Selasa, 12 Januari 2016

I am Not The Only One


Author : Sherly Holmes
Genre : Romance, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Pagi itu,
Di sebuah kamar, seorang perempuan membuka matanya. Ia melihat pria yang masih tertidur disampingnya. Perempuan itu bangun sambil menangis, ia ingat dengan apa yang terjadi tadi malam,…
Pria itu mendekatinya.
“Robert, jangan. Aku mohon, kita tidak boleh melakukan ini”
“kau itu kenapa, sayang? Santai saja, Ara. Aku akan menikahimu kan?”
“tapi…”
“ayolah” Robert semakin dekat.
“tidak” Ara menyentuh dada Robert untuk mendorongnya.
Tapi Robert semakin dekat dan mencium Ara.
Mereka pun berciuman dan Robert memeluk Ara, Ara hanya diam di pelukan Robert. Ia menangis di dada Robert dan hanya pasrah dengan apa yang akan Robert lakukan.
Ara sangat sedih mengingat itu, ia tidak benar-benar menginginkannya.
Robert membuka matanya, ia melihat Ara yang duduk membelakanginya. Robert tau jika Ara menangis, “sayang, kau kenapa sih? Kau tidak percaya padaku?” Robert bangun dan membetulkan bantalnya untuk bersandar. Ia pun bersandar sambil terus menatap Ara.
“aku tidak apa-apa”
“aku tau kau menangis”
Ara menghapus air matanya, ia menoleh dan tersenyum pada Robert.
“aku tidak suka jika kau berpura-pura” Robert agak kesal.
“aku minta maaf, aku hanya…”
“kau masih memikirkan yang kita lakukan tadi malam kan?” Robert berdiri dan mengambil kemejanya, “aku sudah bilang padamu kan? Aku akan menikahimu, atau kau tidak percaya padaku?” Robert menatap Ara.
“bukan begitu, Robert. Aku…”
“sudahlah, aku harus pergi” Robert meninggalkan Ara.
Ara menunduk, dia marah padaku. Ya Tuhan… apa yang harus aku lakukan sekarang? Maafkan aku, Tuhan…
Seorang pelayan, masuk ke kamar.
“nona Ara”
“iya?”
“sarapan sudah siap, tuan bilang, hari ini tuan sangat sibuk. Jadi, tuan tidak bisa sarapan bersama”
“iya, aku mengerti. Terima kasih”
Setelah Ara keluar dari rumah Robert,
Ara pun pergi tanpa tujuan, ia sangat bingung harus bagaimana dan kemana. Akhirnya Ara berhenti di sebuah taman dan ia menangis di bangku taman itu.
Seseorang mendekat, “Ara, ngapain kamu nangis sendiri disini?”
“Sania?” Ara senang melihat teman baiknya disana, ia pun menceritakan semuanya pada Sania.
“apa? Ya Tuhan…” Sania sangat kaget dan kesal dengan tingkah Robert, “aku sudah memperingatkanmu sebelumnya, dia itu memang playboy yang berbahaya”
“apa yang harus aku lakukan?”
“dimana dia sekang? Biar aku yang bicara padanya”
“jangan Sania”
“kenapa?”
“dia sedang marah padaku”
“kamu takut sama dia?”
“bukan begitu, bagaimana jika dia tidak bertanggung jawab?”
“kau benar”
Ara kembali menangis, “aku berharap, dia tidak bohong”
Sania merasa sedih, ia tau siapa Robert dan ia begitu khawatir pada sahabatnya itu. Sania memeluk Ara, “tenanglah Ara, akan ku pastikan hal itu”
Beberapa hari kemudian,
Ara sedang menyiram bunga di halaman rumahnya.
Dari dalam rumah, ayah memperhatikan Ara.
“ayah lagi apa?” ibu mendekati ayah yang begitu serius.
“Tiara, bu. Akhir-akhir ini, kok dia keliatan gak semangat ya?”
“ibu juga gak tau, yah. Semenjak pulang dari rumah Robert, Ara jadi gitu”
“mudah-mudahan mereka gak kenapa-napa ya bu”
“iya, yah. Mungkin Ara sedih karena Robert harus kembali pergi ke luar kota”
“dari mana ibu tau?”
“tadi malam, Robert nelpon, yah”
“anak itu sibuk sekali, sering ke luar kota”
“anak kita beruntung bertemu dengan Robert, ibu gak nyangka jika kita akan mempunyai menantu milyader”
“menantu? Sejak mereka pacaran, Robert belum pernah melamar Ara secara resmi”
“tapi dengan perhatian yang Robert berikan, itu sadah cukup kan?”
“ya enggak lah, bu. Gimana kalau dia cuma mempermainkan Ara?”
“ya jangan dong, yah. Dia kan anak kita satu-satunya”
Di sebuah kamar hotel,
Robert sedang tidur bersama seorang wanita, tiba-tiba Hp-nya berdering.
“sebentar” Robert mengambil HP-nya.
“sayang” perempuan itu tidak mau melepaskan Robert.
“diam, pacarku menelpon” Robert mengangkat telponnya, “hallo?”
“sayang, kamu sedang apa?”
“aku sedang rapat, sayang. Ini penting banget”
“tapi Robert, aku hanya ingin menanyakan kapan kau pulang?”
“iya, nanti aku hubungi lagi. Ok?”
“tapi….”
Robert menutup telponnya.
“cewek kamu ganggun banget sih”
“jangan bicara begitu” Robert kesal.
“kok kamu marah?”
“jelas aku marah, kau menghinanya”
“jika dia perempuan yang baik, kenapa kau melakukan ini denganku?”
Robert terdiam.
“kau tidak puas dengannya?”
“cukup, lebih baik kau pergi dari sini”
“kok jadi ngusir aku?”
“pergi!” Robert kesal.
“ok, fine. Aku pergi” perempuan itu pun mengambil semua barangnya dan pergi.
Ara… Robert bingung, ia sedih telah melakukan itu padanya. Robert sadar, Ara adalah perempuan yang baik.
Robert mengambil kembali HP-nya dan menghubungi Ara.
“hallo?”
“sayang, kau belum tidur?”
“apa meetingnya selesai? Kau bilang…”
“iya iya, maafkan aku. Tadi aku sangat pusing, sekarang semuanya sudah selesai”
“syukurlah” Ara senang, Robert menelponnya.
***
Siang itu,
Ara datang ke rumah Robert, tapi ia terdiam melihat seorang perempuan yang duduk di ruang tamu.
Perempuan itu menatap Ara, “siapa kau?”
“aku Tiara, kau… Christine kan?”
“ya, mantan Robert. Jangan-jangan, kamu Ara Ara itu kan?”
Ara mengangguk.
“berani banget kamu menggantikan posisiku”
Ara diam.
Dokter turun dari tangga dengan diantar pelayan.
“dokter, gimana keadaan Robert?” Ara begittu khawatir.
“eh, ga usah carmuk gitu kali” Chris menatap Ara, “gimana dok? Robert baik-baik aja kan?” ia tersenyum pada dokter.
“tuan ingin bertemu dengan nona Ara” pelayan itu menatap mereka.
“apa? Eh, aku jauh-jauh datang kesini buat jenguk Robert” Chris kesal.
“tapi tuan berpesan seperti itu, maafkan saya nona Christine”
“sial” Christine semakin benci pada Ara.
Di kamar Robert,
Ara masuk dan melihat Robert yang sedang berbaring.
“sayang” Robert tersenyum.
“kamu gak apa-apa kan?” Ara mendekati Robert.
Robert memegang tangan Ara, “aku rindu padamu”
“aku pun” Ara tersenyum.
“menginaplah malam ini, aku butuh seseorang untuk memelukku agar tetap hangat”
“kalau kau ingin hangat, pakai jaketmu”
“jadi, kau tidak mau menemaniku? Aku ini sedang sakit, sayang. Kau tega sekali pada orang lemah ini”
Lagi-lagi, Ara tidak bisa menolak keinginan Robert. Ia hanya berharap jika Robert benar-benar akan menikahinya.
Malamnya,
“kemarilah, peluk aku”
Ara tersenyum dan memeluk Robert, “kau tidak boleh terlalu sibuk, sayang. Aku tidak mau jika kau sakit lagi”
“aku pun” Robert menatap Ara.
“kenapa menatapku seperti itu?”
“kau cantik sekali”
“jangan merayuku begitu”
“aku tidak merayu, aku serius. Atau mataku salah karena aku sedang sakit?”
“kamu jahat”
Robert tersenyum, “tuh kan”
“abis kamu gitu” Ara memeluk Robert dan bersandar di dadanya, “kamu gak berat?”
“enggak, justru aku senang”
“dasar playboy”
“hey, kenapa ngomong gitu?”
“tadi aku ketemu mantanmu di ruang tamu”
“benarkah? Mau apa dia kemari?”
“aku tidak tau, mungkin pangeran yang sakit ini mengundangnya kemari”
“hey, aku sungguh tidak tau”
“lalu, jika kau tau, kau akan mengajaknya ke kamar? Jika aku tidak datang, mungkin sekarang, dia yang sedang memelukmu”
“hey, kenapa kau jadi berfikir seperti itu?”
“karena kau playboy dan…”
“Ara, selama kita bersama, kau tidak pernah bicara seperti ini”
“orang-orang selalu bicara begitu padaku, jadi wajar jika…”
“tidak, ini tidak wajar. Selama ini kau tidak pernah termakan perkataan orang lain”
“Robert, aku berharap, kau benar-benar serius padaku. Setelah semua yang kita lakukan, aku merasa…”
“apa?” Robert kesal dan bangun, “jika kau tidak mau menginap, kau boleh pulang”
“Robert” Ara kaget dengan reaksi Robert.
“pergilah” Robert menatap Ara.
Ara bangun dan mendekati Robert, “maafkan”
“aku tidak suka jika kau bicara seperti itu, kau tidak pernah seperti ini, Ara”
“maafkan aku” Ara memeluk Robert, ia menangis. Aku begini karena aku takut, Robert. Aku takut jika kau hanya mempermainkanku, apalagi aku sudah memberikan segalanya padamu.
Robert mengelus Ara, “pasti Chris sudah bicara yang tidak-tidak padamu kan?”
Ara memeluk Robert dengan erat.
Pagi itu,
“sayang, bangun. Sarapan sudah siap”
Robert membuka matanya dan melihat Ara membawakan sarapan untuknya, “kau memasak?” Robert bangun.
“yap, sup energy untuk kekasihku”
Robert tersenyum, “terima kasih”
“aku suapin ya”
“bagaimana perasaanmu sekarang?”
“maksudmu?”
“aku minta maaf karena sudah membuatmu menangis”
“sudahlah Robert, lupakan itu. Aku mengerti, kau sedang sakit. Tidak seharusnya aku begitu”
“apa kau tau? Aku sangat bersyukur memilikimu”
Ara tersenyum, semoga kau segera melamarku agar aku lega.
“Ara?”
“ah? Maafkan aku”
“apa ada yang sedang kau fikirkan?”
“iitu…”
“jujurlah padaku”
“aku…”
Robert menatap Ara.
“aku memikirkan hubungan kita”
“ada apa lagi, Ara?”
“tidak, hanya saja…”
“aku tau” Robert langsung berdiri dari tempat tidurnya, “kau masih tidak percaya padaku kan? Kau tidak percaya jika aku benar-benar mencintaimu, kau tidak percaya jika aku serius padamu” ia marah.
“Robert, dengarkan aku dulu”
“tidak ada yang perlu didengarkan” Robert mengambil baju di lemari dan memakainya, “lebih baik aku pergi”
“Robert…” Ara sedih melihat Robert keluar dari kamar.
Robert keluar dari rumahnya dan naik ke mobil, ia pun pergi sambil mengendarai mobilnya dengan begitu kencang.
***
Malam itu,
Di kamar Ara, Ara menelpon Sania. Ia begitu sedih dan bingung dengan apa yang terjadi.
“jadi?”
“Robert marah padaku, dia pergi entah kemana. Pelayannya bilang, Robert belum pulang sampai sekarang”
“ya Tuhan… sepertinya aku memang harus bicara padanya”
“jangan, bagaimana jika dia membenciku? Dia sedang marah, aku tidak mau dia semakin marah padaku”
“ya udah, kamu yang sabar ya”
Di sebuah kamar,
Robert yang mabuk, menantap cermin dengan perasaan yang masih kesal. Ia mau membuka bajunya, tapi fikirannya masih tertuju pada Ara. Jika bagimu aku seperti itu, aku akan melakukannya, Ara.
“sayang” seorang perempuan tersenyum dan mendekat.
Robert menunduk.
“berbaliklah”
Robert pun berbalik dan perempuan itu membantunya membuka baju.
“kau kenapa?” perempuan itu melempar baju Robert ke lantai.
“aku…”
“minumlah, kau terlihat sedih” perempuan itu memberikan sebotol minuman untuk Robert.
Robert mengambil botol minuman itu dan meminumnya.
Perempuan itu pun memeluk Robert, “aku tidak suka jika kau murung begini”
Besoknya,
Robert membuka mata, ia terdiam dan merasa aneh. Ya Tuhan… dimana aku?
“sayang, kau sudah bangun?”
Robert kaget melihat seorang perempuan yang tidur disampingnya, ia pun bangun.
“sayang, kenapa?”
“aku harus pergi” Robert mengambil baju dan memakainya, ia pun segera pergi dari sana.
“dia kenapa? Perempuan itu kaget.
Di jalan,
Robert mengendarai mobilnya sambil memikirkan semua yang terjadi.
Ya Tuhan… ternyata yang Ara katakan benar, aku tidak setia. Aku bukan pria yang baik, aku harus menemuinya.
***
Di rumah Ara,
Ara baru pulang dari rumah Sania, lalu orang tuanya bilang jika Robert baru saja pulang.
“jadi tadi Robert kesini, bu?”
“iya, nak. Tapi waktu ibu bilang kamu gak ada, dia langsung pergi”
Ara senang, itu artinya, Robert sudah tidak marah lagi padanya. Ia tersenyum, “kalau gitu, aku mau ke rumahnya ya bu”
“iya sayang, hati-hati”
Sesampainya di rumah Robert,
“maaf non, baru saja tuan berangkat. Ada rapat mendadak”
“yah, sayang banget ya bi”
“non Ara mau nunggu?”
“enggak deh bi, aku pulang aja. Makasih ya”
“iya non, sama-sama”
Ara pergi dengan rasa kecewa, tapi HP-nya bunyi.
“hallo?”
“sayang, ini aku”
“Robert?” Ara sangat senang.
“maaf, aku pergi tanpa memberitaumu. Ada rapat mendadak di Boston”
“aku ngerti kok. Yang penting, kamu udah sehat”
“makasih, sayang”
Beberapa hari kemudian,
Robert pulang ke rumah, ia sangat lelah.
“selamat datang, tuan”
“siapkan air panas, bi. Aku mau mandi”
“tuan, anda kan baru datang. Ini sudah malam, tuan”
“tidak apa-apa”
“baik tuan”
Robert berlari menaiki tangga dan masuk ke kamarnya.
Di kamar,
“sayang”
“Christine?” Robert kaget melihat Christine yang sedang duduk di tempat tidurnya.
“kok kamu kaya yang kaget gitu sih?” Christine mendekati Robert.
“apa yang kau lakukan disini?”
“aku rindu padamu, aku ingin kembali danmemperbaiki semuanya”
“tidak, aku sudah punya kekasih. Lebih baik kau pergi”
“apa kau membicarakan perempuan bernama Ara itu? Dia tidak pantas denganmu, sayang”
“cukup, Chris”
“aku tau, kau butuh aku” Christine membuka kancing kemeja Robert.
“lepaskan aku” Robert melepaskan kedua tangan Christine.
“sayang”
“tidak Chris, aku mohon”
Tapi Christine mencium Robert.
“aku mencintaimu, Robert” Christine menatap Robert sambil memegang dadanya.
Robert menatap Christine dan mereka berciuman, Christine memeluk Robert dan mereka pun jatuh ke tempat tidur.
Ara yang baru datang, melihat itu. Ia terdiam, “Robert?”
Robert tersadar dan melepas ciuman Christine, “Ara?”
Air mata Ara menetes dan ia pun pergi.
“Ara?!” Robert bangun.
“Robert” Christine memegang tangan Robert.
“lepasin aku” Robert kesal, “ini semua gara-gara kamu, tau?” Robert pun berlari mengejar Ara.
Christine tersenyum.
“sayang, tunggu” Robert memegang tangan Ara.
“lepasin aku, Robert”
“Ara, dengarkan aku”
“semuanya udah jelas, Robert. Aku yakin, setiap kau pergi, kau melakukan ini”
“tidak, sayang. Aku…”
“aku sangat bodoh begitu percaya pada orang sepertimu”
“Ara…”
“aku benci padamu, Robert. Aku menyesal menjadi pacarmu” Ara berlari menuruni tangga.
“Ara, tunggu. Ara” Robert tiba-tiba terjatuh, “ah” ia pun terguling di tangga.
Brak…
Robert tergeletak dengan darah yang keluardari telingganya, Robert mulai kejang dengan mata yang masih terbuka.
“Robert?” Ara panik.
Para pelayan pun mendekat dan menelpon ambulan.
Christine yang melihat itu dari balkon, langsung turun ke bawah. Ia tidak menyangka jika hal ini akan terjadi, “Ya Tuhan…”
Mata Robert tertutup dan ia pun tak bergerak lagi.
“Robert” Ara mengangkat kepala Robert ke pangkuannya, “bangun sayang, bangun” ia menangis, “Robert” Ara histeris dan memeluk tubuh Robert, “Robert?!”
***
Di rumah sakit,
Dokter sedang melakukan tindakan untuk Robert, Ara yang sangat khawatir pun menunggu di ruang tunggu.
Dokter keluar,
“dok?” Ara mendekati dokter.
“nona, kami harus segera mengoprasi kepala pasien. Terjadi pendarahan di otaknya”
Pagi itu,
Ara mengintip Robert yang sedang diperiksa suster. Meski ia hanya bisa mengintip dari luar jendela kamar, tapi Ara tetap setia menunggu Robert. Ia berharap, Robert akan baik-baik saja dan segera pulih.
“pergi kau dari sini”
Ara yang kaget pun menoleh, ia melihat ibu Robert yang begitu marah.
“kenapa kau diam? Pergi!”
“tapi tante, apa salahku?”
apa salahmu?” ibu semakin kesal,“dengar ya, aku tau. Robert jatuh dari tangga karena kamu kan?”
“tapi…”
“Christine sudah menceritakan semuanya”
“Christine?”
“pergi!”
“baik tante, aku minta maaf” Ara pergi.
Ibu Robert pun melihat dokter yang akan masuk ke ruang ICU, “dok”
“iya nyonya?”
“bagaimana keadaan anakku?”
“nyonya jangan khawatir, kami akan berusaha”
“dok, aku mohon” ibu begitu sedih, “katakan yang sebenarnya”
“maafkan kami nyonya” dokter menunduk,“saat ini, anak anda dalam keadaan koma”
Ibu terdiam.
Di taman,
Ara menangis, ia berjalan melewati kolam dan taman bunga.Ara pun duduk di bangku taman dan Sania datang.
“Ara?”
“San” Ara memeluk Sania sambil menangis.
“kamu harus kuat, Ra. Kamu harus tabah”
“tadi ibu Robert datang dari New York, dia tiba-tiba marah padaku. Christine bilang, penyebab kecelakaan Robert adalah aku”
“ya Tuhan…”
“mungkin itu benar, San. Aku memang penyebab semua ini” Ara begitu sedih,“jika Robert meninggal, aku akan merasa sangat bersalah”
“Ara, tenang. Christine pasti menambahkan cerita bohong agar ibu Robert membencimu”
“bagaimana jika ini akhir dari hubungan kami, San?”
“tidak, Ara. Dia akan menikahimu, aku percaya itu”
Malamnya,
Sania datang ke rumah sakit dan mendekati ibu Robert.
Ibu menatap Sania, “siapa kau?”
“aku Sania, aku teman Robert. Boleh aku masuk?”
“tentu” ibu merasa aneh, ia tidak ingat jika Robert memiliki teman perempuan seperti Sania.
“terima kasih, tante” Sania masuk ke ruang ICU dengan perasaan lega, untunglah dia tidak curiga padaku.
Di dalam,
Sania terdiam melihat keadaan Robert, ia mendekat.
Sania turut sedih melihatnya, “Robert…” ia menunduk, “aku tidak tau harus bicara apa. Aku…” ia menatap Robert, “aku hanya ingin mengingatkanmu, kau harus bertanggung jawab pada Ara. Jika kau meninggal, masa depannya hancur. Dan kau tau alasannya kan?
Sania melihat ke arah lain dan menahan air matanya agar tidak jatuh.
“kau harus bertahan dan perbaiki nama baik Ara di depan ibumu,banyak hal yang harus kau selesaikan di dunia ini” Sania menatap Robert, “jika kau menyerah sekarang, aku tidak akan pernah memaafkanmu sampai kapan pun” ia pun pergi.
Di rumah Ara,
Ara masuk ke kamar dengan begitu sedih, ia tidak berhenti menangis. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Jika aku berpisah dengan Robert, apa masih ada pria yang mencintaiku dan menerimaku apa adanya?
HP Ara berbunyi.
“hallo?”
“Ara”
“Sania?”
“aku dari rumah sakit
“apa?”
“iya, ibu Robert begitu sedih sampai-sampai dia tidak mengetahui aku teman Robert atau bukan”
“bagaimana keadaan Robert?”
dia belum siuman, Ra
Ara terdiam.
Besoknya,
Di ruang ICU, ibu dengan setia menemani Robert. Ia mengelus anak kesayangannya dan berharap Robert akan segera siuman.
Robert tiba-tiba membuka matanya.
“Robert? Ini ibu nak”
“A…A..Ara…”
“Ara?” ibu kaget.
“Ara…”
“nak, ini ibu, sayang. Tidak ada Ara disini”
“Ara…”
Ibu begitu bingung, kenapa? Kenapa Robert masih memperdulikan perempuan itu?
“Ara…”
“iya sayang, iya. Ibu akan menyuruh supir kita untuk menjemput Ara, ok?”
Robert kembali menutup matanya.
“nak? Sayang?” air mata ibu menetes dan memanggil supirnya, ia pun menyuruh supir itu untuk menjemput Ara segera.
***
Dokter sedang memeriksa keadaan Robert dan ibu masih disana. Ara pun datang bersama supir.
Air mata Ara menetes karena bisa melihat Robert lagi, “Robert…” ia mendekat.
Robert membuka matanya, “Ara…”
Ara tersenyum, “sayang”
“jangan menangis, aku baik-baik saja”
Ara memeluk Robert.
“maafkan aku, Ara”
“tidak Robert, ini semua salahku”
Robert mengelus Ara dan menghapus air matanya, “aku janji, aku akan bertanggung jawab. Aku tidak mau kehilanganmu”
“aku pun”
Ibu hanya diam, ia sadar jika cinta Robert begitu besar terhadap Ara.
“bu…”
“iya sayang?” ibu mendekat.
“aku ingin menikah dengan Ara, ibu merestui kami kan?”
“ibu…” ibu bingung.
“ada apa, bu?”
“ibu tidak bisa memutuskannya sekarang”
“kenapa bu?” Robert kaget, “bukankah ibu pernah bilang jika Ara calon pendamping yang baik untukku?”
Ara pun menunduk, ia tau apa alasan ibu Robert.
Malam itu,
“tidurlah disini, temani aku”
“Robert, masa aku harus tidur disini?”
“muat kok, ayo dong, naik”
“iya iya”
Mereka berbaring bersama dan Robert memeluk Ara.
“muat kan?”
Ara tersenyum dan memeluk Robert.
“aku bersyukur kamu udah pindah ke ruang perawatan”
“aku pun, tapi aku sebenarnya ingin segera pulang ke rumah. Bersamamu tentunya”
“dasar” Ara menatap Robert sambil tersenyum.
“tapi aku merasa aneh dengan sikap ibu, ada apa ya?”
Haruskah aku mengatakannya pada Robert? Tapi bagaimana jika mereka malah bertengkar? Ara bingung.
“sayang, ada apa?”
“enggak kok, kamu bobo ya. Biar cepet sembuh”
“aku udah sembuh kok”
Beberapa hari kemudian,
Di rumah Robert, ibu sedang bicara dengan Christine.
“apa yang kau lakukan disini?” Robert kesal melihat Christine di rumahnya.
“nak, kamu gak boleh gitu sama Christine”
“bu, dia itu licik”
“Robert” ibu marah, “Christine itu lebih baik dari Ara”
“apa? Bu, ibu itu kenapa sih? Kenapa malah belain dia?”
“nak, ibu tau. Yang mendorong kamu dari tangga itu Ara kan?”
Robert kaget dan Christine menunduk karena takut.
“maksud ibu apa? Aku jatuh dari tangga karena salahku, bu. Ara tidak melakukan apa-apa padaku. Itu murni kecelakaan”
“apa?” ibu menatap Christine dengan kesal.
“maaf tante” Christine tidak berani menatap ibu Robert.
“dasar penipu” ibu marah, “tega sekali kau membohongiku, Chris?!”
“tante, aku…”
“pergi, jangan pernah datang kemari lagi”
Robert tersenyum.
“baik” Christine kesal, “aku permisi” ia pergi.
Ibu diam dan menatap Robert, “ibu sangat menyesal”
Robert memeluk ibunya, “tenang saja, bu. Ara itu perempuan yang baik, dia tidak akan marah pada ibu”
“ibu tau, nak. Bisakah kau memanggil dia kemari?”
“ya, itulah rencananya. Aku memang ingin mengajaknya makan malam disini, bolehkah aku mengundang orang tuanya juga?”
“tentu”
“terima kasih bu” Robert sangat senang, akhirnya sang ibu merestui mereka.
Malam itu,
Ara dan keluarganya datang ke rumah Robert. Mereka makan bersama dan ibu Robert menyambut mereka dengan begitu ramah, Robert pun melamar Ara di depan mereka.
Malam itu merupakan malam yang indah bagi Ara, akhirnya dia bisa bernafas lega karena Robert benar-benar bertanggung jawab dan Robert berjanji jika Ara akan menjadi  satu-satunya untuk selamanya.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar