Rabu, 19 April 2017

Till there was You part 2

Author : Sherly Holmes
Genre : Romance, Drama
Cerita ini adalah fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Pagi itu,
Molly berjalan mendekati gerbang universitas, sebuah mobil mendekatinya. Ia tau jika itu adalah mobil Robert, Molly terus berjalan.
“Molly” Robert keluar dari mobil dan mendekatinya.
“maaf Robert, aku harus kuliah”
“kita harus bicara”
“gak ada yang perlu dibicarakan”
“Molly, aku mohon. Sebentar saja, ok?”
“setelah beberapa hari kau tidak memberiku kabar, kau baru mau bicara sekarang?”
“Molly, ayolah. Aku bisa menjelaskan semuanya”
“Robert, aku harus segera ke kelas. Apa kau tidak mengerti?”
Robert diam.
Molly agak sedih dan pergi.
Robert pun kembali masuk ke mobilnya dan pergi.
Di rumah,
Leo yang menuruni tangga, melihat Robert datang dengan sedikit sedih. Ia mendekati Robert, “kak?”
“Leo” Robert tersenyum.
“kakak baik-baik saja, kan?”
“ya...” Robert tersenyum, “kau akan berangkat sekarang?”
“iya” Leo tersenyum.
“aku akan menyusulmu siang nanti”
“siap”
Siang itu,
Robert yang sudah datang ke perusahaan, langsung memeriksa berkas di mejanya. Leo mengintip, ia tau jika Robert sedang adalah masalah. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan Molly? Aku harus meminta bantuan Daisy. Ia pun pergi sambil menelpon Daisy.
“hallo?”
“Daisy, apa kau sudah bertemu dengan Molly?”
“belum, aku sibuk akhir-akhir ini. Memangnya kenapa?”
“sepertinya kakak sedang ada masalah dengannya, bisakah kau membantuku?”
“ok, aku mengerti. Aku akan menelponnya saat istirahat nanti”
“terima kasih” Leo menutup telponnya.
Malamnya,
Robert diam, ia menutup berkasnya dan berniat untuk pulang. Seseorang masuk dan berdiri di hadapannya.
Robert kaget dan menatap orang itu, “Molly?”
Molly hanya diam dan menangis.
“sayang, ada apa?” Robert bangun dari tempat duduknya dan mendekati Molly.
“Daisy..., dia bilang padaku tentang apa yang terjadi”
“Molly” Robert memeluk Molly.
“kenapa kamu gak bilang? Kenapa kamu...?”
“sst... sudah-sudah” Robert mengelus Molly, “tadi pagi aku ingin menjelaskan semuanya, tapi kamu gak mau dengar”
“aku gak tau, aku gak tau kalau kamu di rumah sakit”
“ya sudah, sekarang kan kamu udah tau yang sebenarnya”
“aku janji, mulai sekarang aku akan mendengar semua penjelasanmu”
“iya” Robert tersenyum.
Molly masih menangis.
“sudah-sudah” Robert masih memeluknya.
Tapi Molly tidak mau berhenti menangis.
“sayang, sudah. Jangan menangis terus” Robert memegang pundak Molly dan mendudukannya di kursi, “tenangkan dirimu, aku baik-baik saja” ia menatap Molly.
Molly terdiam menatap Robert.
Robert tersenyum dan menghapus air mata Molly, “aku mencintaimu dan aku senang bisa bertemu denganmu malam ini. Aku bahagia memilikimu, Molly...” ia mencium Molly.
Molly tersenyum dan memeluk Robert, “aku juga, aku bahagia bersamamu”
Di luar,
Leo yang melihat itu, tersenyum. Ia pun mengirim pesan terimakasihnya pada Daisy lewat Hp dan pergi.
Di dalam,
Molly menatap Robert, “kenapa kau belum pulang?”
“aku banyak pekerjaan”
“apa kau tau? Seorang pekerja yang lembur dan tidak mengikuti aturan jam kerja itu bukan pekerja yang baik”
“ya, aku tau”
“lalu, kenapa kau melakukannya?”
“karena jika aku tidak lembur, kita tidak akan bertemu dan aku tidak akan menciummu”
“ih, menyebalkan. Selalu saja ada alasan” Molly kesal.
Robert tersenyum.
“pokoknya, mulai besok kamu gak boleh lembur lagi”
“tentu, karena kita belum makan malam dan merayakan ulang tahunmu”
Molly tersenyum, “o iya, aku membawa sesuatu untukmu”
Robert menatap Molly.
“tada!” Molly menunjukan sebuah boneka.
“kau memberiku boneka?” Robert kaget.
“kenapa? Kamu gak senang?” Molly menatap Robert.
“oh, ya. Tentu saja aku senang” Robert tersenyum.
“bagus kalau begitu, mulai sekarang boneka ini akan menemanimu tidur”
“ok” Robert mengambil bonekanya, “terima kasih”
“ini aneh, yang ulang tahun kan aku. Kenapa aku yang memberimu hadiah?”
“gak apa-apa dong, sekali-kali”
“sekali-kali, kamu pikir aku pacar yang pelit?” Molly kesal.
Robert membuang nafas, ya Tuhan... aku salah lagi.
***
Pagi itu,
Di rumah, Leo sudah bersiap untuk kerja. Ia sarapan dan meminum secangkir kopi, tapi Leo kaget karena Robert belum juga muncul. Waktu menunjukan pukul 8 tepat, Leo bangun dari tempat duduknya dan menaiki tangga. Ia masuk ke kamar Robert dan terdiam.
Leo kaget melihat Robert yang masih tertidur pulas sambil memeluk boneka, “kak, kakak...” Leo mendekat perlahan.
“emh...” Robert membuka matanya.
Leo tersenyum.
“Leo?” Robert kaget melihat Leo yang sudah rapi, apalagi ia ketauan sedang memeluk boneka seperti anak kecil.
“kakak gak mau berangkat kerja?”
“ah, aku akan bekerja” ia bangun dan melempar bonekanya.
“santai saja kak” Leo tersenyum dan pergi.
Robert menatap Leo yang sudah menutup pintu kamar Robert, “dia pasti menertawakan aku”
Di sebuah kedai,
Leo bicara dengan Daisy.
“terima kasih banyak, sayang. Tanpamu, mereka pasti masih bertengkar”
Daisy tersenyum, “itu hanya masalah kecil. O iya, darimana kamu tau kalau mereka sedang bertengkar?”
“ya, aku tau saja. Semua terlihat jelas dari sikap kakak, seperti ada yang kurang dalam dirinya. Lagi pula aku adiknya, pasti aku tau tentang perasaannya”
“begitukah?”
“tentu saja, aku ini adik kesayangannya”
“tapi kenyataannya, kau selalu takut kan padanya?”
“itu kan beda cerita”
Daisy tersenyum.
“o iya, aku juga ingin memberitau sesuatu padamu”
“apa?”
“sekarang kakak tidur sambil memeluk boneka”
“apa?” Daisy kaget, karena pria seperi Robert melakukankan hal itu.
“amazing kan?”
“amazing apanya? Aku gak percaya”
“ya Tuhan... Daisy, aku gak bohong. Kamu tau kenapa? Karena boneka itu adalah pemberian Molly”
“aku mengerti, jika orang lain yang memberinya. Dia pasti marah dan melempar boneka itu” Daisy tertawa.
Leo mengangguk.
“tapi, kenapa Molly memberinya boneka? Dia kan bisa memberi Robert barang lain”
“iya sih, tapi ada bagusnya juga kok”
“apa?”
“kakak terlihat tidur sangat nyenyak sekarang”
“oh, berarti dia memang membutuhkannya”
Mereka mengangguk.
Setelah makan siang bersama Daisy, Leo pun kembali ke perusahaan. Ia berjalan ke ruangan Robert dan masuk.
Di dalam,
“tada!” Robert langsung mengagetkan Leo dengan hidung badutnya.
“ah?” Leo kaget.
Robert yang juga kaget, langsung berusaha mencabut hidung badutnya. Namun sayangnya, hidung itu terus menempel. Robert pasrah dan diam.
Leo bingung dengan apa yang Robert lakukan.
“maafkan aku, aku kira... kau Molly” Robert berusaha menutupi rasa malunya.
“e...” Leo menahan diri untuk tidak tertawa, “ti..tidak apa-apa kok, kak” Leo tersenyum, “aku permisi” Leo bergegas pergi karena ia tidak bisa menahan tawanya.
“sial, sudah dua kali aku melakukan hal konyol di depan Leo” Robert bersandar ke meja.
“selamat siang” Molly masuk, “kamu kenapa?” ia kaget melihat expresi Robert, “kok lemes banget? Beda sama Leo, tadi aku liat dia ketawa-ketawa di luar”
“dia menertawakanku”
“kenapa?”
“karena aku memakai hidung badut yang bisa menyala seperti ini”
Molly tersenyum, “terus kenapa kamu pake hidung badut?”
“karena aku ingin membuat kejutan untukmu, tapi sayangnya aku salah”
“jadi kau mengira Leo itu aku?”
Robert mengangguk.
“kalau kau malu memakainya, kenapa kau tidak melepas hidung itu?”
“hidung badut ini menyangkut di hidungku, aku tidak bisa melepaskannya”
Molly tersenyum dan mendekat, ia mencabut paksa hidung badut itu.
“aw” Robert memegang hidungnya.
Molly memegang hidung badut yang sudah terlepas dari hidung Robert, “mudah kan?”
“mudah sih mudah, lihat nih hidungku jadi merah sekarang”
“itu salahmu, kenapa kau memiliki hidung yang begitu mancung” Molly menyentuh hidung Robert.
“jadi nona pesek ini iri pada hidung mancungku?”
“tidak juga, aku hanya sedang meledekmu”
“faktanya jika kita berdua mancung, aku akan sulit menciummu”
“benarkah?” Molly menatap Robert.
“ingin bukti?” Robert menatap Molly.
Molly tersenyum.
“jadi aku harus menciummu disebelah mana?” Robert semakin mendekati Molly.
“menurutmu?” Molly masih tersenyum.
Robert menatap bibir Molly dan tersenyum.
***
Sore itu,
Robert masuk ke sebuah toko.
“selamat datang tuan, anda mau melihat-lihat perhiasan kami?”
“aku ingin memesan sebuah cincin”
“ah, sebuah cincin. Apa anda mau melamar seseorang?”
Robert tersenyum.
“baiklah, mari ikut saya. Anda bisa memesan cincin yang sesuai dengan keinginan anda di sebelah sana, diamond di toko kami sangat berkualitas dan anda pasti akan puas”
Di rumah sakit,
Leo sedang bicara bersama Daisy di ruangannya.
“kakakmu pake hidung badut?” Daisy kaget.
“iya, kamu tau kan? Hidung badut yang bisa nyala kaya lampu, yang warnanya bisa berubah merah-biru”
Daisy tersenyum.
“kamu bisa bayangkan, orang seperti kakak melakuakn hal itu? Ya ampun, aku gak kuat menahan tawa”
“terus kamu ketawa di depan Robert?”
“ya enggaklah, bisa mati aku”
Daisy tersenyum.
“em... kakak kok belum datang ya?” Leo kaget.
Daisy mengangguk, “biasanya dia sudah muncul jam segini”
“aduh, kakak kemana ya?” Leo khawatir.
“selamat sore” Robert masuk dan melihat Leo yang ada disana, “wah, kau sudah disini rupanya?”
Leo dan Daisy melihat hidung Robert yang masih agak merah karena terjepit hidung badut, mereka menahan diri untuk tidak tertawa.
“aku tau hidungku merah, tapi aku tidak sakit flu” Robert duduk.
“ah, ok” Daisy mengeluarkan hasil cek up terbaru Robert.
“jadi bagaimana?” Robert menatap Daisy.
“emh.., ini” Daisy bingung untuk bicara.
Robert tau apa artinya itu, tapi ia melihat Leo yang begitu khawatir. Robert tersenyum, “ah, hasilnya pasti baik. Iya kan?” Robert menatap Daisy.
“ah, iya” Daisy tersenyum.
Leo terlihat sedikit lega.
Robert tersenyum dan berkedip pada Daisy.
Besoknya,
Robert sudah ada di perusahaan dan sedang menelpon Daisy.
“Robert...”
“jujur saja, hasilnya buruk kan?”
“tidak terlalu buruk, hanya agak menurun”
“kau tidak usah khawatir, setiap musim dingin selalu begitu kan?”
“Robert, aku ini doktermu. Aku lebih mengetahui itu”
“ok” Robert diam.
“aku hanya ingin bilang, kau harus jaga kesehatanmu”
“terima kasih dokter” Robert menutup telponnya.
“selamat pagi” seseorang masuk ke ruangan Robert.
Robert menoleh, “Molly?”
“aku membawakan susu coklat untuk CEO tampanku”
Robert tersenyum, “wah, mahasiswa cantik ini baik sekali” ia bangun dari tempat duduknya dan mendekati Molly.
Molly menyimpan susu coklat itu di meja dan terdiam.
“hey, kenapa expresimu jadi begitu?”
“ini musim dingin, kau harus jaga dirimu baik-baik”
Robert tersenyum, “pasti Daisy mengatakan sesuatu padamu”
“tertu saja itu harus, sebagai kekasihmu aku harus mengetahui semuanya”
“bagus, jadi susu coklat ini akan selalu kau kirim untukku?”
“tidak”
“kenapa tidak? Aku kira kau khawatir padaku”
“aku kan harus kuliah, gak bisa setiap hari ngasih susu coklat. Aku harus irit, gak boleh boros”
“ok, alasan masuk akal untuk anak muda yang sedang kuliah dan hidup sederhana”
“jadi kau ingin perempuan kaya yang setara denganmu?”
“siapa bilang? Aku hanya menginginkanmu”
Molly diam.
“kenapa diam lagi? Aku lebih suka melihatmu cemberut daripada murung begitu”
“aku merasa hubungan kita sedikit aneh”
“em?” Robert menatap Molly.
“apa aku pantas untukmu?”
“M...Molly, kenapa kau bicara begitu?” Robert panik.
“a...aku” Molly kaget.
“aku mencintaimu, ok?” Robert begitu cemas, “tolong jangan katakan itu lagi, ya?” ia memegang pundak Molly dan mulai sesak.
“Robert?” Molly bingung.
Leo masuk dan melihat itu, “kakak?” ia mendekat, “Molly, apa yang terjadi?”
“a..., tadi...” Molly terdiam.
***
Di ruangan Daisy,
Molly menangis, “huach....”
“jadi kamu kesini cuma mau laporin itu?”
“iya, aku dimarahin Leo gara-gara itu” Molly menangis tersedu-sedu.
“yang aku tau, Leo tidak pernah seperti itu. Tapi aku paham, kenapa dia bisa begitu” Daisy tersenyum, “dia sangat menyayangi kakaknya, mungkin dia sangat cemas dan kesal saat tau kau membuat Robert..., kau mengerti maksudku kan?”
Molly menganguk.
Di rumah Robert,
Robert sedang memainkan pianonya dan bernyanyi,
Some people live for the furtune
Some people live just for the fame
Some people live for the power
Some people live just to play the game
Leo mengintip Robert.
Some people want it all but i don’t want nothing at all
If it ain’t you baby... if I ain’t got you baby
Some people want diamond rings, some just want everything
but everything means nothing if I ain’t got you...
(Alicia Keys – If I ain’t got You)
Robert terdiam.
“kak” Leo masuk.
“sejak kapan kau diam di depan pintu?”
“sejak kakak menyanyi”
Robert menoleh dan menatap Leo, “kau puas memarahinya?”
“kak, aku bisa jelaskan”
“katakan” Robert berdiri dan mendekati Leo.
“dia berbuat salah dan aku...”
“memarahinya? Leo, Molly tidak pernah bermaksud jahat. Dia kekasihku, dia...”
“bukankah jika aku salah, kakak selalu memarahiku? Jadi aku rasa, dia juga harus...”
“dimarahi? Ya, kau benar. Aku selalu memarahimu, aku jahat”
“kak, bukan begitu maksudku”
“aku minta maaf, selama ini aku bukan kakak yang baik. Terima kasih untuk kesabaranmu menghadapiku”
“kak” Leo sedih mendengar ini.
Robert menatap Leo.
“maafkan aku” Leo pergi.
Robert diam dan melihat Leo menuruni tangga.
Di ruang makan,
Leo duduk, “kenapa kakak tidak mengerti? Aku melakukan itu karena aku khawatir padanya”
Robert datang dan melihat Leo yang hanya diam, “kau tidak makan?”
“aku belum lapar, kak”
Robert tersenyum, “aneh, ini kan waktunya makan malam” ia ke dapur,”aku akan membuatkanmu sesuatu”
Leo tetap diam, tapi ia mencium aroma yang tak asing dan menoleh ke dapur.
Robert tersenyum dan mendekat, “maaf membuatmu menunggu lama” ia pun menyajikan makanannya.
Leo tersenyum, “pancakes?” ia menatap Robert dengan bahagia, “makasih kak”
“maafkan aku, Leo” Robert mengelus Leo karena sebesar apapun Leo, baginya Leo tetaplah adik kecilnya.
Robert senang melihat Leo memakan pancakes itu dengan lahap, sudah lama ia tidak membuatkan itu untuk Leo.
Besoknya,
Molly datang ke perusahaan, tapi ia terdiam melihat Leo yang ada di ruangan Robert.
“hey Molly”
“h..hey?” Molly bingung.
“santai saja, aku hanya mengambil beberapa berkas. O iya, kakak sedang rapat. Mungkin dia baru akan kembali setelah makan siang”
Molly terdiam mendengar itu, padahal ia membawa makanan untuk Robert.
Leo tersenyum, “tunggu saja disini, aku harus kembali ke ruanganku” ia pergi.
Molly mengangguk dan terduduk lemas, “ah, padahal aku sudah membuatkan dia makanan. Ternyata dia akan makan siang di tepat lain”
Waktu makan siang tiba,
Molly masih diam disana, mungkin Robert benar-benar tidak akan datang sampai waktu makan siang berakhir.
Molly kesal, “harusnya aku gak usah cape-cape bikin kaya gini”
Robert yang masuk, tersenyum melihat Molly.
Molly tetap cuek dan tidak memperdulikan Robert.
“sayang, kamu kenapa?” Robert kaget dan duduk dihadapan Molly.
“bagaimana rapatnya?” Molly jutek.
“bagus, semua berjalan dengan baik”
“makan siangnya?”
“luar biasa”
Molly melihat ke arah lain.
“tapi aku tidak memakannya, karena aku sudah ada janji dengan seseorang”
Molly menatap Robert.
“dia janji, hari ini dia akan memberiku makan siang yang spesial”
Molly tersenyum.
“jadi, apa yang kau bawa?”
“bubur dan sup” Molly menyimpannya di meja.
“bubur dan sup? Terdengar seperti makanan orang sakit”
Molly menatap Robert, “ini musim dingin, kau harus memakannya. Kedua makanan ini berkhasiat untuk menghangatkan tubuhmu”
“waw, kau jadi galak sekarang”
“memangnya kenapa kalau aku galak?”
“wah... wah...., tenangkan dirimu. Aku janji akan memakannya sekarang, ok?”
“ok” Molly diam.
Leo yang mengintip mereka, tersenyum. Ia pun kembali ke ruangannya untuk memeriksa kembali beberapa berkas.
Robert menatap Molly, “suapi aku”
***
Beberapa hari kemudian,
Robert kembali ke toko perhiasan, ia mengambil cicin diamond pesanannya yang sudah jadi.
“terima kasih” Robert tersenyum.
“sama-sama tuan”
Robert keluar dari toko dan mengambil hp-nya yang berdering, “hallo?”
“Robert, ini aku”
“Daisy, kau sudah di rumah sakit?”
“iya”
“aku akan segera kesana” Robert masuk ke dalam mobil dengan bahagia, “aku akan memamerkan cincin ini padanya”
Di ruangan Daisy,
“selamat pagi” Robert masuk.
“pagi” Daisy tersenyum.
Robert duduk, “jadi nona dokter, apa yang akan kau sampainya? Karena aku juga akan menyampaikan sesuatu padamu”
“kau terlihat sangat senang hari ini”
“ah, jadi kau membiarkanku bicara terlebih dahulu?” Robert mengeluarkan kotak cincin dari sakunya, ia menatap Daisy.
“kau akan melamar Molly?”
“kau terkejut?” Robert menatap Daisy, “Ya Tuhan..., kau akan mendapatkan kakak ipar yang usianya lebih muda dibawahmu. Anak kuliahan semester 2” Robert tersenyum.
“kalau begitu, niat baikmu harus kau lakukan secepatnya”
“kenapa? Kau juga sudah tidak sabar untuk dilamar Leo?”
“Robert, aku serius”
“maksudmu?”
“ini hasil terakhir dari cek up mu” Daisy menunjukannya pada Robert, “waktumu tidak banyak”
Robert terdiam.
“Robert, kau baik-baik saja kan?”
“sejak awal, kau mengetahui ini kan?” Robert menatap Daisy, “sejak awal, kau tau jika aku tidak akan pernah sembuh. Iya kan?”
Daisy diam.
“sejak awal kau tau jika aku akan mati dan kau...”
“Robert, aku...”
“kenapa kau tidak pernah memberitau kan yang sebenarnya?”
“Robert, aku tidak bermaksud untuk menipumu”
“lalu apa?”
“saat kau bertemu dengan Molly, aku melihatmu begitu bersemangat. Aku tidak mau mengecewakanmu”
Mata Robert memerah, ia menutup mata dan menunduk untuk menahan emosinya.
“maafkan aku, Robert”
Robert menyimpan kembali kotak cincin ke sakunya, “jangan beritau Leo tentang ini” ia menatap Daisy.
Daisy mengangguk.
Robert berdiri dan berusaha untuk tegar.
“Robert, maafkan aku”
“ini bukan salahmu, jadilah teman hidup yang baik untuk Leo” Robert pergi.
Sebenarnya Daisy pun sedih dengan kenyataan ini, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Di jalan,
Robert mengendarai mobil dengan rasa kecewanya, kenapa? Kenapa semua ini harus terjadi padaku? Kenapa aku tidak mengetahuinya sejak awal? Kenapa harus sekarang?
Robert melempar kotak cincinnya.
Hp Robert berdering.
“hallo?” Robert mengangkatnya.
“sayang, bagaimana? Makan siangnya jadi kan?”
“tidak”
“kenapa? Kamu sibuk ya? Padahal aku ingin sekali mencoba es krim di kedai baru” Molly tersenyum, “kalau makan malam, kamu udah gak sibuk dong?”
“aku sibuk, dari pagi sampai malam sampai besok juga” Robert agak kesal.
“Robert, kamu kenapa?”
Robert menutup telponnya.
“sayang?” Molly kaget dan agak khawatir dengan sikap Robert.
Robert menghentikan mobilnya dan menyandarkan kepala ke stir mobil, “maafkan aku, Molly”
Besoknya,
Leo masuk ke ruangan Robert dan meniup terompet, “selamat ulang tahun kakak” ia berteriak dengan bahagia.
Robert menatap Leo.
Leo langsung diam melihat expresi Robert.
“apa-apaan kamu?”
“a..aku...”
“kamu tau ini ruang CEO?”
Leo diam.
“kamu sadar umur kamu berapa?”
Leo menunduk.
“belajarlah untuk bersikap dewasa, Leo”
“maafkan aku, kak”
“periksa berkas di ruanganmu, aku ingin laporannya sore ini juga”
Leo menganguk dan keluar, ia kaget dengan sikap Robert.
Setelah melihat Leo pergi, Robert diam ia begitu bingung dan kembali memeriksa berkas di mejanya.
“selamat siang, yo leliho...” Molly masuk sambil membawa topi cowboy.
Robert menatap Molly.
“yo leliho...” Molly memakaikannya ke kepala Robert, “selamat ulang tahun cowboy-ku”
“Molly...”
“kamu kenapa sih? Kok lemes?”
“Molly...”
“Robert, ini kan hari ulang tahunmu”
“Molly dengarkan aku, aku sedang banyak pekerjaan”
Molly terdiam.
“dan topi ini...” Robert menahan emosinya.
“a...apa itu bukan topi cowboy? Ya Tuhan... maafkan aku, Robert. A..aku akan menukarkannya, aku akan minta topi cowboy yang benar pada pedagang”
“Molly, ini memang topi cowboy!” Robert membentak Molly.
Molly diam sambil menatap Robert.
Robert mulai mengatur nafasnya.
Molly menunduk, “aku minta maaf, aku telah mengganggumu”
“maafkan aku, Molly”
Mata Molly memerah, “aku akan pergi, jika itu memang keinginanmu” ia menatap Robert, “aku juga minta maaf jika kau tidak suka topi cowboy-nya, ini memang topi murah yang aku beli di pinggir jalan”
Robert diam.
“permisi” Molly pergi.
Robert menutup matanya dan menunduk.
Sorenya,
Di ruangan Leo, Leo sedang menelpon Daisy.
“iya, aku juga gak ngerti. Kenapa sekarang kakak jadi sensi kaya gitu?”
“mungkin dia sedang banyak pikiran”
“Daisy, tapi kakak mulai aneh sejak beberapa hari yang lalu. Dia sangat...” Leo menoleh dan terdiam melihat Robert yang ada di hadapannya.
Robert menatap Leo.
“sudah dulu ya, aku ada pekerjaan” Leo menutup telponnya.
“inikah yang kau lakukan selama ini?”
“kak, aku...”
“berapa persentasimu untuk bekerja? Aku harap, jawabannya bukan 10%”
“kak...”
“mana berkas yang kuperintahkan? Waktunya sudah habis”
“eh...”
“belum selesai?”
“tidak kak, tinggal 2 lagi”
“2 lagi?” Robert menatap Leo, “apa waktu yang sudah kuberikan belum cukup, Leo?”
“maafkan aku, kak. Aku akan segera menyelesaikannya sekarang”
“pulanglah”
“tidak kak, aku akan menyelesaikannya”
“apa kau tidak mendengar perkataanku? Pulang, Leo!”
“iya kak”
Leo pun pergi.
Robert hanya diam melihat Leo meninggalkannya, ia sadar telah mengecewakan Leo. Mungkin juga Leo merasa sakit hati dengan sikap Robert hari ini.
***
Pagi itu,
Leo masuk ke ruangan Robert, “selamat pagi, kak”
“aku senang melihatmu datang”
Leo menatap Robert.
“kau bisa membantuku membereskan beberapa berkas sebelum sore?”
“siap, kak”
Robert mulai memperlihatkan senyumannya yang menyeramkan, “bagus, bawa berkas-berkas ini ke ruanganmu”
Leo kaget melihat senyuman itu kembali datang, “permisi, kak” ia pergi sambil membawa berkas.
Robert diam.
Sore pun tiba,
Leo membawa kembali berkasnya ke ruangan Robert.
“tepat waktu”
“terima kasih, kak” Leo tersenyum.
Robert menatap Leo, “kau boleh pulang”
“bagaimana denganmu? Kau akan lembur lagi?”
“kau tidak berhak melarangku”
“ya, hanya kau yang berhak memerintah”
“aku tidak ingin bertengkar denganmu, Leo”
Leo menunduk, “aku hanya ingin melihatmu istirahat yang cukup”
Robert diam, “aku baik-baik saja, tidak ada apapun yang terjadi saat ini” ia menatap Leo, “aku ingin lembur karena banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan”
“kenapa kakak tidak mengajakku? Dengan begitu, pekerjaanmu akan lebih ringan kan?”
“tidak” Robert ingat, “seseorang pernah berkata, seorang pekerja yang baik adalah orang yang pulang tepat waktu”
“lalu kenapa kakak tidak melakukan itu?”
“karena aku percaya padamu”
Leo diam.
“kau satu-satunya harapanku, Leo”
“baiklah, tapi kapanpun kakak membutuhkanku” Leo menatap Robert, “aku akan datang”
“sepakat”
Leo pergi.
Robert diam, ia pun tersenyum mengingat Leo yang mulai berani padanya.
“selamat malam”
Robert menoleh, “Molly?”
“tadi aku ketemu Leo diluar, katanya kamu lembur”
“yap”
“bukankah aku pernah bilang, jika...”
“pekerja yang baik akan pulang tepat waktu?”
Molly diam.
“itu hanya sebuah teori, faktanya pekerjaanku banyak dan akan terus bertambah jika dibiarkan”
“kau bicara seolah-olah tidak akan ada hari esok, ini memang resikomu. Jika kau tidak ada pekerjaan, itu namanya kau sudah jadi pengangguran”
“emh... mahasiswa yang mulai kritis”
“aku tidak kritis, aku hanya peduli padamu. Ini adalah saat-saat kau berkumpul dengan keluarga, berhentilah bekerja”
“kau bukan ibuku dan kau tidak berhak mengaturku” Robert menatap Molly, “lagi pula, keluargaku hanya Leo dan kami berdua sama-sama sudah dewasa”
“dan kau sama sekali tidak ingin berkumpul bersama adikmu?”
Robert diam.
“dia adikmu satu-satunya, kau pernah bilang padaku jika kau sangat menyayanginya”
“Molly, bisakah kau berhenti bicara?”
Molly diam.
“mengertilah, aku lelah”
“kalau begitu, kau harus pulang”
“aku lelah mendengar ocehanmu” Robert menatap Molly.
Molly terdiam karena kaget, tapi ia berusaha untuk sabar dan tenang.
“bisakah kau meninggalkanku?” Robert menunduk dan tidak mau menatap Molly.
“ok” mata Molly memerah, “aku minta maaf telah mengganggumu malam ini, tapi aku akan kembali besok untuk melihat keadaanmu” Molly mencium pipi Robert dan pergi.
Robert hanya diam, ya Tuhan... apa yang harus aku lakukan agar dia menyerah dan mengakhiri hubugan ini?
Malam berikutnya,
Molly kembali ke perusahaan, ia bertemu dengan Leo.
“jadi kakakmu sudah pulang sejak tadi siang?”
“ya, kakak bilang ingin istirahat di rumah”
“aneh, kenapa dia gak bilang padaku?” Molly bingung, “kalau gitu, aku susul ke rumah kalian ya?”
“ok, bentar lagi juga aku pulang kok”
“bye Leo”
“hati-hati Molly”
Molly pun pergi ke rumah Robert.
Sesampainya disana,
Molly mengetuk pintu, “Robert, ini aku”
Tapi pintunya tidak dibuka.
“Robert, kau di dalam?” Molly melihat mobil Robert yang terparkir di garasi, “Rob..., ah?” Molly kaget, ternyata pintunya sama sekali tidak dikunci.
Molly masuk ke dalam, “Robert, kau dimana?” ia semakin bingung karena keadaan begitu sepi, “Robert?” Molly menaiki tangga dan berjalan ke depan pintu kamar Robert, “Robert, kau di dalam?” Molly membuka pintu kamar dan terdiam, “Robert?” air matanya menetes melihat Robert sedang bersama seorang wanita.
Robert menoleh, “Molly?”
“apa yang kau lakukan? Siapa perempuan itu?” Molly menangis, “katakan padaku jika semua yang kulihat ini tidak benar, Robert?”
Robert diam.
Perempuan itu menatap Molly.
“Robert, ayo bicara. Aku ingin mendengar penjelasanmu” Molly menatap Robert.
Robert hanya diam dan menggeleng.
“ya Tuhan...” perasaan Molly begitu sakit, “jadi ini sebabnya kau berubah? Kenapa kau tidak jujur padaku jika kau sudah bosan dengan hubungan kita? Kenapa kau jadi pecundang seperti ini? Katakan padaku, Robert” Molly memukul Robert, “kenapa kau melakukan ini padaku?”
“Molly, aku tidak ingin selamanya berhubungan dengan perempuan konyol sepertimu”
Molly menunduk menahan rasa sakitnya, “baiklah, semuanya sudah jelas sekarang” ia kembali menatap Robert, “mulai sekarang, hubungan kita berakhir dan kau bebas berhubungan dengan perempuan manapun yang kau suka. Selamat tinggal tuan Robert” Molly kesal dan meninggalkan mereka.
Di luar,
Leo yang baru datang, kaget melihat Molly. Ia mendekati Molly, “Molly, kamu kenapa?”
Molly yang menangis sama sekali tidak memperdulikan Leo, ia menggeleng dan pergi.
Leo masuk ke rumah dan kaget melihat seorang perempuan menuruni tangga.
“permisi” perempuan itu pergi.
Leo bergegas menaiki tangga dan melihat Robert yang terdiam di pintu kamar, “kak”
Robert hanya diam.
“apa yang baru saja kau lakukan, kak?”
“ini yang terbaik, Leo”
“yang terbaik? Ya Tuhan...apa yang terjadi padamu, kak? Kau tidak mabuk kan?”
Robert hanya menunduk.
“kak, kenapa kau tiba-tiba menjadi bodoh seperti ini?” Leo memeluk Robert, ia khawatir.
Robert menutup matanya.
Pagi itu,
Leo yang sudah bersiap, sedang menelpon Daisy.
“iya sayang, mereka putus tadi malam”
“kenapa bisa begitu?”
“aku juga tidak mengerti, tapi yang aku tau... kakak membawa perempuan asing ke kamarnya”
“perempuan asing? Tapi itu tidak mungkin terjadi, Leo”
“aku juga kaget, tapi itu kenyataannya. Kakak bilang, ini yang terbaik untuk mereka”
“begitukah?” Daisy terdiam.
“sudah dulu ya, aku harus menyiapkan sarapan untuk kakak. Bye sayang” Leo menutup telponnya dan mengambil sereal gandum di dapur.
Setelah menyiapkan sarapan,
Leo menaiki tangga, “kak, aku sudah menyiapkan makanan”
“ya, aku akan segera kesana” Robert menjawab dari dalam kamar.
“ok” Leo tersenyum dan akan menuruni tangga.
Bruk...
Leo kembali menoleh, “kak?” ia merasa aneh, “kak?”  Leo masuk ke kamar Robert dan melihat Robert yang sulit bernafas sedang tergeletak di karpet, “kakak?”
Leo membaringkan Robert ke ranjang, ia menelpon Daisy.
“hallo?”
“Daisy, aku butuh ambulan sekarang. Kakak sulit bernafas”
“ok ok, tenangkan dirimu”
“Daisy, bantu aku” Leo sangat panik.
“tenang, Leo. Ambulan akan segera kesana”
“Daisy...”
“beri dia bantal yang agak tinggi, buka kancing bajunya agar dia bisa sedikit lega. Jangan lupa untuk menaikan sedikit kedua kakinya”
“iya-iya, aku sudah melakukannya, tapi kakak tetap sesak. Bantu aku Daisy” mata Leo memerah.
“Leo...” Robert melihat Leo yang hampir menangis.
“kak, kakak harus kuat. Ambulan akan segera datang, kak. Kakak?”
***
Robert di bawa ke rumah sakit dan Daisy langsung menanganinya.
Di ruang tunggu,
Leo menangis, Daisy sudah memberitaunya tentang keadaan Robert. Leo memang belum siap untuk kehilangan Robert, ia berharap Tuhan mau memberi waktu untuk kakaknya.
“aku mohon, jangan ambil dia”
Di dalam,
Daisy sedang berusaha menolong Robert.
“Robert, kamu harus kuat” Daisy memegang tangan Robert.
“ah...” Robert masih sesak dengan matanya yang terbuka.
“Robert...” Daisy khawatir.
“dokter, oksigennya tidak sampai ke otak”
“dok, tekanan darahnya terus menurun dok. Apa yang harus kita lakukan? Pasien sama sekali tidak menerima oksigen yang kita berikan”
“a...”
“Robert, ini aku, Daisy” Daisy berbisik, “kau harus kuat, diluar Leo mencemaskanmu. Dia menangis, dia takut kehilanganmu”
“h...” Robert menutup matanya.
“Robert?” Daisy kaget.
“dok, tekanan darahnya mulai normal”
“oksigen sudah mengalir ke seluruh tubuhnya”
Daisy tersenyum dan mengelus Robert.
Di luar,
Leo melihat Daisy, ia langsung menghampirinya.
“Leo”
“bagaimana keadaan kakak? Dia baik-baik saja kan? Jawab aku, Daisy. Bagaimana keadaannya?” Leo yang begitu panik, memegang kedua pundak Daisy.
“Leo tenang” Daisy mengelusnya, “Robert baik-baik saja, kau boleh melihatnya”
“benarkah?”
Daisy mengangguk, “kita tinggal menunggunya siuman” ia menghapus air mata Leo.
“terima kasih sayang, terima kasih” Leo memeluk  Daisy.
Daisy tersenyum dan mengelus Leo, “kuatkan dirimu”
Besoknya,
Leo menjenguk Robert yang belum siuman, ia duduk dan menatap kakaknya. Leo begitu bingung, Daisy bilang bahwa dirinya sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuk Robert.
“kak” mata Leo memerah, “aku tidak tau harus berbuat apa sekarang, aku tidak tau apa yang terbaik untukmu” ia menunduk, “aku sayang padamu, dan aku tidak ingin kau menderita” Leo memegang tangan Robert.
Daisy mengintip mereka dari luar, sebenarnya ia tidak tega memberitaukan semua ini pada Leo. Tapi cepat atau lambat, hal itu memang akan terjadi.
“h...” Robert membuka matanya perlahan.
“kak?” Leo menatap Robert.
“Leo...” Robert tersenyum.
Leo diam.
“maafkan aku...”
Leo tetap diam dan menunduk.
Robert memegang tangan Leo, “h... maukah kau membantu...ku?”
Leo kembali menatap Robert.
“aku... h...., aku ingin melihat.... Molly.... untuk yang terakhir kali...nya...”
Leo semakin sedih mendengar itu, “iya kak, aku akan membawa Molly kemari untuk menemui kakak. Kakak jangan khawatir”
“terima kasih...”
Leo mengangguk.
Siang itu,
Leo yang memakai mobil Robert, mendatangi rumah Molly.
Leo keluar dari mobil dan menatap rumah Molly, ia merasa rumahnya begitu sepi. Leo mengambil surat dari sakunya, “aku harus memberikan ini padanya” ia mulai berjalan ke depan pintu.
Tok... tok... tok...
“Molly, kau di dalam? Molly, ini aku, Leo. Kau mendengarku kan? Molly” Leo tau, tidak ada sedikit pun jawaban dari Molly.
Entah Molly ada atau tidak di dalam sana, yang jelas hari ini Leo tidak dapat menemuinya.
Leo agak kecewa, ia pun kembali membawa surat itu ke mobil.
Di mobil,
Leo menginjak sesuatu, “apa ini?” ia menemukan sebuah kotak cincin, “ya Tuhan...” Leo terdiam.
Di rumah sakit,
Leo bicara dengan Robert.
“kotak cincin itu...” Robert tersenyum, “aku lupa menaruhnya dimana..., kau hebat sekali bisa menemukan itu...”
“kak, kau tidak menaruhnya. Tapi kau melemparnya di mobil, iya kan?”
Robert diam.
“ceritakan padaku yang sebenarnya”
“tidak perlu..., cincin itu untukmu saja...”
“kak...”
“aku sudah bilang padamu, kan? Aku akan mati” Robert diam.
Leo pun diam.
“aku minta maaf, Leo”
“aku pasti akan membawa Molly untukmu, kak” Leo menatap Robert.
***
Hari itu,
Leo melihat Molly keluar dari kampusnya, ia langsung mengejar Molly.
“Molly”
Molly menoleh dan melihat Leo, ia pun berlari menjauhinya.
“Molly, tunggu”
Molly tidak mau berhenti dan terus berlari.
“Molly” Leo mempecepat larinya dan berhasil memegang lengan Molly, “Molly”
“lepas” Molly menatap Leo.
“Molly, aku ingin bicara”
“tidak ada yang perlu dibicarakan, Leo”
“Molly, dengarkan aku” Leo menatap Molly.
Molly terdiam.
“kakak butuh kamu sekarang”
“butuh aku? Apa aku tidak salah dengar?” Molly tersenyum sinis.
“Molly...”
“dia bersama wanita lain,  dan sekarang dia butuh aku?”
“Molly, perempuan itu bukan...”
“Leo...”
“Molly, dengar penjelasanku”
“aku tidak butuh penjelasanmu, kau tidak ada urusannya dengan masalah kami”
“Molly...”
“apa kau lupa? Robert sendiri tidak memiliki alasan saat aku tanya mengapa dia melakukan itu”
Leo diam.
“aku sudah memberinya kesempatan untuk bicara, untuk menjelaskan semuanya. Tapi apa yang dia lakukan? Dia hanya diam dan menerima kenyataan jika dirinya ketauan...”
“dia tidak selingkuh”
“jadi dia menyewa perempuan itu?”
“yap, benar”
“trik bodoh” Molly kesal dan pergi.
“Molly, dengarkan aku” Leo berteriak.
Molly menoleh dengan matanya yang memerah, “Leo, aku mohon. Apa pun alasanya, jangan minta aku untuk menemuinya”
Leo menuduk, “aku mengerti, Molly” ia mendekat, “aku tidak akan memaksamu lagi, tapi aku mohon padamu” Leo menatap Molly, “baca surat ini” ia memberikan suratnya.
Molly mengambil surat itu, “terima kasih atas pengertianmu, Leo” ia pun pergi.
Leo agak kecewa, setiap hari ia berusaha untuk bertemu dengan Molly. Ia ingin sekali Molly menemui Robert seperti permintaannya, namun sayangnya Leo hanya bisa berjuang sampai disini. Ia tidak bisa lagi meminta Molly untuk menemui Robert.
Di rumah sakit,
Leo berlari, ia mendapat kabar jika Robert kembali drop.
“Leo” Daisy melihat Leo datang.
“bagaimana keadaan kakak?” Leo begitu panik.
Daisy melihat ke sekitar, “kau sendirian?” ia berharap ada Molly disana.
“aku gagal, aku sudah berusaha memintanya. Tapi..., tapi Molly tidak bisa” Leo menggeleng dengan sedih, “dia tidak mau datang”
Daisy ikut sedih, “masuklah, Robert sangat membutuhkanmu sekarang”
Leo masuk ke dalam, ia melihat Robert yang begitu lemah.
“Leo...”
“kak, maafkan aku”
“dia tidak akan datang, kan?”
“aku sudah berusaha, kak. Tapi...”
“aku tau, Daisy bilang padaku.... Terima kasih karena kau sudah... berusaha untuk menemui Molly... setiap hari”
“kak”
“aku..., aku...”
“kak?”
“aku mengerti jika dia tidak datang..., aku mengerti jika dia sangat membenciku...”
Leo memegang tangan Robert, “kakak tenang saja, aku akan memintanya lagi besok”
“tidak perlu, Leo.... Kau tidak perlu melakukannya lagi, semuanya sudah cukup. Aku menerima ini, aku menerima jika dia tidak mau datang...”
“kak”
Robert mengelus Leo, “terima kasih atas segalanya, terima kasih karena kau sudah menjadi adik yang baik...”
“kak, jangan bicara begitu”
Robert tersenyum, “aku bahagia memilikimu, Leo” ia menutup matanya.
“kakak?” Leo panik.
Di ruangan Daisy,
Daisy sedang menelpon Molly.
“Molly, aku mengerti kenapa kau tidak mau mengangkat telponku. Jadi aku memberimu pesan suara ini, semoga kau tidak keberatan untuk mendengarnya. Robert sekarat, dia butuh kamu. Dia ingin melihatmu untuk terakhir kalinya, Robert tidak akan sembuh setelah ini. Dan mungkin juga ini terakhir kalinya kau melihat Robert, jadi aku mohon padamu. Aku mohon maafkan dia dan datanglah kemari, sebelum semuanya terlambat” Daisy menyimpan hp-nya.
“dokter, jantung pasien di kamar 20 berhenti berdetak” seorang suster masuk ke ruangan Daisy.
“Robert?” Daisy kaget.
***
Molly yang duduk di kamar, menangis mendengar pesan suara dari Daisy. Ia pun mengambil surat yang Leo berikan dan mulai membacanya.
Molly, aku minta maaf atas semua yang terjadi. Ini memang salahku, aku bodoh dan egois. Aku hanya memperdulikan diriku dan sama sekali tidak memikirkan perasaanmu.
Aku mencintaimu, Molly. Saat itu aku sudah memesan cincin untuk melamarmu, di dalam khayalanku kita akan menikah. Namun Daisy memberikan kabar buruk, kabar yang tidak ingin aku dengar. Hidupku akan segera berakhir, Molly. Aku bingung, aku putus asa dan aku pun mulai bertindak bodoh untuk membuatmu benci padaku.
Aku akui, aku sengaja menyewa perempuan itu agar kau marah dan membenciku. Aku sangat menyesal Molly, hal yang paling menyakitkan untukku adalah membuatmu menangis dan aku telah melakukannya.
Maafkan aku, aku bisa menerima jika kau membenciku sampai kapanpun. Semoga kau selalu bahagia.
Robert
Molly semakin menangis dan memeluk suratnya, ia pun berniat untuk pergi ke rumah sakit.
***
Di rumah sakit,
Molly berlari, ia mencari kamar tempat Robert dirawat. Molly masuk lift dan kembali berlari ke ruang perawatan.
“Molly?” Daisy melihat Molly.
“Daisy, mana Robert?”
“dia...”
“mana Robert?”
Daisy menoleh ke dalam salah satu ruangan.
Molly terdiam, ia pun masuk kesana dan melihat Leo.
“Molly” Leo terlihat tegar meski matanya merah.
Molly  melihat tubuh Robert yang sudah terbaring kaku disana, “aku terlambat” ia mendekati Robert.
“kakak ingin sekali melihatmu, Molly”
Molly menangis, “maafkan aku” ia memeluk Robert, “maafkan aku, Robert...”
Leo semakin sedih.
“Leo” Daisy mendekat.
Leo memeluk Daisy dan menangis.
Daisy hanya bisa mengelus Leo.
“Robert, aku mencintaimu” Molly semakin menangis.
***
Di sebuah pantai,
Leo sedang melamun, sudah hampir tiga tahun ia memimpin perusahaan setelah kepergian Robert.
Daisy yang memakai cincin diamond Robert, mendekati Leo.
Leo menoleh dan tersenyum.
“kau merindukannya?”
“ya, aku selalu merindukannya”
“tapi kau sudah merelakan dia kan?”
Leo menganguk, “aku hanya bisa mendoakannya dari sini”
Daisy tersenyum dan Leo merangkulnya.
“bagaimana dengan Molly? Apa dia akan datang ke pernikahan kita?”
“Molly sudah lulus minggu lalu, sepertinya ia akan kembali ke kotanya”
“begitukah?” Leo tersenyum.
Di pemakaman,
Molly menatap nisan Robert, “selamat tinggal, Robert” ia mencium nisan itu dan pergi.
The End
___
Thank’s for reading…

Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar