Author
: Sherly Holmes
Genre
: Romance, Drama
Cerita ini adalah
fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
Di sebuah
perusahaan,
Seorang pria keluar
dari lift dan berjalan menuju ruangannya.
“selamat datang,
tuan Robert” semua karyawan memberi hormat.
Pria itu tersenyum
dan masuk ke ruang CEO.
Di dalam,
Robert duduk dan
memakai kacamatanya, ia mulai memeriksa berkas yang ada di meja.
Seorang pria masuk
kesana dan kaget, “kakak sudah mulai bekerja?”
Robert menatap
adiknya.
“ke...kenapa kakak
menatapku seperti itu? Apa ada laporan jelek tentang aku?”
“kenapa kau
pesimis?” Robert tersenyum.
“kemarin pertama
kalinya aku meeting, tentu saja aku takut”
“duduklah, Leo”
Leo duduk dan masih
cemas.
“tidak ada yang
perlu dikhawatirkan, semuanya baik-baik saja”
Leo tersenyum,
“syukurlah... tapi kenapa kakak sudah masuk kerja? Kakak kan harus istirahat 2
atau 3 hari lagi?”
Robert menatap Leo,
“kenapa kau pake baju seperti itu ke perusahaan?”
“maafkan aku” Leo
menunduk.
Bagi Leo, Robert
memanglah orang paling serius di dunia. Bahkan saat menonton film komedi pun,
Robert hanya memberikan senyuman semu. Tatapan Robert yang begitu tajam dan
disertai senyuman adalah hal yang paling dihindari oleh Leo sebagai adik dari
Robert.
***
Di jalan,
Seorang perempuan berlari ke arah rumah sakit, ia begitu
panik dan mendekati seorang dokter yang sedang berdiri di pinggir jalan.
“Molly? Kamu darimana?”
“maafin aku, Sy. Aku baru bubar kuliah, tadi ada kelas
tambahan”
“dasar, aku kira kamu gak jadi ikut”
“aku ikut dong, aku kan pengen liat perusahaan terkeren di
kota ini”
Daisy tersenyum.
Mereka pun pergi.
Sesampainya di perusahaan,
“wah, keren banget” Molly melihat ke sekitar.
Daisy tersenyum, “kalau kamu mau berkeliling untuk
foto-foto, pasti Leo gak keberatan”
“bersyukur banget deh temenku pacaran sama adiknya CEO,
maksudku wakil CEO”
“dasar” Daisy tersenyum.
Molly langsung berlari mencari view yang bagus untuk
berselfie ria.
Daisy masuk ke dalam.
“hey, siapa disana?”
Daisy menoleh, “Leo?” ia tersenyum.
“kau sudah lama?”
“aku baru saja datang”
Mereka saling tatap.
“kau tidak sibuk?” Daisy merasa heran.
“kakak sudah mulai bekerja hari ini”
“apa?” Daisy kaget, padahal dia meminta Robert untuk
istirahat di rumah.
“kenapa?”
“temanku...” Daisy menatap Leo dengan khawatir, ia ingat
pada Molly.
***
Di lift,
Robert memegang dadanya dan merasa sedikit sesak, “kenapa
harus sekarang?”
Di sekitar perusahaan,
“wah keren baget, semuanya bagus” Molly melihat
foto-fotonya di hp, tapi ia tersadar akan satu hal. Molly melihat ke sekitar,
“ya Tuhan... ini dimana? Aduh, aku lupa jalan kembali ke pintu utama.
Aduh...?!” ia berlari sekuat tenaga dengan begitu panik.
Di koridor,
Molly masih berlari kencang untuk mencari jalan kembali.
Namun saat berbelok, ia kaget melihat seorang pria yang tiba-tiba muncul di
dekat kolam.
“ah?” Molly menabrak pria itu sambil menutup matanya.
Brak..
“ah...” Robert yang tertabrak, jatuh ke kolam.
Byur...
Molly membuka matanya dengan panik, “tuan, maafkan aku.
Aku tidak sengaja” tapi ia sadar jika pria itu tidak muncul kembali ke
permukaan, “tuan?”
Di dalam air,
Robert menutup matanya dan tenggelam, ia tak bergerak sama
sekali.
Byur...
Molly masuk ke air, ia berenang dan mendekat ke arah
Robert. Molly menatap wajah Robert, dan terdiam sejenak. Namun ia kembali sadar
dan membawa Robert ke permukaan.
Di darat,
“tuan, bangun. Aku mohon, jangan mati. Aku tidak mau
dipenjara karena ini, ayo bangun” Molly panik dan menggoyang-goyang tubuh
Robert, “tuan?”
Robert mulai batuk, ia membuka matanya dan melihat seorang
perempuan yang tersenyum padanya.
“tuan, syukurlah” Molly senang karena Robert tidak mati,
ia pun memeluk Robert dengan bahagia.
“eh..?” Robert yang kaget, hanya diam di pelukan Molly.
“syukurlah, syukurlah tuan” Molly masih bahagia dan belum
sadar jika ia memeluk pria asing.
Beberapa orang mulai berkumpul melihat yang baru saja
terjadi.
Daisy dan Leo mendekat.
“Molly” Daisy khawatir melihat Molly yang basah kuyup.
“Daisy” Molly senang bertemu Daisy, ia melepas pelukannya.
“kakak?” Leo kaget melihat Robert yang terbaring di
pangkuan Molly.
***
Di ruang CEO,
Robert bersandar di sofa.
“kakak gak apa-apa, kan?”
“tidak usah khawatir, aku baik-baik saja”
“untung ada baju cadangan disini, aku kaget banget waktu
kakak dipeluk cewek itu dengan basah kuyup”
Robert tersenyum mengingat itu, “kau kenal perempuan itu?”
“e....enggak, kak” Leo takut.
“permisi, tuan” salah satu keamanan masuk.
“ada apa?” Robert menatap orang itu.
“kami sudah mengamankan wanita itu, sebentar lagi polisi
akan menahannya”
“tunggu, apa maksudmu?” Robert bangun dari sofa.
“tuan, kami melihat rekaman CCTV dan perempuan itu
mencurigakan”
“aku rasa, dia tidak berbahaya” Robert menatap Leo.
“yap, dia seorang teman” Leo tersenyum dan menatap orang
itu.
Di ruang keamanan,
Molly terus mengeluh, “pak aku ini bukan penjahat”
“sudah diam”
Molly kesal dan merengek.
“diam, kau ini seperti anak kecil saja”
Robert datang.
“tuan” orang itu memberi hormat.
Robert menatap Molly.
“nah, akhirnya kau datang. Tolong beritau orang ini jika
aku menyelamatkanmu saat tenggelam, aku ini penyelamatmu bukan penjahat yang
ingin membunuhmu. Kau jangan diam saja, ayo jelaskan!” Molly menatap Robert.
Robert hanya menatap Molly sambil mengangguk-ngangguk
karena Molly terus bicara.
“hey, kau mendengarku atau tidak?” Molly kesal.
“ok” Robert menatap orang itu, “bebaskan dia”
“ta..tapi tuan, dia...?”
Molly tersenyum, “apa kau tidak dengar yang dia katakan?”
ia keluar sambil memegang tangan Robert, “ayo”.
Di luar,
Robert masih menatap Molly yang memegang tangannya.
Molly melepas tangan Robert dan menatapnya, “kau masih
harus melakukan sesuatu untukku”
“aku?” Robert kaget, “untukmu?”
“yap, aku kan sudah menyelamatkanmu di kolam itu”
“tapi aku sudah menyelamatkanmu dari keamanan itu”
Molly kesal, “keamanan itu salahmu, karena mereka bawahanmu”
“aku tenggelam juga salahmu, kau yang mendorongku ke
kolam”
“tapi aku tidak sengaja”
“aku juga tidak tau jika kau akan ditangkap”
“ya sudah jika kau tidak mau” Molly kesal, “dasar CEO
sombong” ia meninggalkan Robert.
“hey, apa maksudmu ‘CEO sombong’?”
Molly diam.
“aku akan mengantarmu pulang”
Molly tersenyum.
Di jalan,
“wah, mobilmu keren sekali”
Robert yang menyetir, tersenyum.
“aku baru pertama kali naik mobil mewah kaya gini” Molly
menggoyang-goyangkan dirinya di kursi, “nyaman sekali”
“kau darimana? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya”
“aku dari luar kota ini, aku sedang kuliah disini”
“begitukah?”
“ya, baru satu semester”
“kenapa kau bisa ada di perusahaanku?”
“aku mengantar teman”
“teman?”
“temanku pacar adikmu”
“Daisy? Bukannya dia seorang dokter? Kenapa kalian bisa
saling kenal?”
“kami berasal dari kota yang sama”
“begitukah?”
“begitukah-begitukah, kamu gak percaya?”
“terus aku harus ngomong apa dong?”
“cari expresi lain kek, mana ngomongnya gak natap aku
lagi”
“eh, aku kan sedang mengemudi. Aku harus memfokuskan
pandanganku ke jalan, bukan padamu. Dasar anak aneh”
“aku bukan anak-anak” Molly kesal.
Di perusahaan,
Daisy mendapat kabar jika Molly sudah dibebaskan dan
pergi, “ya ampun, kenapa dia gak ngasih tau aku? Aku kan jadi diem aja disini”
Leo mendekat, “ada apa?”
“Molly udah pergi dari tadi, tapi dia gak ngasih kabar
sama sekali. Aku diem disini ngebela-belain nunggu dia, harusnya kan aku ke
rumah sakit. Dasar anak muda”
“ya ampun, kasian banget ibu dokter ini. Aku anter ya?”
Daisy tersenyum dan mengangguk.
***
Di sebuah restoran,
Robert hanya menatap Molly yang sedang makan dengan lahap.
“emh... enak sekali” tapi Molly terdiam dan berhenti makan
karena melihat Robert, “kenapa kau menatapku seperti itu? Baru pertama kali
liat orang makan?” ia kesal.
Robert tersenyum, “gak apa-apa, aku seneng aja liat kamu”
“liat apa?”
“udah, makan lagi” Robert meminum segelas air.
“kamu udah makannya? Sedikit banget?”
“aku belum nafsu” Robert mengeluarkan beberapa obat.
Molly diam melihat Robert yang meminum obatnya.
Robert menatap Molly, “ada apa?”
“ah? Tidak” Molly tersadar, “ya ampun, sayang banget gak
diabisin” ia mengambil makanan Robert dan memakannya.
Robert kaget dengan apa yang dilakukan Molly, ia agak malu
karena beberapa orang menatap mereka.
“ada apa?” Molly yang kembali makan, menatap Robert.
“jika kau masih lapar, lebih baik kita pesan lagi” Robert
yang bingung, menatap Molly.
“jangan mentang-mentang kamu kaya, terus pesen makanan
yang banyak. Kalau gak abis kan mubajir, aku juga udah kenyang kok”
“kamu kenyang tapi makan makananku”
“aku kan udah bilang, mubajir. Ngerti gak?”
“ok” Robert memaksakan diri untuk tersenyum, baru pertama
kalinya ia menghadapi wanita seperti Molly.
***
Di rumah Robert,
Leo bersyukur melihat Robert yang baru pulang, “ya ampun
kak, aku khawatir banget waktu tau kakak belum sampai”
“maafkan aku, tadi aku mengantar perempuan itu”
“jadi setelah membebaskannya, kakak mengantarnya pulang?”
Leo kaget.
“yap” Robert tersenyum.
Besoknya,
Daisy dan Molly sedang bicara di sebuah kedai.
“jadi kamu minta dianterin pulang sama Robert?” Daisy
kaget, “ya ampun, kamu berani banget sih?”
“iyalah,bukan itu aja lho. Aku juga diajak makan di
restoran mewah”
“diajak makan?”
“iya, gara-garanya waktu dia nganterin aku. Di jalan,
cacing-cacing di perutku pada demo. Eh ternyata suara rakyat di perutku itu
terdengar olehnya, terus dia nawarin makan deh”
“terus kamu iya-in aja?”
“ya iyalah, kapan lagi makan di restoran mewah kaya gitu?”
“ya ampun, dia itu CEO Stark Corp. Orang paling serius,
galak dan sadis, bahkan Leo pun sangat takut padanya” Daisy tak bisa
berkata-kata lagi tentang kelakuan Molly, “Molly... Molly...”
“kamu kenapa sih? Di rumah sakit sibuk ya?”
“aku bingung mendengar ceritamu”
“emh?” Molly menatap Daisy dengan wajah polosnya.
Di rumah Robert,
Robert sedang duduk di taman belakang dan memakan obatnya,
ia ingat dengan kejadian kemarin. Saat ia tenggelam di kolam dan Molly berenang
mendekatinya, Molly memeluk Robert dan membawanya ke darat. Saat Robert sadar
dan Molly memeluknya dengan bahagia.
Robert tersenyum sambil memegang dadanya, ia merasa Molly
dapat mempercepat denyutnya.
“kakak?” Leo kaget melihat Robert senyum-senyum sendiri,
ia mendekat.
“Leo?” Robert kaget, ia menatap adiknya dengan serius.
“kakak baik-baik saja kan?”
“kenapa kau bertanya seperti itu?”
“aku hanya...” Leo melihat tatapan Robert yang
menyeramkan, “tidak” ia tersenyum polos.
Robert tersenyum dan kembali diam.
Hampir saja, Leo merasa lega. Menyeramkan sekali...
“kenapa?”
“enggak kak, enggak”
Robert merasa aneh.
***
Hari itu,
Robert sedang bicara dengan Daisy di ruangan dokter.
“bagaimana menurut?” Robert menatap Daisy.
“aku tidak tau, kita masih harus menunggu hasil lainnya”
“apa kau tidak bisa memprediksinya sekarang?”
“Robert, aku ini dokter bukan peramal”
“aku tau, aku juga tidak percaya ramalan. Itu sebabnya aku
bertanya padamu”
“saat ini jantungmu masih lemah, aku sarankan agar kau
istirahat di rumah. Namun kenyataannya, kau tidak pernah mendengar perkataanku
kan? Kau tetap masuk kerja dan tidak memperdulikan kesehatanmu”
“aku memperdulikan pacarmu” Robert tersenyum.
Daisy kaget, apa dia
baru saja bercanda?
“Daisy?” Robert menatap Daisy.
“ah? Maafkan aku” Daisy tersadar, “Robert, jika kau
tau...” Daisy menatap Robert, “...Leo selalu mengkhawatirkan keadaanmu”
“tentu saja, dia adikku” Robert tersenyum.
“seperti yang ku duga, kau sama sekali tidak perduli kan?”
“maafkan aku, dokter cantik. Semoga kau tidak kapok
menjadi dokter pribadiku”
Daisy diam, “ini resep obatmu”
Robert berdiri, “terima atas hari ini” ia menatap Daisy,
“aku lupa satu hal, adikku ada di ruang tunggu dan ia ingin makan siang
denganmu. Permisi, aku mau menebus resep dulu” Robert pergi.
Daisy menatap Robert yang pergi, “jangan lupa untuk
meminumnya secara teratur” ia pun bersiap untuk pergi.
Di jalan,
Robert keluar dari rumah sakit, ia menyimpan obatnya ke
saku dan berjalan ke arah kedai dekat taman kota.
Tiba-tiba seorang perempuan berlari dan menabrak Robert.
Duk...
“aduh” perempuan itu memegang kepalanya dengan kesakitan.
Robert memegang dadanya dan menatap perempuan itu, “hey,
kau yang menabrakku. Jangan berexpresi seolah-olah aku yang salah” ia pun
tersadar jika perempuan itu Molly.
“maaf, aku kan tidak sengaja” Molly menatap Robert.
“Molly? Kau hobi sekali menabrak orang ya?”
“apa maksudmu, harusnya kau bersyukur ditabrak perempuan
cantik seperti aku”
“jadi menurutmu, kau cantik?” Robert menatap Molly.
“jadi menurutmu, aku jelek?” Molly kesal.
“mau ikut makan?”
Molly diam, “sayang sekali, aku harus menemui Daisy”
“kalau begitu, kau harus ikut denganku”
“kenapa?”
“Daisy sedang makan siang bersama adikku”
“ah, bagus sekali” Molly tersenyum senang.
Robert tersenyum menatap Molly.
Di kedai,
Daisy melihat Robert datang bersama Molly, “aku gak salah
liat, kan?”
Leo meloleh dan melihat mereka.
“hey” Molly tersenyum, ia mendekati Daisy dan Leo. Lalu
duduk begitu saja.
“Molly?” Daisy menatap Molly.
“kamu kok kaya yang bingung sih?” Molly menatap Daisy,
“hey Leo, kau adiknya Robert kan?”
“iya...” Leo tersenyum bingung.
“aku Molly, sahabat dari pacarmu yang dokter ini”
Robert mendekat dan duduk, “kalian sudah memesan?”
“baru saja, kak” Leo tersenyum.
“ok, kalau begitu tinggal aku yang memesan” Robert
memanggil pelayan.
“aku bagaimana?” Molly menatap Robert.
“maksudmu?” Robert menatap Molly.
“kau kan yang mengajakku kesini, jadi kau harus
menelaktirku”
“ok, hari ini aku tlaktir kalian”
“asyik” Molly senang.
Leo tersenyum.
“terima kasih” Daisy tersenyum.
Robert menatap Molly yang tertawa bahagia.
Besoknya,
Di perusahaan, Robert sedang melamun di ruangannya.
Leo masuk, “kak”
“emh?” Robert menatap Leo.
“kakak baik-baik saja kan?”
“tentu, ada apa?”
“aku mengantarkan ini” Leo menyimpan obat, “itu obat
tambahan yang lupa Daisy berikan kemarin”
“terima kasih”
“jika kakak lelah, aku tidak masalah mengurus perusahaan
hari ini. Kakak boleh pulang dan istirahat”
“aku CEO-nya”
“maaf kak, aku tidak bermaksud mengaturmu”
“aku mengerti” Robert tersenyum, “kau tidak usah khawatir,
aku baik-baik saja”
“iya kak” Leo tersenyum dan pergi.
Robert menatap obat itu, “sepertinya Daisy tidak pernah
memberiku ini, obat apa ini?” ia pun berniat untuk menanyakan itu pada Daisy.
Siangnya,
Robert pergi ke rumah sakit, ia turun dari mobilnya dan
mulai melangkah ke arah pintu.
“awas” Molly berlari ke arah Robert.
Robert kaget dan lagi-lagi, Molly menabraknya.
Duk...
Robert memeluk Molly dan Molly terdiam di pelukannya,
Molly tersadar dan melepaskan pelukan Robert.
“kamu ngapain sih?” Molly menatap Robert.
Robert memegang dadanya, “harusnya aku yang tanyakan itu
padamu”
“malah balik nanya” Molly memegang keningnya, “aduh...
lama-lama kepalaku benjol nabrak kamu terus”
“dari pada kamu nabrak tembok” Robert masih memegang
dadanya, “mending aku peluk”
“jangan berharap aku akan bilang terima kasih padamu”
“aku tulus kok nolong kamu, gak usah bilang makasih”
Molly agak kesal.
“hey, harusnya kau senang. Bukan cemberut kaya gitu”
“terserah” Molly masuk ke dalam.
Robert tersenyum dan masuk.
Di sebuah cafe,
Daisy sedang bicara dengan Leo.
“jadi maksudmu?”
“kau tau kan? Kakak itu orangnya sangat serius dan...”
“kau juga merasakannya?”
Leo menatap Daisy.
“dengar, saat kemarin dia ceck up” Daisy menatap Leo
dengan serius, “dia bercanda, maksudku... dia, dia seperti memberikan lelucon
dan...” Daisy tersenyum bingung.
“ya, aku tau maksudmu. Aku sering memergokinya
senyum-senyum sendiri di rumah” Leo mengingat itu.
“jangan-jangan...” Daisy berpikir.
“Molly?” mereka saling tatap.
“mungkinkah Molly menularkan sifat konyolnya pada
kakakmu?”
“atau mungkin kakak...”
Suara sirine terdengar dan beberapa mobil pemadam
kebakaran melewati mereka.
Daisy menatap arah mobil itu.
“ada apa, sayang?”
“aku punya firasat buruk, semoga mobilnya tidak berbelok
ke kanan”
Mereka menatap mobil itu dan mobil pun berbelok ke kanan,
mereka kaget dan bergegas pergi.
Di rumah sakit,
“ah...” Robert sesak dan memegang dadanya.
Asap sudah mengepung Robert.
Dada Robert semakin sakit dan ia berusaha berjalan ke arah
lift, semua orang berlarian dan meninggalkannya.
Lift tertutup.
“tunggu... tunggu aku...” Robert jatuh, ia tergeletak dan
pasrah, “ah...”
“arght!!!” seorang perempuan berteriak.
Robert mendengar teriakan itu, Molly? Ia pun mencoba bangkit dan memaksakan dirinya untuk berjalan
mencari Molly.
Di tangga,
Molly melihat api yang sudah menjalar di bawah, “tidak” ia
kembali berlari ke atas dan keluar dari sana, Molly melihat Robert.
“Molly...” Robert semakin sesak.
“Robert?” Molly berlari ke arah Robert.
Robert memeluk Molly.
Molly khawatir melihat keadaan Robert, “Robert?” ia
memapah Robert.
“ah...” dada Robert semakin sakit.
“Robert, kuatkan dirimu” Molly melihat lift karyawan,
“kita harus ke atap”
Mereka masuk ke lift itu.
Di dalam,
Keadaan Robert semakin parah.
“Robert?” Molly kaget karena Robert begitu kesakitan.
“ah...” Robert semakin sulit bernafas.
Mereka sampai di atap rumah sakit.
Molly memapah Robert ke luar lift, “ayo”
Robert mulai oleng dan Molly memeluknya.
“Molly...” Robert menatap Molly dan jatuh.
“Robert, kamu kenapa?” Molly duduk dan mengangkat kepala
Robert ke pangkuannya.
Robert semakin pucat, “maukah kau... menjadi, menjadi
pacarku?”
“Robert, kau itu bicara apa?”
“aku mohon, jawab aku... waktuku tak banyak lagi... aku
mohon...”
Molly merasa aneh, dalam kondisinya saat ini Robert masih
sempat menanyakan hal seperti itu.
“Mo... Molly..., tolong ja...jawab aku, sekarang...”
Molly yang bingung pun mengangguk.
“ah...” Robert tersenyum dan menutup matanya.
“Robert?” Molly kaget, Robert sama sekali tidak bergerak.
Ia mulai menangis, ya Tuhan... apa yang
harus aku lakukan?
Di bawah,
Para pemadam masih berusaha memadamkan api yang berada di
tengah-tengah gedung.
Daisy menanyakan para korban yang selamat maupun yang
tewas, tidak ada nama Molly ataupun Robert disana.
Di atap,
“Robert, aku mohon buka matamu. Jangan takut-takuti aku
seperti ini, ini tidak lucu” Molly masih menangis, “aku minta maaf, aku tidak
sopan padamu. Aku minta maaf...” ia terus memeluk Robert.
Sebuah helikopter mendekat.
Molly menatap helikopter itu sambil melambai, “hey, kami
disini” ia berteriak.
“Molly?” Leo yang ada di dalam heli, melihat itu.
Heli pun mendarat dan para medis membawa Robert.
***
Di sebuah rumah sakit,
Molly dan Leo menunggu Robert siuman.
“emh...” Robert membuka matanya, ia melihat Molly yang
sedang menangis. Robert tersenyum, “hey...” ia memegang tangan Molly.
“ya Tuhan... syukurlah kau sudah sadar” Molly memeluk
Robert.
Robert terdiam, ia malu karena Leo ada disana.
Leo tersenyum dan keluar dari ruang itu.
“Molly, aku sulit bernafas. Kau memelukku terlalu kuat”
“maafkan aku” Molly tersadar dan melepas pelukannya.
“apa kau menangisiku?”
Molly kesal, “kau pikir aku menangisi siapa?” ia memukul
Robert.
“aw” Robert kaget, “kau dilarang memukul pasien, ini rumah
sakit. Tau?”
“masa bodo, pasiennya nyebelin. Udah 2 kali kamu pingsan
di depan aku, aku kan takut. Aku takut kamu...”
Robert menatap Molly dan tersenyum, “kamu udah berapa kali
ya, meluk aku?”
Molly menatap Robert, “kamu juga begitu”
Robert tersenyum, “aku minta maaf”
Molly diam dan menunduk, “aku juga minta maaf... Sejak
pertama kita bertemu, aku tidak sopan padamu”
“tidak masalah”
“dadamu masih sakit? Apa sesaknya sudah hilang?”
Robert terdiam dan menatap Molly.
“Leo bilang, jantungmu lemah”
Robert menunduk dan tidak menjawab.
Molly mengelus Robert, “terima kasih kau sudah menolongku
2 kali”
“kau juga” Robert menatap Molly.
Molly tersenyum dan mencium kening Robert, “semoga kau
cepat sembuh” ia pergi.
Di luar,
Daisy bicara dengan Leo sambil berjalan.
“untuk sementara, aku bertugas disini. Sampai rumah sakit
center selesai renovasi”
“bagaimana dengan keadaan kakak?”
“jika kondisinya membaik, dia boleh pulang”
“syukurlah”
“tapi ingat, dia tidak boleh panik atau melakukan
aktivitas berlebihan yang membuatnya kelelahan. Kau bisa menjaganya dengan baik
kan?”
“siap, bu” Leo memberi hormat pada Daisy.
“kalau begitu, aku akan memeriksa pasien dulu”
“kalau begitu, aku harus duduk di ruang tunggu”
“em?” Daisy menatap Leo.
“tadi ada Molly di dalam, sepertinya mereka sedang ingin
berdua”
“begitukah?” Daisy semakin curiga.
Mereka tersenyum dan berpisah.
Malamnya,
Di ruang perawatan Robert, Robert melihat Leo yang kembali
masuk.
“kak, bagaimana keadaanmu sekarang?”
“aku baik-baik saja” Robert tersenyum.
“aku sangat takut saat melihat kakak pingsan di atap rumah
sakit”
“kenapa kau memberitau Molly?” Robert menatap Leo.
“maafkan aku kak, aku melihatnya sangat panik”
“Leo, aku...”
“kak, Molly suka padamu”
“jangan bicara yang aneh-aneh” Robert tersenyum.
“apa kakak tidak merasakannya? Aku juga bisa melihat itu”
“entahlah” Robert masih tersenyum melihat Leo.
Besoknya,
Daisy makan siang bersama Molly di sebuah warung kaki
lima.
“jadi kalian?” Daisy menatap Molly.
“ya, begitulah” Molly makan dengan lahap.
“tunggu-tunggu, tadi kamu bilang kalau Robert nembak kamu
di atap?”
“iya”
“dalam keadaan seperti itu?”
“iya” Molly mengangguk-anggukan kepalanya.
“ya Tuhan... sempat-sempatnya dia menanyakan itu padamu
saat keadaan sedang genting?”
“mungkin dia memang pria aneh”
Daisy menatap Molly, “sudah berapa kali aku memberitaumu,
Robert itu serius...”
“galak dan kejam? Aku tau, aku tau” Molly terus makan.
Daisy yang bingung, hanya bisa diam memikirkan Robert dan
Molly.
“eh, kenapa diem aja? Udah kenyang? Buat aku ya?” Molly
mau mengambil makanan Daisy.
“enak aja, pesen lagi sana”
“idih, pelit amat”
“udah sana, aku yang bayar”
“asyik...” Molly senang.
Daisy menatap Molly, aneh
sekali... kenapa seorang Robert dapat luluh pada wanita seperti Molly?
Setelah makan siang,
Daisy kembali ke rumah sakit, ia melihat hasil pemeriksaan
Robert. Daisy agak khawatir melihat perkembangannya, ia pun menyimpan itu di
sebuah map berisi semua hasil pemeriksaan Robert.
“Daisy”
“ya?” Daisy menoleh dan melihat Leo ada disana, “Leo?”
“kau masih sibuk? Bagaimana hasil pemeriksaan kakak?”
“em...”
“dia baik-baik saja, kan?”
“ya, kurasa begitu”
Leo menatap Daisy, “ada apa?”
“ada kabar yang agak mengejutkan untukmu”
“apa?” Leo penasaran.
“kakakmu sudah jadi kekasih Molly”
“apa?” Leo kaget.
“iya, tadi Molly mengatakannya padaku”
“ya ampun, pantas saja kemarin kakak hanya tersenyum saat
aku bilang Molly suka padanya”
“jadi kakakmu tidak memberitaumu?” Daisy tersenyum.
“ah, aku malu sekali mengingat itu. Kenapa kakak tidak
bilang jika meresa sudah jadian?”
“ada hal lain yang lebih gila lagi?”
“apa?”
“kakakmu menembaknya saat sedang kebakaran di rumah sakit,
sebelum dia pingsan tepatnya”
“ya Tuhan... itu tidak terdengar seperti kakak yang
biasanya” Leo menggeleng, “kenapa kakak jadi terbawa konyol?”
“siapa yang konyol?” Robert masuk dan menatap mereka.
Leo dan Daisy langsung diam.
Robert masih menatap mereka, “kenapa kalian diam?”
“a... ee...e... itu....” Leo bingung dan takut.
Robert tersenyum dan mendekati mereka, ia duduk dan masih
menatap mereka.
Leo menunduk dan Daisy agak bingung.
“hey, ada apa dengan kalian? Apa aku mengganggu?”
“enggak kak, enggak” Leo menatap Robert.
Robert tersenyum, “kalau begitu, ayo kita pulang”
“kakak yakin? Aku kira, kakak masih harus...” Leo menatap
Daisy.
“jika dia ingin pulang, biarkan saja. Aku rasa, semuanya
akan baik-baik saja” Daisy tersenyum.
“kalau begitu, aku akan bawa barang-barang kakak dulu” Leo
keluar.
Robert menatap Daisy, “kau sudah tau?”
“tau apa?” Daisy agak kaget.
“Molly pasti bicara padamu kan?”
“ya... dia...”
Robert tersenyum, “bagaimana menurutmu?”
“bagaimana apanya?”
“setiap ada didekatnya, aku merasa...” Robert mengingat semua
itu, “kau tau kan? Saat dia memelukku beberapa kali, aku merasa...” ia menatap
Daisy, “aku merasa jantungku berdetak lebih cepat, aku merasa denyutku...”
“aku mengerti” Daisy tersenyum.
“apa itu pertanda baik?”
“kau bisa menebaknya sendiri”
“tapi kau adalah dokter pribadiku”
“jika kau merasa lebih baik, maka hasilnya akan lebih baik
juga kan?”
“aku harap begitu” Robert tersenyum, “sampai jumpa Daisy”
Daisy mengangguk.
Besoknya,
Robert keluar dari ruang rapat, ia merasa sedikit lelah.
“kak” Leo yang juga keluar dari ruang rapat, mendekat.
“ada apa?”
“kakak gak cape kan?”
“emangnya kenapa?”
“Daisy bilang, kakak jangan dulu kecapean”
Robert tersenyum, “terus, kamu mau tangani rapat besok?”
“aku...”
Robert menatap Leo, “em?”
“siap kak” Leo memberi hormat, “jika kakak lelah,
istirahat saja”
“adik yang baik” Robert tersenyum dan ia masuk ke
ruangannya.
Di dalam,
“hey, tuan tampan” Molly tersenyum.
“Molly?” Robert tersenyum.
“kamu cape ya abis rapat?”
“enggak” Robert mendekat dan duduk, “kamu kok disini?”
“emangnya kenapa? Gak boleh?”
“bukan begitu, aku hanya kaget. Aku kira, kamu kuliah”
“dosennya rapat, jadi hari ini aku bebas”
“aneh sekali, seperti sekolahan saja” Robert menatap
Molly, “jangan-jangan, kamu bolos ya?”
“enggak kok” Molly menatap Robert.
“ok, aku percaya”
“Robert aku ingin beli es krim”
“es krim?” Robert menatap Molly.
“iya, ada kedai baru di ujung jalan sana. Ayolah, aku bawa
uang kok”
Robert tersenyum, “emang kenapa kalau kamu gak bawa uang?”
“entar aku disangka morotin kamu”
“biasanya juga gitu”
“ih... Robert” Molly kesal.
“aku bercanda, sayang. Ayo kita beli es krimnya sekarang”
“asyik...”
Di kedai es krim,
“kamu suka?”
Molly mengangguk.
“kamu mau apa lagi? Aku bisa belikan es krim lain yang
lebih mahal”
“Robert, aku kan udah bilang berkali-kali padamu. Kamu itu
gak boleh...”
“menghambur-hamburkan uang?”
Molly mengangguk.
“ayolah, ini hanya es krim”
Molly menatap Robert.
“ok ok” Robert diam.
“aku udah bilang kan? Aku mau bayar sendiri es krimnya,
tapi malah kamu yang bayar”
“sayang...”
“stop, kamu pasti mau bilang kalau es krimnya murah”
“Molly, aku gak mau ngomong gitu kok. Masa sih kita
berantem gara-gara es krim?”
Molly tersenyum polos, “maaf”
Robert mengelus Molly, “aku senang bisa bertemu denganmu
hari ini, aku benar-benar merasa...”
“kau lelah ya?” Molly khawatir.
Robert tersenyum, “gak apa-apa kok”
Molly bersandar ke pundak Robert, “kamu jangan cape-cape
dulu dong, kan baru sembuh”
“aku gak cape kok, kan ada Leo yang bantuin”
Molly tersenyum.
Besoknya,
Robert mengajak Molly ke rumahnya.
“wah, keren sekali” Molly melihat ke sekitar.
“kamu mau selfie?”
“enggak, ngapain selfie-selfie?”
Robert tersenyum, “dulu juga gitu kan? Makanya kesasar dan
nabrak aku”
“tapi kalau gak gitu, kita gak bakalan ketemu kan?”
Robert mengelus Molly, “ayo masuk”
Di perusahaan,
Leo bekerja dengan giat, meski ia lelah dan bosan. Semua
itu ia lakukan agar Robert mau istirahat di rumah dan tidak masuk kerja.
Telpon berbunyi.
“hallo?” Leo mengangkatnya.
“Leo, kamu sedang apa?”
“Daisy” Leo tersenyum, “aku sedang bekerja”
“wah, rajin sekali. Gak biasanya kamu gini”
“ya, aku harus melakukan ini agar kakak mau diam di rumah”
“baguslah, dengan begitu kau sudah menjadi adik yang baik
untuknya”
“ya dan sayangnya, kita gak bisa makan siang bersama hari
ini”
“gak apa-apa, kita kan masih punya hari lain”
“emh... ok” Leo teringat, “sebenarnya, saat aku masih SMA,
aku selalu bahagia jika kakak libur di rumah”
“kenapa?”
“meski galak, tapi dia selalu membuat pancakes yang enak.
Sudah lama aku tidak merasakannya, aku rindu makanan itu”
“begitukah?”
“ya, pancakes buatan kakakku adalah pancakes paling enak
sedunia”
Daisy tersenyum.
“aku tidak bohong, racikan saus yang dia jadikan toping
sangat berbeda dengan yang lain. ya Tuhan... aku semakin ingin memakannya”
“kalau begitu, kau harus memintanya untuk membuatkanku
lain kali”
“aku gak berani” Leo tersenyum, “nanti aku dimarahin kalau
nyuruh-nyuruh kakak”
“hey, kakakmu sedang baik saat ini. Dia kan sedang jatuh
cinta”
“ya, aku tidak menyangka jika seorang gadis konyol dapat
membuat hidup kakak lebih berwarna”
Di rumah Robert,
Robert sedang memasak.
“kamu bikin apa sih? Wangi banget” Molly duduk dan menatap
piring kosong yang ada di meja makan.
“pancakes” Robert membalik pancakesnya dengan terampil
sambil tersenyum.
“wanginya membuatku sangat lapar”
“ya, itu bagus”
“buatkan yang banyak untukku”
“siap” Robert pun menyajikan pancakes-nya untuk Molly.
“wah...” Molly melihat tumpukan pancakes yang ada di
piringnya.
“ayo dimakan” Robert tersenyum dan mulai memakan dua
pancakes yang ada di piringnya.
“ya ampun, enak banget” Molly sangat bahagia memakannya.
Robert tersenyum, “aku senang jika kau suka”
“aku suka banget” Molly tersenyum manis.
“kau mau pulang sekarang?
Molly mengangguk,
“kalau begitu, aku ke kamar dulu ya. Aku lupa menaruh
obatku”
“ok, aku akan menunggumu di depan”
Robert pun menaiki tangga.
Molly tersenyum dan berjalan keluar dari ruang makan, tapi
ia terdiam melihat sebuah lampu yang di tutupi kaca tertempel di dinding rumah
Robert.
“ini apa ya?” Molly melihat tanda pecahkan kacanya dan ia
pun melakukan itu.
Alarm berbunyi, air pun otomatis menyembur dari atas.
“ah...” Molly berteriak.
Di kamar,
Robert kaget mendengar alarm kebakaran di rumahnya
berbunyi, ia ingat kejadian kemarin saat di rumah sakit. Robert memegang
dadanya dan mulai sesak.
“Molly...” Robert mencoba bertahan dan keluar dari
kamarnya.
Air masih menyembur ke lantai.
“Molly...” Robert melihat ke sekitar dan akan menuruni
tangga.
Molly berlari ke arah Robert, “Robert” ia menaiki tangga
dan memeluk Robert.
“Molly?”
“tenangkan dirimu, Robert. Tidak ada kebakaran disini, ini
salahku”
“a..aku sulit bernafas...” Robert lemas.
“ayo ke kamar” Molly memapah Robert.
Mereka masuk ke kamar dan Robert jatuh, Molly pun tertarik
jatuh ke arah Robert.
Leo yang datang, kaget melihat keadaan rumahnya. Ia
berlari menaiki tangga, “kakak, apa yang terjadi, kak?” ia masuk ke kamar
Robert dan melihat mereka, Leo kaget.
Mereka pun kaget melihat Leo yang tiba-tiba muncul.
“uh..., m...maafkan aku, apa aku menggganggu kalian?” Leo
bingung dan pergi.
“sepertinya, Leo mengira kita sedang...” Robert menatap
Molly.
“maafkan aku, aku tidak sengaja jatuh menimpamu” Molly
bangun dan membantu Robert berdiri.
“aku tidak apa-apa” Robert tersenyum, “aku yakin, dia
pasti bercerita yang tidak-tidak pada Daisy”
Molly tersenyum.
Besoknnya,
Robert sedang memeriksa berkas yang kemarin ditangani oleh
Leo, ia tersenyum. Robert bersyukur karena Leo sudah bisa mengendalikan
perusahaan dengan baik.
Telpon berbunyi.
“hallo?” Robert mengangkatnya.
“sayang, hari ini jadi kan?”
“iya, pokoknya nanti kita makan malam”
“apakah makan malamnya akan romantis?”
“yap, tentu. Kita akan rayakan ulang tahunmu di restoran
dengan romantis, aku sudah memesan mejanya”
“aku tak sabar menunggunya”
“aku pun”
“sampai jumpa nanti malam”
“sampai jumpa” Robert menutup telponnya.
Di rumah sakit,
Daisy sedang memeriksa beberapa berkas pasiennya.
“permisi” Leo masuk, “bu dokter gak sibuk kan?”
Daisy tersenyum, “silahkan duduk, apa anda ingin
konsultasi?”
Leo mendekat, “saya mau bertanya, dok. Kenapa setiap di
dekat anda, saya merasa jantung saya berdebar gak karuan?”
“begitukah?”
Mereka tersenyum dan duduk.
Leo mulai bercerita soal kejadian kemarin di rumahnya.
“apa? Mereka di kamar?”
“iya, saat aku pulang” Leo mengingat itu, “keadaan kacau, sepertinya
alarm dan pemadam api menyala. Aku khawatir, aku takut terjadi sesuatu pada
kakak. Tapi ternyata, saat aku masuk ke kamar kakak...”
“mereka sedang...?”
Leo mengangguk.
“ya Tuhan...” Daisy tidak percaya dengan apa yang telah
terjadi.
“sepertinya, kakak akan menikahi Molly”
“mungkin”
“siapa yang akan menikah?” Robert masuk.
Mereka kaget.
Robert menatap mereka, “lagi-lagi aku mendapatkan expresi
ini, kalian aneh sekali. Sangat aneh” Robert duduk.
Mereka masih diam dan berharap Robert tidak mendengar
semuanya.
Robert bingung, “aku mengganggu?”
“tidak kak, kami hanya...” Leo menatap Daisy.
“kami sedang membicarakan keadaanmu, sebentar lagi musim
dingin”
Robert mengangguk.
“jadi aku meminta Leo untuk menjagamu dengan baik”
Robert tersenyum, “begitukah?” ia menatap Leo.
“i...iya kak” Leo agak cemas.
“tidak usah khawatir, aku akan baik-baik saja. Iya kan?”
Robert memegang pundak Leo.
“iya kak” Leo tersenyum.
Malamnya,
Molly masuk ke sebuah restoran.
“selamat datang nona, ada yang bisa kami bantu?”
“ya, aku ingin meja atas nama Robert”
“sebentar” pelayan itu memeriksa catatannya, “mari, ikut
saya”
Molly mengikuti pelayan itu.
“silahkan nona”
“terima kasih” Molly tersenyum dan duduk, ia menunggu
Robert dengan bahagia.
Di rumah sakit,
Leo begitu panik, Robert masuk rumah sakit karena pingsan
di kantor.
Robert pun dibawa masuk ke ruang tindakan, dan Daisy
berjalan kesana dengan cepat.
“Daisy, tolong dia” Leo cemas, “tolong kakakku”
“aku pasti akan melakukan yang terbaik, kau harus tenang”
Leo mengangguk.
Di restoran,
Molly masih menunggu Robert, “aduh, dia kemana sih? Kok
gak datang-datang?” ia resah dan mencoba menelpon Robert.
Namun telponnya tak pernah dijawab, karena Hp Robert
tertinggal di kantor.
“ih...” Molly kesal, tapi ia mencoba untuk bersabar. Molly
masih berharap Robert akan datang, “mungkin dia telat dan sekarang ada di
jalan”
Pelayan pun mendekat, “ini pesanannya nona”
“ta..tapi pacarku belum datang”
“sebenarnya tuan berpesan agar makanan disajikan jam 8
tepat, tapi ini sudah jam 9”
“jam 9?” Molly sedih, sudah 2 jam ia menunggu Robert.
Pelayan menyajikan kue dan es krim kesukaan Molly, mereka
juga menyajikan muffin kesukaan Robert.
Molly hanya diam melihat hidangan di atas mejanya.
Di rumah sakit,
Daisy keluar dari ruang tindakan.
“Daisy, bagaimana?”
“Robert harus segera dioprasi, ada penyumbatan di
alterinya”
Leo terdiam.
Daisy khawatir melihat Leo, “kamu harus kuat, Robert tidak
akan senang melihatmu begini”
“dia kakakku, mana mungkin aku tidak cemas”
“dia pasti akan bertahan”
Leo mengangguk, “aku percaya padamu, kau pasti bisa
membantu kakak melewati ini”
“berdo’alah untuknya” Daisy tersenyum dan berusaha membuat
Leo tenang, meski sebenarnya ia pun khawatir.
Di dalam,
Daisy mendekati Robert dan mengelusnya, “kamu harus
bertahan, Leo belum siap kehilanganmu sekarang”
“dokter Daisy, apa kita akan melakukannya sekarang?”
Daisy mengangguk.
Oprasi pun dimulai.
Di luar,
Leo menangis dan terus berdo’a, ia berharap jika Robert
dapat melewati oprasinya dengan baik. Leo ingat, saat mereka kehilangan kedua
orang tuanya akibat kecelakaan. Robert langsung menggantikan posisi ayahnya
sebagai CEO, sementara Leo masih kuliah dan bersenang-senang.
Sampai suatu hari, Robert marah padanya karena sudah 2
tahun Leo tidak lulus. Lalu tiba-tiba ia sesak dan jatuh pingsan, sejak saat
itu Leo tau jika Robert sakit. Dan sejak saat itu pula, Leo berubah.
Aku mohon,
kak. Jangan tinggalkan aku sekarang...
Di restoran,
Molly sadar jika Robert tidak akan datang, ia pun pergi
meninggalkan makanan yang masih utuh dan es krim yang sudah mencair. Molly
menangis dan memanggil taxi untuk pulang.
Di rumah sakit,
Daisy keluar dari ruang oprasi.
Leo menghapus air matanya, ia mendekati Daisy.
Daisy tersenyum, “dia berhasil melewatinya dengan baik,
kita tinggal menunggunya siuman”
Leo tersenyum, ia amat bersyukur mendengar itu.
“kalau begitu, aku permisi dulu”
“apa kau lelah setelah melakukan oprasi?”
“menurutmu?”
“kau mau pulang?”
“ini sudah malam” Daisy tersenyum, “kau boleh melihat
kakakmu di ruang perawatan. Jika ada apa, hubungi saja aku”
“terima kasih, dok” Leo tersenyum.
Daisy pergi dan Leo masuk ke ruang perawatan Robert.
Di dalam,
Leo mendekati Robert dan duduk, ia menatap Robert yang
belum siuman. Leo mengelus Robert, “kak, aku sudah bilang padamu kan? Jika kau
lelah, serahkan semuanya padaku. Aku bukan adikmu yang dulu, kak. Aku sudah
bisa bekerja dengan baik sekarang, seperti kakak. Aku tidak ingin membuatmu
kecewa seperti dulu, aku ingin kau bangga melihatku menjadi seorang pria
dewasa”
“Leo...” Robert membuka matanya.
“kak?” Leo tersenyum.
To be Continued
___
Thank’s for reading…
Maaf
kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar