Author
: Sherly Holmes
Genre
: Romance, Family, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
Di sebuah gedung,
Semua orang begitu
ramai, mereka akan menyaksikan pertandingan tinju yang sebentar lagi akan
dimulai.
Di ruang ganti,
Seorang pria
terdiam, ia melamun dan memikirkan masalah rumah tangganya.
“Robert, ibumu memintaku untuk membujukmu
berhenti bermain tinju”
“aku tidak mau, aku suka pekerjaanku”
“tapi kau bisa terluka”
“Karin, selama ini kau selalu mendukungku
kan? Kenapa kau tiba-tiba begini?”
“kau tau, sejak dulu ibumu tidak
menyukaiku”
“jadi, karena itu kau memintaku berhenti?”
“ibumu tidak pernah merestui kita”
“kau pikir, ibu akan berubah pikiran
setelah kau berhasil membujukku?” Robert kesal, “aku tidak peduli dengan itu,
malam ini aku bertanding” ia pergi.
Ini adalah hari
pertama Robert bertanding tanpa adanya sang istri di sampingnya.
“Robert, kau
baik-baik saja?” pelatih menatap Robert.
“aku...”
“kau harus fokus,
ini adalah final untukmu”
“aku mengerti”
Mereka pun mulai
berjalan ke arena.
Pelatih menatap
Robert yang begitu sedih, ia khawatir. Tapi saat keluar dan melihat begitu
banyak penonton, Robert tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa.
Sebentar lagi
pertandingan dimulai,
Pelatih menatap
Robert, “kau harus menang, jangan berfikir yang macam-macam saat di ring.
Mengerti?”
“siap, Silver”
Robert tersenyum menatap pelatihnya yang bernama Silvester itu.
Teng...
Pertandingan pun
dimulai.
Lawan menyerang
Robert secara bertubi-tubi dan Robert bertahan.
Saat itu...
“ibu tidak suka dengan perempuan itu, dia
tidak sederajat dengan kita”
“tapi aku mencintainya, bu” Robert menatap
ibunya.
“ibu lebih setuju jika kau bersama Anisa,
dia lebih baik”
“bu, hubungan kami sudah berakhir. Lagi
pula, aku merasa kurang cocok dengan Anisa”
“ibu tidak akan pernah merestuimu”
“ok, aku tidak peduli dengan itu” Robert
sedikit kesal, “apapun yang terjadi, aku akan tetap menikah dengan Karin”
Dak...
Robert terjatuh.
Para penonton kaget
karena petinju unggulan mereka bisa jatuh, wasit pun mulai menghitung.
Silver tau jika
Robert tidak fokus, “Robert!”
Robert melihat ke
arah Silver dan kembali bangkit.
Kamera pun mulai
diarahkan ke Robert dan Robert menatap kamera sambil tersenyum.
***
Seorang perempuan
yang sedang menonton di rumahnya, kaget melihat Robert berdarah. Ia panik,
“kakak?” perempuan itu langsung pergi.
Di arena,
Robert kembali
bertanding, lawannya mulai menyerang lagi.
“ibu sudah bilang padamu kan? Ibu tidak
suka jika kau bermain tinju, itu bahaya”
“bu, aku itu petinju profesional, bukan
amatir”
“ibu tetap tidak setuju”
“kenapa ibu tidak pernah mendukungku dalam
hal apa pun?”
“Robert, jaga bicaramu. Ini pasti karena
perempuan itu kan?”
“Karin tidak ada hubungannya dengan ini”
Plak...
Ibu menampar Robert.
“kakak...” seorang perempuan mendekat,
“kenapa ibu menampar kakak?”
“diam Lorreta, kakakmu pantas mendapatkan
ini” ibu menatap adik Robert.
“tapi bu, kakak...”
“cukup!” ibu kesal.
Penonton kecewa
karena Robert hanya bertahan dan tak menyerang sedikit pun, “payah, apa-apaan dia?”
“dia tidak terlihat
seperti biasanya”
“mana Robert yang
ku kenal? Ayo jatuhkan dia”
Teng... teng...
Waktu istirahat
berbunyi.
Silver naik ke ring
dan mendekati Robert, “kau baik-baik saja?”
“ya, aku hanya...”
Brak...
Robert jatuh
terduduk dan membuat semua yang ada disana kaget.
“Robert?” Silver
khawatir.
“aku tidak apa-apa”
Robert duduk lemas.
Seorang paramedis
mendekati Robert, “kau baik-baik saja, tuan?”
“kepalaku, kepalaku
sedikit...”
“tuan, sepertinya
anda harus berhenti bertanding. Kepala anda harus diperiksa”
“aku baik-baik
saja, tolong semprot sedikit air ke kepalaku”
“apa tuan yakin?”
orang itu khawatir, ia takut jika Robert mengalami luka dalam karena ia tidak
melihat luka di kepala Robert.
Robert tersenyum,
“percayalah”
Teng...
Pertarungan kembali
dilanjutkan.
Robert berdiri dan
bersiap, ia menatap lawannya. Tapi tiba-tiba, Robert roboh.
Silver tau, ada
yang tidak beres dengan Robert. Ia langsung masuk ke ring dan mendekati Robert,
“Robert?” Silver mengangkat tubuh Robert ke pangkuannya.
Mata Robert masih
terbuka, tapi ia hanya diam tak bergerak.
“Robert, kau bisa
mendengarku?”
“a..aku..” Robert
menutup matanya dan tak bergerak lagi.
“Robert?”
Semua mulai panik,
pertandingan terpaksa dihentikan. Siaran langsung pun berhenti dan berubah
menjadi kilas berita.
Robert diperiksa
oleh para medis dan Silver berharap, Robert akan baik-baik saja.
Tak lama kemudian,
ambulan pun datang.
***
Saat Robert mau
dibawa masuk ke ambulan,
“kakak?” Lorreta
turun dari taxi dan berlari ke arah ambulan, “kakak...” ia menangis melihat
Robert yang tak sadarkan diri, “bangun kak, bangun!” Lorreta memeluk Robert,
“kakak”
“maaf, nona. Kami
harus segera membawanya ke rumah sakit”
Lorreta pun ikut
masuk ke ambulan tersebut.
***
Di rumah sakit,
“bagaimana dok?”
“hasil scan menunjukan,
terdapat gumpalan darah di otak kakak anda”
“apa?”
“ya, sepertinya
kepala kakak anda terkena benturan keras saat bertanding. Hal itu membuat
beberapa pembuluh darahnya pecah dan terjadi pendarahan, namun sayangnya darah
tersebut tidak keluar”
“tapi kakakku akan
baik-baik saja kan?”
“kami harus segera
mengoprasi kepala kakak anda”
Lorreta terdiam.
“sebenarnya keadaan
kakak anda tidak terlalu baik, lebih baik nona berdo’a untuknya”
“iya, dok” Lorreta
sangat sedih mendengar itu.
Dokter pun mulai
bersiap untuk oprasi.
Lorreta teringat
pada Karin, kenapa Karin tidak ada?
Jangan-jangan, dia tidak tau. Lorreta pun menelpon Karin.
“hallo? Karin
mengangkatnya.
“Karin, ini aku,
Lorreta”
“Lorreta? Ada apa?”
“kakak di rumah
sakit, dia mengalami kecelakaan saat bertanding. Sekarang dokter sedang
mengoprasi kepalanya”
Karin terdiam
mendengar itu, air matanya menetes. Ia tidak percaya jika suaminya mengalami
hal itu, “aku akan kesana”
Setelah oprasi
selesai,
“bagaimana dok?”
Lorreta menatap dokter.
“kami sudah berhasil
mengeluarkan gumpalan darahnya, tapi...”
“kenapa dok?”
“keadaannya belum
begitu baik, tapi saya harap, dia akan segera siuman dan baik-baik saja”
“maksud dokter,
apa?”
“nona tenang saja,
yang pasti, kami akan melakukan pemeriksaan berikutnya setelah kakak anda
siuman”
“makasih dok”
Lorreta diam dan kembali duduk di ruang tunggu.
Lorreta sangat
sedih, kenapa kakak jadi begini, kak? Aku
tau siapa kakak, kakak adalah petarung yang tangguh. Apa ada sesuatu yang kakak
sembunyikan?
“Lorreta” Karin
datang.
Lorreta berdiri.
“mana Robert?
Bagaimana keadaannya?”
“kakak baru selesai
oprasi, sekarang kakak ada di ruang perawatan”
“bisakah aku
menjenguknya?”
“tentu, masuklah”
Karin masuk ke
ruang perawatan Robert. Disana, ia melihat Robert yang terbaring tak sadarkan
diri dan alat-alat medis yang tertempel di tubuhnya.
Karin sedih, ia
mendekati suaminya. Karin tidak percaya jika semua ini akan terjadi, apalagi
mereka sempat bertengkar.
Air mata Karin
menetes, “Robert” ia menyentuh kening suaminya dan mulai mengelusnya, “kenapa
semua ini harus terjadi padamu?” Karin menangis, “apa yang terjadi, sayang?”
Karin mengingat
penyebab pertengkaran mereka,
Saat itu,
Ibu Robert datang ke rumah.
Karin kaget, “ibu?”
“jangan panggil aku ibu, aku bukan ibumu”
“maaf, ada apa nyonya kemari?”
“mana Robert?”
“Robert sedang pergi ke rumah tuan
Silvester”
“Silvester?”
“iya, nanti malam, Robert akan bertanding.
Memangnya, nyonya tidak melihat iklannya di tv?”
“aku tidak suka tinju”
“maaf”
Lalu ibu Robert pun meminta Karin untuk membujuk
Robert agak berhenti dari pekerjaannya itu.
“tapi nyonya, tinju itu adalah...”
“aku tau, sejak kecil, itu memang cita-cita
Robert. Tapi aku tidak ingin dia jadi seperti itu, aku ingin, dia melanjutkan
perusahaan ayahnya”
“iya, nyonya”
“bisakah kau berguna sedikit saja?”
Setelah ibu Robert pergi, Karin pun
berfikir. Mungkin, jika ia bisa membujuk Robert, ibu Robert akan berubah dan
mulai menerimanya.
Lalu saat Robert pulang, mereka mulai
bertengkar. Karin terus memaksa Robert berhenti demi restu ibu Robert yang
belum tentu akan dia dapatkan. Sementara Robert, ia terus bersikeras untuk
pekerjaannya.
“maafkan aku,
sayang. Maafkan aku, aku sangat menyesal” ia memeluk Robert, “bangun, Robert”
“ngapain kamu
disini?” ibu Robert yang datang, kesal melihat Karin.
Karin kaget dan
melepas pelukannya, “nyonya?”
“pergi kamu, kamu
tidak pantas untuk Robert”
“tapi nyonya”
“aku tau, kalian
sudah menikah. Tapi aku tidak pernah merestui itu”
“nyonya”
“kau lihat hasil
dari perbuatanmu? Kepala anakku dioprasi karena kau, karena kau tidak bisa
membujuknya untuk berhenti”
Karin semakin sedih
mendengar perkataan ibu Robert.
“sejak dulu, kaulah
yang membuat dia memilih pekerjaan ini”
“aku khawatir saat
Robert mengikuti pertandingan ilegal”
“jadi menurutmu,
profesinya saat ini aman?”
“bukan begitu
nyonya, hanya saja...”
“apa?”
Lorreta masuk,
“ibu, tolong jangan bertengkar disini. Ini rumah sakit” ia mendekati Karin,
“ayo kita keluar”
Di ruang tunggu,
Karin semakin
sedih, “ini salahku”
“bukan, Karin. Ini
bukan salahmu”
“tapi Robert
menjadi petinju karena aku”
“aku ingat, dulu
kakak sering pergi malam tanpa kabar. Sebenarnya aku tau apa yang kakak
lakukan, ia pergi ke tempat pertarungan ilegal. Aku berusaha untuk menutupinya
dari ibu, ibu memang selalu melarang kakak untuk menggapai cita-citanya”
“saat kami pacaran,
Robert pernah bilang, jika cita-citanya adalah menjadi seorang petinju
profesional. Tapi karena ibu kalian melarang, ia selalu kabur untuk pertarungan
ilegal itu. Aku pernah ikut kesana, disana tempatnya begitu mengerikan. Tak
jarang ada petarung yang tewas di arena. Tapi setelah Robert masuk ke tinju
profesional, semua itu berubah. Disana lebih nyaman dan tertib, aku selalu
menontonnya bertarung dan senang melihatnya menang. Tapi hari ini...”
“sudahlah Karin,
lebih baik kita berdo’a untuk kakak”
Karin mengangguk.
Paginya,
Karin yang tertidur
di ruang tunggu, membuka matanya. Ia bangun dan melihat suaminya dari balik
jendela ruang perawatan.
“Robert, kamu harus
cepat sembuh. Aku akan selalu ada disini untukmu” air mata Karin menetes.
Seorang suster pun
mendekat, “nyonya”
“iya sus?”
“apa anda mau
memandikan pasien?”
“iya sus”
Karin pun mengikuti
suster ke dalam, ia mulai mengambil handuk dan mencelupkannya ke sebuah wadah
berisi air hangat.
Saat Karin sedang
mengelap tubuh Robert, Robert membuka matanya.
“Robert?” Karin
sangat senang melihat Robert siuman.
Robert terlihat
bingung.
“Robert?”
“si..siapa kau?”
Robert menatap Karin.
Karin terdiam
mendengar itu, ya Tuhan... apa Robert
tidak mengenaliku?
“Robert, ini aku,
Karin”
“Ka...rin?”
“iya, aku istrimu”
“istri..ku?”
***
Setelah mengetahui
Robert hilang ingatan, ibu semakin kesal pada Karin dan ia semakin tidak setuju
dengan pernikahan mereka.
Ibu masuk ke ruang
perawatan Robert, ia melihat Robert yang sedang tidur dan tersenyum. Ibu
mendekat dan melihat cincin pernikahan yang melingkar di jari manis Robert, ia
pun mengambilnya.
Siang itu,
Karin berniat untuk
menyuapi Robert, ia masuk ke ruang perawatan Robert dan melihat Robert yang
sudah bangun.
“Robert” Karin
tersenyum.
“kenapa... kau
bohong?”
“bob..bohong?”
Karin kaget.
“kau bukan istriku
kan? Ibu bilang, aku belum menikah”
“tapi...”
“aku tidak kenal
padamu, pergilah”
“Robert, ini
buktinya. Ini cincin pernikahan kita, kau lihat, di dalam sini ada tulisan
namamu” Karin menunjukan cincin pernikahan miliknya.
“bagaimana dengan
aku?” Robert menatap Karin.
Karin melihat tidak
ada cincin di jari manis Robert, ya
Tuhan... siapa yang mengambilnya?
“penipu...” Robert
kesal meskipun ia masih lemas, “pergi dari sini, pergi!”
“tapi Robert,
kemarin cincin itu masih...” Karin tidak percaya jika cincin itu sudah hilang.
“kakak, ada apa?”
Lorreta yang masuk, kaget mendengar Robert.
“usir dia...”
“kenapa kak? Apa
salah Karin?”
“dia penipu”
Karin menangis dan
pergi.
Robert hanya diam
dan tidak memperdulikan itu.
Lorreta sedih, “apa
yang terjadi, kak?” ia mendekati Robert dan mengelusnya.
“perempuan itu, dia
bilang, dia istriku. Tapi ibu bilang, aku belum menikah. Aku ingat Reta,
pacarku Anisa, bukan dia”
Ya Tuhan... aku harus bagaimana?
Lorreta bingung.
“Reta, ada apa?”
“kak, sebenarnya
Karin itu...” Lorreta berfikir, “dia... dia pembantu di rumah kita”
“benarkah?”
“iya, Karin memang
begitu. Dia sangat mengagumi kakak dan kakak suka bercanda padanya jika kakak
adalah suaminya”
“aku tidak ingat”
Lorreta diam, ia
takut Robert tau jika dia berbohong.
Robert menatap
Lorreta, “tadi aku membuatnya menangis, bisakah kau memanggilnya kembali?”
“iya kak, aku akan
memanggilnya kemari” Lorreta keluar.
Di ruang tunggu,
Karin menangis, ia
semakin sedih. Sekarang Robert hilang ingatan dan tak mengenalinya sedikitpun,
bahkan mungkin, cinta Robert ikut hilang bersama ingatannya.
“Karin” Lorreta
mendekat.
“Lorreta?” Karin
menghapus air matanya.
“kakak ingin
bertemu denganmu, tapi...”
“ada apa?”
Lorreta pun menceritakan
yang ia bicarakan dengan Robert.
“jadi, aku harus
pura-pura menjadi pembantu kalian?”
“maaf, aku bingung
harus bicara apa agar kakak...”
“tidak apa-apa,
Lorreta. Jika ini jalan satu-satunya agar aku bisa bersama Robert, aku rela.
Terima kasih banyak karena kau sudah mau membantuku”
Lorreta tersenyum.
Di ruang perawatan,
“maafkan aku, tuan”
Robert menatap
Karin, “Lorreta bilang, ibu tidak menyukaimu dan sering berbuat kasar padamu.
Tapi kau selalu bertahan demi aku, terima kasih ya”
“sama-sama, tuan”
“sudah, jangan
menangis terus. Aku baik-baik saja” Robert tersenyum dan menghapus air mata
Karin.
Tapi Karin semakin
menangis karena tidak sanggup membohongi perasaannya, sekarang dia benar-benar
harus menjadi orang asing demi bersama suaminya.
“Karin, mana
makanan yang kau bawa tadi? Aku lapar”
“iya tuan, aku akan
mengambilnya”
Besoknya,
“dia berpura-pura
menjadi pembantu?” ibu menatap Lorreta.
“aku mohon, bu.
Jangan pisahkan mereka”
“apa maksudmu?”
“Karin begitu sedih
saat kakak tidak mengenalinya”
“apa peduliku?”
“mereka
suami-istri, bu”
“jadi ibu harus
apa? Memberitau Robert jika Karin adalah istrinya? Memaksa Robert untuk
mengingat semuanya? Kau ingin membunuh kakakmu?”
“bukan begitu, bu.
Aku hanya khawatir jika...”
“apa?” ibu menatap
Lorreta, “nanti sore, Anisa akan datang kemari”
“ibu tidak
bermaksud untuk...”
“memangnya kenapa?
Kita harus mengikuti semua yang diingat Robert kan?”
Lorreta pun diam.
Di ruang perawatan,
Robert sedang
melamun, ia merasa ada yang aneh. Robert yakin, Karin itu bukan pembantu
mereka. Ia benar-benar tidak mengingatnya.
“ah” Robert
memegang kepalanya, “kenapa aku tidak mengingat apa pun?” ia tau jika dirinya
hilang ingatan.
“Robert” ibu masuk
dan mendekati Robert, “ada apa, nak?”
“bu, aku merasa ada
yang janggal dengan semua ini. Tapi aku tidak tau, apa itu?”
“sudahlah nak,
jangan memaksakan dirimu”
“mana Ka...?”
“selamat siang”
seorang perempuan masuk dan tersenyum.
“Anisa, ayo masuk”
ibu senang.
“iya, tante”
Robert menatap
Anisa.
“Robert, aku sangat
kaget saat mendengarmu di rumah sakit”
“terima kasih”
Robert tersenyum.
Anisa tau, Robert
hilang ingatan. Karena ibu menceritakan semuanya dan menyuruh Anisa untuk pergi
kesana.
“bagaimana
kabarmu?”
“baik” Robert
tersenyum, “hanya saja, aku merasa ada yang aneh dengan kepalaku”
Anisa mengelus
Robert.
Semakin lama, Anisa
semakin dekat dengan Robert. Karin sangat khawatir jika mereka benar-benar
kembali menjalin hubungan. Padahal saat putus, status mereka hanya sebagai
teman.
***
Anisa mencium
kening Robert, “aku pulang dulu ya”
Robert mengangguk,
“berhati-hatilah”
“iya, sayang”
Saat Anisa keluar,
Karin sudah menunggunya disana.
“Karin?” Anisa
kaget.
“Anisa, aku harap,
kau tidak mencari kesempatan karena ini”
“maksudmu apa? Kita
kan teman”
“iya, tapi semakin
hari, kau semakin dekat dengan Robert. Dia itu suamiku, Nis”
Anisa diam, ia
memang masih memendam perasaan pada Robert. Anisa bingung, “aku...”
“aku mohon, Anisa.
Jangan berfikiran seperti ibu Robert”
“maafkan aku Karin,
tapi Robert tidak mengingat apa pun tentangmu”
Karin diam.
Beberapa hari
kemudian,
Robert pulang ke
rumah, ia begitu senang karena sudah kembali.
“pelan-pelan, kak”
Lorreta memapah Robert masuk ke kamar.
“Lorreta, aku tidak
apa-apa” Robert tersenyum, “jangan khawatir”
Karin masuk sambil
membawakan tas Robert.
Robert tersenyum,
“Karin, buatkan aku teh hangat ya”
“iya, tuan” Karin
keluar.
Lorreta sedih
melihat itu, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.
“hey, ada apa?”
Robert menatap Lorreta, “sepertinya, kau begitu perhatian padanya”
“dia sangat baik,
kak. Disaat aku merasa sakit hati karena ibu, dia selalu ada untukku”
“kalian hampir
seumuran, hal itu membuat kalian satu pemikiran”
“mungkin” Lorreta
memeluk Robert, “aku sayang kakak”
Robert tersenyum,
“kakak juga sayang padamu” ia mengelus Lorreta.
Anisa masuk ke
kamar Robert, “aku senang kau sudah pulang”
“Anisa?” Lorreta
kaget.
“aku pun” Robert
tersenyum.
Anisa mendekat dan
Robert mengelusnya, mereka pun berciuman.
Lorreta hanya diam
dan kaget melihat itu, ia tau jika Anisa mulai dekat dengan kakaknya. Tapi harusnya,
Anisa tidak melakukan itu karena ia tau, Robert sudah menikah dengan Karin.
“aku permisi”
Lorreta yang kesal, keluar dari kamar Robert.
Saat Karin kembali
ke kamar Robert, ia terdiam melihat Robert yang masih berciuman dengan Anisa.
Robert menatap Karin,
“kenapa kau diam saja?”
“m..maaf tuan, ini
teh hangatnya”
“tolong sekalian
buatkan untuk Anisa juga”
“gak usah, gak
usah” Anisa tersenyum.
“kenapa sayang?”
Robert menatap Anisa.
“biar aku ambil
sendiri” Anisa agak bingung.
Karin hanya diam.
“ya sudah, Karin,
kau boleh pergi”
“iya tuan” Karin
keluar dari kamar Robert dengan perasaan sedih, Ya Tuhan... sampai kapan semua ini harus terjadi?
“Karin”
“Lorreta?”
“kau baik-baik saja
kan?”
Karin mengangguk,
“aku akan tetap bertahan untuk Robert”
Malam itu,
Robert berbaring di
kamarnya, “sayang, kemarilah”
Anisa tersenyum,
tapi ia masih merasa bingung. Disatu sisi, Anisa senang bisa kembali bersama
Robert. Tapi disisi lain, Robert adalah suami orang lain.
“hey, ada apa?”
“tidak, tidak
apa-apa, sayang” Anisa berbaring disamping Robert.
“kau tidak
merindukanku?”
“tentu saja aku
selalu merindukanmu, sudah lama kita tidak bertemu”
Robert kaget
mendengar itu.
“maksudku, karena
kau di rumah sakit, kita jadi...”
“aku mengerti”
Robert mengelus Anisa, “aku tau jika kau begitu merindukan aku”
Anisa pun memeluk
Robert sambil tersenyum.
Paginya,
Karin yang
membawakan sarapan ke kamar Robert, melihat mereka sedang tidur bersama. Air
mata Karin menetes, ia langsung keluar dari kamar itu dan menangis. Betapa
sakitnya hati Karin melihat itu, suaminya tidur bersama wanita lain dan dirinya
harus diam melihat itu.
“Karin?” Lorreta
kaget, “ada apa?”
“gak apa-apa, kok.
Aku ke dapur dulu ya” Karin pergi dengan air mata yang menetes.
Lorreta merasa ada
yang aneh, ia pun masuk ke kamar Robert dan melihat mereka.
“Anisa, bangun!”
Lorreta kesal.
Mereka kaget dan
bangun.
“Lorreta, ada apa?”
Robert kaget.
“pulang Anisa,
pulang” Lorreta menatap Anisa.
Anisa pun berdiri
dan mengambil barang-barangnya, ia keluar.
“Lorreta, kau
kenapa?” Robert menatap Lorreta.
“dia bukan pacarmu,
kak. Kalian sudah putus”
“putus?” Robert
terdiam.
Di luar,
Anisa berjalan ke
pintu, ia merasa kesal dengan Lorreta.
“Anisa, tunggu”
Karin menatap Anisa.
“Karin?” Anisa agak
takut.
“aku sudah bilang
padamu kan? Kenapa kau tetap melakukannya? Apa kau benar-benar mencari
kesempatan?”
“Karin, aku
hanya...”
“apa? Kau itu sudah
putus dengan Robert dan sekarang, Robert itu suamiku. Kenapa kau tega melakukan
ini padaku, Nis? Bukankah kita teman?”
“maafkan aku, Rin.
Tapi aku masih mencintai Robert”
Air mata Karin
menetes, ia diam.
“aku permisi” Anisa
pergi.
Di kamar Robert,
“ah” Robert
memegang kepalanya.
“kakak” Lorreta
panik.
“kepalaku” Robert
kesakitan, “akh”
“kakak”
Mendengar suara
Lorreta, Karin masuk.
“tuan?” Karin
mendekati Robert yang kesakitan, “tuan” ia memeluk Robert, “nona Lorreta, cepat
panggil dokter”
“iya” Lorreta pun
menelpon dokter.
Karin mengelus
Robert, “tuan” ia begitu khawatir.
“Ka..Karin... ah”
Karin memeluk
Robert, “tenang, tuan. Tuan harus kuat, sebentar lagi dokter akan datang”
Robert terdiam di
pelukan Karin, ia menutup matanya dan menahan sakit.
“tuan harus kuat”
Karin terus memeluk Robert.
“apa-apaan ini?”
ibu yang masuk, kesal melihat itu.
Karin melepas
pelukannya dan Robert masih menatap Karin, ia merasakan sesuatu yang berbeda
saat karin memeluknya.
Sorenya,
Ibu bicara dengan
Lorreta di sofa ruang keluarga, ibu kesal dengan pengakuan Lorreta.
“ini salahku, bu”
Lorreta menunduk, “aku yang mengatakan pada kakak jika Anisa bukan pacarnya”
“kau ingin kakakmu
mati?”
“bukan begitu, bu.
Aku hanya tidak suka jika mereka kembali dekat, kakak kan sudah menikah dengan
Karin”
Di kamar Robert,
“bagaimana keadaan
tuan?” Karin membawakan teh hangat.
Robert menatap
Karin, “siapa kau sebenarnya?”
Sejujurnya Karin
ingin memberitau Robert jika dia adalah istrinya, tapi Karin tidak mau keadaan
Robert menjadi semakin parah.
“a..aku, aku
pelayan tuan”
Robert tersenyum,
“kau tau, saat kau memelukku, aku merasa nyaman. Itu aneh kan? Apa lagi Lorreta
bilang, aku sudah putus dengan Anisa”
“sudah, tuan,
jangan diingat-ingat lagi”
“kau sangat
khawatir padaku, kenapa?”
“aku, aku hanya...”
Karin bingung, “maaf tuan, aku harus ke dapur”
Robert hanya diam
melihat Karin pergi, ada apa dengannya?
Malam itu,
“Lorreta, kau
melihat Robert?”
“tidak, bu”
“kemana dia? Dia
tidak ada di kamarnya” ibu panik.
Lorreta pun mulai
khawatir, ya Tuhan... dimana kakakku?
Karin yang
mendengar itu pun terdiam, jangan-jangan
dia...
Di sebuah tempat,
Orang-orang
berkumpul untuk berjudi di tempat pertarungan ilegal dan Robert adalah salah
satu pesertanya.
Robert yang ada di
arena, menatap lawannya.
Lawan Robert
tersenyum, “ayo maju” ia melihat Robert yang sudah berdarah.
Robert pun mulai
menyerang.
Dak...
Robert berhasil
meninju pipi lawannya dan lawannya pun jatuh.
Brak...
“yeah...” penonton
begitu ramai.
Robert berhasil
mengalahkan lawannya itu.
Di rumah,
Karin belum tidur
meskipun malam sudah larut, ia masih menunggu Robert dan berharap agar Robert
cepat pulang.
Ya Tuhan... tolong segera bawa Robert kembali.
Robert pun datang,
ia membuka pintu dan melihat Karin yang menatapnya dengan khawatir.
“tuan?” Karin
mendekat, “ya ampun, bibir tuan pecah”
“aku tidak apa-apa”
“ayo, saya obati
lukanya” Karin melihat bercak darah di baju Robert.
Robert tersenyum.
Di kamar,
Karin yang selesai
mengobati Robert, tersenyum. Ia mengambil kotak obat yang ada di atas laci,
“aku tau, tuan pasti pergi kesana”
“kau tau? Bagaimana
dengan ibu dan Lorreta, apa mereka tau?”
“aku rasa, tidak,
tuan. Tapi jika melihat luka tuan, mereka pasti tau”
“tolong, bantu aku
agar mereka tidak tau”
“tuan, harusnya
tuan tidak melakukan ini”
“kenapa?”
“tuan baru sembuh,
bagaimana jika kepala tuan terluka lagi?”
Robert tersenyum,
“aku senang melihatmu khawatir padaku”
Karin terdiam.
“apa kau
menyukaiku, Karin?”
“a..aku” Karin
bingung, “aku permisi, tuan. Ini sudah malam, aku harus tidur” ia pergi.
Robert diam, lagi-lagi dia seperti itu.
Besoknya,
Robert turun dari
tangga dan melihat Anisa datang.
“Robert” Anisa
tersenyum.
“bukankah kita
sudah putus?”
“tapi aku...” Anisa
mendekat dan menatap Robert, “bibirmu kenapa?” ia melihat bibir Robert yang
pecah dan mengelusnya.
Mereka pun
berciuman.
Ibu melihat itu dan
mereka langsung melepas ciumannya.
Ibu tersenyum,
“kenapa? Kalian masih bisa bersama lagi kan?”
Robert tersenyum
dan Anisa senang mendengar itu.
Karin yang berniat
untuk membawakan Robert sarapan, terdiam melihat mereka.
“Karin” Robert
tersenyum, “apa itu?”
“sandwich tuna,
sarapan kesukaan tuan”
Mereka menatap
Karin.
“maafkan aku, aku
kira, tuan akan makan di kamar”
Robert mendekati
Karin dan mengambil sarapannya, “terima kasih ya”
Saat Robert
memakannya, ia terdiam. Rasa itu sangat tidak asing, tapi Robert tidak ingat
pernah memakannya dimana.
Robert menelannya,
“kau yang membuat ini?”
“iya, tuan”
“apa benar aku
pernah bilang, jika ini sarapan kesukaanku? Sepertinya, sandwich ini berbeda
dengan sandwich buatan ibu”
“maaf, tuan. saya
tidak bisa membuat sandwich...”
“tidak tidak, ini
sangat enak. Aku suka, terima kasih Karin. Aku ingin sandwich ini terus jadi
sarapanku”
Karin tersenyum,
tapi hatinya menangis. Itu memang sarapan favorite Robert yang sering ia
buatkan.
“Karin, cepat
siapkan sarapan untuk Anisa juga” ibu kesal.
“iya, nyonya” Karin
pergi ke dapur.
Di ruang makan,
“kamu kok masak
lagi?” Lorreta kaget melihat makanan yang bertambah di meja makan.
“Anisa datang, dia
akan sarapan bersama kalian” Karin sedih.
“dia nyebelin
banget sih” Lorreta emosi, “aku akan bicara padanya”
“jangan Reta, tidak
usah”
“tapi aku gak suka
kalau dia deketin kakak”
“aku tau, tapi aku
tidak mau Robert kenapa-kenapa”
“ok” Lorreta sedih,
“kamu yang sabar ya”
Karin tersenyum
sambil mengangguk.
Malam itu,
Robert kembali
bertarung di tempat ilegal, ia menatap lawannya dan bersiap.
Lawan Robert mulai
menyerang dan Robert menangkisnya.
“ayo” para penonton
begitu ramai, “hajar dia”
Karin masuk ke
tempat itu dan berlari ke arah kumpulan penonton, ia berusaha untuk menerobos
mereka.
Lawan Robert yang
masih bertahan, menyerang lagi dan Robert kembali menangkisnya.
“ha” Robert memukul
perut lawannya sekuat tenaga.
Brak...
Lawan Robert jatuh.
Tapi Robert
tiba-tiba terdiam, ia tetap berdiri melihat para penonton yang
memanggil-manggil namanya.
Robert melihat
bayangan di tempat yang berbeda. Sebuah ring dan lampu sorot juga penonton yang
memakai pakaian rapi, seorang pria yang mirip seperti pelatih pun tersenyum
padanya.
Robert mulai merasa
pusing, bayangan yang tidak jelas itu terus muncul di kepalanya.
Karin khawatir
melihat darah yang mengalir di pundak Robert, “tuan” ia masuk ke arena dan
memeluk Robert.
Penonton yang
bersorak, tiba-tiba diam melihat itu.
“Karin..., kepalaku
sakit” Robert tiba-tiba lemas.
“ayo kita pulang”
Robert hanya
menyandarkan diri di pelukan Karin.
***
Saat sampai di
rumah,
Ibu dan Lorreta
ternyata sudah menunggu mereka.
Ibu kesal melihat
Robert yang dipapah oleh Karin, “dari mana kalian?”
“ya Tuhan...
kakak?” Lorreta khawatir melihat luka Robert.
“nyonya, tuan
tadi...”
“kau pasti
membawanya bertarung kan?”
“tidak, nyonya.
Saya...”
Robert yang lemas,
tidak bisa berbuat apa-apa.
Pagi itu,
Lorreta sedang
mengobati pipi Robert yang memar, “aku udah bilang kan kak, jangan bikin
gara-gara sama ibu”
“tapi aku suka,
Reta” Robert yang berbaring di kamarnya, menatap Lorreta.
“aku tau, tapi
kakak liat sendiri kan? Ibu jadi marah besar pada Karin”
“iya, aku tau.
Padahal, semua ini salahku”
“kakak harus
kasihan sama Karin”
“ada satu hal yang
aku pikirkan saat ini, jika ibu tidak suka Karin, kenapa dia tetap bekerja
disini?”
“eh..” Lorreta
bingung.
“ah, kau juga tidak
menjawab. Apa yang terjadi sebenarnya Reta? Tolong, beri tau kakak”
***
Siangnya,
Robert menuruni
tangga, “Karin, kau dimana? Karin?”
“dia sudah pergi”
ibu menatap Robert.
“pergi?”
“ya, ibu
mengusirnya”
“ta..tapi kenapa
bu?”
“dia membawa hal
buruk untuk keluarga kita”
“aku rasa, itu
bukan alasan yang sebenarnya”
“apa maksudmu?”
Robert diam.
“apa kau ingin dia
tetap disini? Dia membuatmu terluka”
“ini bukan salah
Karin, bu. Aku yang pergi kesana”
“kau mulai membela
pembantu itu lagi?”
“cukup bu, jangan
katakan itu”
“memangnya kenapa?”
“aku..., aku
mencintainya”
“apa?” ibu kaget,
“sadar Robert, dia hanya seorang...”
“mungkin bagi ibu,
dia bukan siapa-siapa. Tapi bagiku, dia sangat berarti. Aku...” Robert mulai
bingung, “aku tidak tau, apa sebabnya” ia menatap ibunya, “tapi aku tau, aku
tulus mencintainya”
Malam itu,
Robert kembali
bertarung, ia masih kesal dengan sikap ibunya. Kenapa? Kenapa ibu mengusir Karin?
Dak...
Lawan Robert
memukulnya hingga jatuh.
“ayo” penonton
bersorak.
Karin... Robert sesak karena
dadanya memar.
“kakak” Lorreta
yang datang, berteriak.
“Lorreta?” Robert
kaget, aku tidak boleh kalah.
Robert kembali
bangkit dan menatap lawannya, penonton pun kembali persorak.
“ayo, hajar dia”
Lorreta begitu
khawatir melihat Robert, ya Tuhan... tolong lindungi kakakku.
Robert pun
menendang lawannya hingga jatuh, “hia..”
Gubrak...
Robert menarik
nafas karena kelelahan, ia tersenyum pada Lorreta.
Semua bersorak
untuk kemenangannya.
“kakak” Lorreta
naik ke arena.
Robert memeluknya
sambil tersenyum.
***
Di sebuah kedai,
“kakak, kenapa
sih?”
“aku, aku sangat
merasa bersalah pada Karin”
“kak, ada satu hal
yang harus aku katakan pada kakak”
“apa itu?” Robert
menatap Lorreta.
“Karin, sebenarnya
dia...”
“apa?”
“maafkan aku, kak.
Selama ini, aku terpaksa bohong. Tapi saat aku tau, kakak menyukainya, aku
merasa, harus mengatakan ini”
Robert menatap
Lorreta.
“sebenarnya, Karin
istri kakak”
Robert terdiam.
***
Di rumah,
Robert marah besar
pada ibunya.
“katakan, bu.
Kenapa ibu bohong padaku?”
“nak, ibu hanya...”
“ibu tau Karin istriku
kan? Kenapa ibu diam saja? Kenapa ibu malah sengaja mendekatkanku dengan Anisa?
Kenapa bu?”
“karena ibu tidak
suka kamu menikah dengan Karin”
“kembalikan
cincinku, bu. Kembalikan”
“apa maksudmu? Kau
menuduh ibu menyembunyikan cincinmu?”
“hanya ibu yang
tidak menyukai karin”
Plak...
Ibu menampar
Robert.
“dasar anak
durhaka”
Air mata Robert
menetes, “salahkah aku jika mencintai Karin, bu?”
Dan Robert
tiba-tiba jatuh.
“Robert?” ibu
kaget.
Robert tak sadarkan
diri dan ibu pun mulai panik.
Besoknya,
Lorreta datang ke
rumah Karin, ia mengetuk pintu.
“Lorreta?” Karin
kaget.
“Karin, kakak butuh
kamu”
“sudahlah Reta,
aku...”
“kau kenapa?”
Air mata Karin
menetes, “aku sadar, aku tidak pantas untuk Robert”
“apa maksudmu? Kau
itu istri kakak”
“tapi ibumu benar, aku
tidak bisa berbuat apa-apa untuk kakakmu”
“dia mencintaimu,
Karin. Cinta kakak begitu besar padamu, buktinya, meskipun hilang ingatan, dia
tetap mencintaimu”
“tapi aku...”
“kemarin kakak
bertengkar dengan ibu, dia membelamu habis-habisan”
“aku tau, sejak
dulu, Robert selalu begitu. Hubungan mereka retak karena aku”
“ayolah, Karin”
“beri aku waktu,
Reta”
“aku tau, kau
sangat sakit hati dengan sikap ibu kan?”
“sudahlah, aku
tidak apa-apa”
“ya sudah, aku
berharap, kau segera kembali untuk kakak” Lorreta pun pergi dengan sedih.
Siang itu,
Tok... tok...
tok...
“iya, sebentar”
Karin membuka pintu, “Robert?” ia kaget.
“Karin...” Robert
yang lemas, hampir jatuh.
“Robert” Karin
memeganginya, “kamu kenapa?”
“dadaku sakit”
“ayo masuk” Karin
memapah Robert.
Di kamar,
Robert berbaring,
Karin mengambil kotak obat dan duduk disamping Robert. Ia membuka kancing
kemeja Robert dan melihat luka memar di dada Robert, Karin menyentuh memar itu.
“ah...” Robert
merasa sakit.
Karin pun menatap
Robert, “apa yang terjadi? Kau bertarung lagi?”
Robert mengangguk.
“sudah ku bilang
padamu kan? Itu bahaya”
“aku sedih jika kau
tidak disampingku”
Karin terdiam.
“aku cinta padamu,
Karin. Aku tau, kau istriku”
Air mata Karin
menetes.
“aku memang belum
mengingat semuanya, tapi aku akan terus bertahan dan berada disampingmu. Aku
akan memperjuangkan cinta kita sampai kapanpun”
“harusnya kau tidak
melakukan itu”
“kenapa? Kau sudah
tidak mencintaiku?”
“kau tidak boleh
bertengkar dengan ibumu”
“aku kira, kau akan
selalu disampingku”
Karin menatap Robert,
“aku mencintamu, Robert. Tapi kau seperti ini karena aku”
“tidak, sayang. Ini
semua kecelakaan” Robert memegang tangan Karin, “aku mohon, Karin”
Karin menangis dan
Robert memeluknya.
“jangan pergi ke
tempat itu lagi”
“iya, aku janji”
Di rumah Lorreta,
“berikan cincin
itu, bu” Lorreta menatap ibunya.
“kau ini kenapa?
Sama saja dengan Robert”
“sekarang kakak
hilang karena bertengkar dengan ibu”
“dan kau mau pergi
juga seperti kakakmu?”
“bu, tolong
pikirkan lagi. Selama ini hubungan kalian retak karena Karin, tapi itu sudah
lama terjadi, bu. Ibu harus rela, terima kenyataan, bu. Kakak hanya bahagia
dengan Karin”
“cukup Reta”
***
Hari itu,
Robert bersiap
untuk pertarungan tinjunya yang dulu tertunda, Karin pun duduk bersama para
penonton.
Ya Tuhan... lindungi suamiku, semoga dia bisa menang.
Silver tersenyum
melihat Robert kembali.
Robert menatap
Karin, ia tau jika Karin begitu khawatir. Ia tersenyum, aku pasti menang, sayang. Do’akan aku.
Teng...
Pertarungan
dimulai.
Robert menatap
lawannya dan ia mulai menyerang dan Karin terus berdo’a untuknya.
Robert memang berkomitmen untuk terus bersama Karin, meski
ingatannya belum pulih. Tapi Robert tetap berusaha memakukan kebiasaannya.
Mereka berharap, sedikit demi sedikit ingatan Robert akan kembali.
Brak...
Robert jatuh dan
kepalanya terbentur ring, terlihat beberapa bayangan menghampirinya dan Robert
ingat pertengakaran mereka yang membuatnya hilang ingatakan.
“Robert” Karin
panik.
Robert tersadar,
hitungan wasit sudah sampai angka tujuh. Ia menatap Karin yang begitu cepat dan
Robert pun bangkit.
“yeah” penonton
bersorak.
Robert menatap
lawannya dan pertandingan kembali dimulai.
Brak...
Robert memukul
lawannya hingga K.O.
Robert menang dan
ia berhasil menjadi juara dunia, Robert begitu senang.
Silver naik ke ring
dan memegang tangan Robert ke atas dengan bangga.
“yeah” teriak
Robert senang.
Karin naik dan
tersenyum mendekati suaminya.
“sayang” Robert
memeluk Karin.
“aku senang, kau
menang”
“aku pun”
***
Di rumah,
“karin duduklah
disampingku” Robert yang duduk di sofa, menatap Karin.
“ada apa, sayang?”
“apa kita pernah
bertengkar?”
Karin menatap
Robert.
“maksudku, kita
bertengkar sebelum aku hilang ingatan?”
Karin mengangguk
dengan sedih.
“ada apa, sayang?
Kenapa kau sedih?”
“kau hilang ingatan
gara-gara aku”
“tidak, aku ingat.
Kau memintaku berhenti tinju karena ibu kan?”
Karin menatap
Robert, “kau mengingatnya? Apa ingatanmu sudah kembali?” Karin mengelus Robert.
Robert tersenyum
dan mengangguk.
Karin menangis lalu
memeluk Robert.
“kenapa kau
menangis?”
“maafkan aku”
“aku sudah bilang
kan? Kau tidak bersalah, aku akan terus bersamamu meski ibu tidak merestui
kita”
Karin tersenyum.
“aku akan membeli
cincin baru untuk kita”
Tok.. tok...
“biar aku yang
membuka pintunya” Karin berjalan ke arah pintu.
Ternyata itu adalah
Lorreta.
“Lorreta?”
“hey Karin, apa
kakak ada?”
“iya, masuklah”
Di dalam,
Lorreta memberikan
cincin Robert dan Robert memakainya.
“aku memaksa ibu
untuk mengembalikannya, aku harap, kakak suka”
“kakak sangat senang,
Reta. Terima kasih banyak, jadi kakak tidak perlu repot-repot membeli cincin
baru untuk istri kakak”
Karin tersenyum.
“bagaimana keadaan
kakak? Aku sangat senang saat mengetahui kakak menang”
“kakakmu baik-baik
saja, makannya sangat lahap usai bertanding. Dan yang lebih membahagiakan,
ingatannya sudah kembali” Karin menatap Lorreta.
“benarkah?”
“iya”
Robert tersenyum.
Lorreta pun memeluk
Robert, “syukurlah, kak”
“terima kasih,
Reta. Kau memang adik yang baik”
“apa rencana kakak
selanjutnya?”
“kami akan pindah
ke luar kota”
“apa itu gara-gara
ibu?”
Mereka diam.
“kak, jangan pergi.
Aku yakin, suatu saat nanti, ibu akan merestui kalian”
“aku tau, Reta. Aku
hanya ingin melihat Karin tenang”
Karin menunduk dan
Lorreta pun diam.
“kau tenang saja,
kami akan selalu memberimu kabar” Robert mengelus Reta.
Lorreta menganguk,
“baiklah, kalau begitu, aku permisi”
“hati-hati ya”
Setelah Lorreta
pergi,
“sayang, kenapa
kamu jadi murung?” Robert menatap Karin.
“aku rasa, kita
tidak usah pergi”
“hey, ada apa?”
Karin menggeleng.
“tatap aku” Robert
tersenyum, “semuanya akan baik-baik saja, percayalah”
Karin tersenyum dan
Robert menciumnya.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang
menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar