Author : Sherly Holmes
Genre : School-life, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya
untuk hiburan semata.
Di cerita ini belum ada karakter Robert
Namaku Cinta, aku akan menceritakan
bagaimana aku mencari sosok seorang ayah dalam hidupku…
***
Pagi itu, adalah hari pertamaku
masuk SMP. Aku merasa tidak sabar untuk mendapat ilmu dari sekolah baruku. Aku
selalu berangkat dan pulang bersama Amel, sepupuku.
Suatu hari, setelah MOS berakhir…
Aku datang ke sekolah dengan berlari
karena hampir kesiangan, lalu aku bertemu dengan salah satu guru yang aku tidak
tau namanya. Aku tersenyum padanya, tapi guru itu malah menatapku dan
memalingkan wajahnya.
Sombong sekali
dia, mentang-mentang guru apa? Tapi kan harusnya, guru gak kaya gitu, dalam hatiku.
Aku pun membalasnya dengan
memalingkan wajah juga, lalu aku pergi ke kelas.
Di kelas,
Aku bertemu dengan Ani, dia adalah
anak terpintar di sekolah dan aku menganggapnya sebagai kakakku sendiri.
“hey, Ani”
“hey, Ta” Ani tersenyum.
***
Di rumah,
Setelah aku mengerjakan PR, ibu
bertanya padaku.
“gimana, nak? Seru gak di sekolah?”
Aku pun mulai bercerita banyak pada
ibu.
Lalu ibu bertanya lagi, “gimana?
Kamu udah ketemu sama pak Winston? Dulu, ibu nitipin kamu ke pak Winston”
“enggak bu”
Aku tidak memberitau ibu jika aku
tidak mengetahui pak Winston itu yang mana.
Besoknya,
Saat aku sampai di sekolah, aku
melihat Ani sedang bicara dengan guru jutek yang aku temui kemarin. Aku pun
lewat dengan wajah agak kesal, aku tau guru itu menatapku dan merasa aneh. Tapi
masa bodoh, dia kan nyebelin.
Amel pun bertanya, “ada apa sih,
kak?”
“gak apa-apa”
“kok ngelewatin Ani sambil mukanya
gitu? Kakak lagi marahan sama Ani?”
“enggak, aku cuma sebel sama orang
yang lagi ngomong sama Ani”
“itu kan guru”
“iya, tapi dia belagu. Sombong”
“ya udah deh kak, aku ke kelas dulu
ya”
“ok”
Kami pun berpisah dan masuk ke kelas
masing-masing.
Setelah itu, Ani masuk ke kelas.
“nanti siang, kamu exkul kesenian
kan?”
“iya” aku tersenyum pada Ani.
“yang ngajarnya, pamanku lho”
“oh…”
***
Exkul musik pun dimulai,
Ternyata benar, si guru sombong itu
membawa sebuah gitar dan menatap kami semua. Di seragamnya, tertempel nama
John. Bersyukurlah karena dia bukan pak Winston.
Kami pun mulai diajarkan lagu-lagu
jadul dengan teknik-teknik vocal yang baik.
Ok, aku akui. Si sombong ini memang
hebat, tapi cara bicaranya terlalu blak-blakan dan kasar. Aku sih tetep ilfill
ye…
Di rumah,
Ibu kembali bertanya padaku,
“gimana? Kamu udah ketemu pak Winston?”
“belum” aku menjawab seperti itu
karena aku yakin, aku belum menemukan guru bernama Winston.
Padahal aku ingat, setiap bertemu
guru khususnya pria, aku selalu melihat papan namanya. Tapi tidak ada yang
bernama Winston. Hal itu membuatku bertanya-tanya dan bingung, aku pun selalu
berdo’a pada Tuhan agar aku bertemu dengan pak Winston.
Namun sayangnya, setiap mencari pak
Winston, aku malah bertemu dengan guru menyebalkan itu. Setiap hari aku bertemu
dengannya, ih… itu sangat menyebalkan.
Kenapa sih,
si sombong ini selalu ada kemana pun aku pergi? Aku sempat mengeluh kepada Tuhan,
karena ha itu.
***
Hari itu,
Aku datang ke sekolah bersama Fyfy,
dia adalah teman sekelasku. Aku datang bersamanya karena kami ada exkul
pramuka, agak disayangkan karena exkul pramuka kelasku berbeda jadwal dengan
exkul kelas Amel. Jadi kami gak bisa bareng.
Kami pun berlari ke lapang sekolah,
tapi disana tidak ada siapa-siapa.
“kok sepi ya?” Fyfy menatapku.
Aku pun merasa aneh.
Tiba-tiba, pak John datang.
“hari ini libur” John pergi ke
kantin sekolah.
Aku semakin aneh dan tidak percaya, apa bener yang dibilang si sombong itu?
“Ta, gimana dong?”
“tunggu dulu Fy, mending kita
tanyain sekali lagi”
Kami pun menyusul John ke kantin,
disana John sedang duduk santai sendirian.
“pak, beneran sekarang libur?” Aku
menatap John.
“iya, kamu gak percaya?” John
menatap kami.
“ok” aku berniat meninggalkannya.
“bisa tolong ambilin bakso bapak?”
Aku menatap John.
“itu, di luar gerbang”
Aku bisa memaklumi karena kantin
tutup hari itu “iya pak”
Kami pun pergi untuk mengambil baso
pak John, setelah itu, kami kembali menemuinya.
“makasih ya” untuk pertama kalinya,
John tersenyum padaku.
Ya Tuhan…
ada apa ini? Kenapa aku tiba-tiba jadi beku?
“i..iya pak” aku pun tersenyum dan
pergi.
Setelah kejadian itu,
Aku bertanya-tanya pada diriku, kenapa dia bisa tersenyum? Ataukah sekarang
aku bisa melihat sisi lain dari dirinya? Ya Tuhan…
Sore itu,
Amel datang ke rumahku dan kami
bicara di kamar.
“kak, pak John cakep ya? Suaranya
bagus, jago bahasa inggris lagi”
Aku tersenyum,”iya Mel”
Kami memang menyukai seni dan bahasa
Inggris, karena dulunya, kakek kami guru bahasa Inggris dan beliau sangat hebat
dalam masalah seni.
Besoknya,
Ani memberitauku jika pamannya
menaruh simpati padaku. Dia bilang, perempuan yang memiliki suara bagus dan
bermain gitar itu keren.
Ya, saat itu memang masih jarang
perempuan yang memiliki talenta seperti itu.
Aku merasa tidak percaya dengan yang
dia katakan, mana mungkin pak John yang nyebelin itu peduli padaku?
“beneran, Ta. Aku yakin, kamu pasti
lolos seleksi di exkul paman Winston”
Apa? Paman Winston?
Pantes aja setiap aku berdo’a untuk bertemu dengan pak Winston, yang selalu
muncul pasti pak John. Karena nama lengkapnya adalah John Winston Lennon. Ya
Tuhan…
Setelah itu,
Aku pun semakin dekat dengan pak
John, tapi tak sedekat pak John dengan anak-anak lain. Kami hanya saling
memperhatikan dari jauh dan tak saling menunjukan perasaan kami. Tapi aku
yakin, kami memiliki kontak batin yang kuat.
Ani juga bilang jika pak John selalu
membicarakanku di rumah, bahkan anak dan istrinya pun penasaran dengan ku.
Ya Tuhan…
aku jadi bingung, apa yang sebenarnya aku rasakan saat ini? Aku selalu
deg-degan bertemu pak John, bahkan menatap wajahnya pun aku tak sanggup. Apa
ini yang namanya cinta? Apa benar rasa benci bisa berubah menjadi cinta? Aku
harus merahasiakan perasaan ini, tidak ada yang boleh tau. Ini bahaya, kalau
orang lain tau aku suka sama bapak-bapak. Ya ampun….
Selama ini, aku pun hanya bicara
pada Amel. Dan Amel bilang, itu memang tanda-tanda cinta.
“tapi Mel, aku…”
“udahlah kak, aku bakal jaga rahasia
kok”
Sampai suatu hari,
Aku, Amel dan Ani sedang duduk
bersama. Kami melihat pak John yang bulak-balik karena mengajar.
Ani melihat Amel yang terus menatap
pak John, “kamu kenapa sih, Mel? Liatin pak John terus, jangan-jangan kamu suka
ya?”
Ya ampun, aku gak boleh
menjerumuskan saudaraku sendiri. Aku pun berbisik pada Ani, “sebenernya aku
ngefans sama pak John”
Ani menatapku dengan tatapan yang
berbeda.
Dia kenapa? Hatiku bertanya.
Suatu hari,
Pak John membawa anaknya yang baru
Sekolah Dasar ke sekolah. Namanya Citra, dia anak perempuan yang lucu.
Tapi ada pikiran aneh dalam benakku,
kenapa aku cenderung lebih suka melihat pak John yang memanjakan anaknya?
Seharusnya jika aku mencintai pak John, aku tidak suka dengan hal itu. Setiap
mendengar kabar bahagia pak John dan keluarganya, justru aku malah semakin
bersimpati. Dan lama kelamaan, aku yakin, ini bukan rasa cinta.
Aku pun kembali bicara pada Amel,
“sekarang aku udah gak deg-degan lagi liat pak John”
“mungkin rasa cinta kakak udah
ilang”
“kamu yakin, aku cinta sama pak
John?”
“terus apa dong?”
Aku gak berani bilang sama Amel
kalau aku suka ngeliat pak John manjain anaknya.
Di rumah,
Aku pun berfikir, aku yakin, aku
benar-benar tidak menyukai pak John. Aku hanya merindukan sosok seorang ayah
yang tidak bisa aku dapatkan. Ya, aku memang memiliki seorang ayah. Tapi ayahku
berbeda, dia tidak seperti ayah orang lain yang begitu hangat terhadap anaknya.
Yang aku rasakan, selama ini ayah hanya memikirkan kesenangan dan dirinya
sendiri. Sedangkan ibu, ibu begitu sabar menghadapinya.
Ya Tuhan…
aku jadi sedih kalau mengingat nasibku.
Mungkin tidak ada salahnya jika aku
sedikit menceritakan ayah, ayah adalah seorang pria kasar yang bisanya hanya
marah dan ringan tangan. Dia hanya melakukan yang dia inginkan dan meminta hak
dari ibu, sedangkan kewajibannya sebagai seorang ayah, aku rasa, dia tidak
mempedulikannya.
Ibuku, seorang tulang punggung
keluarga. Begitu sabar menghadapi ayah. Belum lagi nenekku, sang ibu dari ayah.
Begitu semena-mena pada kami. Ya Tuhan… semoga aku dapat bertahan dengan
semunya.
Pagi itu,
Pak John jadi berubah, aku merasa
aneh. Sekarang dia benar-benar menjaga jarak, dan hal ini membuatku canggung
untuk mendekatinya. Ya Tuhan… sungguh pak, aku hanya ingin dianggap anak
olehmu. Itu saja.
Lama-kelamaan, Ani pun bersikap
berbeda padaku. Dia jadi menyebalkan dan tidak suka jika aku dekat dengan pak
John, ya ampun. Bahkan anak pak John pun jadi menjauhiku jika ada Ani. Tapi
jika Ani pergi, anak itu bersikap manis seperti biasanya. Aku yakin, ada yang
tidak beres dengan ini. Tapi apa?
Hal ini pun terjadi terus-menerus
selama aku sekolah. Ya, aku hanya bersikap biasa dan tidak mau terlalu
menghiraukan hal itu. Yang penting, aku baik-baik saja di depan pak John.
Setiap pak John ulang tahun, aku
memberinya hadiah dengan surat gak jelas yang begitu panjang. Tapi intinya
tetap selamat ulang tahun.
Setiap valentine day pun, aku selalu
memberinya hadiah yaitu coklat spesial. Tapi maksud dari coklat itu bukan rasa
cinta seorang perempuan kepada lawan jenisnya, maksud dari coklat itu adalah
perasaan sayang seorang anak kepada ayahnya.
Setelah kelas tiga,
Amel memang lebih dekat dengan pak
John dari pada aku. Ya, aku selalu menanyakan kabar pak John padanya. Ada rumor
yang menyatakan pak John sakit agak parah dan aku selalu mendoakannya agak
cepat sembuh. Ya, aku sangat khawatir padanya, namun aku tidak bisa bicara
padanya. Aku takut jika dia salah paham. Apa lagi Ani jadi musuhku semenjak aku
bilang ngefans pada pak John.
Namun beberapa hari kemudian,
semuanya terungkap.
Saat aku bicara dengan Amel, dia
memberitahukan semuanya padaku. Ani ternyata tidak suka jika aku dekat dengan
pamannya, karena dia merasa kasih sayang pamannya direbut olehku. Sehingga Ani
mengatakan pada pak John jika aku mencintainya.
“ya ampun, Mel. Pantes aja semenjak
itu dia jadi nyebelin dan melarang Citra untuk bermain denganku jika datang ke
sekolah”
“ada satu hal lagi kak”
Aku menatap Amel.
“pak John bertanya padaku, apa kakak
mencintainya? Lalu aku bilang pada pak John jika dia bukan tipe kakak”
“syukurlah, Mel”
Aku menunduk, disatu sisi, aku
bersyukur Amel memberitahukan semuanya padaku. Tapi di sisi lain, aku sedih.
Ternyata pak John memang sudah termakan omongan Ani selama hampir 3 tahun.
Mungkin itulah yang membuat aku tidak bisa dekat dengan pak John seperti Amel.
***
Hari perpisahan pun tiba,
Aku masuk ke ruang kerja pak John,
disana pak John sedang sendiri.
“pak”
John menatapku, “Cinta?”
“ini buat… bapak” aku memberikan
John sebuah kado besar.
“terima kasih ya”
Aku tersenyum, sebenarnya itu adalah
kado terakhir yang akan aku berikan untuk John.
Malam itu,
John membuka kado yang diberikan
oleh CInta di kamarnya, ia mendapatkan sebuah sepatu keren dan surat berwarna
biru.
Untuk pak John
Terima kasih karena selama ini bapak
sudah begitu baik pada Cinta, Cinta sangat bersyukur bisa bertemu dengan bapak.
Hanya saja ada kesalah fahaman yang selama ini mengganjal di hati Cinta. Saat
itu, Amel bilang jika bapak bertanya padanya tentang perasaan Cinta. Jawabannya
adalah tidak, pak. Bagi Cinta, bapak adalah orang tua yang baik dan sempurna.
Saat bapak memanjakan Citra di depan mata Cinta, Cinta iri. Seandainya Cinta
punya ayah seperti bapak, mungkin Cinta akan bahagia. Tapi Cinta tau, itu gak
mungkin terjadi. Apalagi ada salah faham yang muncul selama Cinta sekolah disana.
Sumpah pak, waktu itu, Cinta cuma bilang ngefans sama bapak ke Ani, bukan Cinta.
Semoga bapak bisa mengerti, maaf jika
selama ini Cinta banyak salah sama bapak.
Cinta
John pun terdiam, dia sedikit
menyesal semuanya harus berakhir seperti ini. Seandainya ada keterbukaan sejak
awal, mungkin masalah ini tidak akan menjadi panjang lebar dan membuatnya jauh
dari Cinta. Si murid polos dan perhatian. Selama ini, John memang menyayangi
Cinta dan ingin memperlakukannya sebagai murid yang special. Namun karena
omongan Ani, John pun menjauhi Cinta.
Di rumah Cinta,
Cinta menatap langit di balkon luar
kamarnya, ya… dia tidak menyesali jika semuanya harus berakhir seperti ini. Dia
memang sangat menyayangi John dan berharap John bisa menganggapnya sebagai
anak, tapi semuanya memang harus diakhiri sebelum menjadi lebih rumit. Dan jika
dia menjauhi John, setidaknya rasa sakit itu akan berkurang.
Selamat tinggal pak John, aku yakin,
dengan atau pun tanpamu. Hidupku akan tetap berjalan, dan suatu saat, aku akan
mendapatkan sosok ayah yang aku impikan.
Cinta tersenyum dan masuk ke
kamarnya.
To be Continued
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau
isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar