Author : Sherly Holmes
Genre : School-life, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
Hari itu,
Pak Robert masuk ke kelas,
dengan wajahnya kecewanya, namun lebih tenang daripada saat bicara pada ku di
rumahnya dulu.
“sebenarnya bapak suka
dengan kelas ini, ini adalah kelas favorite bapak karena mahasiswanya
aktif-aktif. Tapi kenapa? Selalu ada masalah dengan kelas ini, bapak gak
ngerti” Robert manatap kami semua, “dulu kan bapak pernah bilang, kalau kalian
ada apa-apa mengenai mata pelajaran bapak. Bicara sama bapak, jangan dulu di
ekspose yang enggak-engak” Robert terlihat tegar dan berusaha tenang di depan
kami, tapi aku tau, jauh di lubuk hatinya, ia amat kecewa.
“sekarang bapak tanya,
siapa yang nulis status di BBM dan punya kontaknya pak dekan? Waktu kami lagi
di luar kota untuk studi banding, dia memangil bapak dan bertanya tentang itu
di depan para dosen. Bapak ini malu banget lho, entar dosen lain nganggap bapak
gimana?”
Lalu salah satu anak
pintar itu menganggkat tangannya dengan gemetar.
Aku mulai kaget, kok si
Ica ngangkat tangannya sambil gemetar gitu sih? Biasanya juga dia berani buat
berpendapat.
“maaf pak, sebenarnya
ceritanya begini. Saat itu kami melihat nilai dan yang mendapat nilai A
kebetulan orang yang suka les sama bapak”
Aku terdiam, aku menatap
Iren dan aku memiliki firasat buruk tentang ini.
Ica melanjutkan bicaranya
dengan gemetar yang belum berhenti, “terus mungkin karena lelah setelah
organisasi, jadi saya bikin status gak jelas” ia tersenyum, berharap pak Robert
bisa memaklumminya.
Aku terdiam, apa
hubungannya lelah dengan su’uzon? Ok, lelah memang terkadang bisa membuat
emosi. Tapi su’uzon, mana mungkin karena lelah jadi su’uzon. Menurutku sih, itu
emang hatinya aja seperti itu. Maaf ya, tapi alasan kamu itu gak masuk akal
bangen, kaya ngomong sama anak
kecil aja.
Saat itu aku belum emosi
karena aku tau, jika pembicaraan mereka mengarah pada nilai Iren.
Lalu Imelda pun
menambahkan, “saya yang mengcopy status Ica, pak dan saya lupa kalau di kontak
BBM saya ada kontak dosennya”
Bo’ong banget dia, orang
di BBM-nya banyak kontak para dosen, masa lupa.
Pak Robert hanya
memperhatikan ekspresi mereka, dan aku mendengarkan alibi mereka dengan sangat
hati-hati. Aku ingin tau bagaimana mereka mengakui kesalahan mereka, apakah
gentle atau seperti biasa? Mencuci
nama baik atas nama kelas.
“jadi pak, kami ini cuma
mewakili perasaan dan pendapat temen-temen di kelas”
What? Aku melihat ke
sekitar dan melihat teman-teman lain kaget, aku semakin tidak suka dengan mereka.
Lagi-lagi mencuci tangan atas nama kelas, maaf saja ya, aku tidak pernah
melalukan hal-hal buruk seperti itu.
Prinsip hidupku adalah,
masa bodoh dengan apa yang terjadi. Tapi dalam hal positif, yaitu simpati saat
orang lain sedih dan ikut senang saat mereka happy. Bukan senang di atas
penderitaan orang dan menderita di bawah kesenangan orang. It’s so so bad…
Lalu pak Robert kembali
bicara, “ya sudah lah, bapak tidak mau memperpanjang hal ini. Lagipula jika pak
dekan mempermasalahkan ini lagi, bapak punya bukti kok. Bapak akan ngasih hasil
ujian kalian ke pak dekan biar dia tau jika itu memang benar-benar nilai yang
kalian dapatkan tanpa adanya unsur apapun”
Iren menangis karena
kejadian itu, ia tau mereka iri karena Iren yang jarang masuk itu mendapat
nilai A dan para super duper pinter itu malah dapet B dengan angka 6-75 saja.
Karena itulah, aku mulai
aktif di BBM. Ya, meski tidak membuat status yang aneh dan alay seperti mereka.
Aku hanya membantu menjawab pertanyaan dari teman yang ada di BBM atau pengumunan di grup kelas. Dan tujuan
utamaku masuk ke BBM adalah untuk melihat status mereka apabila ada status
menyebalkan muncul.
Saat melihat status Ica
yang berisi tentang masalah itu, aku kesal. Aku sadar, bukan hanya Iren dan pak
Robert yang mereka fitnah disini. Tapi aku juga.
Disitu ditulis, ‘serasa
jaman SMA deh, gara-gara les, nilainya jadi bagus’
What? Jadi dia meragukan
nilai bagusku? Aku pun jadi berfikir buruk
padanya, jangan-jangan SMA nya dulu ngasih nilainya gak pernah fair. Katanya
sekolah unggulan, kok gitu ya? Aku bersyukur sekolah di SMK.
Di rumah,
Aku pun mulai bertanya
pada Heni yang sekarang satu genk dengan mereka lewat SMS. Apa benar mereka
mewakili teman sekelas? Teman yang mana ya? Jangan-jangan cuma pikiran
teman-teman satu genk nya aja yang super duper pinter dan so hebat itu?
Lalu dia menjawab, ‘nanti
aja ceritanya, kalau lewat sms takut salah faham’
Aku tersenyum dengan
sedikit kesal, bilang aja takut. Beraninya cuma keroyokan.
Besoknya,
Semua semakin jelas, teman
sekelas tidak ada yang berfikir buruk seperti itu. Dan jelas sekali yang
berfikir negative hanya para super duper pinter itu saja, aku bersyukur semua
dapat melihat keburukan mereka. Sedangkan aku, Iren dan pak Robert, tetap baik
di mata mereka.
Pak Robert pun pernah bilang
jika ia siap memperlihatkan hasil ujian pada mereka agar mereka tau dimana yang
salah. Aku sih sangat berharap itu terjadi, agar mereka tau dimana mereka
menjawab pertanyaan dengan bodohnya.
Sejak saat itu,
Aku tidak pernah
mengidolakan Heni lagi. Perempuan hebat yang
begitu aku banggakan dan aku kagumi bahkan aku pernah secara terang-terangan
bilang padanya bahwa aku mengidolakannya, sekarang semuanya musnah. Ya, orang
sempurna itu berubah menjadi egois, selfish. Aku merasa, nuraninya yang
penyayang dan lembut
itu, tidak ada lagi. Cara bicaranya yang tenang, kini tidak membuat sejuk lagi.
Tapi hanya terdengar sebagai
alibi atau kedok agar terlihat baik di depan orang.
Hal ini mengajarkanku untuk tidak mengidolakan siapa pun
terutama orang lain yang terlihat sempurna, karena sebenarnya, kita juga
memiliki kelebihan yang tidak mereka
miliki.
Ya, mereka pintar dan
hebat dalam bicara. Disukai dosen karena itu, tapi di balik semua itu…
tersimpan rasa iri dan hal negative di hati mereka jika orang lain bahagia.
Bersyukurlah karena diriku
tidak memiliki hati jelek seperti itu, aku selalu membiarkan semuanya mengalir
dan menjauhi rasa iri pada orang lain. Dan sekarang, aku merasa diriku lebih baik dari para super duper
itu.
Terima kasih Tuhan…
Aku pun bicara dengan beberapa teman tentang masalah ini, ya,
setiap masalah tidak akan berlangsung sebentar. Selalu saja panjang karena
banyak yang ingin tau dengan begitu detail, kepo gitu deh.
Cara penilaian pak Robert
memang berbeda, ia menilai pure dulu dari UTS, UAS dan Tugas. Baru ditambah
absen, itu lah yang membuat nilai Iren bagus. Berbeda dengan dosen lain yang
langsung memberi nilai jelek karena absen, jika seperti itu, berarti absen ada
dimana-mana dan tidak terpisah secara sendiri. Padahal di peraturan nilai IPK
kan sudah dijelaskan bahwa semuanya dipisah dan baru disatukan saat akhir.
Aku bersyukur tidak
menjadi sisi yang bersalah dan aku siap jika harus dibuktikan, karena aku yakin
papperku memang benar.
Aku mengambil hikmah saja
dari kejadian itu, aku pun semakin dekat dengan pak Robert. Mungkin karena dia
tau, jika kami memang anak yang baik, tidak seperti mereka yang sedikit-sedikit
lapor padahal masalahnya belum jelas.
***
Malam itu,
Aku berfikir, kenapa
setiap orang yang iri padaku selalu orang pintar di kelas? Aku jadi sebel sama
orang pinter, harusnya sih gak gitu. Coba bayangkan, jika semua orang bodoh,
mana mungkin Negara kita maju? Tapi kalau pinter keblinger, tetep aja gak akan
bisa memajukan Negara juga kan? Yang ada malah ngerugiin Negara, seperti
orang-orang yang korupsi contohnya.
Aku pun berniat untuk
menjadi semakin pintar melebihi mereka, namun aku tidak akan bersikap sama
seperti mereka. Aku lebih memilih maju bersama teman-teman sekelas dari pada
mendahulukan kelompok atau genk seperti mereka.
Dan setelah kejadian itu,
hal buruk kembali terasa. Mereka menganggapku dekat dengan pak Robert karena
les dan nilai itu pasti karena aku dan Iren dikasih jawabannya. Ya Tuhan..
kenapa hal ini lagi-lagi terjadi?
Intinya, semua berfikir
jika aku dan pak Robert memang dekat dan ada apa-apanya.
To be Continued
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang
menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar