Jumat, 18 Maret 2016

My Cool Fathers 8 : Every Breaking Wave



Author : Sherly Holmes
Genre : School-life, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Porseni pun dimulai,
Dan porseni terakhir adalah keterampilan seni yang akan di adakan di lapang fakultas. Panggung sudah disiapkan dan aku melihat dosen yang sedang ceck sound, aku mendekat dan ternyata yang sedang ceck sound adalah dua ayahku yang keren, yaitu pak Robert dan Pak Paul.
OMG… pak Paul menyanyi dan pak Robert yang mengiringi dengan petikan gitarnya, aku langsung mengabadikan itu. Begitu bahagianya aku karena dua orang yang aku sayangi sangat bertalenta dalam bermusik.
Aku semakin mendekati mereka dan pak Robert pun menarikku ke dekatnya, tanpa sadar aku memeluknya. OMG, disitu kan banyak mahasiswa. Ya ampun, jangan terlalu seneng gitu dong. Control diri, Cinta.
Pak Robert kaget melihat itu, tapi dia pura-pura tidak terjadi apa-apa. Seperti yang aku bilang, pak Robert memang tidak tau jika aku dan Pak Paul itu saudara.
Setelah itu,
Aku kembali ke teman-temanku dengan tersenyum senang, teman yang tau tentang persaudaraan kami sih, tidak masalah. Mereka malah ikut tersenyum dengan kebodohanku.
Lalu,
Pak Paul tiba-tiba menghilang, kemana dia? Ya ampun paman, paman dimana? Aku pun mencari pak Paul, tapi Dekanku menatap dengan sinis.
“mau apa kamu nyari pak Paul?”
OMG, kok gitu? Jangan-jangan karena saat itu dia melihat aku merangkul pak Paul di hotel dan tadi aku memeluknya di panggung?
“enggak kok pak” aku tersenyum dan pergi.
Aku mengerti kenapa dia bersikap seperti itu, mungkin dia mengira aku punya hubungan dengan pak Paul. Ya, mungkin yang negative-negatif lah. Karena dia memang tidak tau kami saudara, no problem.
Aku melihat pak Robert yang duduk sambil memegang gitarnya, aku pun mendekat naik dan meminjamnya.
Pak Robert tersenyum, “kamu mau nyanyi?”
“iya pak”
Yang aku ingat hanyalah, saat itu aku punya hutang untuk menyanyi karena salah menjawab soal.
Aku menyanyi dan pak Robert memperhatikanku terus, ia pun mulai mengiringi dengan gitar lain.
Ya Tuhan… seandainya ada pak Paul, sebenarnya lagu ini aku nyanyikan untuk dia karena begitu sempurna untuk menjadi ayahku.
Setelah aku menyanyi, aku turun dari panggung. Dan seseorang langsung berkomentar…
“cuma main gitar doing juga, itu sih gampang. Aku juga bisa”
Lalu seorang dosen tersenyum, “kok kamu gak nyanyi?”
“enggak ah pak, kalau penyanyi asli itu gak mungkin nyanyi di tempat ginian”
Ya ampun, sombong banget sih? Tapi aku tidak mau memperpanjang hal itu, lebih baik aku pergi saja.
Besoknya,
Videoku mulai ramai diperbincangkan oleh teman-teman di kampus, tapi tiba-tiba, salah seorang adik tingkat bicara sinis…
“cuma gitu doang juga, kamu juga upload aja video main gitar ke medsos”
“iya”
Mereka berdua pun pergi.
Hello? Apa itu sengaja mereka bicarakan di dekat aku? Atau mereka sinis karena kakak tingkat yang mereka taksir mengagumi vidioku bersama pak Robert?
Ya, aku sadar. Jaman sudah berubah, sekarang perempuan yang bermain gitar itu biasa dan menjamur dimana-mana, tapi satu hal yang harus diingat. Gak semua cewek punya taste saat main gitar. Kebanyakan asal bunyi dan asyik sendiri saja. Dan aku berani jamin jika taste-ku lebih baik dari anak tadi, tapi lupakan sajalah.
Yang aku syukuri saat ini adalah, aku semakin dekat dengan paman Paul. Kami tidak sungkan lagi dan itu tandanya, aku mungkin bisa sedikit manja seperti pada ayahku sendiri. Hihi…
Thank God… karena pak Robert juga sampai saat ini baik-baik saja padaku, tidak ada jaga jarak atau apapun karena sangkaan yang aneh-aneh.
Bahkan sekarang, pak Arman yang jutek pun berubah baik padaku. Ya, aku gak akan ngelak jika itu karena paman Paul dan pak Robert. soalnya pak Arman sekarang sudah tau jika pak Paul itu pamanku.
Terima kasih Tuhan…
To be Continued
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar