagaimana dengan ibu dan Lorreta, apa mereka tau?”
“aku rasa, tidak, tuan. Tapi jika melihat luka tuan, mereka pasti tau”
“tolong, bantu aku agar mereka tidak tau”
“tuan, harusnya tuan tidak melakukan ini”
“kenapa?”
“tuan baru sembuh, bagaimana jika kepala tuan terluka lagi?”
Robert tersenyum, “aku senang melihatmu khawatir padaku”
Karin terdiam.
“apa kau menyukaiku, Karin?”
“a..aku” Karin bingung, “aku permisi, tuan. Ini sudah malam, aku harus tidur” ia pergi.
Robert diam, lagi-lagi dia seperti itu.
Besoknya,
Robert turun dari tangga dan melihat Anisa datang.
“Robert” Anisa tersenyum.
“bukankah kita sudah putus?”
“tapi aku...” Anisa mendekat dan menatap Robert, “bibirmu kenapa?” ia melihat bibir Robert yang pecah dan mengelusnya.
Mereka pun berciuman.
Ibu melihat itu dan mereka langsung melepas ciumannya.
Ibu tersenyum, “kenapa? Kalian masih bisa bersama lagi kan?”
Robert tersenyum dan Anisa senang mendengar itu.
Karin yang berniat untuk membawakan Robert sarapan, terdiam melihat mereka.
“Karin” Robert tersenyum, “apa itu?”
“sandwich tuna, sarapan kesukaan tuan”
Mereka menatap Karin.
“maafkan aku, aku kira, tuan akan makan di kamar”
Robert mendekati Karin dan mengambil sarapannya, “terima kasih ya”
Saat Robert memakannya, ia terdiam. Rasa itu sangat tidak asing, tapi Robert tidak ingat pernah memakannya dimana.
Robert menelannya, “kau yang membuat ini?”
“iya, tuan”
“apa benar aku pernah bilang, jika ini sarapan kesukaanku? Sepertinya, sandwich ini berbeda dengan sandwich buatan ibu”
“maaf, tuan. saya tidak bisa membuat sandwich...”
“tidak tidak, ini sangat enak. Aku suka, terima kasih Karin. Aku ingin sandwich ini terus jadi sarapanku”
Karin tersenyum, tapi hatinya menangis. Itu memang sarapan favorite Robert yang sering ia buatkan.
“Karin, cepat siapkan sarapan untuk Anisa juga” ibu kesal.
“iya, nyonya” Karin pergi ke dapur.
Di ruang makan,
“kamu kok masak lagi?” Lorreta kaget melihat makanan yang bertambah di meja makan.
“Anisa datang, dia akan sarapan bersama kalian” Karin sedih.
“dia nyebelin banget sih” Lorreta emosi, “aku akan bicara padanya”
“jangan Reta, tidak usah”
“tapi aku gak suka kalau dia deketin kakak”
“aku tau, tapi aku tidak mau Robert kenapa-kenapa”
“ok” Lorreta sedih, “kamu yang sabar ya”
Karin tersenyum sambil mengangguk.
Malam itu,
Robert kembali bertarung di tempat ilegal, ia menatap lawannya dan bersiap.
Lawan Robert mulai menyerang dan Robert menangkisnya.
“ayo” para penonton begitu ramai, “hajar dia”
Karin masuk ke tempat itu dan berlari ke arah kumpulan penonton, ia berusaha untuk menerobos mereka.
Lawan Robert yang masih bertahan, menyerang lagi dan Robert kembali menangkisnya.
“ha” Robert memukul perut lawannya sekuat tenaga.
Brak...
Lawan Robert jatuh.
Tapi Robert tiba-tiba terdiam, ia tetap berdiri melihat para penonton yang memanggil-manggil namanya.
Robert melihat bayangan di tempat yang berbeda. Sebuah ring dan lampu sorot juga penonton yang memakai pakaian rapi, seorang pria yang mirip seperti pelatih pun tersenyum padanya.
Robert mulai merasa pusing, bayangan yang tidak jelas itu terus muncul di kepalanya.
Karin khawatir melihat darah yang mengalir di pundak Robert, “tuan” ia masuk ke arena dan memeluk Robert.
Penonton yang bersorak, tiba-tiba diam melihat itu.
“Karin..., kepalaku sakit” Robert tiba-tiba lemas.
“ayo kita pulang”
Robert hanya menyandarkan diri di pelukan Karin.
***
Saat sampai di rumah,
Ibu dan Lorreta ternyata sudah menunggu mereka.
Ibu kesal melihat Robert yang dipapah oleh Karin, “dari mana kalian?”
“ya Tuhan... kakak?” Lorreta khawatir melihat luka Robert.
“nyonya, tuan tadi...”
“kau pasti membawanya bertarung kan?”
“tidak, nyonya. Saya...”
Robert yang lemas, tidak bisa berbuat apa-apa.
Pagi itu,
Lorreta sedang mengobati pipi Robert yang memar, “aku udah bilang kan kak, jangan bikin gara-gara sama ibu”
“tapi aku suka, Reta” Robert yang berbaring di kamarnya, menatap Lorreta.
“aku tau, tapi kakak liat sendiri kan? Ibu jadi marah besar pada Karin”
“iya, aku tau. Padahal, semua ini salahku”
“kakak harus kasihan sama Karin”
“ada satu hal yang aku pikirkan saat ini, jika ibu tidak suka Karin, kenapa dia tetap bekerja disini?”
“eh..” Lorreta bingung.
“ah, kau juga tidak menjawab. Apa yang terjadi sebenarnya Reta? Tolong, beri tau kakak”
***
Siangnya,
Robert menuruni tangga, “Karin, kau dimana? Karin?”
“dia sudah pergi” ibu menatap Robert.
“pergi?”
“ya, ibu mengusirnya”
“ta..tapi kenapa bu?”
“dia membawa hal buruk untuk keluarga kita”
“aku rasa, itu bukan alasan yang sebenarnya”
“apa maksudmu?”
Robert diam.
“apa kau ingin dia tetap disini? Dia membuatmu terluka”
“ini bukan salah Karin, bu. Aku yang pergi kesana”
“kau mulai membela pembantu itu lagi?”
“cukup bu, jangan katakan itu”
“memangnya kenapa?”
“aku..., aku mencintainya”
“apa?” ibu kaget, “sadar Robert, dia hanya seorang...”
“mungkin bagi ibu, dia bukan siapa-siapa. Tapi bagiku, dia sangat berarti. Aku...” Robert mulai bingung, “aku tidak tau, apa sebabnya” ia menatap ibunya, “tapi aku tau, aku tulus mencintainya”
Malam itu,
Robert kembali bertarung, ia masih kesal dengan sikap ibunya. Kenapa? Kenapa ibu mengusir Karin?
Dak...
Lawan Robert memukulnya hingga jatuh.
“ayo” penonton bersorak.
Karin... Robert sesak karena dadanya memar.
“kakak” Lorreta yang datang, berteriak.
“Lorreta?” Robert kaget, aku tidak boleh kalah.
Robert kembali bangkit dan menatap lawannya, penonton pun kembali persorak.
“ayo, hajar dia”
Lorreta begitu khawatir melihat Robert, ya Tuhan... tolong lindungi kakakku.
Robert pun menendang lawannya hingga jatuh, “hia..”
Gubrak...
Robert menarik nafas karena kelelahan, ia tersenyum pada Lorreta.
Semua bersorak untuk kemenangannya.
“kakak” Lorreta naik ke arena.
Robert memeluknya sambil tersenyum.
***
Di sebuah kedai,
“kakak, kenapa sih?”
“aku, aku sangat merasa bersalah pada Karin”
“kak, ada satu hal yang harus aku katakan pada kakak”
“apa itu?” Robert menatap Lorreta.
“Karin, sebenarnya dia...”
“apa?”
“maafkan aku, kak. Selama ini, aku terpaksa bohong. Tapi saat aku tau, kakak menyukainya, aku merasa, harus mengatakan ini”
Robert menatap Lorreta.
“sebenarnya, Karin istri kakak”
Robert terdiam.
***
Di rumah,
Robert marah besar pada ibunya.
“katakan, bu. Kenapa ibu bohong padaku?”
“nak, ibu hanya...”
“ibu tau Karin istriku kan? Kenapa ibu diam saja? Kenapa ibu malah sengaja mendekatkanku dengan Anisa? Kenapa bu?”
“karena ibu tidak suka kamu menikah dengan Karin”
“kembalikan cincinku, bu. Kembalikan”
“apa maksudmu? Kau menuduh ibu menyembunyikan cincinmu?”
“hanya ibu yang tidak menyukai karin”
Plak...
Ibu menampar Robert.
“dasar anak durhaka”
Air mata Robert menetes, “salahkah aku jika mencintai Karin, bu?”
Dan Robert tiba-tiba jatuh.
“Robert?” ibu kaget.
Robert tak sadarkan diri dan ibu pun mulai panik.
Besoknya,
Lorreta datang ke rumah Karin, ia mengetuk pintu.
“Lorreta?” Karin kaget.
“Karin, kakak butuh kamu”
“sudahlah Reta, aku...”
“kau kenapa?”
Air mata Karin menetes, “aku sadar, aku tidak pantas untuk Robert”
“apa maksudmu? Kau itu istri kakak”
“tapi ibumu benar, aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk kakakmu”
“dia mencintaimu, Karin. Cinta kakak begitu besar padamu, buktinya, meskipun hilang ingatan, dia tetap mencintaimu”
“tapi aku...”
“kemarin kakak bertengkar dengan ibu, dia membelamu habis-habisan”
“aku tau, sejak dulu, Robert selalu begitu. Hubungan mereka retak karena aku”
“ayolah, Karin”
“beri aku waktu, Reta”
“aku tau, kau sangat sakit hati dengan sikap ibu kan?”
“sudahlah, aku tidak apa-apa”
“ya sudah, aku berharap, kau segera kembali untuk kakak” Lorreta pun pergi dengan sedih.
Siang itu,
Tok... tok... tok...
“iya, sebentar” Karin membuka pintu, “Robert?” ia kaget.
“Karin...” Robert yang lemas, hampir jatuh.
“Robert” Karin memeganginya, “kamu kenapa?”
“dadaku sakit”
“ayo masuk” Karin memapah Robert.
Di kamar,
Robert berbaring, Karin mengambil kotak obat dan duduk disamping Robert. Ia membuka kancing kemeja Robert dan melihat luka memar di dada Robert, Karin menyentuh memar itu.
“ah...” Robert merasa sakit.
Karin pun menatap Robert, “apa yang terjadi? Kau bertarung lagi?”
Robert mengangguk.
“sudah ku bilang padamu kan? Itu bahaya”
“aku sedih jika kau tidak disampingku”
Karin terdiam.
“aku cinta padamu, Karin. Aku tau, kau istriku”
Air mata Karin menetes.
“aku memang belum mengingat semuanya, tapi aku akan terus bertahan dan berada disampingmu. Aku akan memperjuangkan cinta kita sampai kapanpun”
“harusnya kau tidak melakukan itu”
“kenapa? Kau sudah tidak mencintaiku?”
“kau tidak boleh bertengkar dengan ibumu”
“aku kira, kau akan selalu disampingku”
Karin menatap Robert, “aku mencintamu, Robert. Tapi kau seperti ini karena aku”
“tidak, sayang. Ini semua kecelakaan” Robert memegang tangan Karin, “aku mohon, Karin”
Karin menangis dan Robert memeluknya.
“jangan pergi ke tempat itu lagi”
“iya, aku janji”
Di rumah Lorreta,
“berikan cincin itu, bu” Lorreta menatap ibunya.
“kau ini kenapa? Sama saja dengan Robert”
“sekarang kakak hilang karena bertengkar dengan ibu”
“dan kau mau pergi juga seperti kakakmu?”
“bu, tolong pikirkan lagi. Selama ini hubungan kalian retak karena Karin, tapi itu sudah lama terjadi, bu. Ibu harus rela, terima kenyataan, bu. Kakak hanya bahagia dengan Karin”
“cukup Reta”
***
Hari itu,
Robert bersiap untuk pertarungan tinjunya yang dulu tertunda, Karin pun duduk bersama para penonton.
Ya Tuhan... lindungi suamiku, semoga dia bisa menang.
Silver tersenyum melihat Robert kembali.
Robert menatap Karin, ia tau jika Karin begitu khawatir. Ia tersenyum, aku pasti menang, sayang. Do’akan aku.
Teng...
Pertarungan dimulai.
Robert menatap lawannya dan ia mulai menyerang dan Karin terus berdo’a untuknya.
Robert memang berkomitmen untuk terus bersama Karin, meski ingatannya belum pulih. Tapi Robert tetap berusaha memakukan kebiasaannya. Mereka berharap, sedikit demi sedikit ingatan Robert akan kembali.
Brak...
Robert jatuh dan kepalanya terbentur ring, terlihat beberapa bayangan menghampirinya dan Robert ingat pertengakaran mereka yang membuatnya hilang ingatakan.
“Robert” Karin panik.
Robert tersadar, hitungan wasit sudah sampai angka tujuh. Ia menatap Karin yang begitu cepat dan Robert pun bangkit.
“yeah” penonton bersorak.
Robert menatap lawannya dan pertandingan kembali dimulai.
Brak...
Robert memukul lawannya hingga K.O.
Robert menang dan ia berhasil menjadi juara dunia, Robert begitu senang.
Silver naik ke ring dan memegang tangan Robert ke atas dengan bangga.
“yeah” teriak Robert senang.
Karin naik dan tersenyum mendekati suaminya.
“sayang” Robert memeluk Karin.
“aku senang, kau menang”
“aku pun”
***
Di rumah,
“karin duduklah disampingku” Robert yang duduk di sofa, menatap Karin.
“ada apa, sayang?”
“apa kita pernah bertengkar?”
Karin menatap Robert.
“maksudku, kita bertengkar sebelum aku hilang ingatan?”
Karin mengangguk dengan sedih.
“ada apa, sayang? Kenapa kau sedih?”
“kau hilang ingatan gara-gara aku”
“tidak, aku ingat. Kau memintaku berhenti tinju karena ibu kan?”
Karin menatap Robert, “kau mengingatnya? Apa ingatanmu sudah kembali?” Karin mengelus Robert.
Robert tersenyum dan mengangguk.
Karin menangis lalu memeluk Robert.
“kenapa kau menangis?”
“maafkan aku”
“aku sudah bilang kan? Kau tidak bersalah, aku akan terus bersamamu meski ibu tidak merestui kita”
Karin tersenyum.
“aku akan membeli cincin baru untuk kita”
Tok.. tok...
“biar aku yang membuka pintunya” Karin berjalan ke arah pintu.
Ternyata itu adalah Lorreta.
“Lorreta?”
“hey Karin, apa kakak ada?”
“iya, masuklah”
Di dalam,
Lorreta memberikan cincin Robert dan Robert memakainya.
“aku memaksa ibu untuk mengembalikannya, aku harap, kakak suka”
“kakak sangat senang, Reta. Terima kasih banyak, jadi kakak tidak perlu repot-repot membeli cincin baru untuk istri kakak”
Karin tersenyum.
“bagaimana keadaan kakak? Aku sangat senang saat mengetahui kakak menang”
“kakakmu baik-baik saja, makannya sangat lahap usai bertanding. Dan yang lebih membahagiakan, ingatannya sudah kembali” Karin menatap Lorreta.
“benarkah?”
“iya”
Robert tersenyum.
Lorreta pun memeluk Robert, “syukurlah, kak”
“terima kasih, Reta. Kau memang adik yang baik”
“apa rencana kakak selanjutnya?”
“kami akan pindah ke luar kota”
“apa itu gara-gara ibu?”
Mereka diam.
“kak, jangan pergi. Aku yakin, suatu saat nanti, ibu akan merestui kalian”
“aku tau, Reta. Aku hanya ingin melihat Karin tenang”
Karin menunduk dan Lorreta pun diam.
“kau tenang saja, kami akan selalu memberimu kabar” Robert mengelus Reta.
Lorreta menganguk, “baiklah, kalau begitu, aku permisi”
“hati-hati ya”
Setelah Lorreta pergi,
“sayang, kenapa kamu jadi murung?” Robert menatap Karin.
“aku rasa, kita tidak usah pergi”
“hey, ada apa?”
Karin menggeleng.
“tatap aku” Robert tersenyum, “semuanya akan baik-baik saja, percayalah”
Karin tersenyum dan Robert menciumnya.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar