Jumat, 03 Maret 2017

That Mean A Lot



Author : Sherly Holmes
Genre : Romance Drama
Cerita ini adalah fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Di sebuah kampus,
Seorang pria sedang melamun di balkon depan kelasnya.
“eh, kamu kenapa?” teman dari pria itu mendekat.
“ayahku akan menikah lagi”
“ah?” orang itu tertawa, “Robert, Robert... Aku kira, kau galau karena seorang wanita. Ternyata karena ibu tiri?”
“aku tidak bercanda” Robert menatap temannya.
“maaf” orang itu diam.
Robert kembali melihat ke arah lain dan terdiam, ia melihat seorang perempuan yang baru saja datang ke kampus tersebut.
“eh, kamu kenapa? Tadi marah-marah, sekarang malah...”
“ssst..., liat! Aku gak pernah liat cewek itu sebelumnya”
“mana?” orang itu pun melihatnya, “oh, itu Delisha. Dia mahasiswa baru disini”
“oh”
“kenapa? Kamu suka ya? Nyesel ga ikut ngospek?”
“ngapain, aku tuh cuma mikirin skripsi”
“cie yang bentar lagi wisuda”
“udah sana, ganggu aja”
“aduh, jadi marah gitu sekarang”
“pergi!” Robert menatap temannya.
“ok ok, sorry” orang itu pergi.
Robert tersenyum dan berniat untuk mendekati Delisha. Tapi saat ia turun tangga, seorang pria mendekati Delisha.
“Delisha?” pria itu tersenyum.
“Clark?” Delisha tersenyum kaget.
“kamu kuliah disini?”
“iya, aku gak nyangka bisa ketemu kamu disini”
Mereka tersenyum dan terlihat begitu akrab, Robert pun mengurungkan niatnya untuk mendekati Delisha. Ia pergi dan berharap ada kesempatan di lain waktu.
***
Robert keluar dari ruang dosen dengan wajah bahagia, kali ini skripsinya di ACC dan dia punya peluang untuk mengikuti wisuda tahun ini. Saat melewati kantin, ia melihat Delisha sedang duduk sendiri. Robert tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, ia pun mendekati Delisha.
“hey”
Delisha kaget, “hey?”
“kamu Delisha, kan?”
“ya..., ka..kamu siapa?”
“aku Robert, boleh aku duduk disini?”
“silahkan”
Robert duduk, “kamu jurusan apa?”
Saat mereka sedang bicara, tiba-tiba Clark datang.
“hey” Clark tersenyum pada Delisha dan menatap Robert.
“ini Robert” Delisha tersenyum, “dia mahasiswa tingkat akhir, iya kan?”
“yap” Robert agak kesal dan menatap Clark.
“Robert, ini Clark. Dia temanku sejak kecil, aku tidak menyangka bisa bertemu dia lagi disini” Delisha tersenyum.
Robert terdiam, ternyata mereka sudah begitu dekat sekarang.
Clark menatap Robert.
“eh, maafkan aku. Aku lupa, aku ada urusan” Robert memaksakan diri untuk tersenyum dan pergi meninggalkan mereka.
Delisha kaget, “dia kenapa?”
Clark duduk dengan kesal, “dia suka sama kamu”
“ih, kamu kok ngomong gitu?”
“aku tau, Del. Dari tatapannya, gerak geriknya” Clark menahan emosi, “dia itu suka sama kamu”
“kok kamu kaya yang marah gitu sih?”
“maaf”
Sorenya,
Robert pulang ke rumah, ia masuk dengan kesal.
“selamat datang, tuan” seorang pelayan menyambutnya, “ayah anda sudah datang”
“bilang padanya, aku lelah” Robert menaiki tangga.
Di kamar,
Robert menyimpan tasnya dan duduk di ranjang, “sial”
Ayah masuk, “Robert!”
Robert menoleh, “ayah?”
“ayah berpesan pada pelayan agar kau menemui ayah, tapi kau malah tidur di kamar. Mereka bilang, kau sudah seminggu tidak pulang”
“apa peduli ayah? Ayah juga jarang pulang, kan? Ayah lebih mengurusi pacar ayah yang ada di luar negeri itu”
Ayah menampar Robert, “lancang kamu!”
Robert menahan emosinya.
“dia sudah pindah ke negara kita dan sebentar lagi kami akan menikah, kamu gak bisa menggagalkan rencana kami dan harus menerimanya sebagai ibumu. Walau terpaksa sekalipun”
“jika ayah ingin dia tinggal disini, berarti aku yang pergi” Robert pun meninggalkan ayahnya.
“Robert, Robert?!”
***
Delisha keluar dari kelasnya, ia agak risih dengan Robert yang akhir-akhir ini selalu mengganggunya. Ternyata perkataan Clark benar, Robert memang menyukainya.
“hey” Robert mendekati Delisha.
“Robert?” Delisha kaget.
“pulang bareng?”
“gak bisa, aku...”
“kenapa? Pulang bareng Clark lagi? Emangnya kalian udah pacaran?”
“Robert” Delisha menatap Robert,  “mending kamu pergi deh, aku gak suka kalau kamu ngomong gitu”
“ok ok, aku minta maaf. Aku cuma...” Robert menatap Delisha, “aku suka sama kamu, aku tulus dan aku gak main-main”
Delisha diam.
“aku tau, kau pasti mendapat informasi buruk tentang aku dari mahasiswa disini. Tapi aku janji, aku akan selalu mencintai satu wanita. Yaitu kau”
“maaf Robert, aku tidak bisa” Delisha meninggalkan Robert.
“hey, Delisha” Robert mengejar Delisha.
“jangan ganggu dia” Clark menghadang Robert.
Robert menatap Clark dan Delisha mulai panik.
“kamu jangan coba-coba lagi ganggu dia”
“emangnya kenapa? Dia bukan pacarmu, kan? Aku masih berhak mendekatinya”
“dia gak suka sama kamu”
“oh, jadi kamu mau bilang kalau dia sukanya sama kamu?” Robert kesal, “atau kau sedang menantangku?”
“ok, ayo kita selesaikan di lapang” Clark semakin kesal.
“sudah-sudah” Delisha kesal, “aku gak suka kalian berantem”
“kalau gitu, kamu mesti milih diantara kami” Robert menatap Delisha.
“lebih baik, aku pulang sendiri” Delisha pergi.
Robert dan Clark saling tatap.
“dengar ya, meski kau kakak tingkat, aku tidak takut padamu”
“bagus, besok sore ku tunggu kau di lapang belakang” Robert pergi.
***
Seorang perempuan berlari masuk ke kelas, “Delisha, Delisha!” ia mendekati Delisha.
“ada apa?” Delisha kaget.
“Clark, Clark berantem sama Robert”
“apa?” Delisha pun mengikuti perempuan itu ke lapang.
Di lapang,
Robert menghapus darah di bibirnya dan tersenyum, “menyerah saja, Clark” ia menatap Clark yang terkapar.
“eh...” Clark menahan sakit, “aku gak akan pernah merelakan Delisha untukmu”
“apa-apaan kalian?” Delisha mendekat dan membantu Clark bangun.
“Delisha” Clark tersenyum.
“Delisha” Robert kaget.
“kalian apa-apaan sih? Kaya anak kecil aja!”
“maaf” Clark menatap Delisha.
“pergilah ke klinik kampus, aku akan menyusulmu nanti”
“tapi...”
“Clark, pergi”
“ok” Clark menatap Robert dan pergi.
Robert mendekati Delisha, “Del, aku bisa menjelaskan...”
“gak perlu, aku tau semuanya. Dan satu hal lain, jangan pernah mengganggu kami. Apalagi menyakiti Clark”
Robert menyesal, “aku minta maaf, aku janji tidak akan berkelahi lagi”
Delisha yang kesal, mulai meninggalkan Robert.
“Del” Robert mengejar Delisha dan memegang tangannya, “beri aku kesempatan”
Delisha menatap Robert.
“aku mohon”
“beri aku waktu” Delisha melepaskan tangan Robert dan pergi.
Robert pun diam.
***
Di kamar Robert,
Ayah membangunkan Robert, “Robert, Robert!”
Robert membuka matanya, “emh...”
“jangan kemana-mana malam ini, ayah ingin memperkenalkanmu dengan calon ibumu”
“aku gak bisa, aku ada janji”
“Robert, ayah tidak mau tau”
“ok ok, tapi setidaknya... biarkan aku kuliah hari ini”
“kuliah? Apa ayah tidak salah dengar? Saat kamu masih belajar, kau sering bolos. Tapi setelah skripsimu di ACC, kau jadi rajin ke kampus. Kau aneh, padahal kan tinggal tunggu wisuda”
Robert tersenyum, ayah tidak tau apa yang memotivasinya untuk pergi ke universitas.
Siang itu,
Delisha yang sedang berjalan, melihat Robert tersenyum di dekat gerbang.
“hey” Robert mendekati Delisha.
“ada apa?”
“kok nanya gitu? Aku kan...”
“jangan ganggu dia” Clark mendekat.
Robert tersenyum, “dengar Clark, aku tidak mau menghajarmu lagi”
Clark kesal, “kau pikir, aku akan terus kalah darimu?”
“tidak, Clark. Aku hanya berusaha menjadi orang baik” Robert tersenyum pada Delisha.
Delisha melihat ke arah lain.
Clark semakin kesal dan mau memukul Robert.
“jangan Clark” Delisha menahan Clark, lalu menatap Robert.
Clark kaget.
Delisha mendekati Robert, “jika itu yang kau inginkan, aku akan memberimu kesempatan”
Robert tersenyum senang, “terima kasih, Delisha. Aku janji, aku akan menjadi yang terbaik” ia mencium pipi Delisha dan pergi.
Delisha terdiam.
“apa maksudmu?” Clark menatap Delisha, “kau mau menjadi pacar laki-laki itu?”
“sejak aku disini, dia selalu mencari perhatianku”
“Delisha, dia bukan pria baik-baik. Dia playboy, nakal, dia...”
“aku tau, Clark. Tapi dia pernah berjanji akan menjadi lebih baik”
“aneh, kenapa kau mudah dirayu?”
“yang penting, dia tidak akan menyakitimu lagi” Delisha menatap Clark, “aku tidak mau kau terluka seperti saat itu”
Clark diam.
“aku duluan” Delisha meninggalkan Clark.
Di rumah Robert,
Robert  pulang dengan bahagia, ia masuk sambil terus tersenyum.
“selamat datang, tuan”
“hey” Robert tersenyum pada pelayan.
Pelayan pun merasa aneh.
Ayah menatap Robert, “jangan lupa nanti malam”
“siap, ayah. Aku ke kamar dulu ya” Robert menaiki tangga.
“ada apa dengan anak itu?” ayah menatap pelayannya.
Di kamar,
Robert menelpon Delisha.
“hallo?”
“besok aku jemput ya?”
“Robert, aku...”
“kau bilang, kau mau memberiku kesempatan kan? Aku hanya ingin kita saling mengenal, agar kita bisa lebih dekat lagi. Itu saja”
“terserah kau saja”
“ok” Robert tersenyum dan menutup telponnya.
Robert sangat senang, ia yakin jika kehidupannya akan mulai berbahagia karena ada Delisha disampingnya. Robert akan berusaha agar Delisha mau percaya dan menerimanya sebagai kekasih.
Malamnya,
Robert dan ayahnya masuk ke sebuah restoran.
“ayo, mereka sudah menunggu kita”
“aku di belakangmu, ayah” Robert mengikuti ayahnya.
“ini dia” ayah tersenyum pada seorang wanita paruh baya.
Robert menatap perempuan itu dan terdiam, ia kaget melihat Delisha duduk disamping perempuan itu.
“Robert, kenalkan. Ini Mia dan ini anak perempuannya, Delisha”
Robert terdiam, itu tandanya mereka akan menjadi saudara.
Delisha hanya mengangguk sambil tersenyum.
Mata Robert memerah, “a...aku permisi” ia menatap Delisha dan pergi.
Delisha kaget melihat expresi Robert, ia tau jika Robert sangat terpukul dengan ini. Delisha juga tidak menyangka jika selama ini pacar ibunya adalah ayah Robert.
“Robert?” ayah kaget.
Mia pun bingung, “apa dia baik-baik saja?”
Di pemakaman,
Robert duduk di hadapan sebuah makam sambil menangis, “kenapa bu? Kenapa harus dia? Aku sangat mencintai dia. Saat pertama melihat dia, aku tau jika dia adalah pilihanku. Tapi sekarang, dia akan menjadi adik tiriku”
Robert masih begitu sakit hati dan terpukul dengan keadian tadi. Setelah lama ia berusaha mendekati Delisha dan Delisha mulai menerimanya, ternyata mereka tidak akan pernah bisa bersama.
***
Pernikahan orang tua Robert dan Delisha pun berlangsung.
Robert masih di kamar dan menatap cermin, “jika aku tidak dapat memiliki Delisha, maka kau juga tidak akan mendapatkannya, Clark” ia kesal.
Tok.. tok.. tok..
“kak, sebentar lagi acaranya dimulai” Delisha mengetuk pintu kamar Robert.
Robert membuka pintu.
Delisha tersenyum, “ayo kak?”
“aku bisa sendiri” Robert meninggalkan Delisha sambil menyenggol pundaknya.
Delisha kaget dan melihat ke arah Robert yang sudah menuruni tangga, kenapa kakak jadi seperti itu?
Semenjak kejadian itu, Robert memang sudah berubah. Ia kasar dan tak pernah bersikap baik.
Pagi itu,
Delisha sedang sarapan bersama ayah dan ibu.
Robert yang turun dari tangga, mendekati mereka.
“selamat pagi, sayang” Mia tersenyum.
Robert menarik ujung bibir kirinya dan duduk.
Ayah menatap Robert.
Robert tersenyum pada ayahnya, “ada apa, ayah?”
Ayah terlihat sedikit kesal.
“ayah, ibu, kakak. Aku duluan ya, hari ini aku masuk pagi” Delisha bangun dari tempat duduknya dan berjalan meninggalkan ruang makan.
“berhenti” Robert menatap Delisha.
Delisha terdiam dan menoleh.
“aku akan mengantarmu” Robert bangun dari tempat duduknya.
“ta..tapi kakak kan belum makan?”
“kenapa? Kamu udah janjian sama cowok itu?” Robert memiringkan kepalanya.
‘a..aku...” Delisha bingung dan takut jika Robert akan marah, “aku... khawatir kalau kakak gak sarapan”
“alasan” Robert berjalan ke arah Delisha dan merangkul lengannya.
Setelah mereka pergi,
Ayah menahan emosinya, “aku harus memberinya pelajaran”
“sabar, ayah”
“bu, Robert udah keterlaluan. Dia tidak menghormatimu, bersikap kasar pada Delisha”
“tidak apa-apa, bukankah dulu kau bilang, bahwa dia kurang mendapatkan perhatian? Kau tenang saja, sedikit demi sedikit dia akan mengerti jika kami menyayanginya”
“terima kasih Mia, aku tidak akan pernah menyesal menikah denganmu. Bahkan Delisha pun sangat aku kagumi, dia benar-benar berbeda dengan Robert”
Mereka tersenyum.
Di jalan,
Robert menyetir mobil dengan penuh emosi.
“kak, kakak kenapa sih? Pelan-pelan dong, kak. Jangan ngebut kaya gini”
“diam kamu, tadi bilangnya bagian pagi dan takut terlambat”
“kak...”
“aku tau, kamu janjian sama Clark kan? Semenjak kita jadi saudara tiri, kamu bahagia kan?”
“ya ampun, kak” Delisha sedih, Robert memang benar-benar sudah berubah.
“pokoknya, aku gak akan pernah merestui hubungan kalian. Sampai kapan pun, kau dengar?”
Delisha hanya diam dan menunduk.
***
Suatu siang,
Di perusahaan keluarga Robert, Robert baru saja keluar dari ruang meeting.
“tuan” seorang sekretaris mendekat.
“ada apa?”
“ada telpon dari nyonya Mia”
“bilang padanya, nanti aku telpon”
“tuan, ini sangat penting”
“kau?!” Robert kesal dan mengambil telponnya, “hallo?”
“nak, ayahmu di rumah sakit. Kau harus segera kemari”
Robert terdiam, “a..aku akan segera kesana”
Di kampus,
Delisha berlari ke mobil Clark, “maaf merepotkanmu”
“gak apa-apa, aku seneng kok bisa bantu” Clark tersenyum dan menyalakan mesin mobil.
Mereka pun pergi ke rumah sakit.
Disana,
Delisha yang berlari bersama Clark, melihat ibu menangis.
“bu?” Delisha mendekat.
“ayahmu” Mia memeluk Delisha.
Delisha melihat ke dalam ruangan dan disana, ia melihat Robert yang sedang berdiri. Delisha tau, hal buruk telah terjadi.
Robert keluar dari ruangan itu dan menatap Delisha juga ibunya. Dengan mata yang masih merah, Robert berusaha untuk tetap tegar. Tapi saat melihat Clark, ia kesal.
Robert menarik kerah kemeja Clark, “kau, pasti kau yang membuat Delisha terlambat datang kan?”
“kak, enggak gitu kak. Justru Clark yang bantu aku untuk datang kesini”
“alasan” Robert menatap Delisha.
“Robert, sudah nak. Jangan begitu” Mia memegang pundak Robert.
“lepaskan aku” Robert menatap Mia dan meninggalkan mereka.
“Robert?” Mia begitu khawatir.
Setelah kejadian itu,
Keadaan semakin kacau, dan Robert semakin sulit untuk dimengerti.
***
Pagi itu,
“nak, coba panggil kakakmu untuk sarapan. Mungkin dia sudah bangun”
“iya bu” Delisha pun berjalan ke arah tangga dan melihat Robert yang mulai turun, “kakak” ia tersenyum.
Robert tidak peduli.
“kak” Delisha memegang tangan Robert, “ayo sarapan, ibu sudah menunggu kita”
Robert melepaskan tangan Delisha, “gak usah so peduli” ia menatap Delisha dan pergi.
Delisha pun diam, ia bingung. Delisha selalu berusaha bersikap baik, tapi Robert tetap seperti itu.
Di ruang makan,
Ibu khawatir karena mereka belum juga muncul, “lebih baik aku melihatnya” dan Mia pun melihat Robert yang akan pergi, “gak sarapan dulu, nak?”
“aku sarapan di kantor” Robert pergi begitu saja.
Delisha mendekati ibunya, “kakak masih saja seperti itu”
Mia tersenyum, “kamu yang sabar ya? Robert pasti akan berubah”
“aku akan berusaha, bu”
Malamnya,
Sebuah taxi berhenti di depan gerbang rumah Robert, Robert pun turun dari taxi itu.
“selamat datang, tuan” seorang pelayan membuka gerbang sambil tersenyum bingung.
 “mobilku di bengkel” Robert masuk dan melihat Delisha yang agak cemas di depan pintu, “kau rapi sekali, mau kemana?”
“a..aku...” Delisha benar-benar kaget, ia tidak menyangka jika Robert akan pulang secepat itu.
Sebuah mobil pun berhenti di depan gerbang dan Clark keluar dari mobil itu, Delisha semakin cemas.
Robert menatap Clark dan kembali menatap Delisha, “jadi ini alasannya? Inikah yang selalu kau lakukan jika aku tidak ada?”
“kak, aku...”
Clark mendekat, “ya Tuhan... ternyata calon kakak ipar sudah datang”
“jaga bicaramu” Robert menatap Clark dengan kesal, “sampai kapanpun, aku tidak akan merelakan Delisha padamu”
“oh... benarkah?” Clark tersenyum dan menarik lengan Delisha, “maafkan aku, kak. Apapun alasanmu kali ini, aku tetap akan membawanya pergi”
“tidak!” Robert semakin kesal.
Mia datang, “ya Tuhan... ada apa ini?”
Delisha bersyukur ibunya telah datang.
Robert menatap Mia, “inikah yang Delisha lakukan jika aku tidak ada?”
“Robert, tenangkan dirimu. Delisha tidak pernah pergi dari rumah setiap malam, hari ini ada prom night. Jadi mereka...”
“aku tau, kau pasti membela mereka kan? aku sudah bisa menebaknya” Robert marah.
Clark merangkul Delisha, “apa-apaan ini? Kau sama sekali tidak sopan pada orang tuamu” ia menatap Robert, “ayo Delisha” mereka pergi.
“hey?!” Robert mau menghentikan mereka.
“Robert” Mia memegang pundak Robert.
“apa lagi?”
“sabar, nak. Biarkan mereka pergi” Mia mengelus Robert, “Delisha adikmu, sayang. Kau boleh membenci ibu, tapi ibu mohon jangan membenci Delisha”
Robert diam.
“ibu mohon, nak”
Robert ingat pada ayahnya, “lepaskan aku” ia kesal dan mengambil motor yang ada di garasi.
“Robert?” Mia khawatir melihat Robert yang pergi dengan begitu emosi.
Di jalan,
“Clark, aku gak suka dengan sikapmu malam ini”
“kenapa?” Clark yang menyetir, menatap Delisha.
“karena...”
“aku kasar pada kakakmu? Ayolah, dia juga kasar padamu. Aku kesal melihatnya bersikap seperti itu pada ibumu”
“aku tau, tapi...”
“apa?”
“apapun yang terjadi, dia kakakku”
“dia hanya kakak tirimu, lagipula ayahnya sudah meninggal kan?”
“cukup, Clark”
“maaf, aku janji tidak akan membahas itu lagi” tapi Clark kaget melihat Robert yang menaiki motor dari spion depannya.
“ada apa, Clark?”
“kakakmu, dia mengikuti kita” Clark menambah kecepatan mobilnya.
“Clark, pelan-pelan” Delisha cemas.
Robert terus mengikuti mobil Clark, ia ingin menyusulnya dan membawa Delisha pulang.
Di mobil,
Clark semakin melaju kencang.
“awas, Clark. Sebentar lagi lampu merah”
Clark menatap angka waktu yang beberapa Delik lagi menunjukan lampu merah, aku harus bisa... aku harus sempat...
Delisha semakin panik dan mereka pun berhasil melewatinya.
Tanpa mereka sadari, Robert mengalami kecelakaan disana. Ia tertabrak mobil dan terpental ke aspal, helmnya pun melayang dan pecah. Robert yang terkapar hanya bisa melihat mobil Clark yang semakin menjauh, perlahan penglihatannya meredup dan gelap.
Di mobil,
“yes” Clark senang, “kakakmu pasti berhenti disana, lampunya udah merah” ia tidak tau apa yang terjadi di lampu merah itu.
“turunin lagi dong kecepatannya”
“iya-iya”
“aku gak mau kamu ngebut-ngebutan kaya gini lagi”
“maaf, ini kan terpaksa. Tapi kamu seneng kan? Akhirnya kita bisa prom night bareng?”
Delisha tersenyum.
Mereka pun sampai di tempat prom night.
“ayo” Clark merangkul Delisha.
“apa ini..., tidak apa-apa?”
“kenapa kau bertanya begitu? Lihat saja yang lain, mereka membawa pasangannya”
“maksudmu, kita...?”
“yap” Clark tersenyum, “aku mencintaimu, Delisha. Dan aku rasa, kau juga merasakan itu. Jadi aku tidak usah memintamu untuk menjadi pacarku”
“apa?” Delisha tertawa.
“kenapa?” Clark kaget dan menatap Delisha, “tapi aku benar, kan?” Clark tersenyum.
Mereka saling tatap.
HP Delisha berbunyi.
“siapa?” Clark menatap Delisha, “kakakmu?”
“bukan, ini dari ibu”
“angkat saja”
“hallo?”
“Delisha” Mia begitu cemas.
“ada apa, bu?” Delisha khawatir.
“kakakmu kecelakaan”
Delisha kaget, “kecelakaan?”
“sepertinya dia tertabrak saat berusaha mengejar mobil Clark”
“ya Tuhan...” Delisha sangat kaget mendengar itu, “aku akan segera kesana bu”
“tidak usah nak, kamu kan sedang ada acara. Biar ibu saja yang menunggu Robert disini”
“tapi bu...” Delisha menutup telponnya dengan sedih.
“ada apa?” Clark kaget.
“kakak kecelakaan” Delisha menatap Clark, “...saat ia mengejar kita”
Clark kaget, “ya Tuhan... maafkan aku, Delisha. Ini salahku” ia menyesal.
“jangan begitu, ini semua takdir Tuhan...” Delisha menunduk.
“bagaimana keadaannya?”
“aku tidak tau, ibu tidak memberitauku. Aku rasa, kakak sangat marah dan tidak ingin bertemu denganku”
“lebih baik kita kesana sekarang”
Di rumah sakit,
Delisha masuk ke ruang perawatan Robert, “kak...” Delisha masih merasa tidak enak dan hanya diam di dekat pintu.
Robert hanya diam tak bicara, bahkan menatap Delisha pun tidak.
Delisha mendekati Robert yang kepalanya di perban, “aku minta maaf, kak”
Robert menatap Delisha yang berdiri didekatnya.
“semoga kakak cepat sembuh, aku akan kembali besok pagi” Delisha pun pergi.
Robert kembali diam.
Di ruangan dokter,
“bagaimana keadaan anak saya dok?” Mia masih cemas.
“hasil scan masih belum keluar, mungkin besok pagi kita bisa mengetahuinya. Untuk sementara, pasien bisa menggunakan alat bantu”
Mia diam, ia agak sedih mendengar itu.
Paginya,
Mia melihat para suster yang keluar dari ruang perawatan Robert, ia pun masuk ke dalam.
Robert masih diam dan tak melakukan apa-apa.
“Robert...” Mia mendekat, “nak...” ia memasangkan sebuah alat ke telingan kanan Robert.
Robert menatap Mia.
Mia pun memakaikan Robert sebuah kacamata dan tersenyum.
“aku senang, bisa melihatmu lagi” Robert tersenyum, “dan mendengar suaramu”
Mia memeluk Robert sambil menangis.
“maafkan aku, bu”
“sudah sayang, tidak ada yang perlu dimaafkan” Mia mengelus Robert.
“tadi malam, aku melihat Delisha. Tapi pandanganku tidak jelas, aku juga tidak bisa mendengar apapun. Tapi aku tau jika dia sangat sedih”
“dia sangat khawatir padamu, nak”
“dia memang adik yang baik”
Mia mencium kening Robert, “kau juga kakak yang baik”
“tidak bu, aku kakak yang buruk. Tapi aku janji, mulai sekarang aku akan menjadi yang terbaik. Untukmu, untuk Delisha. Seperti janjiku pada ayah sebelum meninggal, ayah memintaku untuk menjaga kalian dan aku akan melakukannya”
“sayang...”
“bu, jangan beritau Delisha soal ini. Aku tau kondisiku”
“dokter mengatakannya padamu?”
“yap, dia memberiku surat” Robert menatap Mia, “tidak apa-apa, bu. Aku baik-baik saja, dan aku menerima semuanya”
“Robert...”
“syarafku rusak dan lambat laun, semuanya akan semakin parah”
“nak...”
“aku tidak apa-apa, bu. Sungguh” Robert tersenyum, “aku tidak menyesal mengejar Delisha, aku tidak menyesal dengan kecelakaan ini”
“baiklah, ibu tidak akan memberitau apapun padanya”
“terima kasih”
Siangnya,
Delisha masuk ke ruang perawatan Robert, “selamat siang”
“siang” Robert yang sedang makan, tersenyum.
Delisha kaget melihat expresi Robert.
“kenapa kau diam saja? Ayo sini, duduk”
“iya kak” Delisha mendekat dan duduk.
“kenapa kau menatapku seperti itu?”
“a..aku... eh, aku merasa aneh. Sekarang kakak pake kacamata”
“ini gaya baru, aku hanya ingin merubah penampilan”
“begitukah?” Delisha merasa aneh, “bagaimana dengan benda aneh di telinga kakak?”
“oh, telingaku sedikit berdengung. Nanti juga dilepas”
“begitukah?”
“kau ini kenapa sih? Banyak tanya”
“maaf, aku membuatmu kesal”
“tidak, memangnya aku terlihat marah padamu?”
“aku...” Delisha semakin bingung, ada apa dengan kakak? Kenapa sikapnya tiba-tiba berubah?
“hey, kenapa melamun?”
“gak apa-apa kok kak, aku senang jika keadaanmu membaik”
“besok aku sudah boleh pulang kok, kamu gak usah khawatir”
Delisha tersenyum.
Robert mengelus Delisha, “Dedel, aku janji akan menjadi kakak terbaik untukmu”
Delisha terdiam.
Robert tersenyum, “aku akan pegang semua janjiku, aku tidak akan kasar lagi padamu. Aku janji, seperti permintaan almarhum ayah”
“terima kasih, kak”
“mana Clark?”
Delisha kaget.
“kau tidak datang sendiri, kan? Dia pasti mengantarmu”
“ah... dia...”
“jangan khawatir, kakak hanya ingin bicara sebentar”
“baiklah”
Delisha memanggil Clark dan Clark pun masuk.
“selamat siang” Clark mendekat.
Robert tersenyum dan meminta Delisha keluar.
Setelah Delisha pergi,
“apa yang kau ingin kan, Robert? Pura-pura baik pada Delisha dan ibunya?”
“aku tidak menginginkan apapun, aku tulus pada mereka”
“mana mungkin seseorang bisa berubah dalam semalam?”
“aku tidak peduli jika kau tidak percaya padaku, Clark”
“oh... begitu? Asal kau tau, ya. Delisha sudah menjadi pacarku sekarang”
“aku ikut bahagia mendengar itu, kalian memang saling mencintai. Aku hanya ingin bilang, jika aku merelakan dia untukmu”
“apa? Kau tidak bercanda kan? Sepertinya kepalamu benar-benar terbentur keras ya?”
“memang, kepalaku terbentur keras” Robert tersenyum, “kau harus berjanji untuk membahagiakan Delisha, atau kau akan menerima konsekuensi dariku”
“kau tenang saja, aku pasti bisa membahagiakannya. Dan aku melakukan semua itu karena tulus, bukan karena takut padamu”
“syukurlah” Robert sama sekali tidak terpancing emosi.
Clark merasa aneh, padahal ia selalu bicara dengan penuh emosi.
“kau boleh mengantar Delisha pulang”
“itu memang rencananya” Clark keluar.
Di luar,
Apa-apaan dia? Dia pasti merencanakan sesuatu untuk merebut hati Delisha, Clark masih kesal.
“Clark” Delisha mendekat, “bagaimana?”
“semuanya baik-baik saja, kau benar tentang kakakmu. Sikapnya jadi aneh”
“aku takut jika kakak menyembunyikan sesuatu dariku”
“kau tenang saja, itu tidak mungkin” Clark tersenyum, ia tidak mau Delisha sedih.
“semoga saja, Clark” Delisha tersenyum.
***
Di kamar,
Robert bercermin, penampilannya memang sudah berbeda sekarang. Robert menatap telinganya, ia merasa alat pendengar itu terlalu menonjol. Mungkin dia akan membuat versi yang lebih kecil agar tidak terlihat oleh orang lain.
Tok... tok...
Robert menoleh dan melihat Mia membuka pintu, ia tersenyum.
“bagaimana keadaanmu?”
“aku merasa lebih baik jika sudah di rumah” Robert menatap ibunya, “apa Delisha sudah sarapan?”
“sudah, dia sudah berangkat dengan Clark”
Robert diam.
“ada apa?”
“tidak, aku hanya bersyukur jika dia sudah berangkat”
“kau pasti bohong pada ibu”
Robert menunduk, “tidak bu, aku janji padamu. Aku ikhlas jika Delisha bersama Clark”
“bagaimana denganmu?”
“aku tidak tau”
“Robert, kau bilang kau ikhlas?”
“ya, aku benar-benar ikhlas bu. Aku rela jika mereka akan menikah kelak”
Mia mengelus Robert, “ibu senang jika kau bicara begitu, selama ini ibu selalu takut jika perasaan kalian terluka”
Robert tersenyum, “aku akan membahagiakan ibu dan Delisha” ia mencium kening ibunya, “aku berangkat dulu ya”
“kau tidak sarapan?”
“aku sarapan di kantor”
Mia tersenyum.
Di kampus,
Delisha sedang bicara dengan Clark.
“ayolah, dia sendiri kan yang bilang? Dia memang ingin merubah penampilannya, jangan terlalu khawatir”
“iya, aku tau. Kakak memakai kacamata itu untuk bergaya, tapi alat bantu yang ada di telinga kanannya. Kenapa kakak masih memakainya sampai sekarang?”
“mungkin dia masih dalam masa pemulihat”
“Clark, kakak itu kecelakaan. Aku takut jika...”
“Delisha, tenang. Bukankah ibumu bilang jika Robert baik-baik saja?”
Delisha diam.
“kau tidak usah khawatir”
Sore itu,
Clark masih menunggu Delisha yang mendapatkan kelas tambahan.
Robert datang, “Clark”
Clark menoleh, “Robert?” ia melihat Robert yang memakai kacamata, namun alat pendengarnya sudah tak terlihat.
Robert tersenyum, “Delisha belum keluar?”
“dia ada kelas tambahan”
“kau... kenapa masih disini?”
Clark menatap Robert, “maksudmu apa? Kau mau mengusirku?”
“bukan begitu, aku hanya... aku ingin menjemput Delisha hari ini. Sudah lama kami tidak pulang bersama”
“Robert, kami sudah punya janji. Aku rasa, kau tidak berhak membatalkannya”
“aku kakaknya, aku berhak. Aku adalah pengganti ayah, aku anak laki-laki tertua dan satu-satunya”
Clark kesal, ia memukul Robert.
Robert jatuh dan kacamatanya terlepas, kacamataku? Robert panik dan meraba-raba daerah sekitarnya. Ia berharap dapat menemukan kacamatanya.
“jangan bercanda, ayo bangun. Lawan aku, Robert” Clark ingat saat ia dihajar oleh Robert.
Robert tidak menjawab dan terus meraba.
Delisha muncul, “ya Tuhan...” ia kaget melihat Robert, “kakak?” Delisha mengambil kacamata Robert yang agak retak dan memberikannya pada Robert.
“terima kasih” Robert tersenyum dan memakainya, tapi ia kaget melihat Delisha.
“apa yang terjadi?” Delisha membantu Robert berdiri.
“kakakmu maksa mau jemput kamu, padahal kita udah janjian duluan kan?” Clark masih kesal, apalagi dengan sikap Robert yang terlihat pura-pura lemah.
“maafkan aku, Dedel. Ini memang salahku, aku tidak mau janji kalian terganggu. Aku permisi” Robert pergi.
“kak?” Delisha khawatir.
Robert menoleh dan tersenyum, “tidak apa-apa” ia pun pergi.
Delisha diam.
“udahlah, Robert hanya ingin mendapat perhatian darimu”
“cukup, Clark. Kakak baru sembuh”
“Del, kamu gak tau sih. Tadi dia bener-bener maksa dan ngusir aku, aku yakin kalau dia akan menghajarku jika kau tak datang”
Delisha ingat, Robert pernah berjanji untuk tidak melukai Clark lagi. Ia menatap Clark, “tapi kenyataannya, kau yang tadi menghajar kakak”
Clark diam.
“aku mohon, Clark. Hentikan perselisihan ini, dia kakakku. Jika kau mencintaiku, tolong terima dia”
“aku mengerti, aku minta maaf”
“seandainya kakak melakukan kesalahan, aku juga akan menegurnya. Aku tidak ingin membela siapapun, kau mengerti”
“aku mengerti”
Delisha tersenyum, “baiklah, ayo kita pergi. Aku sudah sangat lapar”
“aku pun” Clark tersenyum lagi.
Mereka pergi.
Malamnya,
Delisha yang baru datang, membuka pintu rumah.
“ibu senang kau sudah pulang” Mia tersenyum.
“maaf aku pulang terlambat, bu”
“tidak apa-apa, Robert sudah memberitau ibu”
“apa yang kakak katakan?”
“kau punya janji untuk pergi dengan Clark”
“itu saja?”
“iya”
Mereka masuk ke ruang makan.
Delisha melihat kue, “bu?”
“itu kue ulang tahun Robert, ia ingin merayakannya dengan kita hari ini. Sayangnya, kamu sudah punya janji”
“jadi hari ini ulang tahun kakak? Ya Tuhan... aku lupa. Kakak dimana bu? Ayo kita rayakan sekarang”
“Robert sudah pergi, dia baru saja berangkat. Ada rapat di luar kota”
“jika aku membatalkan janjiku dengan Clark, mungkin kakak tidak akan pergi kan?”
“jangan bicara begitu, semua yang sudah terjadi tidak boleh kau sesali”
“kenapa kakak tidak memberitau sejak awal? Padahal dia ke kampus untuk menjemputku”
“mungkin dia mengira, kau ingat jika ini hari spesialnya”
“bu, aku merasa bersalah”
“sudahlah, lebih baik nanti kau telpon dia. Ibu jamin, dia pasti akan bahagia”
“baiklah” Delisha tersenyum.
Mia tersenyum, ia tau jika Robert masih memendam perasaannya pada Delisha sampai saat ini. Meski mereka berstatus saudara tiri, tapi cinta Robert tidak pernah luntur sedikitpun. Hal ini selalu membuat Mia khawatir, meski Robert sendiri yang bilang bahwa dia sudah mengikhlaskan Delisha untuk Clark.
“bu, aku boleh menanyakan sesuatu?”
“apa?”
“apa mata kakak agak terganggu?”
“kenapa kau bertanya seperti itu?”
“di kampus, aku melihat kakak begitu kesulitan mencari kacamatanya yang jatuh. Padahal kacamata itu berada di dekatnya”
“emh... ibu...” Mia bingung, ia sudah berjanji pada Robert untuk merahasiakan semuanya.
“bu...?”
“ibu tidak tau” Mia tersenyum, “yang ibu tau, kakakmu hanya ingin terlihat dewasa dengan kacamata itu”
Beberapa hari kemudian,
Di perusahaan, Robert sedang menempelkan alat pendengarnya yang sangat kecil ke telinga. Dengan ini, mereka tidak akan melihatnya.
Tapi Delisha tiba-tiba masuk bersama Clark dan Robert pun kaget.
“kakak” Delisha tersenyum, “kami bawa kado spesial untuk kakak”
Robert agak bingung, “benarkah?” ia takut jika mereka melihat dirinya sedang memasang alat tadi.
“iya” Clark tersenyum, “Delisha memaksaku untuk patungan beli kacamata mahal”
“ih..., kok kamu ngasih tau kadonya sih?” Delisha menatap Clark.
“sorry” Clark tersenyum.
“kacamata?” Robert agak khawatir.
“iya, kak. Dicoba ya” Delisha mendekat dan meberikannya pada Robert.
“a..., iya” Robert menatap kacamata itu, aku tidak akan bisa melihat jika memakainya.
“ada apa, kak?” Delisha menatap Robert.
“mungkin dia tidak suka modelnya” Clark duduk dan memakan kue yang ada di meja.
“ah, aku suka kok. Modelnya bagus” Robert tersenyum, ia pun membuka kacamatanya dan mencoba hadiah itu.
“wah, keren banget kak. Kakak cocok pake itu” Delisha senang.
“tapi tetep cakepan aku ya” Clark tersenyum.
Robert hanya tersenyum, ia tidak bisa melihat Clark yang duduk di sofa. Bahkan Delisha yang ada di dekatnya pun hanya remang-remang.
“kalau gitu, kami pulang dulu ya kak”
“ya, hati-hati”
“bye Robert” Clark bangun dari sofa.
“jangan lupa, jaga adikku” Robert sama sekali tidak melihat ke arah Clark.
Malamnya,
Robert hanya diam di ruangan kantornya, malam ini Delisha dan Clark bertunangan. Robert memang sudah menyiapkan semua kebutuhan mereka, tapi untuk melihat mereka... Robert lebih memilih lembur di perusahaannya.
Telpon berbunyi.
“hallo?” Robert mengangkatnya.
“kak, kok kakak gak pulang?”
“Delisha?” Robert agak kaget, “m..maafkan kakak, kakak sibuk”
“tapi kan kakak tau kalau hari ini aku tunangan”
“iya, kakak minta maaf ya. Kakak janji akan memberikan kado yang besar untukmu”
“aku lebih senang jika kakak datang”
“Dedel, kakak benar-benar minta maaf. Disini banyak berkas yang harus kakak periksa, sudah dulu ya” Robert menutup telponnya dan mata kirinya meneteskan air mata.
Robert hanya diam di ruangannya, sama sekali tidak ada berkas disana. Yang ada hanyalah sebuah foto keluarga, dirinya, Delisha, ayah dan Mia.
Telpon kembali berdering.
“hallo, bu?” Robert tau itu Mia.
“nak, lebih baik kau pulang”
“maafkan aku, aku lembur hari ini”
“sayang, acara pertunangannya sudah selesai. Clark dan keluarganya sudah pulang, Delisha juga sudah masuk ke kamarnya”
“aku tau, bu. Tadi Delisha menelpon, tapi aku benar-benar sibuk”
“kamu gak bisa membohongi ibu, nak. Pulanglah”
Robert diam, “beri aku waktu, bu” ia menutup telponnya.
***
Di kamar Robert,
Robert menatap kacamata pemberian Delisha, ia sudah mengganti kacanya sesuai dengan kebutuhannya.
“Robert, kau sudah siap?” Mia mendekat.
“iya bu” Robert mengganti kacamatanya dengan kacamata pemberian Delisha.
“ayo, kita harus segera ke gedung. Delisha pasti sudah menunggu kita”
Mereka pun pergi.
Di gedung,
Robert hanya diam melihat Delisha yang sudah diwisuda, karena itu tandanya Delisha sebentar lagi akan menjadi milik Clark.
Mia yang duduk disamping Robert, memegang tangan Robert sambil tersenyum.
Robert pun tersenyum.
Setelah acara selesai,
Robert dan Mia berjalan bersama menuju mobil.
“kakak, ibu” Delisha berlari.
Robert menoleh dan menatap Delisha.
“sayang, kok kamu?” Mia kaget, “bukannya kamu ada acara?”
“enggak ah, aku pengen sama kakak dan ibu aja” Delisha tersenyum.
Robert tersenyum dan masuk ke mobil.
Di jalan,
“mana kadonya? Katanya kalau aku lulus, kakak mau ngasih kado?”
“kamu ini, terus aja minta kado sama kakakmu. Waktu tunangan minta kado, sekarang minta lagi” Mia menatap Delisha.
“biarin bu, lagian kakaknya juga gak apa-apa. Iya kan kak?”
“sayang, harusnya kamu dan Clark yang ngasih kado buat kakakmu. Sebentar lagi kan, kalian menikah”
Robert hanya diam.
***
Pagi itu,
Di sebuah pemakaman, Robert menatap dua makam yang ada dihadapannya. Air matanya menetes, Robert tidak sanggup lagi bicara. Hari ini adalah pernikahan Delisha dan Clark, untuk kedua kalinya ia tidak hadir di acara mereka.
Robert terduduk di dekat makam, “aku mencintainya, aku sangat mencintainya. Meski aku sudah merelakan dia untuk orang lain, tapi aku tidak sanggup melihatnya” ia menangis.
Di gedung,
Acara pernikahan selesai, Delisha masih berharap Robert akan datang kesana.
“sayang, kamu kenapa sih? Perasaan, dari tadi kaya yang resah terus?” Clark mendekati Delisha.
“kakak”
“udahlah, Robert itu kan super sibuk. Entar juga kita ketemu di rumah”
“Clark” Delisha menatap Clark, “dia itu kakakku”
“aku minta maaf”
“aku sudah bilang berkali-kali padamu, kan? semenjak kecelakaan itu, kakak jadi berubah. Aku takut, Clark. Aku takut jika kakak menyembunyikan sesuatu dariku”
“bagaimana dengan ibu?”
Delisha menggeleng, “ibu tidak mengatakan apa pun”
Malamnya,
Robert pulang ke rumah, ia mengetuk pintu.
Clark membuka pintunya, “selamat datang, kak”
Robert tersenyum, “kau belum tidur?” ia masuk.
“aku kan nungguin kakak”
“benarkah? Mana ibu dan Dedel?”
“Dedel? Maksud kakak, Delisha?” Clark tersenyum, “mereka udah tidur duluan”
Robert menatap Clark, “ini hadiah untuk kalian” ia memperlihatkan sebuah kado.
Clark mengambilnya, “makasih, kak”
“jaga dia baik-baik” Robert kembali diam.
“kakak baik-baik saja”
“kepalaku sedikit sakit, sepertinya aku harus ke kamar”
Clark mengangguk dan tersenyum.
Tapi Robert tiba-tiba jatuh pingsan.
“kakak?” Clark kaget.
***
Di kamar,
Dokter memeriksa Robert dan Mia terus menemaninya.
“gimana dok?”
“saya tidak bisa menjawabnya sekarang, sepertinya kepala tuan Robert harus di scan lagi”
“baiklah kalau begitu, terima kasih banyak dok”
“saya permisi” dokter tersenyum dan keluar.
Di luar,
Delisha menatap dokter, “kakak saya sakit apa dok? Kenapa kepalanya harus di scan?”
“dia...” dokter menatap Delisha.
Di kamar,
Mia mengelus Robert yang masih tertidur, “kamu harus kuat, ibu sayang padamu” ia mencium kening Robert dan pergi.
Saat Mia keluar, Delisha sudah menunggunya.
“sayang, kamu mau ibu bikinin sarapan? Clark mana? Apa dia belum bangun?”
“kenapa ibu tidak memberitauku soal kakak?”
“e... Robert..”
“aku ini anak ibu, meski dia kakak tiriku tapi aku sayang padanya, bu”
“ibu tau, ibu minta maaf”
“kenapa ibu setega itu? Aku jadi merasa sangat bersalah padanya”
“tidak sayang, kau tidak memiliki kesalahan apapun. Bahkan Robert tidak mengatakan itu, dia hanya... dia ingin merahasiakan semua ini darimu. Dia meminta ibu untuk tidak memberitaumu soal ini”
“aku ingin melihatnya”
“masuk saja, Robert masih tidur”
Delisha pun masuk ke kamar Robert,
Di dalam,
Delisha melihat kacamata pemberiannya, ia mengambilnya dan melihat kaca yang sudah diubah. Delisha juga melihat alat bantu pendengaran yang begitu kecil, ia menatap Robert dan duduk.
Robert membuka matanya, “emh...”
Delisha tersenyum.
Tapi Robert hanya diam, ia bingung dan mencoba melihat ke sekitar. Robert merasakan kehadiran seseorang, tapi entah siapa itu.
Delisha tau, ia mengambil alat pendengar dan membantu memasangkannya ke telinga Robert.
“ibu, apa itu kau?” Robert masih bingung dan memegang tangan yang masih dekat dengan telinganya, ia terdiam. Robert tau, tangan siapa itu.
Delisha pun melepas tangan Robert dan mengabil kacamata, ia mau memasangkannya.
Robert menunduk.
“kenapa kakak menunduk?”
“aku tau, itu kau”
Kacamata pun terpasang.
“kenapa kakak melakukan ini?”
“aku...”
“kakak ingin aku merasa bersalah jika kakak...”
“jika aku mati?” Robert menatap Delisha.
“aku tidak bermaksud untuk mengatakan itu”
“aku hanya ingin kamu bahagia dengan Clark”
“dengan merahasiakan keadaan kakak dariku?”
“aku tau aku bodoh, aku egois dan aku hanya mementingkan kebahagiaanku saja”
“dan sekarang kakak ingin berusaha untuk jadi orang yang paling menderita?”
“apa kata maafku tidak cukup?”
Delisha diam.
“aku mungkin bukan kakak yang baik, aku tidak bisa menepati janjiku padamu, pada ayah...” Robert menunduk mengingat ayahnya, “tapi aku selalu berusaha” ia menatap Delisha, “aku sayang padamu dan aku rela melakukan apapun untukmu”
Delisha menatap Robert dan pergi sambil menangis.
Robert diam, “apa aku salah bicara?” ia pun bangun dari tempat tidurnya dan keluar dari kamar.
Saat akan menuruni tangga, Robert melihat Delisha sedang menangis di pelukan Clark. Robert terdiam dan ia lebih memilih untuk kembali ke dekat kamarnya dan bersandar di pintu.
Beberapa hari kemudian,
Robert sedang memeriksa berkas di ruangannya.
“selamat siang, tuan CEO” Clark masuk.
“Clark” Robert tersenyum, “bukankah kau juga wakil CEO?”
“aku senang, perusahaanmu mau dilebur dengan perusahaan ayahku”
“dan nantinya akan menjadi milikmu”
“tidak kak, aku tidak terpikir untuk lakukan itu. Kau CEO terbaik dan itu yang membuat ayah mau memberikan perusahaannya”
“aku tidak menilaimu buruk, aku hanya mengatakan apa yang akan terjadi nanti”
“aku harap, kakak tidak terlalu sibuk untuk acara nanti”
“resepsimu?” Robert tersenyum dan bangun dari tempat duduknya, “aku sudah memberikan hadiahnya kan? kenapa kau masih menungguku di pesta itu?”
“saat kami bertunangan, kau lembur. Saat kami menikah, kau menghilang. Apa salah jika aku ingin kau hadir di pesta kami?”
Robert diam, “jadi kapal pesiarnya belum cukup?”
“kak, aku tau kakak memberikan hal-hal yang sangat besar untuk kami. Tapi semuanya akan lebih berarti jika kakak hadir disana, sejak dulu Delisha menginginkan itu kak”
“aku tidak tau”
“apa kakak masih belum rela melihat kami?”
“jangan bodoh, aku sangat menyesal. Saat aku sakit, kalian menunda pesta ini”
“jangan begitu kak, kau sangat penting bagi kami”
“begitupun kalian” Robert menatap Clark, “ada atau tidaknya aku, kalian tetap paling penting untukku”
Clark diam, “baiklah kalau begitu, tapi aku tetap mengharapkan kehadiranmu kak” ia tersenyum, “sampai jumpa” Clark pergi.
“ok” Robert kembali duduk.
Telpon pun berdering.
“hallo?” Robert mengangkatnya.
“nak, bisa ibu bicara?”
“ibu mau memintaku untuk datang ke resepi mereka kan?”
“sayang, ibu mohon. Hari ini ibu tidak bisa datang”
“aku...”
“ayolah, Delisha pasti senang jika kau datang”
“akan aku usahakan, bu” Robert menutup telponnya dan diam.
Sore itu,
Kapal pesiar sedang berlayar dan acara sudah dimulai.
“Delisha” Clark mendekati Delisha yang sedang duduk di sofa, “semua bahagia disini, kenapa kau diam?”
“ibu gak bisa datang”
“ya... tadi ibu menelponku”
“jadi tidak ada seorang pun keluargaku yang datang?”
Seorang pelayan mendekat, “maaf nyonya, tuan”
“ada apa?” Clark menatap pelayan itu.
“tuan Robert sudah datang”
“kakak? Kakakku datang?” Delisha kaget dan berlari keluar.
Robert turun dengan seutas tali dari helikopternya.
Delisha tersenyum, “selamat datang, kak”
Robert tersenyum, “terima kasih kau sudah tersenyum untuk kedatanganku”
“kakak ini bicara apa?”
“kau tau jika ibu tak bisa datang?”
“iya kak”
“bersenang-senanglah, ini pestamu” Robert masuk.
Delisha mengangguk dan masuk.
Malamnya,
Robert sedang minum di bar dan mendengarkan lagu Wild Horses milik Rolling Stone, seorang pelayan mengambil minuman dan menatapnya.
“ada apa?”
“anda tidak ikut acara puncak, tuan?”
“maksudmu acara dansa? Aku tidak membawa pasangan, aku harus dansa dengan siapa?” Robert minum.
“sayang sekali, padahal laki-laki seperti anda pasti banyak yang mau” pelayan itu menuangkan minuman ke gelas kosong milik Robert.
Robert tersenyum, “aku sudah berjanji pada seseorang untuk selalu mencintainya, selamanya”
“hanya dia?”
“yap” Robert kembali minum.
“lalu?”
“dia sudah menjadi milik orang lain” Robert menunjukan gelasnya yang kosong.
“anda tidak akan mencari penggantinya?” pelayan itu kembali menuangkan minumannya.
“tidak akan, karena janji adalah janji” Robert menatap pelayan itu, “aku tidak ingin bicara lagi” ia minum.
“kalau begitu, tuan harus pergi ke ruang dansa dan melihat adik tuan”
“cerewet, kau” Robert tersenyum dan pergi.
***
Delisha sedang berdansa dengan Clark.
“ada apa? Kau masih resah?” Clark menatap Delisha.
“kakak belum muncul juga”
“kalau tidak salah, dia sedang di bar”
“kakak pasti minum, harusnya aku meminta kakak untuk berhenti minum”
“sudahlah, mungkin dia sedang ada masalah”
“mungkin dia merasa terbebani datang kemari”
“bukankah dia sudah bilang jika dia bahagia melihat kita bahagia?”
Mereka tersenyum.
Tiba-tiba lampu menjadi gelap, semua orang terdiam. Robert naik ke panggung sambil membawa sebuah gitar, lampu pun kembali menyala.
Kakak? Delisha kaget.
Robert yang agak mabuk, memainkan gitarnya dan mulai bernyanyi...
Please don’t see...
Just the boy caught up in dreams and fantasies
Please see me...
Reaching out for someone I can’t see
(Lost Stars – Adam Levine)
Delisha terdiam, ia mengerti jika perasaan Robert sudah hancur sejak tau mereka akan menjadi saudara.
Clark menatap Delisha yang terlihat sedih, lalu ia menatap Robert yang terus bernyanyi sambil menatap Delisha.
But are we all lost stars...
Trying to light up the dark?
Mata Robert memerah, ia menyimpan gitarnya dan pergi.
Delisha tau Robert akan menangis, tapi mana mungkin ia meninggalkan Clark dan mengejar Robert.
“kejar dia” Clark menatap Delisha.
“ta..tapi...” Delisha menatap Clark.
“kakakmu butuh kamu, sekarang” Clark mengelus Delisha, “aku tidak akan ikut campur”
Delisha mengangguk dan pergi mencari Robert.
Di luar,
Helikopter sudah datang untuk menjemput Robert dan tali pun sudah dijatuhkan.
“kakak”
Robert menoleh dan menatap Delisha.
Delisha mendekat, “matamu merah?”
“aku kelilipan, angin laut sangat kencang”
“berair?”
“sudah aku bilang, aku kelilipan” Robert menatap Delisha.
Delisha mengelus Robert, “terima kasih atas segalanya”
Robert diam.
“kakak kenapa?”
“aku tidak apa-apa” Robert tersenyum, “aku sudah lega bisa melihatmu bahagia, itu tandanya janjiku pada ayah telah aku tepati dan sekarang Clark yang menggantikan posisiku”
Delisha tersenyum.
“aku harus pergi sekarang”
“hati-hati, kak”
“ingat, jangan pernah punya rencana untuk pindah. Aku senang jika kalian tinggal di rumahku bersama ibu”
“siap”
Mereka pun berpisah.
Delisha senang, ia yakin jika Robert akan baik-baik saja.
Di helikopter,
Robert menangis, ia mengeluarkan semua perasaannya disana.
***
Di perusahaan,
Robert turun dari helikopter, ia memutuskan untuk minum di ruang CEO. Robert duduk dan melamun disana, tapi telponnya berdering.
“hallo?” Robert mengangkat telpon itu.
“nak?” Mia panik, “kamu dimana, nak?”
“aku di perusahaan, bu. Ada apa?” Robert kaget.
“ada badai di daerah perairan yang sedang Delisha lalui, sekarang ibu sedang di pantai dengan tim penyelamat”
“apa?” Robert semakin kaget, “Aku segera kesana, bu”
Di pantai,
Robert melihat tim penyelamat yang sedang berkumpul, “bu” ia mendekati Mia, “bagaimana?”
“tidak ada tanda-tanda dari pesiar itu, mereka menduga pesiar sudah rusak dan tenggelam” Mia menangis.
“lalu, kenapa mereka diam saja?”
“badainya terlalu berbahaya, mereka tidak sanggup dan akan menunggu badai reda”
“sial” Robert kesal, “jika tidak berani, jangan jadi tim penyelamat” ia marah.
“jangan, nak. Tahan dirimu” Mia memegangi Robert yang mau marah pada tim tersebut.
“tapi Delisha dalam bahaya, bu. Aku harus menolongnya”
“Robert”
Robert melepaskan tangan Mia, “maafkan aku, bu”
Helikopter dengan sistem auto pilot pun mendekat dan Robert menaikinya.
“aku janji, Delisha akan baik-baik saja” Robert pun pergi.
“Robert” Mia semakin khawatir.
Di tengah badai,
Ombak begitu besar, Clark terombang-ambing di puing pintu pesiar yang sudah rusak.
“Clark” Robert turun dengan seutas tali.
“kakak?” Clark yang lemas, begitu senang melihat Robert.
“mana Delisha?”
“aku tidak tau, kak. Saat pesiar terbelah dan hancur, kami terpisah”
“bagaimana jika dia tenggelam?” Robert kesal.
“tidak, kak. Delisha memakai pelampung”
“ok, aku akan mencarinya” Robert turun ke air dan memberikan talinya pada Clark, “panjat tali ini” ia menatap Clark, “jika aku sudah menemukan Delisha, tarik talinya. Mengerti?”
“iya, kak. Tapi...”
“apa?”
“kakak gak pake pelampung”
“jangan khawatirkan aku, cepat naik”
“iya, kak”
Robert mulai berenang, alat pendengar yang terkena air laut mulai terganggu. Namun Robert hanya mempedulikan kacamatanya agar bisa menemukan Delisha.
Ombak begitu besar dan air semakin deras, namun yang ada di pikiran Robert hanya Delisha. Aku akan menemukanmu, Dedel. Bertahanlah, Robert terus berusaha berenang melawan arus.
“kakak!”
Robert melihat ke sekitar, ia tau itu sudara Delisha. Meski alat pendengarnya semakin rusak, tapi ia dapat merasakan dimana Delisha.
“Delisha? Apa kau bisa mendengarku? Alat pendengarku rusak” Robert agak panik karena alat pendengarnya semakin tidak jelas, “Dedel?”
“aku disini, kak”
Robert melihat sebuah papan besar, apa dia disana? Robert mendekati papan itu, ternyata itu adalah pecahan pintu pesiar.
“kakak” Delisha yang memakai pelampung, berpegangan pada pintu tersebut.
Robert tersenyum dan berenang ke arah Delisha, ia sama sekali tidak menghiraukan badainya.
“kakak”
Robert memeluk Delisha, “syukurlah kau tidak apa-apa”
“kakak gak pake pelampung?”
“aku bisa berenang, jangan khawatir” Robert memegang tangan Delisha, “aku akan menyelamatkanmu”
“tapi Clark?”
“kau tenang saja, Clark sudah ada di heliku”
“tapi ini badai, kak”
“kau meragukan helikopterku?”
Delisha tersenyum.
“ayo”
Robert pun membawa Delisha ke arah tali, ia mengikatkan tali tersebut ke tubuh Delisha.
“kak?”
“kamu tenang saja, Clark ada di atas. Dia akan menarik kita” Robert mengelus Delisha, “kamu siap, kan?”
Delisha mengangguk.
Robert memeluk Delisha, “maafkan aku, aku harus memelukmu sekarang”
“aku tidak akan membiarkan kakak jatuh” Delisha memeluk Robert.
“terima kasih” Robert tersenyum.
Sedikit demi sedikit, tali pun terangkat. Tapi di pertengahan, angin yang kencang membuat kacamata Robert terlepas.
“kacamataku?” Robert agak cemas, karena dia tidak akan bisa melihat dengan jelas.
“kak...”
“tenang, yang penting talinya masih bisa menopang kita”
Delisha mengangguk.
“mudah-mudahan Clark masih kuat menarik kita” Robert melihat ke atas.
Tali semakin bergoyang karena angin, dan mereka harus kuat bergelantung dan saling memeluk.
“jangan takut, tali ini terikan kuat padamu” Robert tersenyum pada Delisha.
“aku takut talinya putus, kak”
Di helikopter,
Clark yang menarik mereka, mulai cemas. Tali yang bergesek terus-menerus membuatnya hampir putus, “ya Tuhan” ia pun berteriak, “kak, talinya tidak kuat menahan beban kalian. Kalian akan jatuh, bagaimana ini?”
Di bawah,
“apa yang Clark katakan? Aku tidak jelas mendengarnya?”
“talinya akan putus, kak. Kita akan jatuh”
“bebannya terlalu berat? Tenang saja, kau tidak akan jatuh”
“apa maksud kakak?” Delisha menatap Robert.
“lepaskan aku, Dedel”
“enggak, aku gak akan melepaskan kakak” Delisha memeluk Robert dengan erat.
“Delisha, aku mohon” Robert menatap Delisha, “percayalah padaku, ini yang terbaik”
“tapi kak, aku gak mau kehilangan kakak”
“relakan aku, seperti aku merelakanmu untuk Clark”
Delisha diam.
“aku minta maaf jika aku membuatmu sedih, tapi aku tidak pernah menyesal mencintaimu” Robert tersenyum, “aku mohon, lepaskan aku”
Delisha melepaskan pelukannya.
Robert mencium kening Delisha, “selamat tinggal” dan ia pun melepaskan pelukannya.
Robert jatuh ke laut dan menghilang di telan ombak, Delisha hanya diam melihat itu. Clark yang merasa bebannya berkurang dan tali yang mulai stabil, terus berusaha menarik Delisha ke dalam heli.
Di heli,
Clark berhasil mengangkat Delisha, “Delisha”
Mereka berpelukan.
“Clark, kita harus cari kakak. Kakak jatuh”
“jatuh?”
“aku harus menemukan kakak sekarang”
“sayang, kita gak bisa terlalu lama disini”
“egois kamu, pokonya aku harus menemukan kakak”
“Delisha?”
Delisha berlari ke arah kemudi, “heli ini menggunakan sistem auto-pillot?”
“yap, sepertinya kakakmu sudah menyiapkan semuanya”
Delisha duduk di kursi pilot, “temukan radar kakak” ia menatap monitor.
Tapi sinar tiba-tiba beluar dan menscan wajah Delisha, “kecocokan retina ditemukan, selama datang nona Delisha. Mari kita mencari daratan yang aman”
“tidak, kita harus menemukan kakak” Delisha kaget.
“maafkan saya, tapi sistem sudah dikunci dan perintah tuan adalah menemukan anda lalu  pergi ke arah pantai”
“tidak” Delisha kesal.
***
Mia sedang melamun di rumahnya, ia teringat pada Robert.
“bu” Clark mendekat, “ibu baik-baik saja, kan?”
“aku tidak menyangkan jika aku akan kehilangan Robert secepat ini”
“bu, ibu harus ikhlas. Kita harus merelakan dia agar dia tenang disana”
“kau benar, tapi terkadang ibu merasa jika dia...”
Delisha berlari ke arah mereka sambil membawa hp, “bu”
Mia menoleh, “ada apa, nak?”
“mereka menemukan kakak” Delisha bahagia.
Mia pun tersenyum mendengar itu.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar