Author: Sherly Holmes
Penyunting : Erin_Adler
Genre:
Romance, Family, Sad
Cerita
ini hanya fiktif belaka
dan hanya untuk hiburan semata.
Di sebuah rumah sakit,
Seorang perempuan
menangis, ia melihat seorang pria yang terbaring di ICU lewat jendela. Lalu ia
duduk di ruang tunggu dan mengingat saat pertama kali bertemu dengan pria itu.
***
Di
taman,
Perempuan
itu menangis, seseorang memberinya tisu. Ia menoleh.
Seorang
pria kurus berkumis dengan rambut yang tidak rapi tersenyum, “kenapa kau
menangis? Apa pacarmu memutuskanmu?” ia duduk disampingnya.
Ia
menatap pria itu.
“hey,
jangan menatapku begitu. Jika tebakanku benar, kau tidak usah kesal padaku”
Ia
menunduk, “siapa kau?”
“aku?
Aku pelukis jalanan, mungkin bagimu. Tepatnya aku gelandangan”
Ia
kembali menatap pria itu.
“ok
ok, namaku Robert. Siapa namamu anak manis?”
“aku
Clara”
“ini
untukmu” Robert memberikan sebuah sketsa wajah.
“ini
gambarku? Ya ampun, keren sekali. Kau mau mengajarkanku?” Clara tersenyum.
Robert
menatap Clara dan tersenyum, “ok”
***
Clara kembali menangis,
“kamu harus sembuh Robert”
Pagi itu,
Clara membuka matanya, ia
melihat beberapa perawat masuk ke ruang ICU. Clara panik dan mengintip.
Ternyata mereka sedang
memberi tindakan pada Robert, mereka berusaha membantu Robert agar kembali
bernafas.
Clara menagis.
“nona” dokter mendekat.
“dokter” Clara menoleh.
“dia tidak akan bertahan
dengan keadaan seperti itu”
“dokter aku mohon dok,
berapa pun biayanya. Tolong sembuhkan dia”
“maafkan saya nona, tapi
untuk membuatnya sembuh. Itu sudah terlambat, kami tidak tau dia akan bertahan
sampai kapan”
Clara menunduk dan dokter
masuk ke ruangan itu.
***
Di
taman,
“Robert”
Clara mendekati Robert yang sedang melukis.
“hey,
kau akan belajar melukis lagi?”
“enggak
ah, pusing. Mungkin aku tidak berbakat”
“terus?”
“aku
pingin nemenin kamu aja”
Robert
diam dan menatap Clara, “ok”
Clara
tersenyum.
“kau
ingin aku melukis wajahmu lagi?”
***
Robert kembali bernafas,
Clara yang masih mengintip tersenyum. Aku
tau kau akan bertahan, Clara menghapus air matanya dan ia pun kembali
duduk.
***
Suatu
malam,
Di
sebuah club, Robert melamun sambil memegang segelas minuman.
“hey
Robert, kau kenapa? Ada masalah lagi?”
“aku
tidak tau”
“bagaimana
dengan anak perempuan yang selalu menemanimu?”
“kau
hebat bisa mendapatkan pacar seorang anak SMA”
“apa
maksud kalian? Kami hanya berteman, tidak lebih dari itu. Lagi pula umur kami
begitu jauh”
“jangan
begitu Robert, jika kau mencintainya akui saja. Kan lumayan, ku dengan dia anak
orang kaya”
“iya,
jika kau menikahinya. Hidupmu akan berubah”
Robert
melempar gelasnya, “jaga ucapan kalian!” ia marah.
“hey
hey, tenang kawan”
“aku
tidak suka kalian bicara seperti itu, aku tidak pernah bermaksud untuk
memanfaatkannya” Robert keluar.
Di
luar,
“Robert”
Clara tersenyum kelihat Robert.
“ya
ampun Clara, ngapain kamu disini?”
“aku
tadi ke rumah kamu, tapi kamu gak ada. Terus ada yang bilang kamu suka pergi
kesini setiap malam, jadi aku datang kesini”
“Clara,
kamu gak boleh kesini” Robert mengajaknya pergi menjauhi tempat itu.
“mulut
kamu bau alkohol”
Robert
menatap Clara, “jangan alihkan pembicaraan”
Clara
menunduk, “maaf”
“pokonya,
kamu gak boleh datang ke tempat itu lagi”
“iya,
aku janji”
Robert
tersenyum dan merangkulnya.
Di
rumah Robert,
“kenapa
kamu nyari aku malam-malam begini?”
“aku
pingin ketemu kamu”
“kangen?
Ya ampun, apa ayahmu tidak marah kau keluar malam?”
Clara
menunduk, “ayah tidak pernah peduli, dia hanya memikirkan dirinya sendiri”
Robert
menatap Clara dan mulai merokok, “kenapa kau bilang begitu?”
“sejak
aku kecil, ayah tidak pernah ada untukku. Dia tidak pernah peduli padaku, yang
dia pikirkan hanyalah dirinya sendiri”
“oh
ya? Lalu yang membiayai hidupmu siapa jika dia tidak peduli padamu?”
“kau
pikir uang itu segalanya?”
“ya,
jika tidak ada yang membeli lukisanku. Aku tidak makan”
Air
mata Clara menetes.
Robert
terdiam dan mematikan rokoknya, “maafkan aku” Robert memeluk Clara, “jangan
menangis, aku yakin ayahmu sangat menyayangimu”
Clara
memeluk Robet erat, “yang aku tau, hanya kau yang menyayangiku”
***
Dokter yang keluar dari
ruang ICU mendekati Clara, “kau ingin melihatnya?”
Clara mengangguk dan
masuk.
Di dalam,
Clara mendekati Robert dan
menangis melihat keadaannya, “kamu harus kuat Robert, aku tau kamu mencintaiku.
Aku tidak peduli siapa pun kamu, berapa pun umurmu. Aku tetap mencintaimu”
Clara memegang tangan Robert dan detak jantung Robert yang lemah mulai
meningkat.
Clara ingat saat mereka
makan di sebuah kedai,
***
Clara
mengajak Robert masuk ke sebuah kedai.
“ada
apa kau mengajakku kesini?”
“udah,
kamu duduk dulu”
“kamu
gak bolos sekolah kan?”
“enggak,
hari ini gurunya ada rapat. Percaya deh sama aku”
“ok”
Robert duduk.
“ayo
pesen makanan” Clara tersenyum.
“kamu
aja yang mesen, aku gak tau makanan anak jaman sekarang”
“it’s
not funny old man”
“ahah?”
“aku
bercanda” Clara tersenyum dan memesan.
Robert
hanya menatap Clara.
“eh,
kenapa sih kamu ngeliatin aku kaya gitu?”
“enggak”
Robert mengambil buku kecilnya dan mulai menggambar.
“kau
selalu membawa buku itu kemana-mana ya, jika disuruh memilih. Lebih baik
kehilangan buku itu atau aku?”
“apa
maksudmu?” Robert menatap Clara.
“tidak,
aku hanya ingin tau saja. Aku ingin tau apakah aku berarti untukmu atau..”
“tentu
saja kau berarti”
Clara
tersenyum dan makanan pesanan mereka datang.
“waw
cepat sekali”
“ini
kan fast food”
“iya,
aku tau. Tapi kau tidak boleh terlalu banyak memakan ini, ini junk food. Gak
bagus buat kesehatan, ngerti?”
Clara
mengangguk.
Robert
mulai memakannya, ia begitu lahap dan Clara tersenyum.
Aku senang bisa melihatmu makan seenak
itu, aku akan selalu membuatmu bahagia Robert.
“eh,
ngapain senyum-senyum?”
“itu,
ada mayonaise di bibir kamu” Clara mengambil tisu dan membersihkannya.
Robert
terdiam dan berhenti makan, “katakan, apa tujuanmu mengajakku kesini?”
“ok”
Clara menatap Robert, “kita sudah kenal lumayan lama kan?”
“2
bulan”
“ya
dan selama dua bulan ini aku merasa.., aku merasa nyaman berada disampingmu.
Kau memberi kehangatan yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya”
“ya,
aku pun. Kau anak yang baik dan aku senang bersamamu”
“aku
ingin kau menjadi pacarku”
Robert
menatap Clara dan marah, “apa kau sudah gila? Kau ingin aku menjadi pacarmu?
Sadar Clara, kau itu siapa dan aku siapa. Aku lebih pantas menjadi ayahmu”
“kita
hanya berbeda 20 tahun”
“hanya
katamu? Jangan sampai hal ini membutakanmu, aku mulai tidak suka pembicaraan
ini” Robert memalingkan wajahnya.
Clara
menangis, “kalau kamu gak mau jadi pacarku gak apa-apa. Tapi gak usah
marah-marah kaya gini” ia pergi.
Robert
yang kesal bangun dari tempat duduknya dan menendang kursi, ia pun melangkah
pergi.
“kau
seharusnya tidak bersikap seperti itu” seorang pria tua bicara pada Robert dari
belakang.
Robert
berhenti melangkah, “dia hanya anak kecil yang tidak tau apa-apa”
“cintai
itu suci, tidak ada yang salah dengan perasaan itu”
Robert
menoleh dan menatap pria tua itu, “tapi kita harus punya mata untuk menempatkan
cinta itu”
“tanyakan
pada hatimu”
“sampai
jumpa pria tua” Robert pergi.
Siang
itu,
Robert
bertemu dengan teman lamanya, ia adalah seorang psikolog.
“ada
apa Robert?”
“bisakah
kau membantuku sebentar? Tapi aku tidak punya uang untuk membayarmu”
Perempuan
itu tersenyum, “kita kan teman”
Robert
pun mulai menceritakan Clara kepada temannya itu.
“aku
rasa dia tidak menemukan sosok seorang ayah dalam hidupnya, maksudku meski pun
secara harfiah ayahnya ada. Tapi dia tidak pernah merasakan kasih sayangnya”
“lalu?”
“kau”
perempuan itu menatap Robert, “kau adalah orang yang membuat ia menemukan kasih
sayang itu”
“jadi
dia menyukaiku karena aku seperti ayah baginya?”
“ya,
bisa saja” perempuan itu tersenyum, “ada dua hal yang bisa terjadi pada
orang-orang seperti itu, pertama dia menyukai orang yang lebih tua darinya
karena ia sangat merasakan kasih sayang ayahnya. Jadi dia berusaha mencari
penggantinya, kedua karena dia tidak mendapatkan sosok seorang ayah dan itu
adalah kasus Clara”
“apakah
dia menderita dengan itu?”
“coba
kau bayangkan? Jika kita melihat orang lain begitu dekat dengan orang tuanya
sementara kita begitu jauh dan tak pernah bertatap muka, apa yang kau rasakan?”
“aku
mengerti”
“benarkah?”
Robert
menatap temannya.
“ok,
akan ku lanjutkan” perempuan itu tersenyum, “dia.., anak itu sangat membutuhkan
kasih sayang. Dan kau, mungkin baginya kaulah orang yang memberinya kasih
sayang. Kaulah yang membuat dia merasakan cinta”
“jadi
dia benar-benar mencintaiku?”
“aku
tidak tau pasti, bisa saja dia mencintaimu. Tapi bisa juga dia mencintaimu
karena menginginkanmu menggantikan ayahnya”
“jadi
dia menyukaiku karena aku berperan sebagai ayah? Itu berarti bukan cinta kan?
Jika dia sadar itu hanya kebutuhannya akan sosok seorang ayah, dia akan
melupakan cintanya padaku dan mencari pria lain”
“ya,
tapi bagaimana jika dia benar-benar mencintaimu?”
Robert
menatap temannya lagi.
“sebenarnya
aku tidak suka tatapan itu” perempuan itu mengelus Robert, “semuanya tergantung
dirimu Robert, tanyakan pada hatimu”
“kau
mulai bicara seperti kakek tua yang aku temui kemarin”
Perempuan
itu tersenyum, “kau mencintainya atau tidak?”
“aku
tidak tau”
Perempuan
itu menatap Robert dengan khawatir, “kau selalu begitu, bagaimana dengan
paru-parumu?” ia kembali mengelus Robert.
“baik”
Robert diam.
Di
taman,
Clara
sedang berkumpul bersama teman-temannya, Robert mendekat. Mereka semua menatap
Robert.
“hey”
Robert tersenyum.
Clara
menatap teman-temannya, “kalian mau dilukis? Bapak ini jago melukis, dulu aku
pernah dilukis”
Robert
diam, ia melihat ke arah lain dan menatap Clara. “maaf telah mengganggu kalian
nona-nona” ia pergi.
“Robert”
Clara memanggilnya.
Robert
menoleh dan menatap Clara.
“Clara,
kau mengenalnya?”
“iya”
Clara berlari dan memeluk Robert.
“aku
mencintaimu” Robert mencium kening Clara.
Teman-teman
Clara merasa aneh, “dia berpacaran dengan orang tua itu?”
***
Di ruang ICU,
Clara mengelus Robert,
“aku akan selalu ada disini Robert, aku akan menunggumu. Jika kau sembuh nanti,
aku akan bilang pada ayah agar kita menikah” Clara menangis, “aku sudah lulus
sekarang, aku bukan anak kecil lagi. Kau tau tidak? Nilaiku bagus, siapa yang
mengajarinya?” Clara tersenyum, “kau, tanpamu nilaiku tidak akan sehebat itu”
Clara ingat,
***
Sore
itu,
Clara
datang ke rumah Robert.
“Clara?”
Robert menyembunyikan sesuatu yang ia pegang.
“Robert,
apa itu?”
“bukan
apa-apa” Robert tersenyum dan memperlihatkan kedua tangannya yang kosong, “ada
apa kau kemari?”
“aku
ada PR”
“coba
ku lihat” Robert mendekat dan mengajari Clara, ia pun menemani Clara
mengerjakan PR-nya.
Aku akan melakukan apa pun yang tidak
ayahmu lakukan dan suatu saat nanti aku akan melepasmu agar kau mendapatkan
pria yang tepat sebagai pendamping hidupmu, Robert tersenyum.
“Robert,
kamu sedikit pucat”
“ah,
masa sih?” Robert merangkul Clara.
Clara
bersandar di pundak Robert, “makasih banyak ya”
“sudahlah,
ini hanya sebuah PR yang aneh”
“kau
sangat pintar, kenapa kau tidak bekerja di kantoran?”
“aku
tidak punya uang”
“jika
aku memberimu, kau mau menerimanya?”
“tidak”
Robert melepaskan Clara.
“Robert,
jangan marah”
Robert
menatap Clara, “iya” ia mengelusnya.
***
Besoknya,
Clara sedang mengintip
Robert lewat jendela.
“Clara”
Clara menoleh, “ayah?”
Ayah memeluk Clara,
“pulang nak, sudah dua minggu kamu menginap disini”
“aku mau disini ayah, aku
ingin menemani Robert”
“sayang, ayah sangat
khawatir padamu”
“ayah, berjanjilah kau
akan membiayai semuanya. Aku ingin dia sembuh ayah”
“iya sayang, ayah janji.
Ayah akan membayar berapa pun biayanya”
“terima kasih ayah”
Ayah Clara ingat,
***
Saat
itu,
Robert
datang ke kantor ayah Clara, “selamat siang”
“apa
kau yang bernama Robert?”
“ya,
ada apa tuan memanggilku?”
“duduklah”
Mereka
duduk bersama.
“aku
memanggilmu kesini untuk menanyakan sesuatu”
“kau
ingin tau kenapa anakmu berpacaran denganku?” Robert mengambil sesuatu di
sakunya, “jawabannya ada padamu tuan” Robert membuka sebuah botol berisi
tablet-tablet, ia pun menelan beberapa tablet.
“apa
itu?”
“ini
obat”
“kau
sakit?”
“kita
sedang tidak membicarakan itu kan?”
“ok,
intinya. Aku ingin kau menjauhi anakku”
Robert
menatap ayah Clara, “itu hal yang mudah, tapi kau akan merasakan sendiri
akibatnya jika kau tidak mau berubah”
“apa
maksudmu?”
Robert menatap ayah Clara, “ubah
sikapmu, buat dia berarti. Jadilah ayah yang baik, jangan sampai anakmu merasa
kau tidak ada di dunia ini” Robert pergi.
Ayah Clara terdiam.
Di rumah Robert,
Clara mendekati Robert yang sedang
melukis, ia tidak sengaja menyenggol tangan Robert dan lukisannya tercoret.
“ya ampun, Robert maafkan aku”
Robert menatap Clara, “apa yang kau
lakukan? Apa kau tidak tau? Lukisan ini harus segera selesai, besok pemiliknya
akan datang”
“maaf Robert, aku tidak sengaja.
Gimana kalau kita buat lagi dari awal?”
“buat lagi dari awal katamu? Aku
membutuhkan waktu berhari-hari untuk membuat ini”
“maaf” Clara menangis dan sangat
menyesal.
“pergi kamu, jangan ganggu aku lagi.
Pergi!” Robert membentak Clara.
“tapi...”
“kita putus”
“Robert, aku...”
“kamu gak denger? Belajar apa kamu di
sekolah?”
“aku denger, aku ngerti” Clara kesal
dan pergi.
Mata Robert memerah dan ia menutup
wajahnya dengan kedua tangannya, maafkan
aku Clara.
Beberapa hari kemudian,
Robert kembali datang ke kantor ayah
Clara dengan wajah yang pucat, ia masuk ke ruangan CEO. “ada apa lagi kau
memanggilku?” ia duduk dengan gaya tidak peduli, “bukankah aku sudah melakukan
yang kau inginkan?”
“kau sangat pucat, apa kau sakit?”
“itu bukan urusanmu tuan”
“ok, aku tidak akan membahas itu, aku
memanggilmu kesini karena aku ingin kau kembali bersama Clara”
“benarkah?”
“ya, aku serius. Dia tidak bisa
melupakanmu”
“apa kau membayarku untuk ini?”
“Robert, dia sakit”
Robert terdiam.
“dia tidak mau makan, aku khawatir.
Aku rasa hanya kau yang bisa membujuknya”
Mereka pun pergi ke rumah Clara.
Di kamar,
Clara sedang melamun, Robert masuk.
Clara menunduk.
“hey, ku dengar kau sakit” Robert
mendekat, “kau tidak mau makan, apa kau ingin mati?” Robert menatap Clara,
“pria seperti apa yang tega memutuskan gadis cantik sepertimu? Katakan?”
Clara menangis.
“jawabannya adalah aku” Robert
mengambil semangkuk bubur yang ada di meja, “makanlah, sesuap saja”
Clara menggeleng.
“kau ingin aku yang menghabiskannya?
Ayolah Clara, sedikit saja”
“aku gak mau” Clara melemparkan mangkuk
itu hingga pecah.
“ok, fine. Aku gak akan ganggu kamu
lagi. Terserah, kamu mau ngapain aja. Terserah, aku gak akan peduli lagi”
“Robert” Clara memegang tangan
Robert.
Robert duduk dan mengelus Clara,
“makan sayang, jangan seperti ini”
Clara memeluk Robert.
“maafkan aku”
“jangan putusin aku Robert”
“iya, aku gak akan putusin kamu”
Clara tersenyum.
Robert mau mencium bibir Clara, Clara
menutup matanya. Tapi Robert malah berubah mencium kening Clara.
Clara membuka matanya dan menatap
Robert, Robert pun mengelusnya.
“aku pergi dulu ya, kamu cepet
sembuh”
Clara mengangguk.
Di luar,
“Robert, bisa kita bicara?”
“maaf tuan, aku harus pulang”
“Robert”
Robert menoleh, “ada apa lagi?”
“apa yang kau lakukan padanya
sehingga dia tidak mau jauh darimu?”
“aku sudah bilang padamu kan? Dia
butuh kasih sayang, hanya itu tuan. Coba dekati dia, rangkul dia. Tunjukan
bahwa dia mempunyai seorang ayah, apa kau tidak mengerti?”
***
Ayah masih memeluk Clara, “ayah sayang padamu nak”
“aku juga sayang ayah”
Robert tiba-tiba kejang, ayah melihat itu dan melepas
pelukanya. Clara menoleh dan para perawat mulai masuk ke ruang ICU.
“Robert...” Clara terdiam melihat itu.
Dokter masuk kesana, “periksa jantungnya”
“jantungnya berdetak sangat kencang dok, tapi aliran darahnya
tidak sampai ke otak”
“gawat”
Robert berhenti kejang.
“tekanan darah semakin menurun”
“jantungnya berhenti berdetak dok”
“tidak ada reaksi terhadap oksigen”
“ambil alat pacu jantung”
Clara menangis,
***
Hari itu,
Clara masuk ke rumah Robert dan
melihat Robert terbaring lemas di lantai, nafasnya begitu berat.
“Robert?” Clara membantu Robert
berdiri dan membaringkannya di kasur.
Robert yang masih agak sulit bernafas
menunjuk sesuatu di lemari, Clara membukanya dan ternyata itu adalah sebuah
oksigen.
Robert memakainya dan mulai merasa
lega, Clara hanya diam melihat itu.
Robert menatap Clara, “jangan pernah
mencium bibirku”
“kamu sakit apa?”
“paru-paru” Robert sedikit sedih
mengakui itu kepada Clara.
Clara menangis, “kenapa kamu gak
pernah bilang?”
“aku takut kamu sedih”
Clara memeluk Robert, “aku sayang
kamu”
“aku juga”
“kamu mau kan ke dokter?”
“gak usah sayang”
“Robert, biar kamu cepet sembuh”
“ya udah, gimana kamu aja”
Mereka pun masuk ke mobil.
“jalan pak”
“siap non”
Clara memeluk Robert, “aku dapet
nilai bagus lho tadi”
“o ya?”
“iya, terus guruku nanya. Siapa yang
ngajarin aku, terus aku bilang ‘pacarku yang mengajariku’”
Robert tersenyum.
Mereka pun sampai.
Robert diperiksa dan Clara menunggu
di ruang tunggu.
Di dalam,
“gimana dok?”
“penyakit anda sudah parah tuan, anda
sudah terlambat untuk berobat”
“jadi, aku tidak akan sembuh?”
Dengan berat hati, dokter itu pun
mengangguk.
“apa aku akan segera mati? Katakan
dokter”
“mungkin satu bulan lagi tuan”
Robert berdiri dan menahan emosinya,
ia pun keluar.
“sayang, bagaimana?” Clara tersenyum.
Tapi Robert tetap berjalan
meninggalkan Clara.
“Robert” Clara mengejarnya.
Robert memanggil taxi dan masuk ke
taxi itu, “jalan pak”
“Robert” Clara berteriak.
Supir pun mengejar Robert, “tuan,
tolong berhenti tuan”
“jalan terus pak” Robert tidak peduli
dan menahan air matanya.
***
“siap, 1 2” dokter menempelkan alat pacu jantung ke dada
Robert.
Dak...
Dada Robert terangkat.
“tidak ada reaksi dok”
“tambah dayanya”
Dak...
Alat deteksi jantung tetap berbunyi datar.
“tambah dayanya”
Dak...
“fungsi otak mulai melemah”
“sial, ayo lakukan lagi”
Dak...
***
Di sebuah telpon umum, Robert
menelpon Clara.
“hallo?”
“sayang, ini aku”
“Robert, kamu dimana?”
“maafkan aku, bisa bertemu di kedai
sekarang?”
“ya, tentu”
Di kedai,
Robert duduk menunggu Clara, Clara
datang. Ia tersenyum dan mendekat.
“duduklah sayang”
“kamu kemana aja? Udah dua minggu
kamu menghilang”
“maafkan aku, aku janji tidak akan
pergi lagi”
“kamu makin kurus, apa yang terjadi?”
“emh...” Robert menunduk.
Clara memegang tangan Robert, “apa
yang tidak kau katakan padaku?”
“aku tidak akan sembuh Clara, aku
akan mati”
Clara mengelus Robert, “karena itukah
kau pergi?”
Robert mengangguk.
“hey, kamu mencukur kumismu? Rambut
kamu juga jadi rapi sekarang, tambah cakep”
“aku hanya ingin terlihat berbeda”
Robert tersenyum.
Clara menatap Robert, “percayakah kau
tentang sebuah keajaiban?”
Robert menatap Clara.
“aku akan selalu berdo’a untuk
kesembuhanmu Robert”
Robert mengangguk.
Di rumah,
Robert mulai sesak dan merasa sakit,
ia berjalan sempoyongan dan menjatuhkan benda-benda yang ada di dekatnya.
“h...” Robert terjatuh dan mulai
batuk darah.
Clara yang melihat itu panik,
“Robert”
Robert yang terkapar di lantai terus
batuk darah dan darahnya mengenai lantai.
Clara mendekat, “sayang”
Robert menatap Clara dengan lemas.
Clara menelpon ambulan, tapi ia
melihat Robert sudah tidak bergerak dengan mata yang tertutup. “Robert?” Clara
memeluk Robert, “bangun sayang”
Telpon pun mulai tersambung.
“tolong, aku butuh ambulan sekarang”
***
Dokter menyerah, “cabut alat penunjang hidupnya”
Para perawat pun mulai mencabutnya satu per satu dari tubuh
Robert.
Clara masuk, “dokter”
“maafkan kami nona”
Clara menangis dan mendekati Robert, “aku mencintaimu”
Robert membuka matanya, “C...Cla...Ra”
“Robert?”
“aku... men...cin...ta...i mu...”
Clara mengangguk.
“ma..afkan aku... Cla...ra...” Robert mulai sesak.
“iya, aku juga minta maaf” Clara mengelus Robert, “aku tidak
akan memaksamu lagi untuk bertahan, mereka sudah mencabut alat penunjang
hidupmu. Aku rela Robert, aku rela”
“terima... kasih...” Robert menutup matanya perlahan.
Clara menutup mulutnya dengan tangan, ia sadar Robert baru
saja meninggal.
Clara berusaha tegar, “terima kasih Robert, terima kasih kau
mau bertahan sejauh ini untukku” Clara mencium kening Robert dan kembali
menangis, “aku mencintaimu”
Ayah mendekat dan memeluk Clara, “sabar nak”
Clara mengangguk.
Beberapa hari kemudian,
Clara mengambil buku kecil milik Robert, ia duduk di sofa dan
membukanya. Clara melihat begitu banyak sketsa wajahnya dengan berbagai expresi
dan di akhir buku, ia melihat sebuah tulisan.
Aku yakin, suatu saat kau akan
mendapatkan cintamu. Aku bukanlah orang itu Clara, aku bukan calon
pendampingmu. Aku hanya orang yang membantumu untuk mendapatkan bagaimana kasih
sayang seorang ayah dan aku senang melihatmu telah berbaikan dengan ayahmu. Dia
orang tua yang baik, aku tau itu.
Pelukis Jalanan,
Robert
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang
membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar