Author : Sherly Holmes
Genre : School-life, Romance
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
note : cerita ini terinspirasi dari game Bully Schoolarship
Hari itu,
Seorang perempuan paruh baya, masuk ke sebuah sekolah mewah bersama
beberapa pria yang mendampinginya.
Mereka masuk ke ruang kepala sekolah, disana terlihat seorang pria muda
yang memakai seragam sekolah sedang berdiri sambil menunduk.
“Robert, kamu kenapa, nak?” perempuan itu khawatir.
“ibu…” Robert begitu menyesal.
Kepala sekolah menatap ibu Robert, “silahkan duduk, nyonya Downey”
Mereka pun duduk dan mulai bicara.
“anakmu membuat kartu pelajar palsu dan kartu perpustakaan sekolah palsu
untuk para siswa”
“apa?” ibu kaget.
Seorang asisten kepala sekolah itu mengeluarkan semua card dari sebuah
kantung besar.
Ibu Robert tidak percaya jika anaknya benar-benar melakukan itu, “sayang,
benarkah kau yang melakukannya?”
“maafkan aku, bu”
Dan karena hal ini, Robert pun dikeluarkan dari sekolah.
Di rumah,
Ayah marah besar pada Robert, Robert dimarahi habis-habisan dan ibu begitu
khawatir.
“pikiran kamu dimana? Kamu udah mempermalukan keluarga kita”
“aku tau, ayah”
“jika kau tau, kenapa kau melakukan itu?” ayah semakin kesal.
“aku hanya ingin perhatian ayah dan ibu, kalian selalu membiarkanku di
asrama sekolah sejak aku kecil”
Ayah menampar Robert, “jaga bicaramu”
“ayah, hentikan” ibu mendekat dan memeluk Robert.
“dia harus diberi pelajaran, bu”
“jangan, ayah” ibu menangis dan mengelus anak satu-satunya yang ia sayangi.
“maafkan aku, bu” Robert pergi menaiki tangga dan masuk ke kamarnya.
Ibu menatap ayah.
“aku sudah menemukan sekolah yang tepat untuk anak seperti dia” ayah
memperlihatkan brosur sekolah itu.
“ya Tuhan…” ibu kaget, “ayah, bukankah ini sekolah untuk…”
“dia harus diberi pelajaran agar mengerti, bu”
Ibu pun menunduk.
***
Robert turun dari mobil dan menatap sekolah barunya.
“tuan, apa perlu saya antar?” supir bertanya.
“gak perlu” Robert mulai masuk ke gerbang.
Di dalam,
Banyak guru yang berpatroli dan mengawasi daerah sekitar.
Ya ampun, sekolah macam apa
ini? Kenapa mirip penjara? Robert kaget.
Seorang siswa yang mau kabur, langsung ditangkap oleh salah satu guru patroli
dan dijatuhkan ke tanah.
Robert semakin kaget, ia pun dihadang seorang guru patroli. Robert menatap
guru itu.
“siapa kamu? Ada perlu apa?”
“a..aku Robert, murid baru disini”
“ok, ikut aku ke ruang kepala sekolah”
“baik pak”
Mereka mulai masuk ke daerah sekolah.
Disana,
Robert melihat asrama lalu masuk ke gedung sekolah, Robert melihat ada
seragam yang berbeda. Ada anak yang memakai sweater hijau dan biru, apa bedanya?
Tapi Robert sama sekali tidak bertanya pada guru patroli itu, mereka pun
sampai di ruang kepala sekolah.
Kepala sekolah tersenyum, “jadi kau anak tuan Downey?”
“i..iya”
“ok, ganti bajumu dan segera berbaur di sekolah”
Apa? Secepat ini kah? Kenapa
harus aku sendiri yang mencari kelas? Kenapa aku tidak diantar dulu? Robert pun melihat seragamnya, ia
mendapatkan sweater biru. Biru? Apa
artinya?
“kau boleh pergi”
“baik, bu” Robert keluar dari ruang kepala sekolah.
Saat sedang berjalan,
Tiba-tiba, seorang siswa yang hanya memakai seragam tanpa sweater biru atau
pun hijau, menyenggol Robert.
Robert jatuh, “aduh”
“ahaa…, dasar lemah” siswa itu malah tertawa.
Robert menatap siswa itu.
“kenapa? Mau menghajarku?”
Seorang guru patroli pun mendekat, “jangan ribut, cepat masuk kelas” ia
menatap Robert yang belum ganti baju, “kenapa masih memakai baju itu? Cepat
ganti”
“iya pak”
Robert pergi mencari loker, “dimana tempatnya?” ia melihat seorang
perempuan yang memakai rok hijau dan berkacamata sedang berjalan sambil memeluk
buku, “hey, tunggu”
Perempuan yang mengikat rambutnya ke belakang itu menoleh dengan kaget,
“a..ada apa ya?”
“kau tau loker dimana?”
“di lantai bawah, kau akan menemukan banyak loker dan ruang ganti”
“terima kasih”
Perempuan itu mengangguk.
Robert tersenyum dan pergi.
Di bawah,
Robert melihat loker dan berjalan kesana, tapi..
Brak…
Lagi-lagi anak tanpa sweater mendorong Robert, ia menatap mereka.
Dua orang anak itu tersenyum.
“anak baru yang bodoh, kelas berapa, kamu?”
Robert kesal, ia bangun.
“oh, kau berani pada kami?”
“serang”
Saat salah satu dari anak itu mau memukul Robert, dengan sigap Robert
menahan tangan anak itu dan memelintirnya.
“ah, lepaskan” anak itu kesakitan.
“sialan kau” anak satunya mau menyerang Robert.
Robert melepaskan tangan anak itu dan mendorongnya, sehingga anak-anak
pengganggu itu bertabrakan dan jatuh.
“jika kalian ingin menantangku lagi, aku di kelas 2-1-A” Robert berjalan
meninggalkan mereka.
Seorang laki-laki dengan bekas luka sayatan di pipi kirinya dan memakai
sweater biru, tersenyum melihat itu.
Setelah ganti baju,
Robert pun berjalan ke kelasnya, ia melihat semua anak disana memakai
sweater biru. Ia masuk dan melihat satu bangku kosong di dekat anak lelaki yang
memiliki bekas luka di wajahnya.
“boleh aku duduk disini?”
“tentu kawan, silahkan” laki-laki itu tersenyum.
Robert duduk, “aku Robert”
“aku Sam, Samsudin”
Semua anak di kelas menatap Robert, Robert merasa aneh dengan itu.
Siangnya,
Robert berjalan ke luar gedung sekolah, “aku rasa, pelajaran disini tidak
seberat di sekolahku dulu” tapi langkah kakinya terhenti.
“kembalikan” perempuan dengan rok hijau, mengejar anak-anak lelaki yang tak
memakai sweater.
“ayo manis, ambil kalau bisa”
Anak-anak itu tertawa.
Robert kesal melihat itu, ia pun berjalan ke arah mereka dan mereka menatap
Robert.
“mau apa, kau?” salah seorang dari anak-anak itu bertanya dengan sinis.
“kembalikan bukunya”
“apa pedulimu?”
Salah satu dari mereka berbisik, “dia anak yang mencari gara-gara di loker
tadi”
“oh, jadi kau orangnya?” orang itu tersenyum, “kau anak baru, heh?”
“ya, kau mau apa?”
“oh, cukup berani juga dia”
Perempuan itu khawatir, “sudahlah, tidak apa-apa” ia mendekati Robert.
“apa maksudmu? Itu bukumu, kan?” Robert menatap perempuan itu.
“jangan cari gara-gara dengan mereka, lebih baik kau pergi. Kau tidak tau
apa-apa”
“oh, kau dibela seorang gadis. Haha”
Mereka tertawa.
Robert kesal dan mau menyerang, tapi guru patroli mendekat.
“ada apa ini?”
“dia pak, anak baru ini nyari gara-gara pada kami”
“benarkah itu?” guru menatap Robert.
“mereka mengambil buku temanku”
Perempuan itu menunduk.
“ok” guru itu menatap anak-anak nakal, “kembalikan bukunya”
“ok pak, santai aja. Kita cuma minjem kok”
Salah satu dari mereka mengembalikan buku perempuan itu dan menatap Robert,
“awas kau nanti” ia berbisik.
Robert menatapnya.
“bubar semuanya” guru itu berteriak.
Mereka pun bubar.
Sam melihat itu dari balik pohon dan hanya diam.
Robert pun berjalan bersama
perempuan itu.
“kamu gak malu jalan sama aku?” perempuan itu bertanya.
“memangnya kenapa?” Robert kaget.
“kau anak bersweater biru, sedangkan aku hanya anak dengan rok hijau”
“aku tidak mengerti”
“anak dengan seragam biru itu artinya anak-anak kaya, kau lihat kan?
Laki-laki memakai sweater biru sepertimu dan perempuannya memakai rok biru”
“dan anak yang memakai warna hijau?”
“kami anak sederhana, kau lihat sendiri, kan? Anak laki-laki yang memakai
sweater hijau seperti apa dan perempuan yang memakai rok hijau seperti aku”
“menurutku, itu tidak masalah”
“ya, tapi semua anak di sekolah ini tidak berfikiran seperti itu”
“ok, aku tidak peduli. Bagaimana dengan anak-anak tanpa sweater itu?”
“mereka sekumpulan genk nakal di sekolah, mereka punya banyak anggota.
Itulah sebabnya kau tidak boleh berurusan dengan mereka”
“jadi, mereka berasal dari hijau atau biru?”
“mereka berasal dari semuanya, hanya saja mereka berkomitmen untuk memiliki
ciri khas seperti itu. Mereka menyebut diri mereka sebagai Lucifer”
“ok, aku mengerti”
“oh iya, aku ingin mengucapkan terima kasih. Berkat kau, buku ini bisa aku
kembalikan ke perpustakaan”
“sama-sama, o iya, kita belum kenalan. Aku Robert, siapa kau?”
“Grace”
“wow, nama yang indah”
Grace tersenyum, “hey, itu perpustakaan. Aku kesana ya”
“ok” Robert tersenyum, ia pun berjalan ke asrama.
Di asrama,
Robert mencari kamarnya, ia melihat-lihat nomor pintu.
“ini dia” Robert menemukan kamarnya dan masuk.
Di kamar,
“emh… lumayan juga kamar ini, tapi perlu sedikit modifikasi” Robert pun
ingat, “ya ampun, barang-barangku tertinggal di loker”
***
Robert keluar dari asrama dan berjalan melewati perpustakaan. Tapi
tiba-tiba, ia dicegat beberapa anak Lucifer.
Saat Grace keluar dari perpustakaan, ia melihat Robert yang dibawa para
Lucifer. Gawat…
Robert dibawa ke belakang sekolah dan melewati garasi otomotif, lalu ia
melihat beberapa anak memakai jaket kulit hitam.
Mereka membawa Robert masuk ke sebuah bus sekolah yang sudah tak terpakai.
“oh, jadi ini anak so hebat itu?”
“mau apa, kalian?” Robert agak khawatir.
“mau apa? Jangan pura-pura bodoh begitu”
“jika kalian ingin berkelahi, hadapi aku satu per satu. Itu baru adil”
Robert menatap mereka.
“buka sweaternya”
Mereka memegangi Robert dan memaksa Robert untuk membuka sweaternya.
“lepaskan aku”
Dak…
“ak…”
Seseorang memukul perut Robert dan mereka pun menghajar Robert di tempat
sempit itu.
“hentikan!” Grace masuk kesana.
Mereka berhenti memukul Robert dan menatap Grace.
Grace agak takut, “hentikan atau aku akan bilang pada pak Hank”
“Hank?”
“ya, dia sudah datang dan ada di sekitar sini sekarang”
Mereka pun pergi meninggalkan Robert yang tergeletak.
“Robert” Grace mendekati Robert dan membantunya duduk.
“Grace…” Robert menatap Grace, “terima kasih…”
“aku sudah bilang, kan? Jangan berurusan dengan mereka”
“seandainya aku tidak dikeroyok, aku pasti menang”
Grace diam, ternyata Robert agak sulit untuk diberitau.
“ah…”
“ya ampun, ayo aku obati”
Robert tersenyum dan Grace membantunya berdiri.
“o iya, siapa pak Hank?”
“dia guru otomotif dan elektro”
“kenapa mereka terlihat takut padanya?”
“karena pak Hank itu jago boxing, waktu mudanya dia atlet. Tapi sekarang…”
“kenapa?”
“beberapa orang menganggapnya gila”
“oh, begitu”
Mereka duduk dan Grace menghapus darah di hidung Robert dengan tisu.
“kamu gak apa-apa, kan?”
“tenang aja, aku kuat kok”
“dasar” Grace tersenyum.
Robert memegang tangan Grace dan Grace terdiam.
“terima kasih ya”
“i..iya” Grace melihat sweater Robert yang kotor, “ya ampun, sweater kamu
sobek”
“yah…” Robert baru menyadari itu.
“biar aku jahit”
Robert menatap Grace, “kau yakin?”
“tentu”
Robert pun membuka sweaternya dan memberikan itu pada Grace.
“sekarang kau seperti anak Lucifer”
“karena hanya memakai seragam?” Robert tertawa.
“ya ampun, sebentar lagi masuk”
“kau benar, jam sore mungkin akan membuatku ngantuk”
“jangan begitu, kau harus semangat”
Robert tersenyum.
***
Robert masuk kelas dan semua anak kembali menatapnya termasuk Sam.
Robert duduk disamping Sam, “ada apa?”
“kau masuk genk Lucifer?” Sam masih menatap Robert.
“tidak” Robert kaget mendengar itu.
“lalu sweatermu mana?”
“sweaterku sobek”
Seorang guru masuk, “selamat sore anak-anak”
“sore, pak”
Guru itu langsung menatap Robert dan mendekatinya, “mana sweatermu?”
“sobek, pak”
“sobek?” guru itu menatap Robert semakin tajam, “wajahmu kenapa?
Berkelahi?”
“tidak pak, aku jatuh”
“oh, benarkah?”
“iya pak, makanya sweaterku sobek”
“ok, usaha yang bagus, anak muda. Sekarang kamu keluar dari kelasku”
“tapi pak...”
“aku tidak suka dengan anak pembohong”
“ok” Robert keluar.
Diluar,
Seorang perempuan cantik dan seksi yang memakai rok biru, lewat di depan
Robert.
Robert tersenyum, siapa cewek itu?
Perempuan itu menoleh dan melihat Robert yang pipi kirinya memar, tapi ia
kembali cuek dan tak peduli sedikit pun pada laki-laki yang tidak menggunakan
sweater itu.
Robert masih menatapnya, pasti cewek
itu bukan cewek biasa.
Robert pun berjalan dan mengikuti perempuan itu, tapi langkahnya terhenti
di lobi.
“hey, mau kemana, kau?” seorang guru patroli mendekati Robert.
Gawat, Robert langsung berlari dan ia melihat guru itu mengejarnya.
Di luar gedung,
Robert melihat seorang pria tua yang berdandan aneh sedang membawa beberapa
barang rongsokan.
Tiba-tiba orang itu tidak sengaja menjatuhkan tv bekas yang ia bawa, tapi
tidak ada seorang pun yang membantunya. Orang itu terus mengeluh karena barang
bawaannya begitu banyak.
Robert mendekati orang itu, “maaf pak, boleh saya bantu?” ia mengangkat
tv-nya.
Orang itu menatap Robert dan tertawa.
Robert kaget dengan expresi orang itu.
“ayo ikut aku”
“iya” Robert yang bingung pun mengikutinya.
Saat mereka berjalan,
Robert merasa kaget, kenapa tidak ada orang yang mengganggu mereka? Bahkan
guru patroli pun tidak mengejarnya.
Mereka berjalan masuk ke bekas bus tempat Robert dipukul tadi.
“kenapa kita kesini?” Robert kaget.
“karena di sini lah aku tinggal”
Orang itu membuka pintu bagian lain dari bus dan terdapat sebuah taman
kecil dengan rumah sederhana yang mirip gubuk.
“waw” Robert baru mengetahui itu.
“ayo anak muda”
Mereka kesana dan orang itu menyuruh Robert menyimpan tv di sana.
“terima kasih”
“sama-sama, pak”
“hey, panggil saja aku Hank”
“jadi, kau pak Hank?”
“ya, kenapa?”
“tidak pak, aku hanya..”
“hey, sudah aku bilang kan? Panggil aku Hank”
“baiklah, Hank”
“kau anak baru ya? Jangan canggung begitu, anak lain memanggilku dengan
sebutan kasar. Aku tau kau berbeda, kau tidak seperti mereka”
Robert tersenyum.
“pipimu agak biru”
“aku…”
“dipukul Lucifer? Atau anak baru dari genk itu?”
“aku tidak masuk genk itu, sweaterku robek”
“sudah ku duga, aku akan mengajarimu beberapa pukulan. Ya, untuk menjaga
diri saja”
Robert tersenyum.
Besoknya,
Kelas Robert masuk ke gym, Robert melihat bagian dalam gym yang begitu
luas. Terdapat lapang basket, kolam renang, loker, ruang ganti pakaian dan lain
sebagainya.
“gym tiga lantai ini, lumayan juga” Robert tersenyum.
Sam menepuk pundak Robert, “jangan diam saja, ayo cepat kumpul”
Mereka pun berkumpul.
Hari ini, kelas Robert mendapat bagian olah raga berenang. Mereka pun
berjalan melewati lapang basket.
Disana, Robert melihat perempuan yang kemarin membuatnya terpesona.
“Sam, kau tau siapa itu?”
“itu Cony, Cornelia. Dia cewek paling tenar di sekolah ini, hampir semua
cowok memimpikan dia untuk jadi pacarnya”
“benarkah?”
“yap, tapi sangat sulit untuk mendapatkan Cony”
“oh ya?”
***
Waktu istirahat tiba,
Grace yang membawa sweater Robert, masuk ke gym. Tapi ia melihat Robert
yang sedang bicara dengan Cony. Grace terdiam, ia pun memilih untuk menunggu
Robert di luar.
Di gym,
“kau mau apa?” Cony menatap Robert.
“aku hanya ingin berkenalan” Robert tersenyum.
Cony menatap Robert yang masih tidak memakai seweater, dia pasti anak Lucifer. Cony tersenyum sinis, “maaf, aku banyak
urusan” ia meninggalkan Robert.
Robert terdiam, ternyata benar, sulit
juga mendapatkannya. Ia pun berjalan ke luar gym.
Di luar,
“Robert”
Robert menoleh, “Grace?” ia tersenyum.
“ini sweatermu”
“terima kasih” Robert melihat sweaternya begitu rapi dan tidak sobek lagi,
“waw, wangi sekali. Terima kasih ya”
“sama-sama”
“hey, kemarin aku bertemu pak Hank”
“benarkah?”
“yap, dia baik juga”
“benarkah? Kau bicara dengannya?”
“ya, bahkan aku minum teh di pondoknya”
“dasar kau” Grace tersenyum.
“aku serius”
“jadi, kamu gak takut sama dia?”
“enggak, justru aku ingin sekali membantunya. Semua barang yang ia miliki
berasal dari rongsokan dan ia betulkan sendiri”
Grace tersenyum mendengar itu, itu adalah sisi yang Grace sukai dari Robert.
Robert menatap Grace, “kamu kenapa?”
“enggak, aku cuma…”
Robert masih menatap Grace.
“maaf, aku harus segera ke kelas”
“hey…?” Robert merasa aneh.
Robert pun memakai sweaternya dan kembali berjalan, salah satu teman Cony
melihat itu dan berlari mencari Cony.
Di kantin,
Cony sedang duduk bersama teman-temannya.
“Cony” orang itu berlari.
“kamu kenapa?” Cony menatap salah satu temannya itu.
“cowok itu, cowok itu”
“cowok mana?”
“cowok ganteng yang tadi pingin kenalan sama kamu”
“oh, anak baru itu?” Cony tidak peduli.
“dia pake sweater biru, warna yang sama kaya rok kita”
“yang bener? Bukanya tadi dia pake seragam Lucifer”
“ya ampun, serius. Tadi ada cewek culun rok ijo yang ngasihin sweater itu”
“emh… kalau gitu, kita mesti selidiki, Con”
“gak perlu”
“kenapa?”
“aku rasa, dia gak penting. Di sekolah ini, gak mungkin ada seorang
pangeran yang jadi muridnya”
“bisa aja itu pangeran nyasar”
“udahlah” Cony pergi.
“eh Con, tungguin dong”
Sore itu,
Robert mencari Grace di perpustakaan, ia berkeliling dan pura-pura membaca.
Robert masih merasa aneh dengan sikap Grace tadi.
“kemana dia?” Robert duduk.
Robert yang mulai lelah mencari Grace di perpustakaan berlantai tiga itu,
memutuskan untuk pergi.
Tapi saat melewati petugas perpustakaan, Robert melihat Cony. Ia pun mendekat
dan pura-pura meminjam buku.
“aku pinjem buku ini, pak” Robert tersenyum sambil menoleh ke arah Cony
yang berdiri di sampingnya.
“ok” petugas itu mencari data.
Cony melihat sweater Robert, benar
juga.
“hey, kamu pinjem buku juga?” Robert masih tersenyum pada Cony.
“maaf, apa kau anak baru di sekolah ini?” petugas itu menatap Robert.
“iya pak, aku belum punya kartu perpustakaannya”
“ya udah, nama kamu siapa?”
“Downey, Robert Downey Jr.”
“ok” petugas itu kembali mengetik.
“terima kasih, pak” Robert kembali menatap Cony, “aku duluan ya” Robert
pergi.
“ok” Cony terdiam, Downey? Ia
merasa tidak asing dengan nama itu.
***
Malam itu,
Robert keluar dari kamarnya, ia berjalan perlahan. Berharap tidak ada yang
melihatnya. Robert berusaha melewati setiap tempat tanpa diketahui cctv, ia pun
berhasil keluar dari asramanya.
“ya ampun” Robert melihat guru patroli masih berjaga di sana, “kapan mereka
akan berhenti berpatroli?” Robert pun melompat ke pagar tembok yang tinggi dan
ditanami tumbuhan, Robert berusaha berjalan di semak-semak itu agar tidak
terlihat oleh guru patroli.
Ya ampun, jalan buntu. Robert berfikir, aku harus melompat keluar dari sini. Tapi nanti mereka mengejarku, ini
jalan satu-satunya. Aku gak punya pilihan. Robert melompat.
“hey” salah satu guru patroli berteriak.
Guru lainnya pun mendekat.
Gawat, Robert berlari sekencang mungkin dan
bersembunyi di tong sampah. Mudah-mudahan,
mereka tidak melihatku.
Setelah merasa aman,
Robert keluar dari kotak itu dan langsung berlari ke asrama wanita, ia
memanjat dengan tangga bambu yang ia temui di sisi kanan asrama.
Robert tersenyum, itu merupakan koordinasinya dengan Hank.
Saat itu…
“jadi kau ingin masuk ke asramanya Grace?”
“iya, itu jalan satu-satunya agar aku bisa bertemu
dia”
“itu mudah”
“maksudmu?”
“aku akan menyimpan tangga di tempat aman agar kau
bisa langsung memanjat ke loteng asmara”
Robert menatap Hank.
“di asrama wanita, ada jendela besar tanpa kaca
yang bisa kau masuki dan itu langsung berhubungan dengan loteng. Kau tinggal
lurus dan menuruni tangga, dan jika ada apa-apa, kau bisa sembunyi di lemari
besar. Setelah aman, keluarlah. Itu merupakan lantai dua asrama”
“terima kasih” Robert tersenyum, “tapi, bagaimana
aku bisa kesana?”
“kau harus berusaha sendiri tentunya”
“ok” Robert terdiam, “aku mengerti” ia menatap
Hank dan agak bingung.
Robert mulai masuk loteng dan berjalan menuruni tangga yang berhubungan
langsung dengan lantai dua.
“aduh, kamar Grace ada dimana?” Robert bingung, apa lagi ia tidak tau
situasi disana.
Robert pun langsung berjalan keluar dari gudang dan beberapa anak yang
sedang bergosip disana berteriak karena melihat Robert.
“argh” mereka lari.
Robert agak panik dengan kecerobohannya, ia pun mencari tempat untuk
bersembunyi. Robert melihat ruangan besar dan masuk, ternyata itu toilet.
“sepertinya ini tidak aman” Robert mengintip keluar, ia melihat anak-anak
itu melapor pada seorang ibu-ibu. Gawat!
Robert melihat ada sebuah kamar yang pintunya terbuka, mudah-mudahan aku bisa aman disana. Ia pun nekad masuk kesana.
Di kamar,
“argh” satu dari tiga orang perempuan yang sedang bicara, berteriak.
“sst…” Robert memintanya untuk tenang.
“Robert?” Cony yang menoleh, kaget.
“Cony?” Robert kaget dan agak bahagia, “kebetulan sekali kita bertemu”
“ngapain kamu disini?”
Tapi suara langkah kaki terdengar semakin mendekat.
Mereka mulai panik.
“ya ampun, itu si killer”
“si killer?” Robert bingung.
“guru penjaga asrama cewek”
“cepet, kamu harus sembunyi”
“dimana?” Robert bingung dan mau bersembunyi di bawah ranjang.
“jangan, di lemari saja” Cony menatap Robert.
“ok” Robert langsung masuk ke lemari dan menutupnya.
Seorang wanita paruh baya, masuk ke kamar.
“selamat malam, bu” Cony tersenyum.
“malam, kenapa kalian belum tidur?”
“sebentar lagi kami tidur kok, bu”
“kalian tidak menyembunyikan sesuatu dariku, ‘kan?”
“enggak, bu. Emangnya ada apa sih?”
“tadi ada yang melapor, mereka melihat ada laki-laki disekitar sini”
“laki-laki?” Cony kaget, “ya ampun bu, gawat banget kalau kaya gitu”
“ya udah, kalian cepat tidur. Ibu akan terus berpatroli disini”
“baik bu”
Guru itu pergi.
Robert keluar dari lemari, “terima kasih banyak, teman-teman”
“sama-sama” Cony tersenyum.
Robert merasa ada yang berbeda dari Cony, sekarang Cony tidak jutek lagi.
Mungkinkah ini kesempatan untuk mendekatinya?
“Robert, kau harus hati-hati di sini. Guru patroli cewek itu galak dan
cerewet, mereka mirip nenek sihir”
“aku mengerti” Robert mendekati Cony, “apa yang harus aku lakukan jika
ingin keluar dari sini?”
“di daerah sini sudah tidak aman, lebih baik kau turun ke lantai bawah untuk
keluar lewat pintu utama”
“kenapa?” Robert menatap Cony.
“pokonya disini udah gak aman”
“begitukah?”
“iya tampan” Cony menarik kerah baju Robert, “jadi kau datang kesini untuk
aku atau untuk apa?”
“menurutmu?” Robert tersenyum.
“ok, besok sore ada pertandingan basket”
“kau jadi cheers?”
“yap”
“aku akan datang”
Mereka berciuman.
Robert menatap Cony sambil tersenyum, “baiklah, aku harus pergi sekarang”
“yap, berhati-hatilah karena di lantai bawah juga ada guru patroli yang
sama gilanya”
Robert menatap Cony.
“aku serius, di bawah itu asramanya para culun”
Para culun? Itu berarti anak
rok hijau, “terima kasih”
Robert tersenyum dan pergi.
“Cony, kau baru saja menciumnya?” teman Cony merasa kaget.
“dia itu pageran yang tersesat, kau tau?” Cony menunjukan gadgetnya yang
sedang melakukan pencarian, “dia itu anak dari pengusaha terkaya di 3 negara
bagian”
“pria sempurna, tampan dan kaya”
Di luar,
Robert mengintip, ia melihat guru patroli itu sedang masuk toilet. Ini kesematanku, ia pun menuruni tangga
dan sampai di bawah.
“Robert?” Grace kaget.
“sst…” Robert mendekati Grace.
Mereka pun bersembunyi di bawah tangga yang besar, berharap tidak ada yang
melihatnya.
“apa yang kau lakukan?”
“aku mencarimu, sikapmu aneh tadi sore. Aku jadi kepikiran”
Grace tersenyum, tapi ia terdiam melihat ada noda lipstick di bibir Robert.
“ada apa?” Robert menghapusnya.
“apa benar kau mencariku?”
“serius Grace, aku khawatir sama kamu. Cuma kebetulan, aku ketemu Cony”
“kalian ciuman?”
“aku rasa, dia mulai membuka hatinya untukku”
“benarkah?”
“yap, besok dia mengundangku untuk melihatnya jadi cheers”
“itu keren”
“sedikit lagi, semuanya akan terjadi, Grace”
“apa maksudmu?”
“aku ingin terkenal disini, disegani juga dielu-elukan anak lain”
“jadi?”
“dengan memacari Cony, itu akan memberi nilai plus untukku. Kau tau, kan?
Saat ini aku baru tenar di Lucifer saja”
“jadi menurutmu, jika kau berpacaran dengan Cony…”
“anak-anak lain juga akan mengenaliku”
“aku rasa, kau tidak perlu melakukan hal-hal aneh untuk…”
“hey, sudahlah. Aku tidak mau membahas itu, aku ingin kau membantuku keluar
dari sini”
“tapi…”
“ayolah Grace, aku mohon”
“ok”
Robert melihat alarm kebakaran, “maukah kau menyalakannya?”
“ok”
“aku akan langsung berlari keluar, aku janji, kau tidak akan dapat masalah
karena ini”
Grace mengangguk dan berjalan mendekati alarm.
Alarm pun menyala, semua anak panik berlarian keluar.
Robert langsung berlari bersama anak-anak perempuan itu.
“hey?” salah satu guru patroli di asmara pun melihat Robert berlari
menjauh.
Setelah semua anak keluar dari asrama, diketahui jika itu semua alarm
bohong.
“kembali masuk!” guru patroli itu berteriak.
Semua anak perempuan itu kembali masuk ke asrama.
Cony tersenyum, ini pasti ulah
Robert.
Besoknya,
Robert keluar dari asrama dan melihat para anak perempuan pun keluar dari
asrama, ia melihat ada Grace disana. Robert tersenyum.
Grace tersenyum.
“Robert” Cony mendekati Robert.
“hey” Robert tersenyum pada Cony.
Cony merangkul tangan Robert dan mereka pun pergi.
Grace agak sedih.
“Grace, kau baik-baik saja?” teman Grace khawatir.
“aku baik-baik aja kok”
“kamu cemburu melihat mereka, kan?”
“kamu itu bicara apa? Aku dan Robert hanya berteman, lagi pula Cony lebih
cocok untuk Robert. Aku hanya anak dengan rok hijau”
“tuh kan, itu tandanya kamu suka”
“ih, kamu itu ngomong apa sih?” Grace berlari meninggalkan temannya.
“hey Grace, maaf. Jangan marah dong” ia mengikuti Grace.
Gossip tentang hubungan Robert dan Cony pun sudah menyebar.
Di markas Lucifer,
“jadi si anak baru itu kembali membuat ulah?” anak yang memakai jaket kulit
hitam, bicara pada anak berseragam.
“dia berhasil mendapatkan hati Cony” anak berseragam tanpa sweater itu
merasa aneh.
“cewek itu, kenapa dia bisa luluh pada Robert? Apa yang dimilikinya?”
“apa kita perlu memberi tau bos?”
“gak perlu, bos pasti tau. Gossip ini sudah menyebar luas”
“baiklah kalau begitu”
Sorenya,
Grace berjalan sambil memegang buku.
“Grace” Robert berlari, “hey Grace”
“hey” Grace tersenyum, “katanya kamu mau ke gym? Kamu mau liat Cony, kan?”
“yap, aku kan mau mengajakmu”
“maaf, aku gak bisa. Aku harus ke perpustakaan”
“ya ampun Grace, apa gak bisa besok aja?”
“ini hari terakhir”
“ayolah Grace, besok saja. Biar aku yang bayar dendanya”
“maaf Robert, aku tidak bisa” Grace meninggalkan Robert.
“Grace” Robert mengejar Grace.
Grace berhenti dan menatap Robert, “lebih baik kau pergi, aku sedang tidak
ingin melihatmu”
“tapi Grace…” Robert menatap Grace dan merasa kaget dengan apa yang baru
saja Grace katakan, “ok, maafkan aku” Robert pergi.
Mata Grace memerah dan ia tetap berjalan.
Di gym,
Pertandingan basket sudah dimulai dan para cheers pun begitu lincah
memberikan semangat.
Robert masuk dan melihat Cony yang cantik, ia tersenyum.
“Robert”
Robert menoleh, “Sam?”
“duduklah”
Robert pun duduk disamping Sam.
“selamat ya”
Robert menatap Sam.
“kau berpacaran dengan Cony, kan?”
Robert tersenyum.
“dengar kawan, kau adalah laki-laki paling beruntung di sekolah. Karena
Cony adalah perempuan yang paling sulit untuk ditakhlukan”
“terima kasih, kawan”
“nampaknya sekarang, kau sudah terkenal di seluruh sekolah ini”
Robert tersenyum.
Setelah pertandingan selesai,
Robert berjalan ke ruang ganti, ia mengetuk ruang ganti wanita dan Cony
membuka pintunya.
“hey” Robert menatap Cony.
“hey sayang” Cony merangkul Robert.
Mereka pergi.
Tapi di lapang basket, sudah ada lima Lucifer yang menunggu mereka.
Cony tau, ini adalah pertanda buruk.
Robert menatap mereka, “mau apa kalian?”
“kami hanya ingin mengunjungi pasangan baru”
“oh, begitu kah?”
“lebih baik kalian pergi” Cony menatap mereka.
“cantik, jangan begitu. Aku hanya ingin mengetahui apakah dia layak menjadi
pacarmu?”
Robert kesal, “lebih baik kau kembali ke ruang ganti” ia menatap Cony.
“tapi…” Cony khawatir.
“aku akan baik-baik saja”
Cony mengangguk dan pergi.
“baik sekali kau menyuruhnya pergi, malu jika kau kalah di depannya?”
“jangan banyak bicara, maju kalian semua” Robert menatap mereka.
“sombong sekali kau” orang itu kesal, “serang!”
Mereka pun menyerang Robert dan Robert melawan mereka.
Brak…
Mereka semua jatuh.
“dari mana kekuatannya?”
Mereka kaget, sekarang Robert bisa mengalahkan mereka.
“kenapa kalian? Ayo bangun, kita bertarung lagi”
Mereka pun kabur.
“Lucifer payah” Robert menghapus darah di bibirnya dan keluar dari gym.
Di luar,
Robert melihat Grace yang baru saja keluar dari perpustakaan, “Grace”
Grace menoleh dan berusaha untuk menghindar.
“Grace” Robert mengejarnya dan menarik tangan Grace, ia membawa Grace ke
sudut pagar tembok.
“kau mau apa?” Grace menunduk.
“kenapa kau jadi seperti ini padaku?”
“lepaskan aku” Grace menatap Robert.
“aku tidak akan melepaskanmu”
Grace terdiam melihat bibir Robert, “kau berkelahi lagi?”
Robert tersenyum, “aku baik-baik saja”
“bagus kalau begitu”
“Grace, ayolah”
“Robert, lebih baik kau…”
“apa? Kau ingin aku pergi menjauhimu lagi? Grace, bukankah kita teman?”
“aku hanya… aku hanya tidak suka dengan ambisimu yang menghalalkan segala
cara” Grace menangis, “aku khawatir padamu”
Robert memeluk Grace dan Grace hanya menangis.
“aku akan baik-baik saja, Grace”
“aku sayang padamu”
Robert tersenyum, tanpa ia sadari jika Cony melihat itu. Cony yang kesal
pun pergi.
Malamnya,
Cony dan teman-temannya membawa Grace ke dapur.
“ayo cepat”
“mau apa kalian? Apa salahku?” Grace kaget.
“oh, kau masih bertanya? Apa kau lupa? Kau merayu pacarku, aku melihat
kalian berpelukan. Kau fikir, aku buta?”
“maksudmu, Robert?” Grace panik, “kami tidak melakukan apa pun, kami hanya
berteman. Aku sungguh-sungguh tidak tau jika dia akan memelukku”
“alah, bohong tuh”
“iya Con, jangan percaya. Lebih baik kita beri dia pelajaran”
“yap, kalian benar” Cony tersenyum.
***
Robert sedang bicara dengan Hank di bus bekas yang menghalangi rumah Hank,
Hank tertawa.
“kenapa kau tertawa?” Robert menatap Hank.
“aku rasa, kau perlu berfikir kembali. Kau bilang cinta pada Cony, tapi kau
tidak bisa jika sehari saja tidak bertemu dengan Grace”
“maksudmu?”
“kau fikirkan saja sendiri”
Robert diam, “ya sudah, aku mau mengunjungi mereka lagi”
“hati-hati, kau sudah ditandai oleh para nenek sihir itu”
“aku tidak takut dengan guru patroli yang ada di asrama itu” Robert tersenyum
dan pergi.
Tapi saat Robert sedang berjalan, ia melihat Cony dan teman-temannya sedang
bicara sambil tertawa. Robert mendekati mereka.
“Robert?” Cony kaget.
“kok kamu kaget gitu sih?” Robert merasa aneh.
“enggak apa-apa kok” Cony agak panik.
“hey, ada apa?”
“gak ada, beneran” Cony semakin panik.
Tapi Robert melihat kacamata yang dipegang oleh teman Cony, “itu milik
Grace, kan?”
“apa?” orang itu sadar dengan kacamata yang dipegangnya, “ini.. ini
milikku”
“aku tau itu milik Grace” Robert mengambilnya, “asal kalian tau, kacamata
ini adalah hadiah dariku untuknya. Jadi aku tidak mungkin salah” Robert menatap
mereka.
Mereka pun terdiam.
“sayang, kami cuma...” Cony berusaha merayu Robert.
“katakan jika kalian tidak melakukan sesuatu padanya?” Robert kesal, “sial”
ia langsung berjalan masuk ke tempat mereka keluar tadi.
Di dalam,
“dapur?” Robert kaget, “Grace, kamu dimana? Grace?”
Cony dan teman-temannya masuk.
“Robert...” Cony mendekat.
“katakan?! Dimana Grace?” Robert membentak Cony.
“di..dia disana” Cony menunjukkan sebuah pintu ruang es.
“kau menguncinya di lemari es?” Robert menggeleng, ia langsung berlari dan
mendobrak pintu lemari es.
Di dalam,
Grace duduk diam karena kedinginan.
“Grace” Robert langsung mendekatinya dan memeluk Grace, “ya Tuhan... Grace”
Grace yang begitu lemah membuat Robert panik.
“kamu harus kuat, aku akan membawamu keluar dari sini” Robert mengangkat
Grace yang pucat, ia pun berjalan keluar.
“sayang, maafkan aku” Cony mendekat.
“diam kau, dimana perasaanmu?” Robert kesal.
“sayang, aku hanya bercanda”
“jadi kau bermain-main dengan nyawa orang lain? Lebih baik kita putus”
“apa? Tapi...” Cony kesal, “jadi kau
lebih memilih si culun ini? Selama ini kamu cuma mainin aku kan?”
“terserah kau saja” Robert terus berjalan menuju klinik sekolah.
Seorang guru patroli melihat itu, “hey”
“pak, tolong kami” Robert menatap guru itu dengan panik.
Tapi Robert malah dimarahi dan dihukum karena guru itu mengira, Robert-lah
penyebabnya.
To be Continued
___
Thank’s for reading…
Maaf
kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar