Author
: Sherly Holmes
Genre
: Romance, Supranatural
Cerita ini adalah
fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
Note : cerita ini
dibuat karena request dari Maryam Down(e)ylovers yang ingin story tentang
‘perkutaran’.
Suatu pagi,
Seorang anak laki-laki
berlari di pinggir jalan.
“hati-hati, Robert”
seorang ibu begitu khawatir melihatnya.
“gak apa-apa kok,
bu” Robert yang berbalik, tersenyum pada ibunya sambil terus berlari.
Tapi saat Robert
kembali melihat ke depan, sebuah truk melaju kencang ke arahnya.
“Robert?!”
“argh?!” Robert
yang sudah remaja, terbangun dari tempat tidurnya.
“Robert, kau sudah
bangun?” ibu berteriak dari luar kamar.
“ya Tuhan...
syukurlah aku hanya mimpi” Robert masih terdiam karena mimpinya.
***
Di jalan,
Robert yang memakai
baju SMA, berjalan sendirian.
“Robert, Robert...
tunggu”
Robert berhenti
berjalan dan mencari orang yang memanggilnya, “siapa sih?” ia melihat kesana
kemari.
“hey Robert”
seorang perempuan mendekat.
“hey” Robert
tersenyum, aneh... perasaan yang manggil aku
laki-laki deh, kenapa yang datang dia?
“hey, kamu kenapa?”
“gak apa-paa”
“jangan-jangan,
kamu berhalusinasi lagi ya?”
“eh, Maryam, kamu
itu bicara apa sih? Aku kan udah pernah bilang, sejak kecelakaan itu, aku jadi
bisa liat arwah”
“ah, dasar. Yang
ada juga, setelah kecelakaan itu, kamu jadi bodoh”
“ya udah kalau gak
percaya”
Mereka berjalan
bersama ke sekolah.
Di sekolah,
Robert dan
teman-temannya sedang ujian, siswa kelas dibagi dua dan semua duduk sendiri
saat ujian. Hanya yang Robert duduk berdua, tapi orang lain tidak bisa melihat
seseorang yang duduk disamping Robert.
“eh, ini soal nomor
dua gimana jawabannya?” Robert menatap arwah yang ada disampingnya.
“mana ku tau, aku
kan udah bilang, aku cuma bisa ngerjain soal sampe kelas 3 SMP. Waktu pertama
aku masuk SMA kan, aku mati”
“ih, nyebelin
banget sih kamu” Robert kesal, “ya udah sana, jangan ganggu aku”
“dasar manusia gak
tau balas budi, kamu lupa? Aku yang bikin kamu berprestasi di SMP”
“sekarang aku SMA,
bukan SMP”
“Robert?!” guru
yang melihat Robert ribut sendiri, marah.
Robert terdiam dan
menatap gurunya dengan kaget.
“keluar kamu?!”
Robert pun keluar,
ia pasrah jika hasil ulangannya nol lagi.
Di luar,
“Robert?” Maryam
menatap Robert dengan khawatir.
“aku gak apa-apa,
ini udah biasa kok” Robert tersenyum, ia pun pergi.
“Robert, kamu mau
kemana?” Maryam semakin khawatir.
Di taman sekolah,
Robert melamun, ia
ingat...
Saat sekolah dasar,
ia pernah tertabrak truk dan hampir mati. Namun ia kembali hidup dengan
beberapa hal yang berubah. Robert yang terkenal pintar di sekolah dasar,
tiba-tiba bodoh. Ada yang bilang, mungkin karena luka di kepalanya yang begitu
parah. Tapi hal yang paling menyiksanya adalah, dia bisa melihat arwah sejak
siuman di rumah sakit.
Robert menjalani
kehidupan anehnya selama sekolah, sampai suatu hari, saat ia masuk SMP, ia
bertemu dengan arwah siswa baru yang meninggal saat ospek di SMA. Akhirnya
Robert kembali pintar di SMP, orang tuanya pun bersyukur karena kepintaran
Robert sudah kembali. Tanpa mereka ketahui, itu adalah kebohong yang Robert
lakukan dengan sang arwah.
Sampai saat ini, ia
kembali kebingungan dengan pelajaran di SMA. Apalagi, karena di SMP begitu
pintar, ia masuk SMA terbaik di kotanya.
“ah...” Robert diam
lemas memikirkan semua itu, ia berjongkok di dekat tanaman.
“Robert?”
“ah?” Robert kaget
dan menoleh, ia melihat seorang pria asing.
“hey, kenalkan,
namaku Susetyo”
“anda siapa? Guru
baru?”
“bukan, aku datang
kesini untuk menemuimu”
“menemuiku?” Robert
terdiam, “tunggu, suaramu seperti...” ia ingat, “kau orang yang tadi pagi
memanggilku ya?”
“iya” Susetyo duduk
disamping Robert, “aku ingin meminta bantuanmu”
“bantuan..., apa?”
Robert kaget, ia mulai curiga pada Susetyo.
Susetyo tersenyum,
“aku mohon, hanya kau yang bisa membantuku”
“oh, aku tau”
Robert menatap Susetyo, “kau arwah, kan?”
Susetyo hanya
tersenyum.
“pantas saja, tadi
pagi aku hanya mendengar suaramu” Robert kesal.
“aku minta maaf,
tadi aku ingin bicara, tapi teman perempuanmu mendekatimu”
“hey, kau itu
arwah. Dia tidak akan melihatmu”
“maaf, aku belum
pernah mengalami hal ini. Apalagi, aku takut jika dia pacarmu”
“kami hanya teman,
tidak ada ikatan apa pun. Mana mau dia sama cowo bodoh kaya aku” Robert
tersenyum.
Susetyo hanya
tersenyum.
“tunggu, kau
bilang, ini pertama kalinya dan...”
“iya, dini hari
tadi, aku kecelakaan. Mobilku jatuh ke jurang, aku koma di rumah sakit. Mungkin
aku akan mati, tapi...” Susetyo menatap Robert, “ada seseorang yang ingin aku
temui sebelum aku pergi, kau bisa membantuku kan?”
“wah ini pengalaman
pertamaku, biasanya aku berinteraksi dengan orang yang sudah benar-benar mati”
“aku mohon, aku
tidak akan mati dengan tenang jika belum bertemu dengannya”
“em...” Robert
berpikir, “bagaimana caranya? Jika aku bertemu dengan orang itu, belum tentu
juga dia bisa melihatmu”
“aku mohon Robert,
aku ingin sekali bertemu dengannya”
“itu mudah, kalian
bisa bertukar tubuh” arwah siswa yang selalu menemani Robert, datang.
“apaan sih kamu?
Ikut campur urusan orang” Robert kesal.
“eh, aku serius.
Itu cara satu-satunya, iya kan Setyo?”
“darimana kau tau
namaku?” Susetyo kaget.
“ah, dasar arwah
yang belum berpengalaman”
Robert menatap
arwah siswa itu.
“sudahlah, ini
tidak apa-apa. Kau masuk ke tubuh Robert dan arwah Robert akan masuk ke
tubuhmu, setelah itu kau bisa bertemu dengan orang yang ingin kau temui. Tapi
ingat, jangan terlambat untuk bertukar tubuh. Atau kau akan selamanya ada dalam
tubuh Robert dan Robert akan mati di tubuhmu, kau mengerti?”
Susetyo mengangguk
dan mereka menatap Robert.
“ok ok” Robert
tersenyum, “kau janji hanya sebentar, kan?” aku kan masih harus lulus SMA
sebelum aku mati” sambil menyindir si arwah.
***
Di rumah sakit,
Ibu Sustyo melamun
di ruang tunggu,...
Di
ruang tindakan,
“Setyo”
ibu menangis, “Setyo, kamu harus kuat”
“sudah
bu, tenangkan dirimu” ayah memeluk ibu.
“Ra...Ra...Rayya...”
Susetyo yang sekarat, berusaha bicara.
“bu?” ayah
mendekat.
“ayah, apa
sebaiknya kita...”
“perempuan itu?
Sampai kapanpun, ayah tidak akan pernah merestui mereka”
“tapi kau harus
lihat keadaan Setyo, perempuan itu keinginan terakhirnya”
“bu, ibu harus tau
jika kita ini keluarga yang terhormat. Apa kata orang jika Setyo bersama
perempuan itu?”
Ibu menangis.
***
Susetyo yang sudah
ada dalam tubuh Robert, berlari ke dekat gerbang sekolah. Ah, sial. Ada satpam yang jagain gerbang, aku harus kemana? Susetyo
melihat gerbang yang agak dangkal di dekat pohon buah, itu dia. Ia senang dan berlari ke sana.
Disana,
Setyo mulai
melemparkan tasnya ke luar, tapi tas itu kembali lagi.
“ah?” Setyo kaget,
ia pun melemparnya lagi.
Dan tas kembali
lagi.
“apa?” Setyo kesal
dan meleparnya lagi dengan lebih kuat.
Tas pun tidak
kembali.
“sip” Setyo mulai
memanjat pohon buah itu, tapi saat ia mau loncat...
“Robert?!” kepala
sekolah yang memegang tas Robert, kesal.
Oow... Susetyo kaget.
Susetyo pun dibawa
ke ruang kepala sekolah lalu disuruh mengikuti ujian lagi.
Di kelas,
“Robert?”
teman-teman merasa aneh karena Robert ujian lagi, “bukannya dia kloter satu?”
Setyo duduk di
kursi Robert dan melihat Maryam yang begitu khawatir padanya, perempuan itu kan yang jalan bareng Robert
tadi pagi? Dia kayanya khawatir banget.
“hey Robert, ini
soalnya. Harus bersyukur kamu, boleh ikut ujian lagi”
“maaf, bu” Setyo
terpaksa mengerjakannya dulu.
Baru seperempat
jam, Setyo sudah menyelesaikan soal ujiannya.
Semua kaget, kenapa Robert tiba-tiba pintar? Ah paling
juga ngisinya asal.
Setyo memberikan
hasil ujiannya pada bu guru dan keluar.
Sang guru begitu
kaget, Robert bisa menjawab semua soal dengan cepat dan sempurna. Kerasukan apa, dia?
***
Kali ini, Setyo
berhasil kabur.
“aku harus cepat,
kasihan Robert. dia pasti menderita di tubuhku...” Setyo berlari.
Di rumah sakit,
Robert membuka
matanya, “aduh tubuhku sakit semua, sulit sekali untuk bergerak. Mana harus
pake oksigen segala, ini apa lagi? Nempel-nempel di badanku, eh... maksudku
badan Setyo”
Seorang suster yang
masuk, kaget melihat Setyo siuman.
“hey suster,
ambilin makanan dong. Lapar”
“argh...” suster
itu pergi, ia kaget karena tidak pernah ada pasien yang siuman dalam keadaan
seperti itu sebelumnya.
“kenap sih dia?”
Robert kaget.
Tak lama kemudian,
dokter masuk.
“tuan Setyo? Anda
sudah siuman? Secepat ini kah?”
“hey, harusnya kau
bersyukur aku siuman. Kau ingin aku mati?” Robert menatap dokter.
“bukan begitu tuan,
hanya saja...”
“apa?” Robert
berusaha bergerak, “kenapa tubuhku sakit seperti ini?”
“jangan banyak
bergerak dulu, tuan. Beberapa tulang anda patah dan retak”
“apa?” Robert
kaget, “oh... begitu menderitanya aku”
Ayah dan ibu
Susetyo masuk.
“nak?” ibu senang.
“siapa kalian?”
Robert menatap kedua orang tua Susetyo.
“apa?” ibu panik
dan pingsan.
“ibu?” ayah kaget
dan meminta bantuan suster.
Suster pun membawa
ibu keluar.
Ayah menatap
Robert, “kau pikir, dengan pura-pura hilang ingatan, aku akan merelakan
semuanya?”
“hey orang tua
galak, kau itu siapa? Aku ini sedang sakit, jangan ganggu aku”
“ya Tuhan...” ayah
kaget, Susetyo yang begitu santun tiba-tiba berubah.
“pergi sana, aku
mau tidur. Pasien itu butuh ketenangan, tau?” Robert memalingkan wajahnya.
Ayah semakin kesal
dan pergi.
Dokter bingung,
“tuan...?” ia menatap Robert.
“dok, mana
makanannya?”
“maaf tuan, tapi
pencernaan anda belum bekerja dengan baik. Anda belum bisa makan apapun”
“apa?” Robert sedih
mendengar itu, “ya udah, mending dokter pergi aja deh, aku mau tidur”
“b...baik tuan”
Robert diam dengan
kesal, “aduh... padahal perutku lapar banget, tapi aku gak bisa makan apa-apa”
Di luar,
Ayah ingat, sebelum
Setyo kecelakaan, mereka sempat bertengkar. Selama ini, ayah memang tidak
pernah merestui Setyo dan Rayya. Ayah merasa, Rayya tidak pantas mendampingi
anaknya. Karena Rayya hanyalah gadis biasa, bukan anak orang kaya ataupun
pembisnis sukses seperti dirinya.
Ayah sangat marah
saat tau selama kuliah, Setyo tinggal bersama Rayya.
“tuan?” dokter
mendekat.
“bagaimana keadaan
Setyo? Apa yang sebenarnya terjadi?”
“saat ini saya
belum bisa memberitahukan, masih ada yang harus saya periksa. Tapi prediksi
saat ini, mungkin tuan Setyo hilang ingatan”
“apa hilang ingatan
bisa membuat dia berubah 180 derajat, dok?”
“saya...”
***
Setyo yang ada di
dalam tubuh Robert, tiba di depan sebuah rumah.
Ini dia, ini rumah orang tua Rayya.
Setyo menatap sebuah warung kecil dan tersenyum.
Seorang perempuan
keluar dari warung itu, “mau beli apa, dek?” ia tersenyum.
“Rayya...?” Setyo
senang bisa melihatnya lagi.
Rayya terdiam, kenapa anak asing ini bisa mengenaliku?
“Rayya, aku senang
bisa melihatmu lagi”
“emh... ah...”
Rayya bingung.
“ibu...” seorang
anak kecil, berjalan ke arah Rayya.
“hati-hati, Lara.
Nanti kamu jatuh” ibu Rayya keluar.
Setyo terdiam
melihat anak perempuan itu, ia melihat warna mata anak itu. Setyo tersenyum,
hitam bercahaya. Seperti mataku, “Rayya?”
Rayya masih menatap
Setyo yang ada di tubuh Robert.
“apa dia anakku?
Katakan Rayya, apa dia anak kita? Dia punya warna hitam yang sama dengan
mataku”
Rayya kaget, ia melihat
mata Robert yang berwarna coklat muda. Ia pun malah tertawa bersama ibunya.
“Rayya, aku serius.
Apa dia anakku?” Susetyo menatap Rayya.
“nak, kamu itu
kenapa sih? Baru diputusin pacar? Hidup kamu masih panjang, kamu masih SMA” ibu
Rayya menatap Setyo.
Setyo tau, Robert
memang memakai seragam SMA. Mana mungkin mereka akan percaya jika dia Susetyo.
Tapi Lara terus
menatap Setyo dan perlahan, ia mendekati Setyo. Lara memeluknya.
Setyo tersenyum dan
sangat terharu, sekarang anaknya sudah bisa berjalan dan bicara. Sejak anak itu
lahir, Setyo belum pernah bertemu dengannya. Setyo pun menggendong anak itu.
Rayya terdiam,
biasanya Lara selalu takut dengan orang asing. Tapi, kenapa Lara mau digendong
oleh anak SMA ini?
Ibu Rayya pun
bingung dan menatap Rayya.
Mata Setyo memerah,
anakku... ia merasa berdosa karena
belum pernah melakukan apapun untuk anak itu.
Sorenya,
Rayya membereskan
warung yang sebentar lagi akan tutup, lalu ia menatap kontrakan yang ada di
sebrang jalan. Ia ingat...
Dulu, Rayya tinggal
disana bersama Setyo. Saat itu, Setyo sedang kuliah di kota ini. Alasan awal
Setyo kesini, memang untuk bersama Rayya. Saat SMA, orang tua Setyo tidak suka
jika Setyo dekat dengan Rayya.
Setyo berharap,
jika ia kuliah disini, ia bisa selalu bersama Rayya.
Setelah tiga tahun
hidup bersama, akhirnya orang tua Setyo mengetahui apa yang terjadi.
Siang
itu,
Orang
tua Setyo datang ke kontrakan.
Rayya
menatap Setyo, “apa ini akan baik-baik saja?”
Setyo
mengangguk dan pergi ke ruang tamu.
Di
ruang tamu,
“ayah
sudah mengurus semuanya, mulai besok, kamu pindah universitas. Satu tahun lagi,
kamu lulus. Ayah lebih senang jika kamu
bersama kami”
Setyo
mengerti maksud ayah yang tidak pernah merestui hubungannya dengan Rayya.
Rayya
pun muncul dan menyuguhkan air minum.
“ibu
harap, kamu mengerti” ibu tersenyum pada Rayya, “kamu juga ngerti, kan?”
Rayya
terdiam, ia tau yang akan terjadi setelah ini.
Setelah
orang tua Setyo pergi,
Rayya
melihat Setyo yang sedang mengemasi pakaian, “Setyo”
Setyo
menoleh.
“apa
kau akan pergi?”
“aku...”
“apa
kau tidak bisa memutuskan pilihan?”
“Rayya,
mereka orang tuaku. Aku tidak mungkin tidak mematuhi...”
“kau
sudah dewasa, kau bisa memilih jalanmu sendiri”
“aku
tau, aku minta maaf” Setyo pergi.
“jadi
kau lebih memilih untuk meninggalkan aku?” Rayya menangis.
Rayya selalu sedih
mengenang itu.
“Rayya, Lara mana?”
Rayya menoleh dan
tersenyum pada ibunya, “Lara lagi main sama Robert”
“kamu yakin, mereka
akan baik-baik saja? Robert itu orang asing, kamu harus hati-hati”
“Lara gak pernah
sedekat itu dengan orang lain, bu. Aku yakin, Robert memang orang baik”
***
Di rumah sakit,
Robert yang ada di
tubuh Setyo, agak kesal. Ia melihat ke sekitarnya, “aduh, si Setyo mana sih?
Ini kan udah sore, kalau aku keburu mati, gimana? Mana gak bisa gerak lagi,
mending keluar dulu ah bentar” Robert pun keluar dari tubuh Setyo, “ah...
leganya” ia merasa senang karena bebas bergerak.
Tapi saat dokter
masuk untuk memeriksa keadaan Setyo, ia kaget dengan alat deteksi jantung yang
berbunyi datar. Juga tubuh Setyo yang begitu kaku.
“ya Tuhan...”
dokter langsung berlari ke luar sambil berteriak, “suster, suster”
Robert yang melihat
itu pun pasrah, “aduh, kenapa mesti datang dokter segala sih? Aku jadi harus
masuk lagi ke badan dia” Robert pun kembali masuk ke tubuh Setyo.
Saat dokter kembali
dengan para suster,
“tu..tuan Setyo?”
dokter kaget melihat Setyo yang baik-baik saja.
Para suster pun
menatap dokter.
Robet tersenyum
dengan wajah polosnya.
Dan setelah
kejadian itu, mereka pun berspekulasi jika yang ada di tubuh Setyo itu bukan
Setyo.
Di ruang dokter,
“apa? Anakkku
kerasukan?” ayah kaget mendengar perkataan dokter.
Ibu pun kembali
pingsan.
“ii..iya, tuan.
Jadi yang ada di tubuh tuan Setyo itu bukan arwahnya, tapi roh jahat yang
berusaha menguasai tubuhnya”
“lalu anakku dimana?”
“mungkin saja
arwahnya terjebak entah dimana, saat ini”
Ayah yang memegangi
ibu, kesal. Ia marah pada dokter, “eh dokter, apa kau sudah gila? Seorang
dokter itu harus berpikir logis, bukan seperti ini. Rumah sakit macam apa ini?
Akan aku tuntut jika terjadi apa-apa pada anakku”
“maaf tuan, maafkan
saya” dokter takut.
***
Di taman,
Setyo sedang
menemani Lara bermain, ia senang bisa berduaan bersama anaknya.
Lara memberikan
setangkai bunga yang ia petik pada Setyo, “ini...”
“terima kasih,
Lara” mata Setyo memerah.
Lara melihat
anak-anak lain yang begitu asyik dengan mainan mereka.
Setyo melihat itu,
“Lara, kau juga mau main itu?”
“aku gak punya
mainan”
Setyo menatap Lara.
“aku gak pernah
beli mainan, ibu gak punya uang”
Air mata Setyo
menetes, “nak, ayah janji, akan akan membelikanmu mainan yang banyak. Ok?” ia
menangis dan memeluk Lara, “ayah janji, sayang. Kamu pasti bakal punya mainan
banyak dari ayah, ayah janji”
Lara yang tidak
mengerti, hanya diam di pelukan Setyo.
Di warung,
“Rayya, sebaiknya
kau cari mereka. Sebentar lagi gelap, matahari sudah akan terbenam” ibu
khawatir.
“baik bu” Rayya
yang sudah menutup warung, membuka pintu.
Tapi Setyo dan
Lara, sudah ada disana.
“Lara?” Rayya
senang, “terima kasih banyak, Robert”
“sama-sama, Rayya”
“lebih baik kau
segera pulang, sebentar lagi malam datang”
“aku tidak mau”
Setyo menatap Rayya.
Rayya kaget,
“ta..tapi, bagaimana dengan orang tuamu? Mereka pasti khawatir, kan? Aku juga
begitu khawatir saat kalian belum kembali”
“tolong, aku mohon.
Ijinkan aku tinggal disini” Setyo menatap Rayya, “aku janji, aku akan menjaga
Lara dengan baik. Aku akan jadi ayah yang baik” Setyo memegangi Lara.
“Robert, jika kau
suka pada Lara, kau bisa datang kapanpun yang kau inginkan untuk bermain
dengannya. Bukan dengan cara seperti ini” Rayya menatap Setyo dengan khawatir.
“pokoknya, aku
ingin bersama Lara” Setyo mengendong Lara dan berlari.
“Robert?” Rayya
kaget.
“cepat kejar dia”
ibu khawatir.
Di rumah sakit,
Keadaan Setyo
semakin parah, Robert yang ada di tubuhnya pun semakin menderita.
Apa aku akan mati sekarang? Kenapa Setyo belum datang
juga? Dia bilang, dia hanya sebentar. Aku tidak mau mati dalam tubuh ini...
Robert yang semakin lemah, melihat ke sekitar.
“Setyo” ibu begitu
panik dan ingin sekali mendekati anaknya.
“tenang bu, dokter
sedang berusaha” ayah memegangi ibu.
“anak kita, yah.
Dia anak kita satu-satunya”
“tenang bu, mereka
sedang berusaha”
“Setyo”
Tubuh Setyo mulai
kejang.
“dokter, tekanan
darah menurut”
“detak jantung
menigkat, dok”
“suplay ke otak
nol”
“gawat” dokter
mulai panik.
***
Di perempatan
jalan,
Setyo berhenti dan
menurunkan Lara, ia menatap Lara yang tidak mengerti apa-apa.
“Robert” Rayya
mendekat, “aku mohon, kembalikan Lara”
“Rayya, kamu gak
ngerti”
“aku ngerti, jika
kita menyayangi seseorang, kita pasti ingin selalu di dekatnya”
“kau ingat saat
memintaku mengambil keputusan?” Setyo menatap Rayya, “aku memang bodoh, aku
terlalu patuh pada mereka. Sampai-sampai, aku harus mengorbankanmu,
mengorbankan Lara. Maafkan aku, Rayya. Seandainya waktu bisa diputar, aku akan
memilihmu, aku akan memilih kalian”
“Ro...Robert...?”
Rayya ingat pada Setyo.
Setyo melepaskan
Lara, “maaf sudah mengganggu kalian, tapi aku sangat bahagia bisa melihatmu.
Aku bahagia bisa melihat anak kita, aku sangat mencintai kalian” ia pun
memberikan Lara pada Rayya, “aku akan berusaha untuk hidup, aku akan kembali
untuk kalian” Setyo berlari meninggalkan mereka, maafkan aku Robert... Tolong bertahan sedikit lagi....
Rayya hanya diam
melihat Robert yang berlari menjauh.
***
Di rumah sakit,
“Setyo?!” ibu
semakin panik.
Dokter bilang,
mereka harus siap dan mengiklaskan semuanya.
Ayah hanya diam, ia
tau, jika Setyo meninggal, tidak ada lagi penerusnya.
Setyo datang, ia
melihat tubuhnya yang semakin lemah. Maafkan
aku, Robert. Aku hampir melupakanmu.
Robert melihat
Setyo yang datang bersama tubuhnya, ia senang dan keluar dari tubuh Setyo dan
Setyo pun keluar dari tubuh Robert.
Alat deteksi
jantung mulai berbunyi datar.
“tidak... anakku”
ibu pingsan.
Arwah Setyo
tersenyum, “terima kasih, Robert”
“sama-sama, aku
kira, kau tidak akan kembali. Aku hampir putus asa dan akan mati”
“aku minta maaf”
“apa kau sudah
tenang sekarang?”
Setyo tersenyum
dengan wajah sedihnya.
“ada apa?”
“aku punya anak”
“apa?” Robert
kaget.
“lebih baik kau
segera pulang, agar tidak ada yang curiga padamu”
“ok” Robert
khawatir, “kau akan baik-baik saja?”
“tentu” Setyo
tersenyum.
Robert pun berlari
keluar dari rumah sakit.
Setyo menatap
tubuhnya dari luar.
Di ruang tindakan,
Dokter memakai alat
pacu jantung dan berusaha untuk menyelamatkan Setyo, tapi jantungnya tetap tak
berdetak. Segala cara telah dokter lakukan agar Setyo bertahan hidup.
Ayah pun hanya
diam, ia sadar, selama ini selalu memaksakan kehendaknya pada Setyo. Ia tidak
peduli, apakah Setyo bahagia atau tidak. Ia menyesal telah menjadi ayah yang
egois untuk Setyo yang usianya sudah menginjak 25 tahun.
Arwah Setyo
menunduk, “maafkan aku, Rayya...”
***
Robert pulang ke
rumah.
“Robert, dari mana
aja kamu?”
“a..aku”
Ibu menjewer kuping
Robert.
“a..aduh, sakit bu”
“kenapa kamu pulang
larut begini? Maryam bilang, kamu ngilang setelah ujian”
“aku minta maaf,
bu. Aku abis bantuin temen”
“bantui temen?
Dengan cara bolos sekolah, begitu?”
“maaf, bu”
Mereka ke ruang
makan.
“sudahlah bu,
jangan marah. Hari ini kan, Robert dapet nilai bagus” ayah tersenyum.
“nilai bagus?”
Robert kaget.
“oh iya” ibu pun
berubah menjadi begitu bahagia, “udah lama ibu gak liat kamu dapet nilai 100,
ibu senang”
“ah? Haha” Robert
tau, itu pasti hasil ujian Setyo.
“nih, ibu masakin
makanan kesukaan kamu”
“asyik” Robert pun
langsung memakan semuanya dengan lahap.
“kamu janji ya,
mulai sekarang, kamu harus terus dapet nilai 100”
Robert berhenti
makan dan menatap orang tuanya.
“kenapa?” ibu
kaget.
“aku gak janji ya”
Robert tersenyum dan kembali makan.
Duk...
Ibu memukul kepala
Robert dengan centong nasi.
“aduh... sakit, bu”
Robert memegang kepalanya.
“mulai besok kamu
harus belajar bareng Maryam, supaya pinter” ibu kesal.
Ayah hanya tertawa
melihat itu.
“ayah, ayah yang
tegas dong. Biar anak kita gak bandel” ibu menatap ayah.
***
Beberapa hari
kemudian,
Rayya mulai membuka
warung karena matahari mulai terbit, namun ia terdiam. Rayya teringat pada
Setyo, sudah hampir lima tahun Setyo meninggalkannya dan tak memberi kabar
sedikitpun. Bahkan mungkin, Setyo tidak tau jika mereka punya anak.
“ibu” Lara
mendekat.
“sayang?” Rayya
tersenyum.
“apakah aku punya
ayah?”
Rayya kaget
mendengar itu, “tentu saja, sayang. Kamu punya ayah, namanya Susetyo”
“terus, kenapa ayah
gak pernah ada disini?”
“a...ayahmu..” mata
Rayya memerah, namun ia berusaha tegar. Rayya mengelus Lara, “ayahmu sedang
pergi”
“apa ayah akan
kembali?”
Rayya menggeleng,
“suatu saat nanti, kita pasti bisa bertemu dengan ayah” ia tersenyum.
“aku ingin, di
ulang tahunku nanti, aku bertemu ayah”
Sebuah mobil
berhenti di dekat mereka dan seseorang turun dari sana, orang itu tersenyum
pada mereka.
“Setyo?” Rayya
terdiam melihat orang itu.
Lara menatap Setyo
dan langsung berlari ke arah Setyo, ia memeluk ayahnya yang belum pernah ia
temui selama hidupnya.
Setyo mengendong
Lara dan terus memeluknya, “ayah sayang padamu, nak. Ayah minta maaf, ayah gak
pernah datang kesini” air mata Setyo menetes, “lihat, ayah bawa banyak mainan
buat kamu” Setyo menghapus air matanya dan memperlihatkan mainan yang begitu
banyak di dalam mobilnya.
“aku sayang ayah”
Lara memeluk Setyo dengan erat.
“ayah juga, nak”
Setyo mendekati Rayya, “Rayya”
Rayya tersenyum dan
memeluk Setyo, ia menangis dan begitu terharu dengan kedatangan Setyo.
“aku sudah bilang
padamu, kan? Aku memilihmu dan kau membuatku bertahan” Setyo menurunkan Lara.
Rayya tersenyum, ia
ingat dengan yang dikatakan Robert di perempatan jalan.
Setyo mencium
kening Rayya, “aku janji, aku tidak akan meninggalkanmu lagi”
“jangan bilang,
kalau anak berbaju SMA itu...”
“iya” Setyo
tersenyum dan mencium Rayya.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf
kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar