Rabu, 17 Februari 2016

My Cool Fathers 3 : Beautiful Day

Author : Sherly Holmes
Genre : School-life, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Note : di cerita ini karakter Robert mulai muncul
Hari pertamaku di kampus,
BAMBA berlangsung biasa saja, tak seseram MOPD saat di sekolah kejuruan kemarin. Aku sangat bersyukur, tidak ada tekanan atau hukuman yang diluar batas. Like in jail huh…
Pamanku Paul, selain menjadi dosen, dia juga merangkap kerja di bagian kemahasiswaan. Tapi aku tidak mau mentang-mentang, aku ingin merahasiakan hubungan kekeluargaan kami dari siapa pun.
Seperti biasa, mata kuliah di semester awal masih mempelajari hal-hal umum. Belum ada yang membingungkan sejauh ini, bahkan teori-teori pun hanya ada di beberapa mata kuliah.
Namun di kelas, ada seorang perempuan yang membuat aku kagum. Ia bernama Heni, perempuan itu pandai tapi tidak menyebalkan seperti orang-orang pintar pada umumnya (seperti kenanganku di SMP dan SMK). Aku semakin kagum dengan sikapnya yang baik dan rendah hati, aku yakin, suatu saat, dia akan menjadi pemimpin yang terhormat.
Saat pulang kuliah,
Aku bertemu paman Paul.
“hey Cinta, gimana kuliahnya?”
“baik pak” aku tersenyum.
Sebelumnya, kami memang tidak dekat. Sehingga rasa canggungku begitu besar, tapi aku berusaha bersikap manis dan menunjukan perhatianku pada paman Paul. Karena dia begitu memperhatikanku.
Setelah tingkat dua,
Apa yang aku pikirkan, benar. Heni sukses menjadi ketua di setiap organisasi, tapi sekarang, dia terlihat sedikit berubah. Entah itu karena cape atau sibuk. Tapi yang orang lain yakini, dia berubah setelah bergabung dengan genk Ngejreng.
Aku tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, yang penting tidak terjadi apa-apa diantara kami dan aku masih menyimpan kekaguman padanya.
Suatu hari,
Aku datang ke ruang kemahasiswaan, aku melihat paman Paul yang terlihat lemas.
“paman baik-baik aja kan?”
“gak apa-apa kok, cuma gak enak badan”
Aku pun berusaha untuk memberinya semangat dan dia tersenyum.
Namun di semester berikutnya,
Paman Paul mengajar di kelasku, OMG… aku gak boleh terlihat bodoh, aku harus jaim. Haha…
“baiklah, apa di kelas ini sudah ada yang mengenal bapak?”
“sudah” teman-teman tertawa.
Paman Paul tersenyum dan dengan santainya, ia memperkenalkan diri.
“nama bapak, James Paul McCartney. Dan bapak adalah paman dari Cinta”
Semua teman menatapku, aku hanya berharap mereka tidak akan berfikir buruk setelah ini.
Namun sayangnya, paman mengajar hal yang aku tidak sukai, yaitu berhitung. Ya Tuhan…
Semester baru pun dimulai dan nilai yang kemarin sudah muncul.
Nilaiku sama dengan semua teman, ya… aku berharap dapat nilai lebih karena sudah berusaha. Tapi mungkin ini yang terbaik, agar tidak ada yang iri padaku.
Setelah itu, aku semakin dekat dengan paman. Dan aku merasa, paman adalah sosok ayah yang aku impikan. Setiap menyuruhku, paman selalu bilang…
“Cinta, gak apa-apa kan paman nyuruh? Tolong photocopy-in ini ya”
“iya pak, gak apa-apa” aku tersenyum, dengan senang hati aku akan selalu membantu paman.
Aku begitu menyayanginya meskipun aku tidak tau perasaan paman, yang aku tau, paman begitu memperhatikanku dan selalu menanyakanku tentang apa yang sedang aku lakukan dan rasakan di kampus.
Mungkin itu sederhana, tapi aku sangat merasakan kasih sayang paman Paul. Aku ingin sekali memeluknya dan memberitaunya jika aku sayang padanya dan maukah dia jadi ayahku? Ya Tuhan… tapi aku tidak berani, aku tidak mau paman tau tentang keadaan keluargaku. Meskipun sebenarnya, jika dia tau, mungkin dia akan lebih memahami itu.
Paman Paul, terima kasih banyak atas kebaikanmu… sekarang aku kembali mendapatkan sosok ayah darimu.
Di mata kuliah baru ini, ada pelajaran psikologi. Disana dikatakan bahwa, orang yang pintar, biasanya gak punya hati/egois. 70% digunakan oleh otak dan 30% baru menggunakan hati. Dan sebaliknya, orang yang tidak terlalu pintar hanya menggunakan 30% untuk berfikir dan 70% perasaan. Itulah yang membuat orang yang kurang pandai bisa lebih peka dari orang pandai.
Aku pun menyadari, selama ini orang-orang pintar sering menyebalkan. Jadi itu alasannya? Setuju gak setuju sih, ada juga kok orang yang pintar tapi masih memiliki perasaan. Tapi itu jarang, karena mereka cenderung ingin mengusai kelas dan teman-teman lain. Ingin menguasai kelas dengan memaksakan kehendak dan penuh keegoisan. Namun terkadang guru/dosen tidak bisa melihat itu, yang mereka tau hanya kepandaian dan kedok so suci mereka.
Tingkat tiga pun dimulai,
Disini, cita-citaku kembali muncul setelah lama terkubur. Seorang guru yang mengajarkan tentang pelajaran internasional memberitau kami jika hampir 90% temannya menjadi duta. Dan ia meyakinkan siapapun yang ingin menjadi duta atau diploma pasti mampu asalkan memiliki kelebihan, misalnya lancar berbahasa asing.
Dia adalah pak George Harold Harrison, orang yang sangat berjasa untuk mencerahkan otakku.
Dan tak lama setelah itu, seorang dosen baru datang. Dia terlihat berbeda dari dosen lainnya, masih mudah dan tampan.
“ok, kenalkan, nama bapak Robert dan bapak berasal dari luar kota”
Teman-teman khususnya perempuan agak terpesona, mungkin…
Yang bisa aku lihat, dia muda, baru lulus S2 dan single. Haha…
Tidak ada yang spesial, dosen lain yang masih muda juga tetap saja berfikir kolot seperti dosen tua lainnya. Tapi karena dia dari luar kota, mungkin fikirannya masih bagus dan belum terkontaminasi oleh yang lain.
Pak Robert bercerita jika dia mendapat gelar sastra di S1 dan dan S2-nya sesuai dengan jurusan kami, itulah yang membuatnya menjadi dosen disini.
Namun sisi kesombongannya agak muncul setelah itu, ya mungkin karena dia lulusan dari universitas ternama dan mengajar di universitas kota kecil seperti ini.
Salah satu teman alay pun sedikit bicara dengan hal itu. Tapi aku tidak perduli, bagaimana pun sikap dia, yang penting dia tidak merugikanku.
Dan hal yang membuatku semankin bersyukur adalah, dia siap menerima mahasiswa yang mau les private bahasa asing seperti ingris dan jepang. Aku jadi ingat dengan apa yang dikatakan pak George, mungkin jika aku les pada pak Robert, aku punya peluang untuk masuk diploma.
Semangat menuju cita-cita dan berharap semuanya akan lebih baik, terima kasih kepada Tuhan yang telah memberikan jalan untukku…
Pak Robert juga bilang jika dia menyukai seni dan pernah menjadi pemain band saat kuliah, selain itu, dia juga menjadi konsultan dan apapun itu.
Dari sini aku dapat menyimpulkan jika dia akan menjadi orang yang baik, fair dan bijak dibalik kesombongannya dan satu hal lagi, kami memiliki kesamaan. Yaitu menyukai bahasa asing, seni dan segala hal tentang masalah dunia khususnya dalam bidang politik. It’s great…
Aku pun mengajak temanku yang bernama Iren untuk les private pada pak Robert, alasanku mengajaknya karena dia perempuan yang baik, pintar dan tidak banya bicara. Dan plusnya, dia juga menyukai bahasa asing dan melebihi aku dalam hal itu dan yang lebih cocok lagi, dia menyukai segala macam tentang jepang. Kebetulan, pak Robert S1 sastra Jepang.
Yeah…, let’s go mengapai masa depan bersama…
To be Continued
___
Thank’s for reading…

Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar