Jumat, 18 Maret 2016

My Cool Fathers 5 :The Troubles



Author : Sherly Holmes
Genre : School-life, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Hari itu,
Pak Robert masuk ke kelas, dengan wajahnya kecewanya, namun lebih tenang daripada saat bicara pada ku di rumahnya dulu.
“sebenarnya bapak suka dengan kelas ini, ini adalah kelas favorite bapak karena mahasiswanya aktif-aktif. Tapi kenapa? Selalu ada masalah dengan kelas ini, bapak gak ngerti” Robert manatap kami semua, “dulu kan bapak pernah bilang, kalau kalian ada apa-apa mengenai mata pelajaran bapak. Bicara sama bapak, jangan dulu di ekspose yang enggak-engak” Robert terlihat tegar dan berusaha tenang di depan kami, tapi aku tau, jauh di lubuk hatinya, ia amat kecewa.
“sekarang bapak tanya, siapa yang nulis status di BBM dan punya kontaknya pak dekan? Waktu kami lagi di luar kota untuk studi banding, dia memangil bapak dan bertanya tentang itu di depan para dosen. Bapak ini malu banget lho, entar dosen lain nganggap bapak gimana?”
Lalu salah satu anak pintar itu menganggkat tangannya dengan gemetar.
Aku mulai kaget, kok si Ica ngangkat tangannya sambil gemetar gitu sih? Biasanya juga dia berani buat berpendapat.
“maaf pak, sebenarnya ceritanya begini. Saat itu kami melihat nilai dan yang mendapat nilai A kebetulan orang yang suka les sama bapak”
Aku terdiam, aku menatap Iren dan aku memiliki firasat buruk tentang ini.
Ica melanjutkan bicaranya dengan gemetar yang belum berhenti, “terus mungkin karena lelah setelah organisasi, jadi saya bikin status gak jelas” ia tersenyum, berharap pak Robert bisa memaklumminya.
Aku terdiam, apa hubungannya lelah dengan su’uzon? Ok, lelah memang terkadang bisa membuat emosi. Tapi su’uzon, mana mungkin karena lelah jadi su’uzon. Menurutku sih, itu emang hatinya aja seperti itu. Maaf ya, tapi alasan kamu itu gak masuk akal bangen, kaya ngomong sama anak kecil aja.
Saat itu aku belum emosi karena aku tau, jika pembicaraan mereka mengarah pada nilai Iren.
Lalu Imelda pun menambahkan, “saya yang mengcopy status Ica, pak dan saya lupa kalau di kontak BBM saya ada kontak dosennya”
Bo’ong banget dia, orang di BBM-nya banyak kontak para dosen, masa lupa.
Pak Robert hanya memperhatikan ekspresi mereka, dan aku mendengarkan alibi mereka dengan sangat hati-hati. Aku ingin tau bagaimana mereka mengakui kesalahan mereka, apakah gentle atau seperti biasa? Mencuci nama baik atas nama kelas.
“jadi pak, kami ini cuma mewakili perasaan dan pendapat temen-temen di kelas”
What? Aku melihat ke sekitar dan melihat teman-teman lain kaget, aku semakin tidak suka dengan mereka. Lagi-lagi mencuci tangan atas nama kelas, maaf saja ya, aku tidak pernah melalukan hal-hal buruk seperti itu.
Prinsip hidupku adalah, masa bodoh dengan apa yang terjadi. Tapi dalam hal positif, yaitu simpati saat orang lain sedih dan ikut senang saat mereka happy. Bukan senang di atas penderitaan orang dan menderita di bawah kesenangan orang. It’s so so bad…
Lalu pak Robert kembali bicara, “ya sudah lah, bapak tidak mau memperpanjang hal ini. Lagipula jika pak dekan mempermasalahkan ini lagi, bapak punya bukti kok. Bapak akan ngasih hasil ujian kalian ke pak dekan biar dia tau jika itu memang benar-benar nilai yang kalian dapatkan tanpa adanya unsur apapun”
Iren menangis karena kejadian itu, ia tau mereka iri karena Iren yang jarang masuk itu mendapat nilai A dan para super duper pinter itu malah dapet B dengan angka 6-75 saja.
Karena itulah, aku mulai aktif di BBM. Ya, meski tidak membuat status yang aneh dan alay seperti mereka. Aku hanya membantu menjawab pertanyaan dari teman yang ada di BBM atau pengumunan di grup kelas. Dan tujuan utamaku masuk ke BBM adalah untuk melihat status mereka apabila ada status menyebalkan muncul.
Saat melihat status Ica yang berisi tentang masalah itu, aku kesal. Aku sadar, bukan hanya Iren dan pak Robert yang mereka fitnah disini. Tapi aku juga.
Disitu ditulis, ‘serasa jaman SMA deh, gara-gara les, nilainya jadi bagus’
What? Jadi dia meragukan nilai bagusku? Aku pun jadi berfikir buruk padanya, jangan-jangan SMA nya dulu ngasih nilainya gak pernah fair. Katanya sekolah unggulan, kok gitu ya? Aku bersyukur sekolah di SMK.
Di rumah,
Aku pun mulai bertanya pada Heni yang sekarang satu genk dengan mereka lewat SMS. Apa benar mereka mewakili teman sekelas? Teman yang mana ya? Jangan-jangan cuma pikiran teman-teman satu genk nya aja yang super duper pinter dan so hebat itu?
Lalu dia menjawab, ‘nanti aja ceritanya, kalau lewat sms takut salah faham’
Aku tersenyum dengan sedikit kesal, bilang aja takut. Beraninya cuma keroyokan.
Besoknya,
Semua semakin jelas, teman sekelas tidak ada yang berfikir buruk seperti itu. Dan jelas sekali yang berfikir negative hanya para super duper pinter itu saja, aku bersyukur semua dapat melihat keburukan mereka. Sedangkan aku, Iren dan pak Robert, tetap baik di mata mereka.
Pak Robert pun pernah bilang jika ia siap memperlihatkan hasil ujian pada mereka agar mereka tau dimana yang salah. Aku sih sangat berharap itu terjadi, agar mereka tau dimana mereka menjawab pertanyaan dengan bodohnya.
Sejak saat itu,
Aku tidak pernah mengidolakan Heni lagi. Perempuan hebat yang begitu aku banggakan dan aku kagumi bahkan aku pernah secara terang-terangan bilang padanya bahwa aku mengidolakannya, sekarang semuanya musnah. Ya, orang sempurna itu berubah menjadi egois, selfish. Aku merasa, nuraninya yang penyayang dan lembut itu, tidak ada lagi. Cara bicaranya yang tenang, kini tidak membuat sejuk lagi. Tapi hanya terdengar sebagai alibi atau kedok agar terlihat baik di depan orang.
Hal ini mengajarkanku untuk tidak mengidolakan siapa pun terutama orang lain yang terlihat sempurna, karena sebenarnya, kita juga memiliki kelebihan yang tidak mereka miliki.
Ya, mereka pintar dan hebat dalam bicara. Disukai dosen karena itu, tapi di balik semua itu… tersimpan rasa iri dan hal negative di hati mereka jika orang lain bahagia.
Bersyukurlah karena diriku tidak memiliki hati jelek seperti itu, aku selalu membiarkan semuanya mengalir dan menjauhi rasa iri pada orang lain. Dan sekarang, aku merasa diriku lebih baik dari para super duper itu.
Terima kasih Tuhan…
Aku pun bicara dengan  beberapa teman tentang masalah ini, ya, setiap masalah tidak akan berlangsung sebentar. Selalu saja panjang karena banyak yang ingin tau dengan begitu detail, kepo gitu deh.
Cara penilaian pak Robert memang berbeda, ia menilai pure dulu dari UTS, UAS dan Tugas. Baru ditambah absen, itu lah yang membuat nilai Iren bagus. Berbeda dengan dosen lain yang langsung memberi nilai jelek karena absen, jika seperti itu, berarti absen ada dimana-mana dan tidak terpisah secara sendiri. Padahal di peraturan nilai IPK kan sudah dijelaskan bahwa semuanya dipisah dan baru disatukan saat akhir.
Aku bersyukur tidak menjadi sisi yang bersalah dan aku siap jika harus dibuktikan, karena aku yakin papperku memang benar.
Aku mengambil hikmah saja dari kejadian itu, aku pun semakin dekat dengan pak Robert. Mungkin karena dia tau, jika kami memang anak yang baik, tidak seperti mereka yang sedikit-sedikit lapor padahal masalahnya belum jelas.
***
Malam itu,
Aku berfikir, kenapa setiap orang yang iri padaku selalu orang pintar di kelas? Aku jadi sebel sama orang pinter, harusnya sih gak gitu. Coba bayangkan, jika semua orang bodoh, mana mungkin Negara kita maju? Tapi kalau pinter keblinger, tetep aja gak akan bisa memajukan Negara juga kan? Yang ada malah ngerugiin Negara, seperti orang-orang yang korupsi contohnya.
Aku pun berniat untuk menjadi semakin pintar melebihi mereka, namun aku tidak akan bersikap sama seperti mereka. Aku lebih memilih maju bersama teman-teman sekelas dari pada mendahulukan kelompok atau genk seperti mereka.
Dan setelah kejadian itu, hal buruk kembali terasa. Mereka menganggapku dekat dengan pak Robert karena les dan nilai itu pasti karena aku dan Iren dikasih jawabannya. Ya Tuhan.. kenapa hal ini lagi-lagi terjadi?
Intinya, semua berfikir jika aku dan pak Robert memang dekat dan ada apa-apanya.
To be Continued
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar