Author
: Sherly Holmes
Genre
: Family, Romance
Cerita ini adalah
fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
Suatu pagi,
Di taman sekolah,
seorang pria menatap perempuan di hadapannya.
“Jullie, aku ingin
kamu jadi pendamping hidupku suatu saat nanti”
Jullie tersenyum,
“Robert...” ia sangat behagia.
Robert berjanji
jika lulus nanti, ia ingin melanjutkan hubungan mereka ke arah yang lebih
serius. Robert memberikan setangkai bunga mawar dan Jullie mengambilnya.
“cie...”
teman-teman yang mengintip, keluar dan tertawa.
Mereka kaget dan
ikut tertawa bersama teman-temannya.
Robert pun
merangkul Jullie.
***
Pagi itu,
Jullie sedang
menyiapkan sarapan, seorang anak perempuan yang memakai seragam Taman
Kanak-kanak mendekatinya.
“bu”
“Luna? Kamu udah
siap, sayang?”
Luna mengangguk dan
duduk di ruang makan.
“pagi, bu” seorang
perempuan berseragam SMP, duduk disamping Luna.
“Dania, ayahmu
mana?” Jullie menaruh makanan di meja.
“aku disini”
seorang pria, mendekat.
Jullie menoleh dan
tersenyum melihatnya, “Tyo...”
Tyo menatap Jullie,
“biasanya kau memanggilku ayah jika di depan anak-anak”
“maafkan aku”
Jullie tersenyum.
Tyo mencium kening
Jullie, “aku mencintaimu”
“udah ah, sarapan
dulu”
“ok” Tyo duduk,
“selamat pagi, sayang” Tyo mengelus Luna dan tersenyum pada Dania.
“pagi ayah” Luna
dan Dania tersenyum.
Mereka pun sarapan.
“ayah”
“em?” Tyo menatap
Luna.
“ayah, tau gak?
Teman-teman bilang, ayah itu orang tua murid paling ganteng di TK Luna”
Tyo tertawa, “anak
jaman sekarang, masih TK udah tau yang ganteng” ia menatap Jullie.
“emh...” Jullie
melihat ke arah lain.
“ibu cemburu tuh,
yah” Dania tersenyum pada Tyo.
“hey, kamu cemburu
sama anak TK?” Tyo menatap Jullie.
“enggak, anak kecil
kok dicemburuin” Jullie agak kesal.
“temen-temen kamu
juga bilang ayah ganteng, kan?” Tyo tersenyum pada Dania.
“masa?” Jullie
menatap Dania dengan sedikit cemas.
Tyo yang melihat
expresi Jullie, tertawa.
Jullie tau jika ia
terkena jebakan Tyo, Jullie kesal dengan sedikit malu.
“kau lihat? Ibumu
sangat takut kehilangan ayah” Tyo tersenyum dan merangkul Jullie, “udah dong
sayang, aku kan bercanda”
Dania tersenyum
melihat tingkah orang tuanya, sedangkan Luna hanya diam tak mengerti.
Di TK,
“hati-hati ya
sayang” Tyo membukakan pintu untuk Luna.
“ayah juga”
“cium dulu dong”
Luna mencium pipi
Tyo dan Tyo mencium kening Luna.
“dah ayah, dah
kakak”
Dania melambai dari
dalam mobil.
Tyo melambai kepada
Luna yang masuk ke sekolah, lalu ia melihat para anak TK yang menatapnya. Ia
pun tersenyum dan melambai pada mereka, lalu pergi.
***
Siang itu,
“ah...” Jullie yang
berada di rumah, merasa lelah. Ia sedang mencari sebuah foto, tapi sampai saat
ini belum juga ia temukan.
Jullie duduk, mungkinkah ada di gudang? Sepertinya tidak
disana, ya Tuhan... dimana aku simpan foto itu? Kenapa aku bisa benar-benar
lupa?
Jullie bingung,
“mungkin aku akan mencarinya di weekend nanti”
“selamat siang”
Luna masuk ke rumah.
“sayang, kamu udah
pulang?”
“iya bu, aku
dianter bus sekolah”
“ya udah, ganti
baju sana”
Luna pun masuk ke
kamar.
Jullie masih merasa
lelah dan duduk di ruang tamu.
“bu” Luna mendekat,
“ibu abis beres-beres, ya? Keliatannya, cape banget”
“enggak sayang, ibu
abis nyari sesuatu. Tapi ibu belum dapet”
“apaan sih, bu?”
“foto”
“foto?”
“iya, foto yang
sangat berharga untuk ibu”
Luna tersenyum,
“kalau gitu, kakak harus dikasih tau. Biar kita cari sama-sama, pasti cepet
ketemunya”
“ok sayang, tapi
kamu harus jaga rahasia ini dari ayah. Ok?”
“siap, bu”
Mereka tertawa.
Dania datang, “ada
apa sih? Pada seru gitu?” ia mencium tangan ibunya dan mengelus Luna.
“kakak” Luna
tersenyum.
Jullie pun mulai
menceritakannya pada Dania.
“oh, kalau itu sih
gampang bu. Aku pasti bisa bantuin nyari”
“aku juga, bu” Luna
sangat bersemangat.
Jullie sangat
bahagia dengan hidupnya, ia memiliki keluarga yang ia impikan. Anak-anak yang selalu
ceria dan selalu mendukungnya, suami yang selalu ada untuknya. Ia merasa
hidupnya sudah cukup diberikan kenikmatan oleh Tuhan. Ia tau, tidak semua orang
mendapatkan itu. Dan sejauh ini, keluarga mereka memang jauh dari masalah yang
besar.
Sorenya,
“Uun, Dania...?
Ayah pulang” Tyo masuk ke rumah sambil membawa makan.
“asyik, ayah
pulang” Luna berlari.
Dania tersenyum.
“hati-hati sayang,
nanti jatuh” Jullie melihat Luna berlari.
“anak ayah” Tyo
menangkap Luna dan mengendongnya, “cium ayah”
Luna mencium pipi
Tyo.
Tyo tersenyum dan
memberikan makanannya pada Dania, “bagi dua sama adikmu”
“beres, yah”
Tyo menurunkan Luna
dan membiarkannya pergi ke ruang makan bersama Dania.
“sayang” Jullie
membuka jass Tyo, “kamu cape, ya?”
“enggak, kok” Tyo
tersenyum dan menata Jullie, ia akan menciumnya.
“Tyo”
“gak apa-apa,
anak-anak kan lagi makan”
Jullie tersenyum
dan mereka berciuman.
Besoknya,
Jullie, Dania, dan
Luna mulai mencari foto.
“aduh, dimana ya?”
Jullie benar-benar lupa menaruhnya dimana.
Luna yang merasa
lelah, duduk di atas kardus yang berisikan barang-barang.
“ah, Uun payah.
Masa gitu aja cape?” Dania tersenyum.
“aku kan masih
kecil, kak”
“oh, iya bu.
Jangan-jangan fotonya ada di kotak itu”
“kotak apa?” Jullie
menatap Dania dengan penasaran.
“ya ampun, kotak
kenangan ibu. Yang ibu taruh di loteng, yang ada buku harian tentang cinta
pertama ibu. Yang sengaja ibu sembunyiin karena takut ayah marah”
“maksud kamu apa?”
Tyo yang datang, menatap mereka.
Mereka kaget
melihat Tyo yang tiba-tiba muncul.
“a..ayah...?” Dania
bingung, ia tau dirinya terlalu banyak bicara.
Luna menunduk
karena takut jika Tyo akan marah.
“sayang...” Jullie
terdiam bingung.
“Dania, jawab
ayah?!” Tyo menatap Dania dengan tajam.
Dania menunduk dan
tidak mau bicara.
“Dania, ayah tidak
pernah mengajarimu berbohong!” Tyo membentaknya.
Luna menangis.
Jullie tau jika Tyo
marah besar, “Dania, bawa Luna ke kamar”
“iya bu” Dania
menggendong Luna dan pergi.
Tyo menatap Jullie.
“s...sayang...”
Jullie bungung.
Tyo langsung
mengambil tongkat dan mendekati loteng.
“Tyo?” Jullie
mengikutinya.
Tyo menjulurkan
tongkat ke loteng dan tangga loteng pun turun secara otomatis.
“Tyo, aku bisa
jelaskan semuanya”
“diam!” Tyo
membentak Jullie.
Jullie pun diam.
Tyo menaiki tangga
loteng dan mencari kotak yang dimaksud Dania.
Brak...
Kotak besar itu
jatuh dari loteng dan mengagetkan Jullie.
Tyo turun dengan
marah, “ini, foto ini kan yang kau cari?” Tyo menunjukan foto Jullie dan Robert
yang memakai seragam SMA.
“Tyo...”
“udahlah” Tyo
melemparkan sebuah buku harian yang sudah ia baca di loteng, “aku kecewa sama
kamu”
“Tyo, dengar dulu”
“aku gak mau
denger” Tyo menunjuk buku harian yang sudah ia lempar, “buku harian itu sudah
mewakili semua buku harian dan barang-barang yang kamu simpan di kotak ini” ia
membentak Jullie, “apa kekuranganku, Jullie? Aku sudah berusaha melakukan yang
terbaik, aku sudah berusaha membahagiakanmu. Apa itu belum cukup bagimu?”
“bukan begitu”
Jullie menangis.
Tyo melihat ke arah
lain, “aku muak dengan semua ini” ia pergi.
“Tyo?” Jullie
sangat sedih.
Jullie hanya bisa
diam, ia tau, jika Tyo melihat semua ini, Tyo pasti akan sangat marah. Maka
dari itu, ia selalu menyembunyikannya dari Tyo karena ia takut jika hal ini
akan terjadi. Dan sekarang, semua ketakutan Jullie menjadi kenyataan. Ia duduk
dan menatap semua barangnya.
Di kamar,
“Uun, udah dong.
Jangan nangis” Dania mengelus Luna.
“tapi aku takut
kalau ayah marah kaya gitu”
“terkadang, ayah
memang galak. Tapi kamu tau sendiri, kan? Ayah itu adalah ayah terbaik yang
pernah kita miliki”
Luna mengangguk.
“udah ya, jangan
nangis” Dania memeluk Luna.
Malam itu,
Tyo duduk di sebuah
bar, ia melamun sambil memegang segelas minuman. Pria itu... Tyo masih kesal.
Seorang perempuan
mendekat, “Tyo?”
Tyo menoleh,
“Aletha?”
“apa kabar? Udah
lama kita gak ketemu” Aletha tersenyum.
“aku baik” Tyo
tersenyum dan kembali diam.
“emh... kamu pasti
ada masalah kan?”
Tyo tetap diam.
“ayo cerita, kita
kan teman”
Tyo tersenyum pada
Aletha yang merupakan sahabatnya sejak SMA, tapi saat lulus kuliah, mereka tak
pernah bertemu lagi.
“ya udah kalau gak
mau cerita” Aletha duduk disamping Tyo, “aku temenin ya, aku cemas kalau
ngebiarin kamu sendiri. Bisa-bisa, kamu mukulin orang”
“kamu pikir, aku
preman?”
“emang”
“dasar” Tyo
tertawa.
“aku ingat siapa
kamu sebelum kenal Jullie” Aletha mengenangnya, “dulu, kamu itu anak badung
yang suka berantem dan super nakal di sekolah. Sampai-sampai, kamu pernah
hampir di DO. Dan saat kuliah, kamu juga jadi preman kampus. Semua orang takut
sama kamu, sebagai teman, aku cuma merasa enak. Karena dengan begitu, gak ada
yang berani jail sama aku” ia tersenyum, “tapi saat kau kenal Jullie, kau
benar-benar berubah. Si anak badung sudah tidak ada lagi, kau berusaha berubah
untuk menjadi anak baik-baik demi mendapatkan hati orang tua Jullie. Dan aku,
aku selalu ada bersamamu untuk melewati semuanya”
Tyo menatap Aletha,
“maafkan aku, terima kasih atas semuanya, Letha”
“sudahlah, kita ini
teman. Tidak usah berterimakasih”
***
Di rumah,
Luna dan Dania
pergi ke ruang makan, tapi disana tidak ada makanan yang tersedia.
“aku lapar, kak”
Luna sedih.
“tenang, kakak
masakin ya? Uun duduk aja disitu”
Luna mengangguk dan
mendekati meja makan.
Di kamar Jullie,
Julli menatap
kotaknya sambil menangis, ia melihat satu per satu kenangannya.
Jullie mengambil
diary yang dilemparkan Tyo, disana berisi kenangan saat pertama kali ia
merasakan cinta. Robert..., Robert adalah cinta pertama Jullie. Dan..., entah
ia beruntung atau tidak. Robert juga adalah kekasih pertamanya dan Robert
bilang jika cinta pertamanya adalah Jullie.
Di
taman,
“Robert,
aku mau mengakui sesuatu padamu”
“apa?”
“sebenarnya,
aku belum pernah pacaran. Jadi...”
Robert
tersenyum menatap Jullie, “kamu pikir, aku udah pernah?”
“maksud
kamu?”
“sama
aja, Jullie”
Jullie
tersenyum.
“denger
ya, kamu itu cinta pertamaku. Makanya, aku beruntung banget bisa pacaran sama
kamu”
“sama
kok” Jullie malu, “kamu juga cinta pertamaku”
Mereka
saling tatap dan tersenyum.
Foto yang membuat
Tyo kesal adalah foto saat pertama kali Jullie berpacaran dengan Robert.
Jullie kembali
menempelkan foto itu disamping tulisan diary-nya. Ia pun mulai membaca diary
berikutnya.
Besoknya,
Jullie sedang
memasak.
Dania mendekat,
“bu, ayah gak pulang?”
Jullie menggeleng.
Dania ikut sedih,
“apa ayah akan terus marah?”
“ibu tidak tau,
nak. Sifat ayahmu itu sangat keras”
Luna mendekat,
“ayah mana, bu?”
Dania dan Jullie
menoleh ke arah Luna.
“Uun, ayah udah
berangkat tadi. Katanya hari ini ada acara penting di kantor” Dania mencari
alasan.
“kakak gak bohong,
kan? Ingat, kata ayah, kita gak boleh bohong”
Dania diam.
“udah-udah, ayo
sarapan dulu. Nanti telat sekolahnya” Jullie menyiapkan makanan.
Di sebuah
apartement,
Tyo keluar dan
mengunci pintu, tiba-tiba seorang perempuan mendekat.
“Tyo”
Tyo menoleh,
“Claudie?”
“hey, sejak kapan
kamu tinggal disini?”
“tadi malam”
“keluargamu, mana?”
“eh...”
“emh... aku tau”
Claudie tersenyum, “kalau begitu, mampirlah ke apartementku. Pintunya ada di
samping pintumu”
“oh.. ok”
“bye Tyo”
Tyo tersenyum.
Malamnya,
Tyo kembali bertemu
Aletha di bar.
“jadi, Claudie
tetangga kamu di apartement?” Aletha tertawa.
“kamu kenapa sih,
Tha?”
“ah kamu, kaya yang
lupa aja deh. Dari dulu kan, Claudie suka banget sama kamu. Dia pasti bahagia
kalau cowo impiannya tiba-tiba jadi tetangga”
“itu gak lucu”
“aku tau, santailah
sedikit” Aletha mengelus Tyo.
Tyo kembali minum.
“kau tau, aku sedih
melihatmu begini terus”
Tyo tidak peduli.
“kau masih
mencintai Jullie kan? Pulanglah”
“jika kau ingin
pulang, pulang sendiri sana. Jangan suruh aku pulang”
“hey, kenapa
marah?”
“aku ketemu kamu
agar aku bisa merasakan sedikit ketenangan, bukan malah dibuat pusing”
“Tyo, aku minta
maaf. Aku tidak bermaksud begitu” Aletha bingung, “jika kau ingin sendiri malam
ini, aku mengerti” ia berdiri dan mengelus Tyo, lalu Aletha pergi.
Tyo diam dan
kembali minum.
***
Di rumah,
Seperti biasa,
Jullie membuka diary-nya di kamar.
Suatu hari, ia bertemu dengan seorang mahasiswa. Pria
itu agak menyebalkan baginya, apalagi
Jullie memang sedang berpacaran dengan Robert. Tapi mahasiswa tanpa nama itu
selalu ada dimanapun ia berada, aneh sekali... siapa nama pria itu?
Sepulang
sekolah,
Jullie
sedang berjalan bersama teman-temannya.
“eh,
Jullie” teman Jullie berbisik, “liat, cowo itu ada lagi”
Jullie
menatap mahasiswa berambut gondrong itu dengan agak kesal, “kenapa mesti ketemu
dia terus sih?”
“kayanya
dia sengaja deh, coba kamu pikir. Masa setiap kita berangkat, setiap kita
pulang sekolah, dia selalu ada disana”
“masa
sih? Sekolah kita kan emang deket sama kampusnya”
“aduh,
Jullie. Terus, masa bisa setiap saat gini ketemunya? Yang aku tau, jadwal
mahasiswa itu gak kaya jadwal kita di SMA”
“udah
ah, jangan ngaco. Mending kita pergi aja”
Mereka
pun pergi.
Setiap
saat, pria berambut gondrong itu selalu ada. Temanku bilang, mungkin pria itu
menyukaiku. Tapi mana mungkin? Lagi pula, aku kan udah punya pacar. Aku gak
mungkin ngeduain Robert, cowo yang paling aku cintai.
Air mata Jullie
menetes, “Tyo, aku mohon, pulanglah...”
***
Tyo membuka
matanya, “emh..” ia tau ada di sebuah kamar.
“hey” Claudie yang
ada di samping Tyo, tersenyum.
“Claudie?” Tyo
kaget, ia bangun dengan bingung.
“tadi kamu...”
Tyo ingat jika
dirinya mabuk, “ya Tuhan...” ia mengambil jaketnya.
“kamu kenapa?”
“maaf, aku harus
pergi” Tyo meninggalkan Claudie dan keluar dari apartement itu, ia merasa
bingung. Tyo pun berpikir untuk pergi ke rumah Aletha.
Sesampainya di
rumah Aletha,
Tyo mengetuk pintu,
“Letha?”
“iya” Aletha
membuka pintu, “Tyo?”
“boleh aku masuk?”
“tentu...” Aletha
masih merasa aneh.
Tyo duduk.
“kamu kenapa?”
“tadi aku...”
“mabuk?” Aletha
menatap Tyo.
Tyo mengangguk,
“dan saat aku sadar...” ia menatap Aletha, “aku di kamar Claudie”
Aletha tertawa.
“kenapa kamu?”
“dia pasti bahagia
banget”
“Aletha...”
“sorry... sorry...”
Aletha tersenyum, “nginep aja dulu disini, dan besok, mending kamu pindah dari
apartement itu”
“ok” Tyo menatap
Aletha, “tapi gak apa-apa kan? Suami kamu...”
“aku belum punya
suami”
“ah... maaf”
“gak usah minta
maaf, lagian juga itu kenyataannya kok”
“ok” Tyo menatap
Aletha yang tersenyum.
“kenapa kau menolak
untuk bersama Claudie?”
“maksudmu? Tidur di
apartementnya?”
“apa karena kau
masih memikirkan Jullie?”
Tyo diam.
“aku tau, kau
sangat mencintainya. Kau banyak berubah untuknya, rambutmu”
“sudahlah Letha”
“Tyo, seandainya
ini hanya emosimu yang sesaat. Seandainya kau memberi kesempatan padanya
untuk...”
“Letha, semuanya
sudah jelas. Aku sudah membaca diary-nya”
“kau membaca diary
istrimu?”
“aku...”
“Tyo”
“aku harus
membacanya, karena aku penasaran. Dania bilang, di kotak itu adalah
barang-barang berharga milik Jullie”
“Dania?”
“itu nama anakku”
“ya Tuhan...”
“aku punya dua anak
perempuan, Dania dan Luna”
“kau sayang
mereka?”
Tyo menatap Aletha.
“kau
menyayanginya?”
Tyo mengangguk.
“pulanglah untuk
mereka”
“aku tidak bisa”
“Tyo...”
Tyo menatap Aletha.
“baiklah, jika kau
belum siap, tidak apa-apa”
“kau sendiri,
kenapa kau masih sendiri?”
“karena...” Aletha
melihat ke arah lain, “karena cinta pertamaku, sudah menikah dengan wanita
lain”
Mereka pun saling
tatap dan berciuman.
Besoknya,
Tyo yang sedang
tidur, mulai membuka matanya. Ia melihat Aletha tersenyum sambil memberikan
segelas kopi.
“terima kasih”
“awas, masih panas”
Mereka pun berjalan
ke ruang makan.
“terima kasih kau
sudah baik padaku”
“kau ini, kita kan
teman”
Tyo tersenyum dan
meminum kopinya.
***
Siang itu,
Dania datang ke
kantor Tyo, ia masuk ke ruangan Tyo.
“ayah”
Tyo kaget, “Dania?”
Dania mendekat dan
duduk, “ayah kok gak pulang?”
“ayah sibuk” Tyo
kembali memeriksa berkas yang ada di mejanya.
“ayah, apa ayah
tidak rindu padaku? Pada Uun, pada ibu?”
“Dania, ayah sibuk,
nak”
“jangan bohong,
ayah. Ayah sendiri kan yang bilang, kalau kita gak boleh bohong?”
“Dania, ini masalah
ayah dan ibumu”
“aku tau, aku udah
ngerti. Aku kesini cuma mau ngasih ini”
Tyo melihat sebuah
diary, “itu diary ibumu kan?”
“ayah, aku mohon.
Baca ini”
“membaca diary
orang itu tidak baik”
“tapi nyatanya,
ayah juga membaca diary pertama di kotak ibu kan? Gak ada salahnya kalau ayah
membaca diary terakhir di kotak itu”
“Dania, lebih baik
kamu pulang?!” Tyo marah.
“aku gak apa-apa
dibentak ayah” mata Dania memerah, “tapi kalau ayah emang sayang sama aku, sama
Uun. Ayah harus baca ini” Dania menyimpan diary itu di atas meja dan pergi.
Tyo diam,
sebenarnya dia tidak pernah mau untuk membentak anaknya. Tapi saat ini
perasaanya memang sedang tidak baik.
Sorenya,
Tyo sudah
membereskan barang-barangnya yang ada di apartement.
“Tyo, kamu mau
kemana?” Claudie mendekat.
“pindah”
“kenapa? Kau tidak
nyaman bertetangga denganku?”
“Claudie” Tyo
menatap Claudie, “kau adalah tetangga yang baik, ini semua tidak ada
hubungannya denganmu. Aku memang harus pergi”
“kalau begitu, apa
aku boleh...”
“tidak, kita sudah
memiliki kkehidupan masing-masing. Dan aku...”
“egois sekali”
Tyo menatap
Claudie.
“kau tau, sejak
dulu aku mencintaimu. Tapi kau tidak pernah...”
“jika kau sudah
merasa seperti itu, harusnya kau bisa melupakan aku” Tyo pergi.
“Tyo, kau pikir
hanya aku yang mengalami ini? Bagaimana dengan Aletha?”
Langkah Tyo
terhenti.
“sampai saat ini
dia sendiri, karena kamu. Kamu cinta pertamanya saan ia SMA dan kamu malah
mencintai wanita lain”
Tyo baru menyadari
itu dan ia pun pergi tanpa bicara.
“pergi sana!”
Claudie kesal.
Tyo pun kembali ke
rumah Aletha.
***
Di rumah Aletha,
Tyo mengetuk pintu,
“Aletha?”
“iya” Aletha
membuka pintu, “Tyo?” ia kaget melihat Tyo membawa barang-barang.
“katakan yang
sebenarnya padaku”
“maksud kamu?”
“apa kau
mencintaiku?”
“a...”
“Aletha, jawab aku”
Aletha menunduk dan
matanya mulai memerah, “itu...”
Tyo memeluk Aletha,
“kenapa kau tidak pernah jujur padaku? Kenapa kau hanya memendamnya sampai saat
ini?”
“itu karena...”
Tyo menatap Aletha,
“aku minta maaf, aku tidak pernah mengerti perasaanmu”
“Tyo” Aletha
menatap Tyo, “aku tidak menginginkan itu”
“apa?”
“kau ingat? Kau
punya janji yang harus kau tepati pada Jullie”
Tyo diam.
“saat pacarnya
meninggal, kau pernah berjanji untuk menjaga Jullie. Kau janji akan selalu ada
untuknya, menggantikan Robert di hatinya”
“Robert?” Tyo ingat
laki-laki itu, anak SMA yang fotonya ada di diary Jullie.
“Tyo, ada apa?”
“ya Tuhan..., aku
lupa dengan semua itu”
“Tyo, tenanglah.
Masuk dulu”
Mereka pun duduk di
ruang tamu.
“aku begitu bodoh,
aku cemburu pada orang yang sudah meninggal”
“sudah, minum dulu”
Aletha memberikan segelas air.
Di rumah Jullie,
Jullie melihat
Dania yang baru pulang sambil menangis, “sayang, kamu kenapa?”
“aku gak apa-apa
kok, bu”
“hey, cerita sama
ibu”
Dania tersenyum dan
menggeleng.
“ya sudah, ganti
baju sana. Bantuin ibu masak buat makan malam”
Dania pun
mengangguk.
“kakak” Luna
berlari menghampiri Dania, “gimana kak? Kakak udah ketemu ayah?”
Dania terdiam dan
melihat ke arah Jullie.
Julli menatap
Dania, lalu ia pergi ke dapur.
Dania pun menunduk.
***
Tyo hanya duduk
diam di kamar rumah Aletha, ia menatap diary Jullie yang diberikan oleh Dania.
Tyo pun mulai membukanya secara acak.
Jullie begitu sedih menerima kenyataan jika Robert
meninggal, ia merasa hiudpnya juga berakhir disana. Tapi pria berambut gondrong
itu selalu mendekati Jullie, apakah ullie harus percaya padanya?
Di
taman,
Jullie
sedang melamun, Tyo mendekat.
“ngapain
sih ngelamun terus disini? Tiap hari, gitu melulu” Tyo duduk disamping Jullie.
Jullie
menatap Tyo dan kembali diam.
“hey,
aku bukan arwah lho. Kok gak dijawab sih?”
“dengan
ya, aku gak kenal sama kamu.jadi jangan sok deket deh”
“masa
gak kenal? Tiap hari kan kita ketemu”
“denger
ya, kakak gondrong”
“hey,
aku punya nama. Aku bukan kakak gondrong, aku Tyo” Tyo mengajak Jullie untuk
berjabat tangan.
Tapi
Jullie malah pergi dan tidak menghiraukannya.
Itu adalah pertama kalinya Jullie mengetahui nama Tyo,
dan ia masih merasa ragu pada Tyo. Apalagi dengan dandanannya itu, Jullie
semakin tak peduli dan merasa ia hanya pengganggu.
Tyo menutup diary
itu, ia ingat setiap saat ia selalu berusaha meyakinkan Jullie jika dia bisa
menjadi yang terbaik untuk Jullie. Jullie memang sangat tertutup dan begitu
murung setelah Robert meninggal, tapi Aletha selalu menyemangati Tyo agar
selalu berjuang demi cintanya pada Jullie.
Tyo kembali membuka
diary itu secara acak.
Hari itu, merupakan hari yang paling menyeramkan untuk
Jullie. Ia dihadang preman di tempat sepi, tapi Tyo tiba-tiba datang untuk
menolongnya. Hanya saja, Tyo tidak bisa mengalahkan mereka sendiri. Akhirnya
Tyo terluka dan membuat Jullie sangat panik.
Di
rumah sakit,
Jullie
terus duduk menemani Tyo yang dirawat disana, Tyo membuka matanya dan menatap
Jullie.
“hey”
Tyo tersenyum.
“kamu
apa-apaan sih? Kalau kamu mati gimana?” Jullie kesal.
“tapi
aku masih hidup, kan?”
“liat
tuh, bekas luka di pinggang kamu. Kamu itu hampir mati, tau?”
“aku
minta maaf udah bikin kamu khawatir”
“harusnya
kamu minta bantuan orang, bukannya malah datang dan lawan mereka sendirian”
“jika
aku minta bantuan orang, mungkin aku gak sempet nolongin kamu tepat waktu. Aku
cinta sama kamu, aku akan ngelakuin apa pun agar kamu percaya”
“kamu
selalu bicara seperti itu” air mata Jullie menetes, “cinta itu gak bisa
dipaksakan” ia berdiri.
“aku
gak akan maksa kamu, aku hanya ingin berusaha membuatmu melihat jika aku bisa
menjadi yang terbaik”
Jullie
diam, “kamu gak ngerti apa pun”
“aku
ngerti” Tyo menatap Jullie, “sejak dulu, aku suka padamu. Aku sengaja diam di
halte setiap pagi dan sore, meski jadwalku tidak begitu. Itu semua aku lakukan
agar aku bisa melihatmu”
Jullie
menatap Tyo, “jangan pernah melakukan hal bodoh lagi” ia pun pergi.
Setelah kejadian itu, Jullie merasa bersalah dan selalu
memikirkan Tyo. Sampai suatu hari, ia datang ke rumah sakit. Tapi sayangnya,
Tyo sudah pulang satu hari yang lalu.
Tyo terdiam, ia
baru tau jika Jullie datang ke rumah sakit untuknya. Tyo ingat, saat itu ia
begitu down. Ia merasa, jika Jullie tidak akan pernah peduli dan membalas
cintanya. Tapi Aletha selalu menyemangatinya, dan Tyo pun mulai merubah
penampilannya.
Tyo kembali membuka
lembar berikutnya dengan acak pula.
Jullie merasa sedih, ia sadar jika selama ini Tyo tidak
main-main. Laki-laki itu begitu serius dan peduli padanya, namun setelah
kejadian itu, mereka memang tidak pernah bertemu lagi. Jullie sangat menyesal
dan berharap bisa bertemu Tyo untuk sekedar mengucapkan maaf.
Pagi
itu,
Jullie
berangkat ke sekolah dan melewati halte, ia melihat seorang pria dengan rambut
pendek dan rapi berdiri disana. Sayang sekali, ia tidak melihat Tyo.
“hey,
kamu nyari siapa?” pria itu menatap Jullie.
Jullie
terdiam, pria berambut pendek itu adalah Tyo.
Tyo
tersenyum, “kau baik-baik saja?”
“Tyo...?”
Jullie pun meneteskan air matanya, “maafkan aku”
“hey,
sudahlah” Tyo mendekat dan mengelusnya, “jangan menangis”
Jullie
memeluk Tyo.
“Jullie?”
Tyo kaget dan memeluk Jullie.
Sejak saat itu, mereka pun mulai menjalin hubungan. Tyo
berjanji pada Jullie untuk selalu menjadi yang terbaik dan ada di sampingnya
dalam keadaan apa pun.
Tyo terdiam, ia
melihat foto mereka saat pertama kali pacaran di akhir diary Jullie.
Dan sejak saat itu pula, Jullie memutuskan untuk tidak
lagi menulis diary dan menyimpan semua kenangannya itu. Karena ia yakin, Tyo
memang dapat menggantikan posisi Robert dihatinya. Tyo adalah pria terbaik yang
ia miliki dan Jullie sangat bahagia bisa menikah dengan Tyo.
Tyo menutup diary
itu, maafkan aku Jullie...
Di ruang makan,
Aletha sedang
menyiapkan makan malam, tapi ia melihat Tyo yang membawa barang-barangnya turun
dari tangga.
Tyo menatap Aletha.
“Tyo, aku bingung
untuk bicara. Tapi meskipun kau sudah mengetahui perasaanku, aku tetap merasa
lebih bahagia jika kau kembali pada Jullie”
“kenapa?”
“karena dia
satu-satunya wanita yang bisa membuatmu lebih baik”
“terima kaish
banyak, Letha. Kau memang teman terbaikku”
Mereka pun
berpelukan dan Aletha menangis.
Pagi itu,
Jullie menutup
pintu, anak-anak baru saja berangkat sekolah. Jullie ingat, sebentar lagi
adalah ulang tahun pernikahannya dengan Tyo. Tapi foto yang ia cari, hilang.
Begitu juga pria yang ia cintai, Tyo...
Tok... tok...
tok...
Jullie kembali
membuka pintu, “Tyo?” ia terdiam.
“sayang” Tyo
tersenyum dengan sedikit menyesal.
Jullie langsung
memeluk Tyo dan menangis, “aku senang, akhirnya kau pulang”
“maafkan aku,
Jullie. Aku menyesal” Tyo memeluk Jullie.
Jullie hanya bisa
memeluk Tyo dan menangis.
Tyo mencium kening
Jullie, “aku janji, aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi”
Tapi Jullie
tiba-tiba pingsan.
“Jullie?”
Siangnya,
“selamat siang”
Dania membuka pintu.
“bu, kami pulang”
Luna berlari masuk.
“pelan-pelan, nanti
kamu jatuh”
“aku lapar, kak”
Mereka berjalan ke ruang
makan dan melihat Tyo sedang menyiapkan makan siang.
“ayah?” Luna
senang.
“sayang” Tyo
tersenyum.
“ayah...” Dania
tersenyum dan menunduk.
“hey, kalian gak
kangen sama ayah?” Tyo mendekati mereka.
“kangen dong” Luna
memeluk Tyo.
Tyo menatap Dania
sambil tersenyum.
“ayah” Dania
memeluk Tyo.
“ayah juga kangen
banget sama kalian” Tyo memeluk mereka.
“ibu mana, yah?”
Dania menatap Tyo.
“ibu agak gak enak
badan, tapi kalian tenang aja. Ibu udah diperiksa dokter kok”
“itu pasti karena
ibu terlalu mikirin ayah” Luna sedih.
Tyo diam.
“Uun, kamu gak
boleh ngomong gitu” Dania menatap Luna dan menunduk.
Tyo tau, itu memang
benar. Ia mengelus kedua anaknya, “ayah janji, ayah gak akan ninggalin kalian
lagi”
Mereka pun memeluk
Tyo.
“ya udah, kalian
makan dulu ya. Ayah mau liat ibu di kamar”
“iya, yah”
Mereka pun makan
dan Tyo pergi ke kamar.
Di kamar,
Tyo mendekati
Jullie dan berbaring disampingnya, “sayang”
Jullie membuka
matanya, “Tyo” ia memeluk Tyo.
“sudah, jangan
menangis”
“tapi ini tangis
bahagia”
“aku tau, tapi aku
tidak bisa tenang jika kau terus menangis”
“aku minta maaf”
“tidak, semua ini
salahku. Aku yang harusnya minta maaf padamu, aku terlalu mencintaimu sehingga
membuatku buta akan segalanya”
Mereka pun
berpelukan.
“aku sangat
bersyukur pada Tuhan, akhirnya kita masih diberi kesempatan untuk bersama lagi”
Jullie tersenyum.
“o iya, ini
milikmu” Tyo memberikan diary terakhir Jullie, “maaf aku sudah lancang
membacanya, Dania yang memberikan itu padaku”
Jullie membukanya
dan melihat foto mereka, “pantas saja aku tidak pernah menemukannya, ternyata
foto ini ada disini” ia senang.
Tyo tersenyum
melihat foto mereka, “jadi, foto ini yang kau cari?”
“iya, aku ingin
memberimu kejutan di hari pernikahan kita. Biar kamu inget, kalau dulu kamu itu
kaya preman”
“tapi kamu tetep
cinta, kan?”
Mereka tertawa dan
berpelukan, ternyata usia pernikahan mereka yang ke 15 tahun masih bisa
diselamatkan.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf
kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar