Author : Sherly
Holmes
Genre : School-life,
Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
Note : di cerita ini
karakter Robert mulai muncul
Hari pertamaku di kampus,
BAMBA berlangsung biasa
saja, tak seseram MOPD saat di sekolah kejuruan kemarin. Aku sangat bersyukur,
tidak ada tekanan atau hukuman yang diluar batas. Like in jail huh…
Pamanku Paul, selain
menjadi dosen, dia juga merangkap kerja di bagian kemahasiswaan. Tapi aku tidak
mau mentang-mentang, aku ingin merahasiakan hubungan kekeluargaan kami dari
siapa pun.
Seperti biasa, mata kuliah
di semester awal masih mempelajari hal-hal umum. Belum ada yang membingungkan
sejauh ini, bahkan teori-teori pun hanya ada di beberapa mata kuliah.
Namun di kelas, ada
seorang perempuan yang membuat aku kagum. Ia bernama Heni, perempuan itu pandai
tapi tidak menyebalkan seperti orang-orang pintar pada umumnya (seperti
kenanganku di SMP dan SMK). Aku semakin kagum dengan sikapnya yang baik dan
rendah hati, aku yakin, suatu saat, dia akan menjadi pemimpin yang terhormat.
Saat pulang kuliah,
Aku bertemu paman Paul.
“hey Cinta, gimana
kuliahnya?”
“baik pak” aku tersenyum.
Sebelumnya, kami memang
tidak dekat. Sehingga rasa canggungku begitu besar, tapi aku berusaha bersikap
manis dan menunjukan perhatianku pada paman Paul. Karena dia begitu
memperhatikanku.
Setelah tingkat dua,
Apa yang aku pikirkan,
benar. Heni sukses menjadi ketua di setiap organisasi, tapi sekarang, dia
terlihat sedikit berubah. Entah itu karena cape atau sibuk. Tapi yang orang lain
yakini, dia berubah setelah bergabung dengan genk Ngejreng.
Aku tidak terlalu
mempermasalahkan hal itu, yang penting tidak terjadi apa-apa diantara kami dan
aku masih menyimpan kekaguman padanya.
Suatu hari,
Aku datang ke ruang
kemahasiswaan, aku melihat paman Paul yang terlihat lemas.
“paman baik-baik aja kan?”
“gak apa-apa kok, cuma gak
enak badan”
Aku pun berusaha untuk
memberinya semangat dan dia tersenyum.
Namun di semester
berikutnya,
Paman Paul mengajar di
kelasku, OMG… aku gak boleh terlihat bodoh, aku harus jaim. Haha…
“baiklah, apa di kelas ini
sudah ada yang mengenal bapak?”
“sudah” teman-teman
tertawa.
Paman Paul tersenyum dan
dengan santainya, ia memperkenalkan diri.
“nama bapak, James Paul
McCartney. Dan bapak adalah paman dari Cinta”
Semua teman menatapku, aku
hanya berharap mereka tidak akan berfikir buruk setelah ini.
Namun sayangnya, paman
mengajar hal yang aku tidak sukai, yaitu berhitung. Ya Tuhan…
Semester baru pun dimulai
dan nilai yang kemarin sudah muncul.
Nilaiku sama dengan semua
teman, ya… aku berharap dapat nilai lebih karena sudah berusaha. Tapi mungkin
ini yang terbaik, agar tidak ada yang iri padaku.
Setelah itu, aku semakin
dekat dengan paman. Dan aku merasa, paman adalah sosok ayah yang aku impikan.
Setiap menyuruhku, paman selalu bilang…
“Cinta, gak apa-apa kan
paman nyuruh? Tolong photocopy-in ini ya”
“iya pak, gak apa-apa” aku
tersenyum, dengan senang hati aku akan selalu membantu paman.
Aku begitu menyayanginya
meskipun aku tidak tau perasaan paman, yang aku tau, paman begitu
memperhatikanku dan selalu menanyakanku tentang apa yang sedang aku lakukan dan
rasakan di kampus.
Mungkin itu sederhana,
tapi aku sangat merasakan kasih sayang paman Paul. Aku ingin sekali memeluknya
dan memberitaunya jika aku sayang padanya dan maukah dia jadi ayahku? Ya Tuhan…
tapi aku tidak berani, aku tidak mau paman tau tentang keadaan keluargaku.
Meskipun sebenarnya, jika dia tau, mungkin dia akan lebih memahami itu.
Paman Paul, terima kasih
banyak atas kebaikanmu… sekarang aku kembali mendapatkan sosok ayah darimu.
Di mata kuliah baru ini,
ada pelajaran psikologi. Disana dikatakan bahwa, orang yang pintar, biasanya
gak punya hati/egois. 70% digunakan oleh otak dan 30% baru menggunakan hati.
Dan sebaliknya, orang yang tidak terlalu pintar hanya menggunakan 30% untuk
berfikir dan 70% perasaan. Itulah yang membuat orang yang kurang pandai bisa
lebih peka dari orang pandai.
Aku pun menyadari, selama
ini orang-orang pintar sering menyebalkan. Jadi itu alasannya? Setuju gak
setuju sih, ada juga kok orang yang pintar tapi masih memiliki perasaan. Tapi
itu jarang, karena mereka cenderung ingin mengusai kelas dan teman-teman lain.
Ingin menguasai kelas dengan memaksakan kehendak dan penuh keegoisan. Namun
terkadang guru/dosen tidak bisa melihat itu, yang mereka tau hanya kepandaian
dan kedok so suci mereka.
Tingkat tiga pun dimulai,
Disini, cita-citaku
kembali muncul setelah lama terkubur. Seorang guru yang mengajarkan tentang
pelajaran internasional memberitau kami jika hampir 90% temannya menjadi duta. Dan
ia meyakinkan siapapun yang ingin menjadi duta atau diploma pasti mampu asalkan
memiliki kelebihan, misalnya lancar berbahasa asing.
Dia adalah pak George
Harold Harrison, orang yang sangat berjasa untuk mencerahkan otakku.
Dan tak lama setelah itu,
seorang dosen baru datang. Dia terlihat berbeda dari dosen lainnya, masih mudah
dan tampan.
“ok, kenalkan, nama bapak
Robert dan bapak berasal dari luar kota”
Teman-teman khususnya
perempuan agak terpesona, mungkin…
Yang bisa aku lihat, dia
muda, baru lulus S2 dan single. Haha…
Tidak ada yang spesial,
dosen lain yang masih muda juga tetap saja berfikir kolot seperti dosen tua
lainnya. Tapi karena dia dari luar kota, mungkin fikirannya masih bagus dan
belum terkontaminasi oleh yang lain.
Pak Robert bercerita jika
dia mendapat gelar sastra di S1 dan dan S2-nya sesuai dengan jurusan kami,
itulah yang membuatnya menjadi dosen disini.
Namun sisi kesombongannya
agak muncul setelah itu, ya mungkin karena dia lulusan dari universitas ternama
dan mengajar di universitas kota kecil seperti ini.
Salah satu teman alay pun
sedikit bicara dengan hal itu. Tapi aku tidak perduli, bagaimana pun sikap dia,
yang penting dia tidak merugikanku.
Dan hal yang membuatku
semankin bersyukur adalah, dia siap menerima mahasiswa yang mau les private
bahasa asing seperti ingris dan jepang. Aku jadi ingat dengan apa yang
dikatakan pak George, mungkin jika aku les pada pak Robert, aku punya peluang
untuk masuk diploma.
Semangat menuju cita-cita
dan berharap semuanya akan lebih baik, terima kasih kepada Tuhan yang telah
memberikan jalan untukku…
Pak Robert juga bilang
jika dia menyukai seni dan pernah menjadi pemain band saat kuliah, selain itu,
dia juga menjadi konsultan dan apapun itu.
Dari sini aku dapat
menyimpulkan jika dia akan menjadi orang yang baik, fair dan bijak dibalik
kesombongannya dan satu hal lagi, kami memiliki kesamaan. Yaitu menyukai bahasa
asing, seni dan segala hal tentang masalah dunia khususnya dalam bidang
politik. It’s great…
Aku pun mengajak temanku
yang bernama Iren untuk les private pada pak Robert, alasanku mengajaknya
karena dia perempuan yang baik, pintar dan tidak banya bicara. Dan plusnya, dia
juga menyukai bahasa asing dan melebihi aku dalam hal itu dan yang lebih cocok
lagi, dia menyukai segala macam tentang jepang. Kebetulan, pak Robert S1 sastra
Jepang.
Yeah…, let’s go mengapai
masa depan bersama…
To be
Continued
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang
menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar