Rabu, 14 Desember 2016

My Heart Will Go On


Author : Sherly Holmes
Genre : Romance, Drama
Cerita ini adalah fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Suatu sore,
Seorang anak berseragam putih biru begitu bersemangat mengayuh sepedanya sambil membonceng seorang perempuan berseragam putih abu.
“pelan-pelan, Robert”
“tenang aja, kak. Kan biar cepet nyampe” Robert terus mengayuh sepedanya.
Tapi tiba-tiba 3 orang pria bermotor, menghadang mereka.
“Robert?!” peremuan itu panik.
Robert pun langsung mengerem sepedanya.
Kkiiikkk...!!!
Mereka menatap orang-orang itu dengan waspada.
“Robert, gimana ini? Aku takut” perempuan itu berbisik, “sepertinya mereka punya niat jahat”
“iya, kak. Aku juga takut” Robert cemas.
“anak-anak manis, kami gak bakal ngapa-ngapain kok. Kami cuma mau minta yang ada di tas kalian”
Orang-orang itu tersenyum begitu menakutkan.
Mereka mulai panik.
“Robert” perempuan itu memegang pundak Robert darui belakang dengan erat.
“tenang, kak. Aku pasti lindungin kakak” sebenarnya Robert agak pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti.
“ayo serahkan” salah satu dari mereka mendekat.
“berhenti!” seseorang mendekat.
Robert dan perempuan itu langsung melihat ke arah suara, mereka melihat seorang pria yang terlihat tidak muda, tapi juga tak terlihat tua.
Orang-orang itu kesal dan menatap tajam pada pria yang sok pahlawan itu.
Orang itu masih  menatap mereka, “kenapa diam? Ayo, lawan aku. Jangan cuma berani sama anak kecil”
“sialan”
Mereka menyerang pria itu.
Robert hanya diam melihat perkelahian mereka.
Brak...
Mereka semua kalah dan kabur dengan motor besarnya.
“payah” pria itu mendekat, “kalian gak apa-apa?”
“iya om, makasih” Robert tersenyum.
Pria itu tersenyum dan pergi.
Robert masih menatap pria itu, “untung ada dia. Iya kan, kak?” ia menoleh dan tersadar jika sang kakak masih terdiam kagum melihat pria itu.
Pantesan diem dari tadi, ternyata kakak terpesona sama cowok itu? Robert merasa aneh.
Di rumah,
Robert keluar dari kamarnya, ia melihat seorang pelayan.
“tuan?” pelayan itu tersenyum.
“bi, kakak udah minum obat?”
“sudah, tuan. Baru saja”
“syukur deh”
“o iya. Nona Sharon bilang, ingin bicara dengan anda”
“ok deh, aku ke kamar kakak sekarang. Makasih ya, bi”
“sama-sama, tuan”
Robert pun masuk ke kamar Sharon.
Di kamar,
“ada apa, kak?” Robert menatap Sharon.
“Robert, kamu mau gak, nolong kakak?”
“apa?”
“besok, pulang sekolah, kita cari orang itu yu?”
“maksud kakak, om-om yang tadi nolongin kita?”
Sharon mengangguk.
“mau apa, kak?” Robert kaget.
“ya, mau ngucapin terima kasih?”
“lah, kan udah”
“itu kan kamu, aku belum”
“i..iya deh. Tapi kalau ketemu ya, kak? Jangan bener-bener dicari banget”
Sharon tersenyum.
Malam itu,
Robert yang sedang mengerjakan PR, berhenti menulis. Ia ingat...
“Robert, umur kakak kamu, cuma sampai 17 tahun, nak” ayah memegang pundak Robert, “kamu mau kan, jagain kakak buat ayah?”
“i..iya, yah. Aku janji” Robert menatap ayahnya.
Aku janji, aku janji akan jagain kakak dan membahagiakannya. Robert mengepalkan tangannya.
Besoknya,
Robert yang baru pulang, menaiki sepedanya untuk menjemput Sharon di sekolah. Tapi ia menghentikan sepedanya karena melihat pria yang kemarin.
“ngapain om-om itu di pasar?”
Dan Robert pun begitu kaget saat pria itu meminta uang keamanan pada para pedagang.
“ya Tuhan... jangan-jangan dia preman?”
Robert pun langsung pergi dari sana dan ia sampai ke depan sekolah Sharon.
Robert diam di dekat gerbang sekolah.
Sharon keluar dan melihat Robert yang begitu bingung, “hey, kamu kenapa?”
“ah? Kakak” Robert kaget, “gak ada apa-apa kok, kak”
“emh... kamu gak bisa bo’ongin kakak”
“beneran kok, kak. Gak ada”
“ya udah” Sharon duduk di jok belakang sepeda Robert, “kita berangkan, ya?”
“iya, tapi...”
“kenapa?” Sharon semakin merasa aneh.
“kita gak usah cari cowok yang kemarin ya, kak?”
“kenapa?”
“aku cape, pengen cepet pulang”
“ya udah deh” Sharon sangat merasa kecewa, apa lagi ia sudah membeli kue dan berniat memberikannya pada pria itu.
Robert yang tidak tau, merasa lega dan mereka pun pulang.
Di rumah,
Sharon masuk ke kamar dan membuka tasnya, ia menatap kotak kue dan menyimpannya di atas laci. Sharon membuang nafas, “padahal ini udah aku pesan khusus buat kamu, tapi Robert cape dan pegen cepet pulang. Pangeranku... semoga suatu saat, kita bisa bertemu lagi”
Pelayan masuk, “maaf, nona”
“iya?” Sharon menoleh.
“saatnya minum obat, tuan Robert suka cemas kalau nona belum minum obatnya”
“makasih, bi”
“wah... ini kue buat siapa, non? Bagus banget”
“ini buat kita kok, bi. Tolong sekalian bawa keluar, ya?”
“siap, non” pelayan itu tersenyum dan membawa kuenya.
Sharon pun diam dan duduk di meja belajarnya, ia menatap ke luar jendela. Ayah lagi apa ya, sekarang?
***
Pelayan menyimpan kue itu di atas meja makan dan kembali membereskan dapur. Robert yang keluar dari dapur pun melihat kue itu.
“ini dari siapa, bi?”
“itu punya non Sharon, tuan. Katanya untuk dimakan saja”
Robert merasa aneh dan membuka kotak kue itu, jangan-jangan... Robert ingat, apa ini buat cowok itu?
Pagi itu,
Sharon sudah bersiap untuk sekolah, tapi ia iba-tiba terdiam dan pandangannya mulai samar.
“non, non Sharon? Kenapa non?” ppelayan menatap aneh pada Sharon.
Dan sharon pun jatuh pingsan.
Saat Sharon membuka matanya, ia melihat ke sekitar.
“nak...” seorang pria tersenyum.
“ayah” Sharon menatap orang tuanya.
“ayah kan udah bilang, kamu jangan terlalu cape”
“aku gak apa-apa, kok yah”
“adikmu sangat khawatir, dia menangis terus di luar”
“Robert memang baik, aku bahagia punya adik seperti dia. Dia selalu menjagaku, yah”
“ya sudah, kamu istirahat saja”
“iya, ayah” Sharon tersenyum.
Siangnya,
Robert masuk ke kamar Sharon.
“hey” Sharon tersenyum.
“kak...” Robert merasa sedih dan bersalah.
“kenapa?”
“aku minta maaf” Robert duduk dan memegang tangan Sharon, “soalnya waktu itu, aku gak mau nganterin kakak untuk nyari...”
“sstt... udah, gak usah dibahas. Kamu kan cape, kakak gak mungkin maksa kamu kan?”
“maaf ya, kak”
“iya, gak apa-apa” Sharon tersenyum, “kakak juga minta maaf, soalnya selama ini suka ngerepotin kamu”
“jangan bilang gitu dong, kak. Aku ini kan adikmu, pasti aku akan melakukan yang terbaik untuk kakak”
Sharon tersenyum.
Malamnya,
Ayah bicara dengan Robert di ruang keluarga.
“kamu tau, kan? Sebentar lagi Sharon 17 tahun, itu tandanya...”
“umur kakak udah gak lama lagi?” Robert menatap ayahnya.
“ayah ingin kamu bisa memberikan yang terbaik untuknya”
“aku ngerti, yah. Aku akan melakukannya”
“jaga kakakmu baik-baik, ayah harus kembali bekerja. Jika ada apa-apa, beritau ayah”
Robert mengangguk.
***
Siang itu,
Robert yang pulang sekolah, memutuskan untuk mencari pria itu. Dimana dia? Biasanya dia disekitar sini.
Robert melihat ke sekitar pasar, tapi ia tidak menemukannya. Ia pun kembali mengayuh sepedanya sambil memikirkan Sharon. Tenang aja, kak. Aku pasti bisa nemuin dia.
Robert pun terhenti, ia melihat pria itu berjalan ke sebuah rumah. Itu dia! Robert senang dan mengikutinya.
Di sebuah rumah,
Robert mengetuk pintu, “permisi”
Pria itu membuka pintu dan menatap Robert, “mau apa?”
“m....maaf, om. Saya...”
“aku bukan om kamu”
“eh... maksud saya, pak”
“aku bukan bapakmu”
Aduh... Robert gemetar.
“eh, kenapa diam?”
“maafin saya, saya cuma mau minta tolong”
“dari tadi, minta maaf terus”
Robert menunduk.
“kamu mau minta tolong apa? Mukulin orang? Kecil-kecil udah dendaman”
“bu..bukan itu, tapi kakak saya...”
“kamu mau, aku mukulin kakakmu?”
“bu..bukan, bukan itu...”
Pria itu masih menatap Robert, “masuk”
Robert mengangguk dan masuk.
Di dalam,
Mereka pun bicara.
“ya, aku ingat. Kalian yang digangguin preman itu, kan?”
Robert menatap pria itu, kamu juga preman.
“heh, jawab?!”
“ii..iya”
“nama kamu siapa?”
“Robert, kakakku Sharon”
“ok, aku Sadewo. Panggil aku Dewo”
“Dewo, ok”
“kamu pengen aku ketemu sama kakak kamu karena umur dia gak lama lagi?”
Robert mengangguk.
“kenapa dia pengen ketemu sama aku?”
“waktu pertama dia liat anda, dia langsung ngefans. Mungkin dia suka sama anda”
“karena menolong kalian? Dasar anak kecil”
“saya mohon, tolong kakak saya. Saya cuma pengen liat dia bahagia”
“akanku pikirkan”
“makasih”
Beberapa hari kemudian,
Sharon yang pulang sekolah, berjalan ke taman. Ia kesal karena Robert tidak ada disana, Sharon pun duduk di bangku.
“Robert mana sih? Katanya ketemu disini?”
Seseorang mendekat, “hey”
Sharon menoleh, ya Tuhan... pria itu?
“kamu lagi apa disini?” Dewo duduk, “gak takut digangguin preman?”
Sharon tersenyum dan menggeleng.
Dewo menatap Sharon, “kamu bolos sekolah?”
“aku udah pulang, kok”
“terus?”
“aku janji ketemu sama adik, tapi dia gak datang-datang”
“mungkin dia udah pulang”
“gak mungkin, adikku tidak begitu”
“masa?”
“dia adik yang baik, aku...”
Dewo menatap Sharon, “kenapa?”
Sharon menggeleng sambil tersenyum.
“mau ku antar?”
“gak usah, aku...”
“takut ngerepotin?”
Sharon diam.
“gak apa-apa, ayo” Dewo tersenyum, “aku bawa motor, kok”
Sharon tersenyum.
Robert yang bersembunyi di balik pohon pun tersenyum melihat mereka pergi.
Di jalan,
“jadi, kamu kelas berapa?”
“kelas 11, sebentar lagi aku naik kelas”
“emh...”
“apa gak apa-apa kalau aku panggil Dewo?”
“kenapa? Karena aku tua?”
“bukan, aku takut gak sopan”
“itu tandanya karena aku tua”
Sharo diam.
“udahlah, santai aja”
Mereka pun sampai di depan rumah Sharon.
Pelayan yang melihat itu dari dalam rumah, merasa aneh melihat Sharon datang dengan pria asing.
“makasih, ya” Sharon tersenyum.
“besok ketemu lagi, ya” Dewo tersenyum dan pergi.
Sharon masih menatap Dewo yang sudah jauh.
Robert pun datang dengan sepedanya, “kakak, kakak”
Sharon melihat Robert yang kelelahan, “kamu dari mana?”
“maaf, kak. Tadi ban sepedanya bocor”
“pantesan, aku tungguin kamu nya gak nongol-nongol”
“maaf ya, kak”
“iya, gak apa-apa. Yuk masuk, liat tuh keringet kamu”
Robert tersenyum, maaf ya kak. Sebenarnya aku sengaja ngelakuin ini agar kakak bisa bersama Dewo.
Malam itu,
Di kamar Robert, Robert merasa lega. Ia melihat kebahagiaan di wajah Sharon. Robert berharap, Dewo bisa menepati janjinya.
Robert pun mulai berbaring di ranjangnya dan tidur.
Besoknya,
Robert yang sudah ada di depan gerbang sekolah Sharon, menelpon Sharon.
“hallo?”
“kakak dimana?”
“aku di taman”
“ya ampun, kak. Kenapa gak nungguin aku, sih?”
“udah, aku gak apa-apa kok”
“ya udah, aku kesana ya” Robert munutup telponnya.
Di taman,
“selamat ulang tahun” Dewo memberikan setangkai bunga untuk Sharon.
“m...makasih...” Sharon tersenyum bingung.
“kenapa? Kamu gak suka bunga?”
“bukan, aku cuma...”
Dewo menatap Sharon.
“aku bingung, dari mana kamu tau kalau hari ini...”
“rahasia” Dewo diam dan kembali menatap Sharon, “seorang mata-mata, punya rahasia dibalik rahasia”
Sharon tersenyum.
Robert yang melihat itu dari jauh, tersenyum. Ia pun mendekati mereka.
“Robert?” Sharon kaget.
“hey, kak” Robert tersenyum, lalu menatap Dewo dan kembali menatap Sharon.
“kenalin, ini Dewo” Sharon tersenyum.
Robert tersenyum dan pura-pura tidak mengenalnya, “hey, aku Robert”
“Dewo” Dewo menatap Robert.
“kamu masih inget dia, kan?” Sharon menatap Robert.
“iya, kak”
“aku akan mengantar kakakmu, kau tidak keberatan?” Dewo menatap Robert.
“tentu tidak, silahkan”
Sharon menatap Robert, “beneran?”
“iya kak, gak apa-apa kok”
Sharon senang meski sebenarnya, ia merasa sedikit aneh.
***
Di rumah,
Sharon merayakan ulang tahunnya yang ke 17 bersama Robert dan pelayannya.
“jadi ayah gak pulang?” Sharon sedih.
“ayah bilang, ayah sedang sibuk” Robert memberikan sebuah kado.
“makasih” Sharon sedikit kecewa.
“kakak tenang aja, ayah janji kok. Kalau udah beres, pasti ayah akan segera pulang”
“iya...” Sharon diam.
Malamnya,
Sharon duduk di sofa yang ada di kamarnya, ia kembali menatap jendela.
Sang ayah yang bekerja di luar kota memang selalu sibuk. Sejak ibu meninggal, begitu sulit untuk bertemu ayah. Sharon hanya tinggal bersama Robert sejak kecil, dan pelayan setia yang selalu ada untuk mereka.
Aku harap, ayah tidak lupa dengan hari ulang tahunku...
Sharon menatap bunga pemberian Dewo, kenapa dia bisa tau ulang tahunku? Kenapa Robert tidak ragu untuk membiarkan aku pulang bersama Dewo? Sharon terdiam, Robert... Jangan-jangan dia...?
Besoknya,
Sharon datang ke rumah Dewo, ia mulai mengetuk pintu.
Dewo membuka pintu, “Sharon?” ia kaget.
“aku mau nanyain sesuatu, sama kamu”
“apa?” Dewo merasa aneh, “masuk?”
“ga usah, aku cuma sebentar”
“hey, kenapa?” Dewo tau ada yang tidak beres.
“tapi kamu harus jawab jujur”
“ok”
“apa semua ini sudah direncanakan? Apa Robert yang memintamu untuk melakukan semua ini?”
“jujur” Dewo tersenyum.
Sharon menatap Dewo.
“katanya harus jawab jujur?”
“maksud aku bukan jawab ‘jujur’, tapi jawab dengan jujur” Sharon kesal.
“ok ok” Dewo tersenyum lagi, “itu memang benar, Robert yang memintaku untuk bertemu denganmu. Berteman denganmu dan...”
“dia ngasih tau kalau hidupku gak lama lagi?”
Dewo mengangguk.
Air mata Sharon menetes, “jadi kamu baik sama aku gara-gara itu? Maaf Dewo, aku gak mau kalau kamu gak tulus”
Dewo menatap Sharon.
“meski aku sakit, aku gak butuh dikasihani. Aku juga gak butuh teman yang pura-pura peduli sama aku” Sharon menghapus air matanya, “permisi”
“aku juga gak mau berteman” Dewo menatap Sharon yang akan pergi, “aku ingin lebih”
Sharon kembali menatap Dewo.
“jangan marahi adikmu” Dewo mendekati Sharon, “harusnya kau berterimakasih padanya” ia memegang tangan Sharon, “karena telah mempertemukan kita” Dewo tersenyum, “mempersatukan kita, tepatnya”
“kamu, gak bohong ‘kan?” Sharon menatap Dewo.
“menurutmu?”
Sorenya,
Di rumah, Sharon sedang bersiap.
“kak, mau kemana sih? Kok dandan?”
“kakak mau ke karnaval”
“ih, ikut dong”
“gak bisa” Sharon tersenyum, “Dewo gak punya mobil”
“emh... jadi pengennya berduaan?”
“kamu kenapa sih? Sirik ya? Ajakin aja pacar kamu kesana, nyusul gitu”
“emh... aku kan gak punya” Robert diam.
“ya udah, entar kamu nyusul aja sama supir”
“siap” Robert tersenyum, “pokoknya, kalau kakak terlalu malem, aku pasti susulin”
“beres bos”
Malam pun tiba,
Dewo datang untuk mengajak Sharon ke karnaval. Robert tersenyum, ia melihat sang kakak yang begitu senang pergi bersama Dewo.
Robert masuk ke rumah, namun sebuah mobil datang.
“ayah?” Robert kaget dan keluar.
Ternyata benar, sang ayah keluar dari mobil itu.
“hey, Robert” ayah tersenyum.
“ayah” Robert tersenyum meski hatinya bingung.
“kakakmu mana?”
“e..., kakak...”
***
Di karnaval,
Dewo berjalan dengan Sharon yang memakai jaketnya.
“kamu mau permen kapas?” Dewo menatap Sharon.
“enggak ah, kaya anak kecil” Sharon kesal.
“lho, kok marah? Lagian, permen kapas kan, bukan buat anak-anak aja. Semua umur boleh makan kok”
Sharon diam, “aku kira, kamu anggap aku anak kecil. Jadi kamu nawarin itu” ia menatap Dewo.
Dewo tersenyum, “dasar” ia mengelus Sharon, “kalau kamu gak mau, aku aja ah yang beli”
“ih... aku juga mau”
“katanya takut dibilang anak kecil?”
Mereka tertawa dan membeli permen kapas.
“Sharon?!”
Sharon dan Dewo menoleh.
“ayah?” Sharon kaget.
Robert yang ada di belakang ayah, hanya diam menunduk.
“ngapain kamu sama laki-laki ini?” ayah marah.
“ayah, aku...” Sharon bingung, ia menatap sang ayah dan Dewo.
“maaf, pak. Saya...” Dewo mendekati sang ayah.
“diam disitu!” ayah menatap Dewo, “Sharon, kamu masuk ke mobil” ia menatap Sharon.
“tapi yah...?”
“denger kata ayah? Masuk mobil sekarang!” ayah menatap Robert dan menyuruhnya membawa Sharon.
Sharon menatap Dewo sambil menangis, ia pun pergi bersama Robert.
“dan kamu” ayah menatap Dewo, “saya harap, kamu tidak mendekati anak saya lagi”
Dewo hanya diam.
Di mobil,
Sharon hanya diam sambil memakai jaket Dewo.
“maafin aku, kak” Robert yang duduk disamping Sharon, sangat khawatir.
“ini bukan salah kamu kok” Sharon kembali menangis.
“kak...” Robert bingung.
Ayah membuka pintu mobil dan menatap Sharon, “buka jaketnya”
“tapi yah...” Sharon masih sedih.
“yah, ini kan udah malem. Kaasian kakak kedinginan” Robert menatap ayahnya.
“diem kamu!” ayah marah pada Robert.
Robert pun diam.
“ayo buang!” ayah masih menatap Sharon.
Sharon pun membuka jaketnya dan sang ayah membuangnya.
Setelah mobil pergi,
Dewo mengambil jaketnya yang ada di tanah dan menatap mobil yang sudah hampir tak terlihat, Sharon...
Beberapa hari kemudian,
Sharon yang baru pulang, masuk ke kamar dengan sedih. Sejak kejadian itu, ia memang tidak pernah bertemu lagi dengan Dewo.
Robert tau betapa sedihnya sang kakak, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa untuknya. Apalagi, ini memang perintah sang ayah.
Robert mengetuk pintu kamar Sharon, “kak, aku boleh masuk?”
“kakak cape, mau tidur” Sharon yang menangis, tidak mau membuka pintunya.
“ya udah... jangan lupa minum obat ya, kak?” Robert pun pergi.
Di kamar Sharon,
Sharon ingat pada Dewo, kamu lagi apa sekarang? Apa disana, kamu juga kangen sama aku? Kenapa ayah begitu marah dan tidak suka padamu? Apa karena dandananmu? Kelakuanmu? Pekerjaanmu? Ya Tuhan... aku harus bagaimana?
Tapi Sharon melihat jendelanya yang terbuka, ia kaget. Sharon mendekati jendela, ia ingat jika jendela itu tertutup saat ia pergi sekolah.
Sharon melihat sebuah kertas menempel di kaca, ia mengambilnya dan membaca itu...
Besok malam, aku akan datang untuk mengajakmu ke karnaval.
Dewo
Sharon tersenyum senang.
Besoknya,
Dewo bersiap untuk pergi, ia keluar dari rumah dan melihat ban motornya yang bocor.
“ah, sial” Dewo kesal, ia pun berpikir untuk meminjam motor temannya.
Di jalan,
Dewo melihat dua orang pria asing berlari ke arahnya dan melemparkan sebuah tas tangan padanya. Dewo menangkap itu dan melihat mereka yang sudah pergi jauh, saat menoleh...
“pencuri?!” beberapa orang berlari ke arahnya.
Dewo kaget.
Di rumah Sharon,
“cie... kakak, udah dandan nih?” Robert tersenyum sambil menggoda Sharon.
“diem ah, kan kakak udah bilang sama kamu. Kalau kamu pengen pacaran, pacaran aja”
“idih, kak Sharon” Robert duduk disamping Sharon.
Sharon melihat ke arah jam, “ini udah jam delapan lho”
“mungkin Dewo datangnya telat”
“iya kali, ya?” Sharon diam, ia memiliki firasat lain.
Hari semakin larut,
Robert melihat Sharon yang masih setia menunggu Dewo di kursi teras.
“kak...” Robert mendekat.
“jam berapa sekarang?” Sharon menata Robert.
“10.30 p.m.”
Sharon menunduk dan berusaha tegar, “sepertinya, dia tidak akan datang”
“kak, mungkin Dewo ada urusan mendadak” Robert khawatir.
“mungkin...” Sharon tersenyum dan masuk ke rumah sambil batuk-batuk.
“kak” Robert memakaikan jaket.
“aku gak apa-apa”
***
Hari berganti hari, dan Dewo tidak pernah datang. Robert sempat datang ke rumah Dewo, tapi disana tidak ada siapa-siapa.
Robert semakin khawatir dengan semua itu. Dewo tidak menghilang dan sakit Sharon makin parah.
Sebulan kemudian,
Robert keluar dari kamar, seorang pelayan mendekat.
“tuan...”
“ada apa, bi?”
“dokter dari rumah sakit baru saja menelpon, katanya nona Sharon sudah siuman”
“ok, aku kesana. Makasih, bi”
“semoga nona Sharon cepat sembuh ya, tuan?”
“semoga, bi” Robert tersenyum dan keluar rumah.
Di luar,
Robert melihat Dewo yang berdiri di dekat pagar, “Dewo?” ia berlari ke arah Dewo.
“hey” Dewo tersenyum, “mana Sharon?”
“kakak sakit” Robert agak kesal.
“sakit? Terus sekarang dia...?”
“kamu gak usah so perhatian deh, setiap hari kakak nungguin kamu. Tapi kamu...”
“eh, aku bisa jelasin semuanya. Lagi pula, kamu pikir aku gak pernah usaha buat bahagiain dia? Kamu gak liat sikap ayah kamu kaya gimana?”
“kamu kan preman, masa gitu aja kalah?”
“aku bukan kalah, tapi aku mengalah. Mudah saja untuk memberi pelajaran pada orang tuamu, tapi aku masih menghargainya”
Robert diam.
“kasih aku kesempatan”
“ok” Robert membuka pagarnya.
Dewo pun mulai bercerita pada Robert di bangku teras rumah Robert.
“jadi kamu dikeroyok orang?”
“ya, 2 hari di rumah sakit. 1 bulan di penjara, sampai akhirnya aku bebas karena penjahat sebenarnya tertangkap”
“terus gimana? Kamu kan udah rugi banget”
“ibu-ibu itucuma minta maaf karena salah menuduh orang”
“seandainya aku tau...” Robert ingat, “pantas saja, saat itu aku beberapa hari ke rumahmu. Tapi kau tidak pernah terlihat”
“kau mencariku?”
“tentu, aku mencarimu ke setiap tempat yang biasa kau datangi”
“maafkan aku” Dewo menatap Robert, “boleh aku minta alamat rumah sakitnya?”
Pagi itu,
Di sebuah ruang perawatan, Sharon membuka matanya. Ia kaget melihat seorang pria yang sedang mengepel lantai.
“ya ampun, mas. Kenapa pagi banget?”
Orang itu menoleh dan tersenyum, Sharon kaget melihat pria itu adalah Dewo.
“kan biar bisa liat kamu”
“Dewo?”
“maafkan aku” Dewo mendekat, “bagaimana keadaanmu?”
“aku baik-baik saja” Sharon menunduk.
“kamu marah?” Dewo mengelus rambut Sharon.
“enggak, kok. Aku cuma...”
“hey, aku janji akan selalu nemenin kamu disini”
“kok bisa?”
“aku udah daftar jadi OB” Dewo menatap Sharon.
Sharon tersenyum, “dasar”
“jadi kalau kamu perlu apa-apa, aku pasti ada disini”
“tapi kan kamu harus beresin ruangan lain juga”
“males ah”
“ih... nanti kamu dipecat”
“ok deh” Dewo tersenyum, “aku janji, setiap pagi dan malam, aku akan datang kesini. Ok?”
Sharon tersenyum.
“swear” Dewo berkedip dan pergi keluar.
Sharon masih tersenyum tak percaya, akhirnya mereka bisa bertemu kembali.
Siangnya,
Robert masuk ke ruang perawatan Sharon, “siang, kak”
“kamu udah pulang?”
“udah” Robert menyimpan tasnya dan duduk di dekat Sharon.
Sharon menatap Robert, “apa yang dokter katakan?”
“dokter?”
“jangan pura-pura”
“em...”
Dewo masuk, “selamat siang” ia melihat Robert, “wah, ada adik iparku”
“apaan sih?” Sharon tersenyum.
Robert kaget melihat Dewo, “kamu kok pake seragam?”
“dia jadi OB” Sharon tertawa.
Robert tersenyum melihat kebahagiaan pada diri Sharon.
“baiklah, nona. Ini makan siangnya” Dewo menyimpan makannannya.
“kok bisa kamu yang nganterin?” Sharon menatap Dewo.
“rahasia” Dewo menatap Sharon.
“ya udah deh, aku pulang dulu” Robert berdiri.
“kenapa?” Sharon menatap Robert.
“aku kesini karena takut kakak bosan sendirian, tapi ternyata ada OB. Jadi, aku gak khawatir lagi” Robert tersenyum.
Dewo menatap Robert, “jangan panggil OB, tapi kakak ipar”
“ok ok” Robert pun pergi.
Dewo menatap Sharon, “jadi, mau disuapin atau...?”
“aku bisa kok makan sendiri”
“ok” Dewo duduk dan menatap Sharon yang mulai makan.
“Dewo...”
“yap?”
“kalau ini hari terakhirku, gimana?”
“kok kamu ngomongnya gitu?”
“kamu tau, kan? umurku cuma nyampe 17 tahun, dan sekarang udah lebih 3 bulan”
“itu tandanya, Tuhan masih ngasih kamu waktu. Kita kan belum nikah”
“Dewo?!” Sharon menatap Dewo, “aku serius”
“ok” Dewo menatap Sharon, “kamu mau apa?”
“aku masih mengharapkan janji kamu”
“ke karnaval? Kamu kan masih lemes”
“tapi aku pengen kesana”
“iya deh, boleh. Tapi nanti ya?” Dewo mengelus Sharon.
“kapan?” Sharon menatap Dewo.
“nunggu kamu agak mendingan”
***
Di rumah Robert,
Robert sedang menelpon, “jadi ayah mau pulang?”
“iya, mungkin besok, nak. Kamu tau, kan? Dokter bilang, kita harus selalu ada disamping kakak kamu”
“iya ayah” Robert sedih.
“kamu kenapa? Robert harus kuat, itu sudah jadi takdir kakak kamu. Semua itu ada di tangan Tuhan”
“iya, ayah”
Besoknya,
Di rumah sakit, Sharon melamun. Infus yang suah dicabut membuatnya bebas bergerak.
“hey, ngapain gelamun di balkon?”
Sharon melihat Dewo yang ada di dekat pintu.
“kamu ini, bukannya semangat buat sembuh. Malah males-malesan gitu” Dewo membetulkan pintu ruang perawatan Sharon.
Sharon menatap Dewo, “perasaan, kemarin pintunya gak rusak”
Dewo menatap Sharon, “ssst...”
Sharon mengerti dan tersenyum, ternyata tadi malam, Dewo sengaja merusak pintunya.
Dewo menatap Sharon dan kembali membetulkan pintunya.
“kalau ketauan cctv, dipecat kamu”
“ini kan demi selalu disampingmu”
“emh... dasar”
Dewo yang selesai membetulkan pintu, mendekati Sharon.
Sharon menatap Dewo.
“kalau infusannya udah dicabut, jangan terlalu senang. Tetep istirahat”
“kalau infusannya dicabut, tandanya aku udah sehat”
“terserah kamu deh” Dewo keluar sambil membawa alat-alat.
Sharon tersenyum dan kembali melihat ke arah balkon luar ruangan itu.
Siang itu,
Ayah datang bersama Robert, Sharon tersenyum.
“gimana keadaan kamu, nak?”
“baik, ayah” Sharon memperlihatkan tangannya, “infusannya udah dicabut”
Ayah tersenyum dan mengelus Sharon, “ayah kangen sama kamu”
Sharon terdiam dan ayah pun memeluknya.
Robert hanya diam, ia berusaha untuk tidak menunjukan kesedihannya.
“kamu banyak istirahat, ya?”
“iya ayah” Sharon tersenyum, “Robert, kamu udah pulang sekolah?”
“udah, kak. Tenang aja, aku gak pernah bolos kok”
Dewo mengintip mereka dari luar dan pergi.
Sorenya,
Dewo masuk ke ruang perawatan Sharon, ia melihat Sharon yang hanya diam menunduk. Dewo pun mulai menyapu lantai, “kok diem aja?”
“gak apa-apa, kok” air mata Sharon menetes.
“kamu harusnya seneng, ditengok ayah kamu. Robert itu adik yang baik, menurutku”
“aku juga seneng ketemu mereka”
Dewo mendekati Sharon, “kenapa nangis?”
“aku tau yang mereka rasakan, meskipun mereka menutupinya dariku”
“kamu ini” Dewo memeluk Sharon.
Sharon pun menangis di pelukan Dewo.
“kamu harus kuat. Buat aku, buat mereka” Dewo menghapus air mata Sharon, “nanti malem, ke karnaval ya?”
Sharon tersenyum dan mengangguk.
Malamnya,
Dewo masuk ke ruang perawatan Sharon lewat jendela luar, “Sharon...”
“ya ampun, kok lewat situ?”
“sstt..., kamu kan gak diijinin kemana-mana”
“terus?”
“udah, ayo sini. Aku gendong”
“apa?”
“ayo buruan, dokternya udah pada pulang kok”
“iya iya”
Dewo pun turun melewti balkon sambil menggendong Sharon.
“kita naik apa?”
“aku bawa motor, kok”
Sharon tersenyum.
Di karnaval,
Sharon begitu senang, ia tertawa sambil memegang tangan Dewo.
“kamu mau apa? Aku beliin”
“cie, yang banyak uang”
“sekarang kan, aku jadi OB”
“iya iya” Sharon tersenyum.
Di salah satu stand,
“kayanya ini bagus deh” Dewo mengambil sebuah kalung, “kamu suka, gak?”
Sharon mengangguk.
“pak, beli ini ya” Dewo tersenyum.
Setelah itu, mereka pun mencari bangku.
“mau duduk dimana?”
“disana, deket bunga”
“boleh”
Mereka duduk.
“aku pakein, ya?” Dewo yang memegang kalung, menatap Sharon.
Sharon mengangguk.
Setelah memakaikan kalungnya,
“wah, cocok banget”
“jangan lebay deh”
“bener kok, bagus”
Sharon tersenyum.
Dewo menatap Sharon, “kamu bahagia, kan?”
“kok kamu nanyanya gitu?”
“ya, tujuan aku bawa kamu kesini kan, biar kamu happy”
Sharon terdiam menatap Dewo.
“pulang, yu. Udah malem”
“aku masih pengen disini, sama kamu”
“Sharon, angin malam itu gak bagus”
Sharon menatap Dewo dengan sedikit sedih.
“pulang ya?”
Sharon mengangguk.
Mereka pun kembali ke rumah sakit.
“kamu siap?”
“aku takut jatuh”
“kok takut? Tadi uga pas turun, gak apa-apa kan?”
Sharon tersenyum.
“ayo sini”
Dewo kembali menggendong Sharon dan memanjat balkon, mereka masuk ke ruang perawatan Sharon.
“udah nyampe, kamu bobo ya. besok ketemu lagi. Tapi jangan minta ke karnaval lagi”
Sharon tersenyum.
Dewo menatap Sharon, “kamu harus semangat, Tuhan itu sayang sama kamu”
Sharon diam dan menunduk.
“hey” Dewo menatap Sharon.
“aku...”
Dewo memeluk Sharon, “aku sayang sama kamu, aku janji akan ngebahagiain kamu. Meski aku gak bisa ngasih yang aneh-aneh, yang serba mewah. Tapi aku akan ngelakuin apapun sebisa aku”
Sharon tersenyum dan air matanya menetes, “makasih”
“aku gak bohong, makanya kamu harus semangat. Ayah kamu, Robert, kami semua sayang sama kamu”
Sharon memeluk Dewo dengan erat, “aku bahagia sama kamu” ia menutup matanya.
Dewo tersenyum dan mencium kening Sharon, “kamu istirahat ya?”
Sharon mengangguk.
Pagi itu,
Dewo masuk ke ruang perawatan Sharon, ia melihat Sharon yang masih tertidur. Dewo tersenyum, mungkin Sharon masih kecapean gara-gara tadi malam. Ia pun mengepel lantai.
Suster masuk ke dalam sambil membawa sarapan.
“taro aja sus, biar aku yang ngasih” Dewo tersenyum.
“kamu naksir ya, sama pasien ini?” suter menatap Dewo dan mulai memeriksa Sharon, tapi suster terdiam.
“ada apa, sus?” Dewo mendekat.
“kamu jaga dia, ya. Saya mau manggil dokter”
“o...ok...” Dewo kaget, ia khawatir.
Suster keluar.
Dewo memengang tangan Sharon, “Sharon...?”
Dokter masuk dan memeriksa Sharon.
“gimana dok?” Dewo menatap Dokter.
“pasien sudah tidak ada”
Dewo terdiam.
Dokter menatap suster, “hubungi keluarganya”
“baik dok”
Dewo maasih diam menatap Sharon, “Sharon...” ia memeluknya, “kenapa kamu pergi sekarang? Katanya kamu mau nikah dulu sama aku?” air mata Dewo menetes.
Dokter kaget melihat sang OB yang begitu sedih kehilangan pasien, ia pun keluar.
“Sharon...” Dewo mengelusnya, “semoga kamu tenang disana”
“Sharon...” ayah yang masuk, terdiam melihat Dewo. Ia pun berubah kesal, “ngapain kamu disini?”
“pak...” Dewo diam menatap ayah Sharon.
“jadi selama ini, kamu kerja disini?” ayah kesal.
“ayah, sabar, yah...” Robert mendekati ayahnya.
“jangan-jangan, kamu penyebab semua ini?! Iya, kan?” ayah semakin kesal pada Dewo.
“ayah...” Robert semakin bingung.
“diam kamu” ayah menatap Robert dan kembali menatap Dewo.
Dewo menunduk, “saya minta maaf”
Ayah mengepalkan tangannya dan memukul Dewo.
Robert dan dokter pun memisahkan mereka.
“aku tidak akan pernah memaafkanmu” ayah menunjuk Dewo.
***
Di pemakaman,
Ayah menatap nisan Sharon, “maaf jika ayah belum menjadi ayah yang baik untuk kamu, nak. Semoga kamu tenang disana” ayah menyimpan sebuket bunga ke dekat nisan Sharon.
Di dekat pepohonan,
Dewo hanya diam melihat itu, ia ingin mendekati nisan Sharon. Tapi ayah Sharon, pasti akan marah. Jadi dewo memilih untuk melihatnya dari jauh.
“Dewo”
Dewo menoleh dan tersenyum pada Robert.
“kamu gak kesana?”
“orang tuamu melarangku”
“kalau ayah udah pergi, kamu boleh kesana”
“makasih” Dewo yang memegang setangkai bunga, tersenyum.
“bagaimana pekerjaanmu?”
“aku dipecat, gara-gara cctv”
Robert menatap Dewo, “..?”
“aku ketauan ngerusak pintu, aku ketauan suka masuk ke ruang perawatan Sharon setiap pagi dan malam. Dan aku ketauan membawanya pergi ke karnaval” Dewo menatap Robert, “aku sangat mengerti jika kalian membenciku”
“aku tidak benci padamu” Robert tersenyum, “kakak itu terkadang keras kepala, ia selalu melakukan hal yang dilarang jika dia sangat ingin. Dan aku yakin, kakak pasti meninggal dengan bahagia”
Dewo menatap Robert.
“aku tau, karena kakak selalu bahagia jika bersamamu”
“terima kasih, Robert”
Setelah sang ayah pergi, mereka pun berjalan ke makam Sharon.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar