Author
: Sherly Holmes
Genre
: Romance, Drama
Cerita ini adalah
fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
Suatu sore,
Seorang anak
berseragam putih biru begitu bersemangat mengayuh sepedanya sambil membonceng
seorang perempuan berseragam putih abu.
“pelan-pelan,
Robert”
“tenang aja, kak.
Kan biar cepet nyampe” Robert terus mengayuh sepedanya.
Tapi tiba-tiba 3
orang pria bermotor, menghadang mereka.
“Robert?!” peremuan
itu panik.
Robert pun langsung
mengerem sepedanya.
Kkiiikkk...!!!
Mereka menatap
orang-orang itu dengan waspada.
“Robert, gimana
ini? Aku takut” perempuan itu berbisik, “sepertinya mereka punya niat jahat”
“iya, kak. Aku juga
takut” Robert cemas.
“anak-anak manis,
kami gak bakal ngapa-ngapain kok. Kami cuma mau minta yang ada di tas kalian”
Orang-orang itu
tersenyum begitu menakutkan.
Mereka mulai panik.
“Robert” perempuan
itu memegang pundak Robert darui belakang dengan erat.
“tenang, kak. Aku
pasti lindungin kakak” sebenarnya Robert agak pasrah dengan apa yang akan
terjadi nanti.
“ayo serahkan”
salah satu dari mereka mendekat.
“berhenti!”
seseorang mendekat.
Robert dan
perempuan itu langsung melihat ke arah suara, mereka melihat seorang pria yang
terlihat tidak muda, tapi juga tak terlihat tua.
Orang-orang itu
kesal dan menatap tajam pada pria yang sok pahlawan itu.
Orang itu
masih menatap mereka, “kenapa diam? Ayo,
lawan aku. Jangan cuma berani sama anak kecil”
“sialan”
Mereka menyerang
pria itu.
Robert hanya diam
melihat perkelahian mereka.
Brak...
Mereka semua kalah
dan kabur dengan motor besarnya.
“payah” pria itu
mendekat, “kalian gak apa-apa?”
“iya om, makasih”
Robert tersenyum.
Pria itu tersenyum
dan pergi.
Robert masih
menatap pria itu, “untung ada dia. Iya kan, kak?” ia menoleh dan tersadar jika
sang kakak masih terdiam kagum melihat pria itu.
Pantesan diem dari tadi, ternyata kakak terpesona sama
cowok itu? Robert merasa aneh.
Di rumah,
Robert keluar dari
kamarnya, ia melihat seorang pelayan.
“tuan?” pelayan itu
tersenyum.
“bi, kakak udah
minum obat?”
“sudah, tuan. Baru
saja”
“syukur deh”
“o iya. Nona Sharon
bilang, ingin bicara dengan anda”
“ok deh, aku ke
kamar kakak sekarang. Makasih ya, bi”
“sama-sama, tuan”
Robert pun masuk ke
kamar Sharon.
Di kamar,
“ada apa, kak?”
Robert menatap Sharon.
“Robert, kamu mau
gak, nolong kakak?”
“apa?”
“besok, pulang
sekolah, kita cari orang itu yu?”
“maksud kakak,
om-om yang tadi nolongin kita?”
Sharon mengangguk.
“mau apa, kak?”
Robert kaget.
“ya, mau ngucapin
terima kasih?”
“lah, kan udah”
“itu kan kamu, aku
belum”
“i..iya deh. Tapi
kalau ketemu ya, kak? Jangan bener-bener dicari banget”
Sharon tersenyum.
Malam itu,
Robert yang sedang
mengerjakan PR, berhenti menulis. Ia ingat...
“Robert,
umur kakak kamu, cuma sampai 17 tahun, nak” ayah memegang pundak Robert, “kamu
mau kan, jagain kakak buat ayah?”
“i..iya,
yah. Aku janji” Robert menatap ayahnya.
Aku janji, aku janji akan jagain kakak dan
membahagiakannya. Robert mengepalkan tangannya.
Besoknya,
Robert yang baru
pulang, menaiki sepedanya untuk menjemput Sharon di sekolah. Tapi ia
menghentikan sepedanya karena melihat pria yang kemarin.
“ngapain om-om itu
di pasar?”
Dan Robert pun
begitu kaget saat pria itu meminta uang keamanan pada para pedagang.
“ya Tuhan...
jangan-jangan dia preman?”
Robert pun langsung
pergi dari sana dan ia sampai ke depan sekolah Sharon.
Robert diam di
dekat gerbang sekolah.
Sharon keluar dan
melihat Robert yang begitu bingung, “hey, kamu kenapa?”
“ah? Kakak” Robert
kaget, “gak ada apa-apa kok, kak”
“emh... kamu gak
bisa bo’ongin kakak”
“beneran kok, kak.
Gak ada”
“ya udah” Sharon
duduk di jok belakang sepeda Robert, “kita berangkan, ya?”
“iya, tapi...”
“kenapa?” Sharon
semakin merasa aneh.
“kita gak usah cari
cowok yang kemarin ya, kak?”
“kenapa?”
“aku cape, pengen
cepet pulang”
“ya udah deh”
Sharon sangat merasa kecewa, apa lagi ia sudah membeli kue dan berniat
memberikannya pada pria itu.
Robert yang tidak
tau, merasa lega dan mereka pun pulang.
Di rumah,
Sharon masuk ke
kamar dan membuka tasnya, ia menatap kotak kue dan menyimpannya di atas laci.
Sharon membuang nafas, “padahal ini udah aku pesan khusus buat kamu, tapi
Robert cape dan pegen cepet pulang. Pangeranku... semoga suatu saat, kita bisa
bertemu lagi”
Pelayan masuk,
“maaf, nona”
“iya?” Sharon
menoleh.
“saatnya minum
obat, tuan Robert suka cemas kalau nona belum minum obatnya”
“makasih, bi”
“wah... ini kue
buat siapa, non? Bagus banget”
“ini buat kita kok,
bi. Tolong sekalian bawa keluar, ya?”
“siap, non” pelayan
itu tersenyum dan membawa kuenya.
Sharon pun diam dan
duduk di meja belajarnya, ia menatap ke luar jendela. Ayah lagi apa ya, sekarang?
***
Pelayan menyimpan
kue itu di atas meja makan dan kembali membereskan dapur. Robert yang keluar
dari dapur pun melihat kue itu.
“ini dari siapa,
bi?”
“itu punya non Sharon,
tuan. Katanya untuk dimakan saja”
Robert merasa aneh
dan membuka kotak kue itu, jangan-jangan...
Robert ingat, apa ini buat cowok itu?
Pagi itu,
Sharon sudah
bersiap untuk sekolah, tapi ia iba-tiba terdiam dan pandangannya mulai samar.
“non, non Sharon?
Kenapa non?” ppelayan menatap aneh pada Sharon.
Dan sharon pun
jatuh pingsan.
Saat Sharon membuka
matanya, ia melihat ke sekitar.
“nak...” seorang
pria tersenyum.
“ayah” Sharon
menatap orang tuanya.
“ayah kan udah
bilang, kamu jangan terlalu cape”
“aku gak apa-apa,
kok yah”
“adikmu sangat
khawatir, dia menangis terus di luar”
“Robert memang
baik, aku bahagia punya adik seperti dia. Dia selalu menjagaku, yah”
“ya sudah, kamu
istirahat saja”
“iya, ayah” Sharon
tersenyum.
Siangnya,
Robert masuk ke
kamar Sharon.
“hey” Sharon
tersenyum.
“kak...” Robert
merasa sedih dan bersalah.
“kenapa?”
“aku minta maaf”
Robert duduk dan memegang tangan Sharon, “soalnya waktu itu, aku gak mau
nganterin kakak untuk nyari...”
“sstt... udah, gak
usah dibahas. Kamu kan cape, kakak gak mungkin maksa kamu kan?”
“maaf ya, kak”
“iya, gak apa-apa”
Sharon tersenyum, “kakak juga minta maaf, soalnya selama ini suka ngerepotin
kamu”
“jangan bilang gitu
dong, kak. Aku ini kan adikmu, pasti aku akan melakukan yang terbaik untuk
kakak”
Sharon tersenyum.
Malamnya,
Ayah bicara dengan
Robert di ruang keluarga.
“kamu tau, kan?
Sebentar lagi Sharon 17 tahun, itu tandanya...”
“umur kakak udah
gak lama lagi?” Robert menatap ayahnya.
“ayah ingin kamu
bisa memberikan yang terbaik untuknya”
“aku ngerti, yah.
Aku akan melakukannya”
“jaga kakakmu
baik-baik, ayah harus kembali bekerja. Jika ada apa-apa, beritau ayah”
Robert mengangguk.
***
Siang itu,
Robert yang pulang
sekolah, memutuskan untuk mencari pria itu. Dimana
dia? Biasanya dia disekitar sini.
Robert melihat ke
sekitar pasar, tapi ia tidak menemukannya. Ia pun kembali mengayuh sepedanya
sambil memikirkan Sharon. Tenang aja,
kak. Aku pasti bisa nemuin dia.
Robert pun
terhenti, ia melihat pria itu berjalan ke sebuah rumah. Itu dia! Robert senang dan mengikutinya.
Di sebuah rumah,
Robert mengetuk
pintu, “permisi”
Pria itu membuka
pintu dan menatap Robert, “mau apa?”
“m....maaf, om.
Saya...”
“aku bukan om kamu”
“eh... maksud saya,
pak”
“aku bukan bapakmu”
Aduh... Robert gemetar.
“eh, kenapa diam?”
“maafin saya, saya
cuma mau minta tolong”
“dari tadi, minta
maaf terus”
Robert menunduk.
“kamu mau minta
tolong apa? Mukulin orang? Kecil-kecil udah dendaman”
“bu..bukan itu,
tapi kakak saya...”
“kamu mau, aku
mukulin kakakmu?”
“bu..bukan, bukan
itu...”
Pria itu masih
menatap Robert, “masuk”
Robert mengangguk
dan masuk.
Di dalam,
Mereka pun bicara.
“ya, aku ingat.
Kalian yang digangguin preman itu, kan?”
Robert menatap pria
itu, kamu juga preman.
“heh, jawab?!”
“ii..iya”
“nama kamu siapa?”
“Robert, kakakku Sharon”
“ok, aku Sadewo.
Panggil aku Dewo”
“Dewo, ok”
“kamu pengen aku
ketemu sama kakak kamu karena umur dia gak lama lagi?”
Robert mengangguk.
“kenapa dia pengen
ketemu sama aku?”
“waktu pertama dia
liat anda, dia langsung ngefans. Mungkin dia suka sama anda”
“karena menolong
kalian? Dasar anak kecil”
“saya mohon, tolong
kakak saya. Saya cuma pengen liat dia bahagia”
“akanku pikirkan”
“makasih”
Beberapa hari
kemudian,
Sharon yang pulang
sekolah, berjalan ke taman. Ia kesal karena Robert tidak ada disana, Sharon pun
duduk di bangku.
“Robert mana sih?
Katanya ketemu disini?”
Seseorang mendekat,
“hey”
Sharon menoleh, ya Tuhan... pria itu?
“kamu lagi apa
disini?” Dewo duduk, “gak takut digangguin preman?”
Sharon tersenyum
dan menggeleng.
Dewo menatap
Sharon, “kamu bolos sekolah?”
“aku udah pulang,
kok”
“terus?”
“aku janji ketemu
sama adik, tapi dia gak datang-datang”
“mungkin dia udah
pulang”
“gak mungkin,
adikku tidak begitu”
“masa?”
“dia adik yang
baik, aku...”
Dewo menatap
Sharon, “kenapa?”
Sharon menggeleng
sambil tersenyum.
“mau ku antar?”
“gak usah, aku...”
“takut ngerepotin?”
Sharon diam.
“gak apa-apa, ayo”
Dewo tersenyum, “aku bawa motor, kok”
Sharon tersenyum.
Robert yang
bersembunyi di balik pohon pun tersenyum melihat mereka pergi.
Di jalan,
“jadi, kamu kelas
berapa?”
“kelas 11, sebentar
lagi aku naik kelas”
“emh...”
“apa gak apa-apa
kalau aku panggil Dewo?”
“kenapa? Karena aku
tua?”
“bukan, aku takut
gak sopan”
“itu tandanya
karena aku tua”
Sharo diam.
“udahlah, santai
aja”
Mereka pun sampai
di depan rumah Sharon.
Pelayan yang
melihat itu dari dalam rumah, merasa aneh melihat Sharon datang dengan pria
asing.
“makasih, ya”
Sharon tersenyum.
“besok ketemu lagi,
ya” Dewo tersenyum dan pergi.
Sharon masih
menatap Dewo yang sudah jauh.
Robert pun datang dengan
sepedanya, “kakak, kakak”
Sharon melihat
Robert yang kelelahan, “kamu dari mana?”
“maaf, kak. Tadi
ban sepedanya bocor”
“pantesan, aku
tungguin kamu nya gak nongol-nongol”
“maaf ya, kak”
“iya, gak apa-apa.
Yuk masuk, liat tuh keringet kamu”
Robert tersenyum, maaf ya kak. Sebenarnya aku sengaja
ngelakuin ini agar kakak bisa bersama Dewo.
Malam itu,
Di kamar Robert,
Robert merasa lega. Ia melihat kebahagiaan di wajah Sharon. Robert berharap,
Dewo bisa menepati janjinya.
Robert pun mulai
berbaring di ranjangnya dan tidur.
Besoknya,
Robert yang sudah
ada di depan gerbang sekolah Sharon, menelpon Sharon.
“hallo?”
“kakak dimana?”
“aku di taman”
“ya ampun, kak.
Kenapa gak nungguin aku, sih?”
“udah, aku gak
apa-apa kok”
“ya udah, aku
kesana ya” Robert munutup telponnya.
Di taman,
“selamat ulang
tahun” Dewo memberikan setangkai bunga untuk Sharon.
“m...makasih...”
Sharon tersenyum bingung.
“kenapa? Kamu gak
suka bunga?”
“bukan, aku
cuma...”
Dewo menatap
Sharon.
“aku bingung, dari
mana kamu tau kalau hari ini...”
“rahasia” Dewo diam
dan kembali menatap Sharon, “seorang mata-mata, punya rahasia dibalik rahasia”
Sharon tersenyum.
Robert yang melihat
itu dari jauh, tersenyum. Ia pun mendekati mereka.
“Robert?” Sharon
kaget.
“hey, kak” Robert
tersenyum, lalu menatap Dewo dan kembali menatap Sharon.
“kenalin, ini Dewo”
Sharon tersenyum.
Robert tersenyum
dan pura-pura tidak mengenalnya, “hey, aku Robert”
“Dewo” Dewo menatap
Robert.
“kamu masih inget
dia, kan?” Sharon menatap Robert.
“iya, kak”
“aku akan mengantar
kakakmu, kau tidak keberatan?” Dewo menatap Robert.
“tentu tidak,
silahkan”
Sharon menatap
Robert, “beneran?”
“iya kak, gak
apa-apa kok”
Sharon senang meski
sebenarnya, ia merasa sedikit aneh.
***
Di rumah,
Sharon merayakan
ulang tahunnya yang ke 17 bersama Robert dan pelayannya.
“jadi ayah gak
pulang?” Sharon sedih.
“ayah bilang, ayah
sedang sibuk” Robert memberikan sebuah kado.
“makasih” Sharon sedikit
kecewa.
“kakak tenang aja,
ayah janji kok. Kalau udah beres, pasti ayah akan segera pulang”
“iya...” Sharon
diam.
Malamnya,
Sharon duduk di sofa
yang ada di kamarnya, ia kembali menatap jendela.
Sang ayah yang
bekerja di luar kota memang selalu sibuk. Sejak ibu meninggal, begitu sulit
untuk bertemu ayah. Sharon hanya tinggal bersama Robert sejak kecil, dan pelayan
setia yang selalu ada untuk mereka.
Aku harap, ayah
tidak lupa dengan hari ulang tahunku...
Sharon menatap
bunga pemberian Dewo, kenapa dia bisa tau
ulang tahunku? Kenapa Robert tidak ragu untuk membiarkan aku pulang bersama
Dewo? Sharon terdiam, Robert...
Jangan-jangan dia...?
Besoknya,
Sharon datang ke
rumah Dewo, ia mulai mengetuk pintu.
Dewo membuka pintu,
“Sharon?” ia kaget.
“aku mau nanyain
sesuatu, sama kamu”
“apa?” Dewo merasa
aneh, “masuk?”
“ga usah, aku cuma
sebentar”
“hey, kenapa?” Dewo
tau ada yang tidak beres.
“tapi kamu harus
jawab jujur”
“ok”
“apa semua ini
sudah direncanakan? Apa Robert yang memintamu untuk melakukan semua ini?”
“jujur” Dewo
tersenyum.
Sharon menatap
Dewo.
“katanya harus
jawab jujur?”
“maksud aku bukan
jawab ‘jujur’, tapi jawab dengan jujur” Sharon kesal.
“ok ok” Dewo
tersenyum lagi, “itu memang benar, Robert yang memintaku untuk bertemu
denganmu. Berteman denganmu dan...”
“dia ngasih tau
kalau hidupku gak lama lagi?”
Dewo mengangguk.
Air mata Sharon
menetes, “jadi kamu baik sama aku gara-gara itu? Maaf Dewo, aku gak mau kalau
kamu gak tulus”
Dewo menatap
Sharon.
“meski aku sakit,
aku gak butuh dikasihani. Aku juga gak butuh teman yang pura-pura peduli sama
aku” Sharon menghapus air matanya, “permisi”
“aku juga gak mau
berteman” Dewo menatap Sharon yang akan pergi, “aku ingin lebih”
Sharon kembali
menatap Dewo.
“jangan marahi
adikmu” Dewo mendekati Sharon, “harusnya kau berterimakasih padanya” ia
memegang tangan Sharon, “karena telah mempertemukan kita” Dewo tersenyum, “mempersatukan
kita, tepatnya”
“kamu, gak bohong
‘kan?” Sharon menatap Dewo.
“menurutmu?”
Sorenya,
Di rumah, Sharon
sedang bersiap.
“kak, mau kemana
sih? Kok dandan?”
“kakak mau ke
karnaval”
“ih, ikut dong”
“gak bisa” Sharon
tersenyum, “Dewo gak punya mobil”
“emh... jadi
pengennya berduaan?”
“kamu kenapa sih?
Sirik ya? Ajakin aja pacar kamu kesana, nyusul gitu”
“emh... aku kan gak
punya” Robert diam.
“ya udah, entar
kamu nyusul aja sama supir”
“siap” Robert
tersenyum, “pokoknya, kalau kakak terlalu malem, aku pasti susulin”
“beres bos”
Malam pun tiba,
Dewo datang untuk
mengajak Sharon ke karnaval. Robert tersenyum, ia melihat sang kakak yang
begitu senang pergi bersama Dewo.
Robert masuk ke
rumah, namun sebuah mobil datang.
“ayah?” Robert
kaget dan keluar.
Ternyata benar,
sang ayah keluar dari mobil itu.
“hey, Robert” ayah
tersenyum.
“ayah” Robert
tersenyum meski hatinya bingung.
“kakakmu mana?”
“e..., kakak...”
***
Di karnaval,
Dewo berjalan
dengan Sharon yang memakai jaketnya.
“kamu mau permen
kapas?” Dewo menatap Sharon.
“enggak ah, kaya
anak kecil” Sharon kesal.
“lho, kok marah?
Lagian, permen kapas kan, bukan buat anak-anak aja. Semua umur boleh makan kok”
Sharon diam, “aku
kira, kamu anggap aku anak kecil. Jadi kamu nawarin itu” ia menatap Dewo.
Dewo tersenyum,
“dasar” ia mengelus Sharon, “kalau kamu gak mau, aku aja ah yang beli”
“ih... aku juga
mau”
“katanya takut
dibilang anak kecil?”
Mereka tertawa dan
membeli permen kapas.
“Sharon?!”
Sharon dan Dewo
menoleh.
“ayah?” Sharon
kaget.
Robert yang ada di belakang
ayah, hanya diam menunduk.
“ngapain kamu sama
laki-laki ini?” ayah marah.
“ayah, aku...”
Sharon bingung, ia menatap sang ayah dan Dewo.
“maaf, pak.
Saya...” Dewo mendekati sang ayah.
“diam disitu!” ayah
menatap Dewo, “Sharon, kamu masuk ke mobil” ia menatap Sharon.
“tapi yah...?”
“denger kata ayah?
Masuk mobil sekarang!” ayah menatap Robert dan menyuruhnya membawa Sharon.
Sharon menatap Dewo
sambil menangis, ia pun pergi bersama Robert.
“dan kamu” ayah
menatap Dewo, “saya harap, kamu tidak mendekati anak saya lagi”
Dewo hanya diam.
Di mobil,
Sharon hanya diam
sambil memakai jaket Dewo.
“maafin aku, kak”
Robert yang duduk disamping Sharon, sangat khawatir.
“ini bukan salah
kamu kok” Sharon kembali menangis.
“kak...” Robert
bingung.
Ayah membuka pintu
mobil dan menatap Sharon, “buka jaketnya”
“tapi yah...”
Sharon masih sedih.
“yah, ini kan udah
malem. Kaasian kakak kedinginan” Robert menatap ayahnya.
“diem kamu!” ayah
marah pada Robert.
Robert pun diam.
“ayo buang!” ayah
masih menatap Sharon.
Sharon pun membuka
jaketnya dan sang ayah membuangnya.
Setelah mobil
pergi,
Dewo mengambil
jaketnya yang ada di tanah dan menatap mobil yang sudah hampir tak terlihat, Sharon...
Beberapa hari
kemudian,
Sharon yang baru
pulang, masuk ke kamar dengan sedih. Sejak kejadian itu, ia memang tidak pernah
bertemu lagi dengan Dewo.
Robert tau betapa
sedihnya sang kakak, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa untuknya. Apalagi, ini
memang perintah sang ayah.
Robert mengetuk
pintu kamar Sharon, “kak, aku boleh masuk?”
“kakak cape, mau
tidur” Sharon yang menangis, tidak mau membuka pintunya.
“ya udah... jangan
lupa minum obat ya, kak?” Robert pun pergi.
Di kamar Sharon,
Sharon ingat pada
Dewo, kamu lagi apa sekarang? Apa disana,
kamu juga kangen sama aku? Kenapa ayah begitu marah dan tidak suka padamu? Apa
karena dandananmu? Kelakuanmu? Pekerjaanmu? Ya Tuhan... aku harus bagaimana?
Tapi Sharon melihat
jendelanya yang terbuka, ia kaget. Sharon mendekati jendela, ia ingat jika
jendela itu tertutup saat ia pergi sekolah.
Sharon melihat
sebuah kertas menempel di kaca, ia mengambilnya dan membaca itu...
Besok
malam, aku akan datang untuk mengajakmu ke karnaval.
Dewo
Sharon tersenyum
senang.
Besoknya,
Dewo bersiap untuk
pergi, ia keluar dari rumah dan melihat ban motornya yang bocor.
“ah, sial” Dewo
kesal, ia pun berpikir untuk meminjam motor temannya.
Di jalan,
Dewo melihat dua
orang pria asing berlari ke arahnya dan melemparkan sebuah tas tangan padanya.
Dewo menangkap itu dan melihat mereka yang sudah pergi jauh, saat menoleh...
“pencuri?!”
beberapa orang berlari ke arahnya.
Dewo kaget.
Di rumah Sharon,
“cie... kakak, udah
dandan nih?” Robert tersenyum sambil menggoda Sharon.
“diem ah, kan kakak
udah bilang sama kamu. Kalau kamu pengen pacaran, pacaran aja”
“idih, kak Sharon”
Robert duduk disamping Sharon.
Sharon melihat ke
arah jam, “ini udah jam delapan lho”
“mungkin Dewo
datangnya telat”
“iya kali, ya?”
Sharon diam, ia memiliki firasat lain.
Hari semakin larut,
Robert melihat
Sharon yang masih setia menunggu Dewo di kursi teras.
“kak...” Robert
mendekat.
“jam berapa
sekarang?” Sharon menata Robert.
“10.30 p.m.”
Sharon menunduk dan
berusaha tegar, “sepertinya, dia tidak akan datang”
“kak, mungkin Dewo
ada urusan mendadak” Robert khawatir.
“mungkin...” Sharon
tersenyum dan masuk ke rumah sambil batuk-batuk.
“kak” Robert
memakaikan jaket.
“aku gak apa-apa”
***
Hari berganti hari,
dan Dewo tidak pernah datang. Robert sempat datang ke rumah Dewo, tapi disana
tidak ada siapa-siapa.
Robert semakin
khawatir dengan semua itu. Dewo tidak menghilang dan sakit Sharon makin parah.
Sebulan kemudian,
Robert keluar dari
kamar, seorang pelayan mendekat.
“tuan...”
“ada apa, bi?”
“dokter dari rumah
sakit baru saja menelpon, katanya nona Sharon sudah siuman”
“ok, aku kesana.
Makasih, bi”
“semoga nona Sharon
cepat sembuh ya, tuan?”
“semoga, bi” Robert
tersenyum dan keluar rumah.
Di luar,
Robert melihat Dewo
yang berdiri di dekat pagar, “Dewo?” ia berlari ke arah Dewo.
“hey” Dewo
tersenyum, “mana Sharon?”
“kakak sakit”
Robert agak kesal.
“sakit? Terus
sekarang dia...?”
“kamu gak usah so
perhatian deh, setiap hari kakak nungguin kamu. Tapi kamu...”
“eh, aku bisa
jelasin semuanya. Lagi pula, kamu pikir aku gak pernah usaha buat bahagiain
dia? Kamu gak liat sikap ayah kamu kaya gimana?”
“kamu kan preman,
masa gitu aja kalah?”
“aku bukan kalah,
tapi aku mengalah. Mudah saja untuk memberi pelajaran pada orang tuamu, tapi
aku masih menghargainya”
Robert diam.
“kasih aku
kesempatan”
“ok” Robert membuka
pagarnya.
Dewo pun mulai
bercerita pada Robert di bangku teras rumah Robert.
“jadi kamu
dikeroyok orang?”
“ya, 2 hari di
rumah sakit. 1 bulan di penjara, sampai akhirnya aku bebas karena penjahat
sebenarnya tertangkap”
“terus gimana? Kamu
kan udah rugi banget”
“ibu-ibu itucuma
minta maaf karena salah menuduh orang”
“seandainya aku
tau...” Robert ingat, “pantas saja, saat itu aku beberapa hari ke rumahmu. Tapi
kau tidak pernah terlihat”
“kau mencariku?”
“tentu, aku
mencarimu ke setiap tempat yang biasa kau datangi”
“maafkan aku” Dewo
menatap Robert, “boleh aku minta alamat rumah sakitnya?”
Pagi itu,
Di sebuah ruang
perawatan, Sharon membuka matanya. Ia kaget melihat seorang pria yang sedang
mengepel lantai.
“ya ampun, mas.
Kenapa pagi banget?”
Orang itu menoleh
dan tersenyum, Sharon kaget melihat pria itu adalah Dewo.
“kan biar bisa liat
kamu”
“Dewo?”
“maafkan aku” Dewo
mendekat, “bagaimana keadaanmu?”
“aku baik-baik
saja” Sharon menunduk.
“kamu marah?” Dewo
mengelus rambut Sharon.
“enggak, kok. Aku
cuma...”
“hey, aku janji
akan selalu nemenin kamu disini”
“kok bisa?”
“aku udah daftar
jadi OB” Dewo menatap Sharon.
Sharon tersenyum,
“dasar”
“jadi kalau kamu
perlu apa-apa, aku pasti ada disini”
“tapi kan kamu
harus beresin ruangan lain juga”
“males ah”
“ih... nanti kamu
dipecat”
“ok deh” Dewo
tersenyum, “aku janji, setiap pagi dan malam, aku akan datang kesini. Ok?”
Sharon tersenyum.
“swear” Dewo
berkedip dan pergi keluar.
Sharon masih
tersenyum tak percaya, akhirnya mereka bisa bertemu kembali.
Siangnya,
Robert masuk ke
ruang perawatan Sharon, “siang, kak”
“kamu udah pulang?”
“udah” Robert
menyimpan tasnya dan duduk di dekat Sharon.
Sharon menatap
Robert, “apa yang dokter katakan?”
“dokter?”
“jangan pura-pura”
“em...”
Dewo masuk,
“selamat siang” ia melihat Robert, “wah, ada adik iparku”
“apaan sih?” Sharon
tersenyum.
Robert kaget
melihat Dewo, “kamu kok pake seragam?”
“dia jadi OB”
Sharon tertawa.
Robert tersenyum
melihat kebahagiaan pada diri Sharon.
“baiklah, nona. Ini
makan siangnya” Dewo menyimpan makannannya.
“kok bisa kamu yang
nganterin?” Sharon menatap Dewo.
“rahasia” Dewo
menatap Sharon.
“ya udah deh, aku
pulang dulu” Robert berdiri.
“kenapa?” Sharon
menatap Robert.
“aku kesini karena
takut kakak bosan sendirian, tapi ternyata ada OB. Jadi, aku gak khawatir lagi”
Robert tersenyum.
Dewo menatap
Robert, “jangan panggil OB, tapi kakak ipar”
“ok ok” Robert pun
pergi.
Dewo menatap
Sharon, “jadi, mau disuapin atau...?”
“aku bisa kok makan
sendiri”
“ok” Dewo duduk dan
menatap Sharon yang mulai makan.
“Dewo...”
“yap?”
“kalau ini hari
terakhirku, gimana?”
“kok kamu
ngomongnya gitu?”
“kamu tau, kan?
umurku cuma nyampe 17 tahun, dan sekarang udah lebih 3 bulan”
“itu tandanya,
Tuhan masih ngasih kamu waktu. Kita kan belum nikah”
“Dewo?!” Sharon
menatap Dewo, “aku serius”
“ok” Dewo menatap
Sharon, “kamu mau apa?”
“aku masih
mengharapkan janji kamu”
“ke karnaval? Kamu
kan masih lemes”
“tapi aku pengen
kesana”
“iya deh, boleh.
Tapi nanti ya?” Dewo mengelus Sharon.
“kapan?” Sharon
menatap Dewo.
“nunggu kamu agak
mendingan”
***
Di rumah Robert,
Robert sedang
menelpon, “jadi ayah mau pulang?”
“iya, mungkin
besok, nak. Kamu tau, kan? Dokter bilang, kita harus selalu ada disamping kakak
kamu”
“iya ayah” Robert
sedih.
“kamu kenapa?
Robert harus kuat, itu sudah jadi takdir kakak kamu. Semua itu ada di tangan
Tuhan”
“iya, ayah”
Besoknya,
Di rumah sakit,
Sharon melamun. Infus yang suah dicabut membuatnya bebas bergerak.
“hey, ngapain
gelamun di balkon?”
Sharon melihat Dewo
yang ada di dekat pintu.
“kamu ini, bukannya
semangat buat sembuh. Malah males-malesan gitu” Dewo membetulkan pintu ruang
perawatan Sharon.
Sharon menatap
Dewo, “perasaan, kemarin pintunya gak rusak”
Dewo menatap
Sharon, “ssst...”
Sharon mengerti dan
tersenyum, ternyata tadi malam, Dewo sengaja merusak pintunya.
Dewo menatap Sharon
dan kembali membetulkan pintunya.
“kalau ketauan cctv,
dipecat kamu”
“ini kan demi
selalu disampingmu”
“emh... dasar”
Dewo yang selesai
membetulkan pintu, mendekati Sharon.
Sharon menatap
Dewo.
“kalau infusannya
udah dicabut, jangan terlalu senang. Tetep istirahat”
“kalau infusannya
dicabut, tandanya aku udah sehat”
“terserah kamu deh”
Dewo keluar sambil membawa alat-alat.
Sharon tersenyum
dan kembali melihat ke arah balkon luar ruangan itu.
Siang itu,
Ayah datang bersama
Robert, Sharon tersenyum.
“gimana keadaan
kamu, nak?”
“baik, ayah” Sharon
memperlihatkan tangannya, “infusannya udah dicabut”
Ayah tersenyum dan
mengelus Sharon, “ayah kangen sama kamu”
Sharon terdiam dan
ayah pun memeluknya.
Robert hanya diam,
ia berusaha untuk tidak menunjukan kesedihannya.
“kamu banyak
istirahat, ya?”
“iya ayah” Sharon
tersenyum, “Robert, kamu udah pulang sekolah?”
“udah, kak. Tenang
aja, aku gak pernah bolos kok”
Dewo mengintip
mereka dari luar dan pergi.
Sorenya,
Dewo masuk ke ruang
perawatan Sharon, ia melihat Sharon yang hanya diam menunduk. Dewo pun mulai
menyapu lantai, “kok diem aja?”
“gak apa-apa, kok”
air mata Sharon menetes.
“kamu harusnya
seneng, ditengok ayah kamu. Robert itu adik yang baik, menurutku”
“aku juga seneng
ketemu mereka”
Dewo mendekati
Sharon, “kenapa nangis?”
“aku tau yang
mereka rasakan, meskipun mereka menutupinya dariku”
“kamu ini” Dewo
memeluk Sharon.
Sharon pun menangis
di pelukan Dewo.
“kamu harus kuat.
Buat aku, buat mereka” Dewo menghapus air mata Sharon, “nanti malem, ke
karnaval ya?”
Sharon tersenyum
dan mengangguk.
Malamnya,
Dewo masuk ke ruang
perawatan Sharon lewat jendela luar, “Sharon...”
“ya ampun, kok
lewat situ?”
“sstt..., kamu kan
gak diijinin kemana-mana”
“terus?”
“udah, ayo sini.
Aku gendong”
“apa?”
“ayo buruan,
dokternya udah pada pulang kok”
“iya iya”
Dewo pun turun
melewti balkon sambil menggendong Sharon.
“kita naik apa?”
“aku bawa motor,
kok”
Sharon tersenyum.
Di karnaval,
Sharon begitu
senang, ia tertawa sambil memegang tangan Dewo.
“kamu mau apa? Aku
beliin”
“cie, yang banyak
uang”
“sekarang kan, aku
jadi OB”
“iya iya” Sharon
tersenyum.
Di salah satu
stand,
“kayanya ini bagus
deh” Dewo mengambil sebuah kalung, “kamu suka, gak?”
Sharon mengangguk.
“pak, beli ini ya”
Dewo tersenyum.
Setelah itu, mereka
pun mencari bangku.
“mau duduk dimana?”
“disana, deket bunga”
“boleh”
Mereka duduk.
“aku pakein, ya?”
Dewo yang memegang kalung, menatap Sharon.
Sharon mengangguk.
Setelah memakaikan
kalungnya,
“wah, cocok banget”
“jangan lebay deh”
“bener kok, bagus”
Sharon tersenyum.
Dewo menatap
Sharon, “kamu bahagia, kan?”
“kok kamu nanyanya
gitu?”
“ya, tujuan aku
bawa kamu kesini kan, biar kamu happy”
Sharon terdiam
menatap Dewo.
“pulang, yu. Udah
malem”
“aku masih pengen
disini, sama kamu”
“Sharon, angin
malam itu gak bagus”
Sharon menatap Dewo
dengan sedikit sedih.
“pulang ya?”
Sharon mengangguk.
Mereka pun kembali
ke rumah sakit.
“kamu siap?”
“aku takut jatuh”
“kok takut? Tadi
uga pas turun, gak apa-apa kan?”
Sharon tersenyum.
“ayo sini”
Dewo kembali
menggendong Sharon dan memanjat balkon, mereka masuk ke ruang perawatan Sharon.
“udah nyampe, kamu
bobo ya. besok ketemu lagi. Tapi jangan minta ke karnaval lagi”
Sharon tersenyum.
Dewo menatap
Sharon, “kamu harus semangat, Tuhan itu sayang sama kamu”
Sharon diam dan
menunduk.
“hey” Dewo menatap
Sharon.
“aku...”
Dewo memeluk Sharon,
“aku sayang sama kamu, aku janji akan ngebahagiain kamu. Meski aku gak bisa
ngasih yang aneh-aneh, yang serba mewah. Tapi aku akan ngelakuin apapun sebisa
aku”
Sharon tersenyum
dan air matanya menetes, “makasih”
“aku gak bohong,
makanya kamu harus semangat. Ayah kamu, Robert, kami semua sayang sama kamu”
Sharon memeluk Dewo
dengan erat, “aku bahagia sama kamu” ia menutup matanya.
Dewo tersenyum dan
mencium kening Sharon, “kamu istirahat ya?”
Sharon mengangguk.
Pagi itu,
Dewo masuk ke ruang
perawatan Sharon, ia melihat Sharon yang masih tertidur. Dewo tersenyum,
mungkin Sharon masih kecapean gara-gara tadi malam. Ia pun mengepel lantai.
Suster masuk ke
dalam sambil membawa sarapan.
“taro aja sus, biar
aku yang ngasih” Dewo tersenyum.
“kamu naksir ya, sama
pasien ini?” suter menatap Dewo dan mulai memeriksa Sharon, tapi suster
terdiam.
“ada apa, sus?”
Dewo mendekat.
“kamu jaga dia, ya.
Saya mau manggil dokter”
“o...ok...” Dewo
kaget, ia khawatir.
Suster keluar.
Dewo memengang
tangan Sharon, “Sharon...?”
Dokter masuk dan
memeriksa Sharon.
“gimana dok?” Dewo
menatap Dokter.
“pasien sudah tidak
ada”
Dewo terdiam.
Dokter menatap
suster, “hubungi keluarganya”
“baik dok”
Dewo maasih diam
menatap Sharon, “Sharon...” ia memeluknya, “kenapa kamu pergi sekarang? Katanya
kamu mau nikah dulu sama aku?” air mata Dewo menetes.
Dokter kaget
melihat sang OB yang begitu sedih kehilangan pasien, ia pun keluar.
“Sharon...” Dewo
mengelusnya, “semoga kamu tenang disana”
“Sharon...” ayah
yang masuk, terdiam melihat Dewo. Ia pun berubah kesal, “ngapain kamu disini?”
“pak...” Dewo diam
menatap ayah Sharon.
“jadi selama ini,
kamu kerja disini?” ayah kesal.
“ayah, sabar,
yah...” Robert mendekati ayahnya.
“jangan-jangan,
kamu penyebab semua ini?! Iya, kan?” ayah semakin kesal pada Dewo.
“ayah...” Robert
semakin bingung.
“diam kamu” ayah
menatap Robert dan kembali menatap Dewo.
Dewo menunduk,
“saya minta maaf”
Ayah mengepalkan
tangannya dan memukul Dewo.
Robert dan dokter
pun memisahkan mereka.
“aku tidak akan
pernah memaafkanmu” ayah menunjuk Dewo.
***
Di pemakaman,
Ayah menatap nisan
Sharon, “maaf jika ayah belum menjadi ayah yang baik untuk kamu, nak. Semoga
kamu tenang disana” ayah menyimpan sebuket bunga ke dekat nisan Sharon.
Di dekat pepohonan,
Dewo hanya diam
melihat itu, ia ingin mendekati nisan Sharon. Tapi ayah Sharon, pasti akan
marah. Jadi dewo memilih untuk melihatnya dari jauh.
“Dewo”
Dewo menoleh dan
tersenyum pada Robert.
“kamu gak kesana?”
“orang tuamu
melarangku”
“kalau ayah udah
pergi, kamu boleh kesana”
“makasih” Dewo yang
memegang setangkai bunga, tersenyum.
“bagaimana
pekerjaanmu?”
“aku dipecat,
gara-gara cctv”
Robert menatap
Dewo, “..?”
“aku ketauan
ngerusak pintu, aku ketauan suka masuk ke ruang perawatan Sharon setiap pagi
dan malam. Dan aku ketauan membawanya pergi ke karnaval” Dewo menatap Robert,
“aku sangat mengerti jika kalian membenciku”
“aku tidak benci
padamu” Robert tersenyum, “kakak itu terkadang keras kepala, ia selalu
melakukan hal yang dilarang jika dia sangat ingin. Dan aku yakin, kakak pasti
meninggal dengan bahagia”
Dewo menatap
Robert.
“aku tau, karena
kakak selalu bahagia jika bersamamu”
“terima kasih,
Robert”
Setelah sang ayah
pergi, mereka pun berjalan ke makam Sharon.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf
kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar