Author
: Sherly Holmes
Genre
: Family, Drama
Cerita ini hanya
fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
Di sebuah rumah
sakit,
Seorang pria sedang
duduk di ruangannya.
“dokter, maaf”
seorang suster masuk ke ruangan itu.
“ada apa?” pria itu
menatap suster.
“maaf, dok. Ada
pasien yang butuh pertolongan anda di IGD”
“dengar ya, aku
baru datang. Kenapa kau menyuruhku untuk..”
“maaf, dok. Tapi
dokter lain sedang menguruh pasien, hanya anda yang bisa melakukannya”
“aku tidak biasa
mengurus orang-orang di IGD, aku hanya mengurus pasien VIP-ku” pria itu keluar
dari ruangannya.
Di luar,
Sudah ada beberapa
orang yang menunggu pria itu.
“dokter Robert,
saya mohon. Tolong ayah saya, dok”
Robert menatap
orang itu, “berapa uang yang kau punya?”
Orang itu diam, ia
sadar jika Robert adalah dokter termahal di kota. Dan rumah sakit ini adalah
milik orang tuanya. Mereka tidak akan bisa membayar Robert karena mereka hanya
orang biasa.
“kenapa diam? Kau
berubah pikiran?”
“maafkan saya, kami
permisi”
Mereka pergi.
Robert memang
terkenal sebagai dokter yang hebat dan cerdas, namun sayangnya, kesombongan
Robert membuat tidak semua orang suka padanya.
Robert selalu
pilih-pilih pasien dan hanya beberapa orang yang bisa dirawat oleh Robert.
Sehingga Robert dianggap dokter termahal di kota.
Malam itu,
Kepala rumah sakit,
masuk ke ruangan Robert.
“ayah, ada apa?”
“sudah banyak kabar
yang aku dengar tentangmu”
“kau sudah bangga
padaku? Kau selalu menginginkanku agar menjadi dokter dan sekarang, inilah aku”
“aku tidak mengharapkanmu
menjadi dokter yang seperti ini”
“sungguh banyak
permintaan” Robert melihat ke arah lain.
“kau adalah dokter
paling bermasalah di kota ini”
“apa aku tidak
salah dengar? Aku memiliki predikat disini, dokter termahal dan dokter terbaik.
Lihat penghargaanku”
“mereka lupa untuk
memberimu piala dokter tersombong”
Robert tersenyum,
“kau tidak pernah bangga padaku, kan?”
“mana mungkin aku
bangga dengan kelakuanmu” ayah pergi.
Robert tidak
peduli, “dasar kepala rumah sakit”
Besoknya,
Robert baru datang
ke rumah sakit dan mendapatkan sebuah surat dari salah satu pegawai.
“apa ini?”
“saya kurang tau,
dok. Tapi tadi pagi, kepala rumah sakit menitipkan ini untuk anda”
“terima kasih”
Robert tersenyum dan membacanya. Ia kaget, surat itu berisi tugas untuk pergi
melayani warga di sebuah desa.
***
Di ruang kepala
rumah sakit,
Robert masuk dengan
marah, “apa maksud ayah?”
Ayah menatap
Robert.
“kenapa ayah
menugaskan aku untuk...”
“kau harus
melakukannya jika ingin tetap bekerja disini”
“maksud ayah, apa?”
“ini tugas untuk
seorang dokter”
“kenapa ayah
memilihku untuk ini?”
“karena aku
menginginkannya”
Robert melempar
suratnya.
“jika kau tidak
melakukannya, aku akan memecatmu dan tidak akan ada rumah sakit yang
menerimamu”
“aku benci ayah”
Robert pergi.
Malamnya,
Robert minum di
bar, ia masih memikirkan tugasnya untuk melayani warga di sebuah desa. Robert
yang terbiasa hidup mewah, akan kesulitan disana. Ia memikirkan banyak hal yang
ia khawatirkan.
Di rumah,
Ayah cemas karena
Robert belum pulang, “kemana anak itu?” ia berusaha menelpon Robert tapi hp-nya
tidak aktif, “ah..” ayah kesal.
Robert pulang dan
melihat ayahnya di ruang tamu.
“kau mabuk?”
“sudahlah ayah, aku
ingin tidur”
“Robert, kau ini
seorang dokter”
“lalu kenapa?
Dokter juga manusia, kan? Apa aku harus bertindak seperti dewa?”
“kau ini
benar-benar...”
“kenapa?”
Plak...
Ayah menampar
Robert.
Robert menatap
ayahnya, “kau puas? Aku akan tidur, kepala rumah sakit menugaskanku ke desa
besok pagi” ia pergi.
Ayah agak menyesal
menampar Robert, tapi sikapnya sudah keterlaluan.
Pagi itu,
Robert sudah
berkemas, ia masih kesal pada ayahnya. Robert memakai jaketnya, “aku tidak
ingin kembali lagi ke rumah ini” ia keluar dari kamar.
“Robert” ayah sudah
menunggunya.
“aku akan pergi,
tidak usah mengahawatirkanku” Robert terus berjalan ke luar.
“Robert, dengarkan
ayah”
Robert yang sudah
ada di luar, menoleh. Ia menatap ayahnya, “mau apa lagi? Selama ini, aku selalu
menuruti apapun keinginanmu”
“ayah hanya ingin
mengucapkan, selamat jalan. Semoga kau baik-baik saja, hati-hati”
Robert terdiam,
tapi gengsinya yang begitu tinggi membuat ia pergi tanpa mengatakan apapun.
Robert masuk ke mobil dan menjalankan mobilnya.
Di jalan,
Robert terus
melamun, ia memikirkan semuanya. Masa kecil saat bersama ibunya, saat sang ibu
meninggal. Semua itu membuatnya sedih.
Mata Robert memerah
dan ia memakai kacamatanya.
Sesampainya di
desa,
Robert bingung
mencari alamat rumah yang akan ia tinggali, Robert melihat seorang perempuan
yang sedang berjalan sendirian. Ia pun mendekatkan mobilnya, “maaf”
Perempuan itu
menoleh dan menatap Robert yang ada di mobil.
Robert tersenyum, cantik juga dia. Gak nyangka di tempat
seperti ini ada bidadari, “kau tau dimana alamat ini?” ia membuka
kacamatanya.
Perempuan itu
tesenyum.
Robert merasa aneh,
apa dia tidak mengerti maksudku?
Robert pun mencoba untuk bertanya lagi, “kau tau, dimana rumah pak Lurah?”
Perempuan itu
tersenyum lagi.
Robert kesal “mau
mu apa, sih? Kamu itu bodoh atau apa? Aku hanya bertanya alamat, jika kau tidak
tau, tidak apa-apa. Jangan membuatku bingung seperti ini, wanita sombong”
Robert menjalankan mobilnya.
Perempuan itu
terdiam dan menunduk.
Sesampainya di
Kelurahan,
Robert ternyata
sudah disambut para warga, ia kaget. Robert memakai kacamatanya dan turun, ia
tersenyum. Aku seperti pejabat, wakil
rakyat mungkin.
“selamat datang, dokter”
Robert tersenyum
dan mendekati warga.
***
Robert diantar ke
sebuah rumah yang akan ia tinggali selama disana.
“bagaimana dokter,
kau suka?”
“tentu, jauh dari
rumah warga dan berada di dekat danau. Aku sangat suka”
“baiklah dok, aku
harus pergi karena masih banyak yang harus aku kerjakan”
“ok” Robert
tersenyum kepada Lurah yang pergi.
Robert pun masuk ke
dalam rumah, ia sangat menyukainya. Tempat itu terasa nyaman dan tenang.
Robert berkeliling rumah
dan melihat kebun bunga di halaman lewat jendela, “waw?” ia senang dengan
halamannya, tapi ia teringat pada sang ibu. Robert terdiam dan mulai sedih.
Tiba-tiba, seorang
anak perempuan sedang mendekati bunga-bunga di halaman Robert.
“hey?!” Robert
berteriak sambil keluar dari rumahnya.
Anak itu kaget melihat
Robert dan pergi menjauh.
Robert agak kesal,
“pasti anak itu mau memetik bunga-bunga ini, kenapa orang-orang tidak suka
melestarikan lingkungan?”
Robert menatap
tanaman-tanaman itu, Robert ingat. Saat masih hidup, sang ibu begitu suka
berkebun.
Anak itu kembali
mengintip dengan aneh, “siapa dia? Aku belum pernah melihatnya” ia pun berlari
menjauhi tempat itu.
Besoknya,
“dokter Robert,
dokter?” seseorang mengetuk pintu rumah Robert.
Robert yang masih
tidur di kamar, membuka matanya. Emh...
siapa yang mengetuk pintu pagi-pagi begini? Ia bangun.
“dokter Robert”
“iya, tunggu
sebentar” Robert berjalan ke luar kamar dan membuka pintu.
“selamat pagi, dok”
“pagi?” Robert
menatap orang itu.
“maaf, dok. Para
warga sudah menunggu anda di klinik kelurahan”
“menunggu?”
“iya, mereka ingin
segera diperiksa oleh anda”
“oh, ok. Aku akan
bersiap dulu”
“baik dok”
***
Robert datang ke
kelurahan untuk melayani warga yang mau berobat, ia melihat begitu banyak warga
disana.
Robert yang
biasanya hanya melayani satu atau dua pasien dengan bayaran mahal, harus
melayani semua orang tanpa dibayar.
“ya Tuhan...” Robert
terdiam.
“mari, dok”
“ah? Iya”
Di klinik,
Robert memeriksa
seorang wanita yang usianya mungkin sebaya dengan ibunya jika sang ibu masih
hidup.
“anda dokter baru
disini?”
“iya, bu” Robert
tersenyum.
“anda baik sekali,
mau melayani warga dengan gratis. Anda tidak merasa rugi?”
“ini memang
tugasku” Robert menatap wanita itu.
“anda seperti
malaikat, dok. Tampan dan baik hati”
“terima kasih”
“seandainya anakku
normal dan kami memiliki dana yang cukup, aku juga ingin menjadikan anakku
dokter seperti anda”
Robert tersenyum.
“anakku bisu dan
kami tidak punya uang”
“ini obatmu. Setelah
tiga hari, kembalilah untuk check up” Robert sama sekali tidak memperdulikan
perkataan perempuan itu.
“terima kasih, dok”
“sama-sama, bu...?”
“Asna”
“ok, bu Asna”
Saat Asna keluar,
seorang anak mengintip.
“kau? Kau pencuri
tanamanku, kan?” Robert melihat anak itu.
Anak itu langsung
berlari.
“anak menyebalkan”
Robert agak kesal.
Sorenya,
Robert sedang
menyiram tanaman. Anak perempuan itu, kembali datang.
“mau apa?” Robert
menatap anak itu.
“kau galak sekali”
“emh...” Robert
kembali menyiram tanaman.
“apa benar, kau
seorang dokter?”
“kenapa kau
bertanya seperti itu?” Robert menatap anak itu.
“karena kau tidak
seperti dokter yang lainnya”
“maksudmu?” Robert
berjongkok dan masih menatap anak itu.
“apa kau tulus,
meyalani kami?”
“pertanyaan aneh,
untuk apa aku di klinik jika aku tidak mau melayani kalian?”
Anak itu tersenyum,
“apa kau dokter hebat?”
“tentu”
“kau bisa mengobati
semua penyakit?”
“menurutmu?”
“aku ragu”
“kenapa?”
“hanya Tuhan yang
bisa melakukan itu”
“ok” Robert kembali
berdiri dan menyiram tanaman.
“bolehkah aku bertanya
lagi?”
Robert menoleh,
“apa?”
“apa kau tau,
bagaimana rasanya punya seorang ayah?”
“aku tidak mau membahasnya”
“apa ayahmu sudah
meninggal?”
“tidak, dia hanya
meninggal dalam ingatanku”
“kenapa? Hubungan
kalian tidak baik? Bagaimana dengan ibumu?”
“kenapa kau banyak
bertanya?” Robert kesal.
“karena aku tidak
punya orang tua” anak itu menunduk.
Robert diam, “ok,
aku minta maaf”
“kau sayang
ayahmu?”
“orang dewasa
menunjukan kasih sayangnya dengan cara yang berbeda”
“jadi, kau tidak
terlalu dekat dengan ayahmu?”
“berhentilah
membicarakan itu”
“aku hanya ingin
tau rasanya punya ayah, semua anak di desa ini memilikinya kecuali aku. Apa kau
mau jadi ayahku?”
Robert kaget
mendengar itu.
“dokter, aku mohon”
Robert menatap anak
itu, “akan ku pikirkan, siapa namamu?”
“Anna” Anna
tersenyum.
“ok Anna, sebaiknya
kau pulang”
“kenapa? Kau tidak
suka padaku?”
“bukan, aku hanya
ingin istirahat. Pekerjaanku sangat melelahkan, kau tau?”
“aku bisa
memijitmu, aku bisa membuatkan teh hangat atau apapun”
“kau ini mau menjadi
anakku atau pembantuku?”
“terserah, yang
penting kau menerimaku sebagai anakmu”
“terserah kau saja”
Anna tersenyum dan
langsung memeluk Robert.
Robert kaget, ia
pun mengelus Anna.
Besoknya,
Robert duduk di
teras rumanya, hari ini ia libur karena klinik tutup.
Anna datang membawa
seorang perempuan cantik, “ayah, aku datang”
“ya ampun, anak
itu” Robert tidak menyangka jika Anna akan datang begitu pagi, tapi ia terdiam
melihat perempuan yang dibawa Anna. Cewek
sombong itu, Robert agak kesal.
“ayah, aku membawa
seorang teman. Namanya kak Alya, ayo kenalan” Anna tersenyum.
“dengar, Anna. Aku
tidak suka jika kau membawa orang sembarangan ke rumahku”
Alya menunduk.
“ayah kok gitu?”
“terserah kau, aku
mau mandi” Robert masuk ke rumahnya.
Anna menatap Alya,
“maaf ya kak, sebenarnya ayah itu orang yang baik. Mungkin dia sedang banyak
pikiran”
Alya mengangguk dan
tersenyum.
Di dalam,
Robert mengintip,
ia melihat Alya sudah pergi. Robert pun kembali keluar dan duduk di teras
bersama Anna.
“ayah? Katanya mau
mandi?”
“aku hanya ingin
menghindari wanita itu”
“kenapa? Kak Alya
baik, dia penjual kue yang rajin”
“aku tidak peduli”
“kuenya enak lho,
ayah harus nyoba. Pasti ketagihan”
“sudah kubilang,
aku tidak peduli”
“ayah beneran gak
suka sama kak Alya?”
Robert memalingkan
wajahnya.
“maafkan aku, ayah”
Robert mengelus
Anna, “aku mau mandi dulu, kali ini aku serius” ia masuk ke rumah.
Anna pun tersenyum.
Di dalam,
Robert berdandan
rapi, ia menatap cermin. Robert tidak menyangka jika ia akan betah tinggal di
desa ini. Robert tersenyum, “aku menang, ayah. Kau kira, aku akan menderita di
tempat ini? Seandainya kita bertaruh, jelas aku menang telak”
Robert pun keluar
dari rumahnya.
Anna masih disana.
“mana sepeda yang
kau janjikan?” Robert menatap Anna.
“itu” Anna menunjuk
sebuah sepeda yang terparkir di depan rumah Robert.
“ok” Robert menatap
sepedanya.
“itulah alasan
kenapa aku bawa kak Alya, soalnya sepeda itu kegedean. Aku gak nyampe”
Robert tersenyum,
“terima kasih, kapan aku harus mengembalikannya?”
“terserah ayah”
“ok, sepakat”
Robert memberi Anna sebungkus permen.
“kau dokter, tapi
kau memberiku ini” Anna mengambilnya.
“itu permen karet
kesukaanku. Sejak kecil, ibuku selalu membelinya untukku”
“ayah sangat
menyayanginya?”
“tentu”
“kenapa ayah tidak sesayang
itu pada kakek?’
“kekek?”
“ayahmu” Anna
menatap Robert, “sejak aku lahir, aku tidak punya ayah dan ibu. Aku tidak pernah
merasakan kasih sayang mereka dan menurutku, salah jika ayah menyia-nyiakan
kakek”
Robert diam dan
menatap Anna, “sebagai anak, kau tidak berhak bicara seperti itu pada ayahmu”
“tapi sebagai
manusia, kita harus saling mengingatkan. Selagi kakek masih hidup, berhubungan
baiklah dengannya”
“sekali lagi kau
bicara, aku akan melemparmu keluar”
“emang ayah
berani?”
“kau menantangku?” Robert
mengangkat Anna dan seolah-olah mau melemparnya.
Mereka pun tertawa.
“aku sayang ayah”
Anna memeluk Robert.
Robert tersenyum,
“pulanglah”
Anna mengangguk,
“bolehkah aku mencium ayah?”
“ok”
Anna mencium pipi
Robert dan kembali tersenyum.
Setelah Anna pergi,
Robert pun mencoba
sepedanya, “boleh juga” ia mulai berkeliling.
Di jalan,
“ah... segar sekali
udaranya” Robert sangat menikmati itu, “mungkin sebaiknya, aku naik sepeda ke
klinik” Robert pun mulai melakukan beberapa gerakan freestyle, “wuhu...”
Para ibu-ibu yang
melihat itu, saling berbisik.
“eeh... lihat, itu
kan dokter ganteng yang di klinik”
“iya, cakep banget
dia”
“aduh pake lepas
tangan segala lagi”
“pengen dong
dibonceng”
Mereka tertawa.
Robert melihat ke
arah mereka dengan aneh, para ibu tersenyum genit. Robert pun tersenyum dan
ibu-ibu kembali heboh.
Besoknya,
Di klinik, Anna
sedang duduk di ruangan Robert. Tapi kepalanya sakit dan hidung Anna mengeluarkan
darah.
Robert masuk ke
ruangannya, “Anna?”
Anna langsung
menghapus darah di hidungnya dan berbalik, “ayah” ia tersenyum.
“sedang apa, kau
disini?”
“aku nungguin ayah”
“emh...” Robert
duduk, “kau mau diperiksa?”
“enggak”
“ya udah, kamu
keluar dulu. Kasihan pasien ku, mereka sudah mengantri di luar”
Anna mengangguk,
“aku sayang”
Robert tersenyum.
Anna pun keluar.
Di luar,
Asna melihat Anna,
“kau sudah diperiksa?”
“gak jadi, tante”
“kenapa?”
“aku gak mau”
“ya udah, hati-hati
di jalan”
“iya”
Asna pun masuk ke
ruangan Robert.
Di dalam,
“selamat pagi”
“bu Asna? Bagaimana
sekarang?”
“aku merasa lebih
baik, dok”
“syukurlah” Robert
mulai memakai stetoskopnya.
Setelah memeriksa
keadaan Asna,
“ini untuk anda”
Robert melihat
sebungkus kue, “ya ampun, tidak usah repot-repot begini”
“tidak apa-apa,
dok. Anggap saja, tanda terima kasih saya. Saya tidak punya uang untuk membalas
anda, saya hanya penjual kue”
“aku melayani
dengan gratis disini, apa ibu lupa?”
“tapi...”
“sudahlah, terima
kasih banyak atas kuenya”
Asna tersenyum,
“kue itu khusus dibuat oleh saya dan anak saya, semoga dokter suka”
“emh, aku pasti
suka”
Asna tersenyum,
“kalau begitu, saya permisi, dok”
“silahkan”
Saat makan siang
tiba,
Robert keluar dari
klinik dan melihat Anna duduk di bawah pohon, ia mendekat.
Anna tersenyum sambil
menatap Robert.
“kau baik-baik
saja? Kau terlihat pucat”
“emh... ayah mulai
khawatir padaku, ya?”
“kau ini, aku
serius”
Anna tersenyum dan
memeluk Robert.
“aku mendapat
sebungkus kue dari bu Asna, kau mau memakannya bersamaku?”
“mau, kue buatan bu
Asna itu paling enak sedunia”
“oh ya? Kapan-kapan
aku akan mengajakmu ke kota, disana banyak kue mewah dan mahal”
“mahal belum tentu
enak, kan?”
“terserah kau saja”
Anna tersenyum.
Robert pun duduk
disamping Anna, ia tidak perduli jika duduk dibawah pohon akan mengotori
bajunya.
Mereka mulai
memakan kue itu.
“enak, kan?” Anna
menatap Robert.
Robert terdiam,
rasa kue itu percis dengan buatan ibunya.
“ayah baik-baik
saja, kan?”
Robert berhenti
makan dan menyimpan kuenya.
“apa kuenya gak
enak?”
“aku kurang enak
badan” Robert berdiri dan memakai kacamatanya, ia masuk ke mobil dan
meninggalkan Anna bersama kuenya.
“ayah?” Anna kaget.
Di jalan,
Robert melamun
sambil menyetir, ia ingat pada ibunya. Ibu...
Dan Robert pun
memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
Di rumah,
Robert melamun di
teras, ia mengingat semua kenangan manis bersama sang ibu. Matanya memerah dan
Robert menutup matanya.
“ayah” Anna berlari
ke arah Robert.
Robert melihat
Anna, “ada apa?”
“ayah baik-baik
saja, kan? Kenapa ayah tiba-tiba pulang? Semua orang di klinik heboh mencari
ayah”
“aku butuh
istirahat”
“ayah sakit?”
“ya, aku pusing
melihatmu”
“ayah... aku
serius”
“kau pikir, aku
bercanda?”
Anna diam, tapi ia
melihat ke arah mobil Robert dan tersenyum.
“apa?” Robert
menatap Anna.
“apa itu mobil
ayah?”
“jika bukan, untuk
apa parkir disana?”
“bolehkah aku menaikinya?”
“emh...” Robert
pura-pura berpikir.
“ayolah ayah, aku
mohon”
“bagaimana, ya?”
“ayah...”
“ok”
Anna tersenyum
senang.
Robert tersenyum
dan masuk ke rumah.
“ayah?”
“aku mau istirahat,
nanti malam kita ke karnaval”
“asyik”
Malam itu,
Sesuai janjinya, Robert
mengajak Anna ke karnaval dengan mobilnya. Anna sangat senang, untuk pertama
kalinya ia pergi ke karnaval dengan seseorang yang ia anggap ayah, apalagi
menaiki mobil mewah milik Robert.
Mereka makan es
krim bersama dan duduk di sebuah bangku.
Mungkinkah ini rasanya punya ayah? Ya Tuhan... terima
kasih, aku senang sekali. Anna tersenyum sambil
menatap Robert.
“apa?” Robert
menatap Anna.
Anna menggeleng dan
berlari.
“hey, tunggu”
Robert mengejar Anna.
Saat pulang,
“tadi itu
menyenangkan sekali”
“emh...” Robert
serius menyetir.
“ayah, aku bicara
padamu”
“aku tau, aku
sedang menyetir. Oh ya, kau dilarang bicara pada supir jika sedang mengemudi,
itu bahaya”
“ok” Anna diam.
Robert tersenyum
dan menghentikan mobilnya, ia menatap Anna. Robert mengelusnya, tapi Robert
melihat rambut Anna yang rontok di tangannya. Robert kaget, “hey?”
“shampoo panti di
ganti, mungkin aku tidak cocok”
“kalau begitu, aku
akan membelikanmu shampoo”
“tidak usah, ayah.
Nanti juga, aku terbiasa kok”
“kau yakin?”
Anna mengangguk.
“kau mau menyetir?”
“aku tidak bisa”
“aku bisa
mengajarimu”
Anna tersenyum.
Robert pun
mengangkat Anna ke pangkuannya, “ayo, kita lihat bakatmu”
Anna mulai memegang
stir mobil.
“mulai?”
Anna mengangguk.
Robert tertawa, ia
tidak menyangka jika Anna bisa melakukannya dengan baik. Anna pun tersenyum
senang.
“kau hebat, sebagai
pemula”
“mungkin aku
terlahir menjadi seorang pembalap”
“benarkah?”
Mereka pun sampai
ke rumah Robert.
“perlu ku antar?”
“tidak perlu,
terima kasih banyak, ayah”
Robert tersenyum
dan Anna pun pulang.
Besoknya,
Robert sudah
bersiap untuk pergi ke klinik, tapi seorang pria mendekatinya.
“selamat pagi”
“pagi?” Robert
menatap pria itu.
“aku pemilik panti
asuhan di desa dan ingin menanyakan soal Anna”
“ada apa dengan
Anna?”
“banyak warga yang
mengadu, jika kalian cukup dekat. Anna hanya seorang anak yatim piatu, kau mau
apa?”
“apa maksud anda?”
“dengar dok, anda
orang baru dan saya harap, anda tidak membuat masalah”
Robert tersenyum
kesal, “apa mengajak seorang anak ke karnaval, sebuah masalah?”
“kami khawatir jika
kau akan bertindak buruk pada anak sepolos Anna”
“maksudmu, aku seorang
fedofil? Kau gila” Robert mulai marah, “dengarkan aku, anak itu yang selalu
mendekatiku. Apa yang harus aku lakukan? Dia memanggilku ayah karena dia tidak
punya ayah”
“dokter...”
“jika aku
menjauhinya, apa kau bisa menjadi pengganti ayahnya?”
Orang itu diam.
“kau bilang, kau
pemilik panti asuahan. Tapi kau tidak tau, apa yang dibutuhkan anak-anak. Aku
jadi merasa aneh, apa jangan-jangan, kau hanya ingin diharga orang-orang? Bukan
dengan setulus hati merawat mereka. Lagi pula, aku melihat Anna begitu haus
akan kasih sayang. Apa saja yang kau lakukan selama ini?”
Orang itu kesal,
“baiklah, aku permisi, dokter”
Robert tersenyum
sinis dan masuk ke mobilnya.
Di klinik,
Lagi-lagi, Robert
melihat Anna di ruangannya.
“Anna?”
“ayah” Anna
tersenyum.
“jangan ganggu aku,
aku sedang bekerja”
“aku tidak
mengganggu ayah”
“kau mau
diperiksa?”
“tidak, aku hanya
ingin melihat ayah”
“bukankah setiap
sore, kau selalu datang ke rumahku?”
Anna tertawa.
“pergilah, pasienku
sudah menunggu”
Anna mengangguk dan
pergi.
“anak yang aneh”
Robert duduk.
Sore itu,
Seperti biasa,
Robert menyiram bunga. Tiba-tiba, Alya datang dan berlari ke arah Robert. Ia
menarik-narik tangan Robert.
Robert kaget,
“apa-apaan kau?” ia melepas tangan Alya.
Tapi Alya terus
memegang tangan Robert dan menarik-nariknya.
“lepaskan” Robert
kesal dan menatap Alya, “pergi darisini, cewek aneh”
Wajah Alya semakin
panik dan memegang tangan Robert lagi.
“lepaskan aku, kau
tuli?” Robert kesal dan masuk ke rumahnya.
Alya mengejar
Robert dan mengetuk-ngetuk pintu rumahnya, ia menangis. Namun Robert tetap
tidak perduli, karena baginya, Alya adalah perempuan gila. Alya menunduk, ia
pun pergi.
Di rumah,
Robert mengintip ke
luar, ia melihat tidak ada siapa-siapa disana. Perempuan itu sudah pergi? Ia kembali keluar, Robert pun mulai
menyiram bunga lagi.
“ayah” Anna berlari
ke arah Robert, “ayah”
“ada apa?” Robert
menatap Anna.
“kita harus ke
rumah kak Alya”
“untuk apa? Aku
tidak suka perempuan itu, tadi dia datang kesini dan menarik-narik tanganku
tidak jelas”
“ayah, ibu kak Alya
sakit. Ayah harus menolongnya, keadaannya sangat gawat”
“kenapa dia tidak
bilang padaku?” Robert menyimpan selang airnya.
“kak Alya tidak
bisa bicara, ayah”
Robert terdiam, ia
ingat saat menanyakan jalan pada Alya. Robert baru tau jika Alya tidak bisa
bicara, ia menyesal karena selama ini berpikir buruk tentang Alya.
“ayah?”
“ayo kita kesana”
Mereka pun pergi.
***
Di rumah Alya,
Robert datang
bersama Anna, tapi disana sudah banyak orang berkumpul. Robert masuk dan
melihat orang-orang hanya diam, ia pun memiliki firasat buruk tentang ini.
Robert masuk ke
kamar ibu Alya dan terdiam melihat ibu Alya yang sudah terbujur kaku, Robert
mendekat. Ia sedih, ternyata ibu Alya adalah Asna. Perempuan yang
mengingatkannya pada sang ibu.
“ya Tuhan...”
Robert memeriksa Asna dan diam, ia melihat ke sekitar. Tapi ia tidak menemukan
Alya, “dimana Alya?”
Seorang ibu memberi
tau jika Alya ada di kamarnya, sepertinya Alya sangat terpukul dengan kepergian
sang ibu.
Robert pun berjalan
ke kamar Alya.
Di kamar,
Alya sedang
menangis, Robert mendekat dengan rasa bersalahnya.
“Alya”
Alya menoleh dan
melihat Robert.
“aku minta maaf,
aku tidak tau jika ibumu...”
Alya menatap Robert
sambil terus menangis.
“hey, kau boleh
menuntutku atas kejadian ini. Aku tidak keberatan”
Alya memalingkan
wajahnya.
“maafkan aku, Alya.
Aku tidak tau, aku sungguh-sungguh tidak tau” Robert memegang pundak Alya.
Alya menunduk
dengan air matanya yang terus menetes.
“Alya, aku akan
melakukan apapun untuk menebus semua kesalahanku. Beritau aku, apa yang kau
inginkan?”
Alya menggeleng dan
akan pergi.
“Alya” Robert menarik
Alya dan memeluknya.
Alya melepas
pelukan Robert dan pergi.
“Alya?” Robert
terdiam.
“ayah” Anna berlari
ke kamar, “ayah kenapa?”
“kita terlambat,
Asna sudah meninggal” Robert berjalan keluar dari rumah Alya.
“ayah?” Anna
mengejarnya.
“ini semua salahku”
Robert meninggalkan Anna.
“ayah?” Anna cemas.
***
Di sebuah bar,
Robert minum dan
memikirkan Alya.
Seorang sheriff
mendekat, “dokter Robert?”
“sheriff?” Robert
tersenyum.
“kau baik-baik
saja?”
“pasienku
meninggal”
“Asna adalah
perempuan yang baik, kue buatannya sangat enak”
“ya, setiap dia
datang untuk berobat, aku selalu senang” Robert mengenang Asna, “dia seperti
ibuku”
“kau sepertinya
sangat kehilangan dia?”
Robert tersenyum,
“aku menyesal datang terlambat”
“umur seseorang bukan
ditangan dokter”
“aku tau, seorang
anak mengatakan, hanya Tuhan yang mengetahui itu”
Sheriff itu
tersenyum dengan sedikit khawatir, ia tau, Robert sangat terpukul dengan
kepergian Asna.
Besoknya,
Alya dikabarkan
hilang setelah pemakaman ibunya, semua orang mencari Alya termasuk Robert.
“ayah, aku ingin
ikut”
“diam, Anna. Kau
tidak lihat? Diluar hujan besar” Robert menatap Anna, “lebih baik kau bereskan
rumahku, aku janji akan menemukan Alya”
Anna kesal karena
tidak bisa ikut mencari Alya.
Di luar,
Robert mencari Alya
dengan para warga.
“Alya”
“Alya?”
Para warga
berteriak.
Robert begitu
khawatir, ia semakin merasa bersalah pada Alya. Asna, bantu aku mencari anakmu...
Tiba-tiba,
seseorang berteriak.
“Alya? Tolong, Alya
ada disini”
Semua berlari
kesana.
Ternyata Alya di
gigit ular yang cukup berbisa, ia sedang menangis. Alya berpikir, dia akan
segera mati menyusul ibunya.
Robert berlari
kesana, “Alya?” ia mendekat.
Seseorang memegang
kaki Alya dan mau menyedot bisanya.
“jangan” Robert
menatap orang itu, “tubuhmu bisa menyerap bisanya juga, kau akan mati” Robert
menatap Alya, “kau masih bisa bertahan?” ia membuka jaket dan bajunya, “aku akan
menyelamatkanmu, aku janji” Robert merobek bajunya dan mengikat kaki Alya, “aku
harap, bisanya belum menyebar” Robert kembali memakai jaketnya dan mengangkat
Alya, “aku akan merawatmu”
Mereka pun pergi.
Di rumah Robert,
Anna panik melihat
Alya yang lemas, “ayah, apa yang terjadi?”
“diamlah Anna,
lebih baik kau ambilkan air hangat”
“iya, ayah”
Malam itu,
Alya membuka
matanya, ia sadar berada di kamar Robert. Alya bangun dengan panik.
“Alya, tenang. Kau
harus istirahat”
Alya menatap
Robert.
“aku janji, aku
akan bertanggung jawab atas semuanya. Asna adalah orang baik dan aku
menyayanginya seperti ibuku sendiri”
Alya menunduk.
“kenapa kau lari
dari rumah? Keadaanmu jadi lemah, apalagi kau dipatuk ular. Untung saja, para
warga segera menemukanmu”
Alya hanya diam.
“ya sudah,
tidurlah. Aku akan keluar” Robert keluar dari kamarnya.
Di luar,
“ayah” Anna
khawatir.
“sepertinya, dia
sangat membenciku”
“Ayah?”
“pulanglah Anna,
bawa sepedamu”
“itu bukan
sepedaku, itu milik kak Alya”
“apa? Ya Tuhan...
Anna, kenapa kau tidak mengatakan itu sebelumnya?”
“maafkan aku, ayah.
Aku hanya ingin melihat ayah bahagia”
“tapi bukan begitu
caranya”
“maaf” Anna
menunduk.
“ya sudah, lebih
baik kau pulang” Robert mengelus Anna.
Setelah Anna pergi,
Robert kembali masuk
ke kamar dan mendekati Alya, “bagaimana keadaanmu?”
Alya diam.
“aku minta maaf,
Alya. Aku sungguh-sungguh menyesal”
Alya menatap Robert
dan mengelusnya.
Robert tersenyum, “aku
akan membawamu ke kota, aku harap, kau tidak masalah dengan itu”
Alya menunduk.
“kenapa? Jika kau
ingin mengunjungi ibumu, kita akan kemari. Mungkin aku juga akan mengunjungi
Anna”
Alya menatap Robert.
“aku minta maaf,
aku tidak tau jika itu sepedamu”
Alya tersenyum
sambil mengeleng.
“kau adalah
perempuan yang baik, selama ini, aku salah menilaimu”
Alya hanya
tersenyum.
Robert mencium
kening Alya, “aku janji, aku akan membahagiakanmu”
Pagi itu,
Robert mendapat
telpon jika ayahnya kena serangan jantung dan sekarang berada di rumah sakit.
“ok, aku akan
pulang sekarang. Lagi pula, tugas ku sudah berakhir. Tangani dia dengan baik”
Robert menutup telponnya.
Alya mendekat dan
menatap khawatir pada Robert.
“aku tidak apa-apa,
Alya” Robert pergi.
***
Di dekat danau,
Robert diam dan
melamun, ia teringat kata-kata Anna.
“selagi
orang tua kita masih hidup, kita harus berhubungan baik dan membahagiakan
mereka”
Mata Robert mulai
memerah, hubungannya dengan sang ayah memang tidak pernah baik. Apalagi saat
sang ibu meninggal.
Robert memakai
kacamatanya dan hanya duduk diam menatap danau. Alya mendekat dan mengelus
pundak Robert, tapi Robert hanya diam.
Alya duduk disampil
Robert dan mau membuka kacamatanya. Robert mengelak tapi Alya tetap membukanya.
Alya melihat mata Robert yang berkaca-kaca, ia mengelus Robert.
Robert menatap Alya
dan air matanya menetes.
Alya tersenyum
cemas, ia memeluk Robert sambil mengelus punggungnya.
Robert menangis di
pelukan Alya, sudah lama ia tidak menangis seperti itu. Alya sangat khawatir,
namun ia membiarkan Robert menangis sampai puas.
Robert bersandar di
pundak Alya dan terus menangis sambil memeluknya erat, ia mencurahkan semua
yang ia rasakan. Rasa sakit yang sulit ia luapkan selama ini.
Alya mengelus
kepala Robert dan berharap ia berhenti menangis.
Robert menatap
Alya, “maafkan aku” ia menghapus air matanya.
Alya tersenyum dan
mengelus pipi Robert.
“ayo kita bersiap”
Alya mengangguk.
Mereka pun pergi.
Di halaman,
“ayah” Anna
mendekati Robert yang sudah rapi.
Robert menoleh.
“apa ayah akan
pergi sekarang?” Anna menatap Robert.
“iya”
Anna menangis.
“hey, jangan
menangis” Robert mengangkat Anna.
Anna terus memeluk
Robert, “jangan pergi, ayah”
“maafkan aku,
ayahku sakit. Aku harus pulang”
“apa ayah akan
kembali untuk menemuiku?”
“eh... aku...”
“ayah tidak akan
melupakanku, kan?”
“Anna” Robert
mengelusnya, “kau adalah teman terbaikku, aku tidak akan melupakanmu. Ok?”
“aku sayang ayah”
Robert hanya diam,
ia tidak tega pada Anna.
Anna pun melepas
kepergian Robert dan Alya, ia terus menatap jalan meski mobil Robert sudah
tidak terlihat.
Tapi, kepala Anna
tiba-tiba sakit dan ia kembali mimisan, Anna pun pingsan.
***
Di rumah sakit,
Robert berlari,
“suster, sus”
“dokter Robert?”
“mana ayah?”
Mereka pun pergi ke
kamar perawatan ayah Robert.
“ayah?” Robert
mendekat.
Ayah tersenyum pada
Robert.
“kenapa ayah tidak
pernah bilang jika ayah sakit?”
“aku tidak ingin
membuatmu khawatir”
“tapi aku seorang
dokter, aku akan merawat ayah sampai sembuh. Ayah harus percaya padaku, ayah
pasti bisa sembuh”
“ya, kau memang
memiliki gelar itu”
Robert hanya diam
menatap ayahnya.
Alya melihat
hubungan mereka yang begitu kaku, tidak terlihat seperti ayah dan anak.
“baiklah” Robert
berdiri, “suster”
“iya dok?”
“aku akan mengurus
ayah sampai sembuh”
“baik, dok”
Robert mulai
memeriksa ayahnya.
“aku tidak apa-apa,
Robert. Aku sudah diperiksa”
“tetap diam dan
biarkan aku bekerja” Robert menatap ayahnya.
Ayah pun diam.
***
Di rumah,
Robert tidak
menyangka jika dirinya akan kembali kesana, rumah yang penuh dengan kenangan sang
ibu. Apalagi Robert sempat berpikir untuk tinggal di apartemen setelah tugasnya
di desa selesai.
Alya mendekat dan
mengelus Robert.
Robert tersenyum,
“aku tidak apa-apa, Alya”
Alya mengangguk dan
memeluk Robert.
“terima kasih, kau
selalu ada disaat aku membutuhkan...”
Alya tersenyum dan
mengelus kepala Robert.
“aku mencintaimu,
Alya. Aku janji akan memperbaiki semua kesalahanku”
Alya melepas
pelukannya dan menggeleng, ia mengelus pipi Robert dan terlihat sangat
khawatir.
Robert tersenyum
dan mencium Alya.
Malam itu,
Robert pulang dari
rumah sakit dan masuk ke rumah.
Alya sudah
menunggunya untuk makan malam.
“menurutmu, aku
bisa menyembuhkan ayah?”
Alya tersenyum.
“Anna pernah
bilang, jika umur manusia ada di tangan Tuhan. Tapi jika kita berusaha, apa
Tuhan akan menolong kita?”
Alya mengangguk.
“aku sangat takut
kehilangan ayah, selama ini, aku bukan anak yang baik”
Alya mengelus
Robert.
“terima kasih, ku
selalu membuatku lebih baik, Alya”
Tapi HP Robert
berbunyi.
“hallo?”
“dokter Robert?”
“ya?”
“saya pemilik panti
asuhan”
“ada apa?”
“Anna sakit, dia
sangat membutuhkan anda”
“a... ok ok, aku
kesana” Robert menutup telponnya dan menatap Alya dengan bingung.
Alya tau, ada yang
tidak beres.
Mereka pun langsung
pergi.
Alya melihat Robert
yang begitu panik, ia tau jika Robert begitu menyayangi Anna meski terkadang
terlihat cuek dan tidak peduli.
***
Di panti,
Robert masuk
bersama Alya, pemilik panti pun sudah menunggunya.
“apa yang terjadi?”
“Anna sakit,
semenjak kau pergi, keadaannya semakin buruk”
“dia sakit apa?
Kenapa aku tidak pernah tau?”
“bukankah setiap
hari, dia selalu datang ke klinik?”
“dia memang datang,
tapi dia bilang, dia hanya ingin melihatku”
“ya Tuhan...”
pemilik panti itu memperlihatkan sebuat surat.
Robert melihatnya
dan terdiam.
“Anna kanker otak,
sekarang sudah stadium empat”
Robert tidak
percaya itu, ia agak kesal karena Anna tidak pernah jujur padanya.
Mereka pun melihat
Anna ke kamarnya.
Anna benar-benar
berbeda, kepalanya sudah tak berambut lagi dan tubuhnya begitu kurus dan lemah.
Kulitnya lebih gelap dari biasanya.
“dia sudah dikemo?”
“ya, tapi
sepertinya Anna tidak kuat. Keadaannya semakin lemah”
Robert mendekati
Anna, “Anna?” ia mengelusnya.
Anna membuka
matanya, “ayah...”
“hey, kau baik-baik
saja?” mata Robert memerah.
“ayah...” Anna
tersenyum.
“iya nak, ini ayah”
air mata Robert menetes, “ kenapa kamu gak pernah bilang pada ayah?”
“aku pernah bilang,
kan? Hidup manusia itu ada di tangan Tuhan, bukan dokter”
“aku dokter terbaik
di kota, kau meragukanku?”
Anna menggeleng,
“aku sayang padamu, aku tidak mau jika kau sedih”
“kau bodoh, Anna”
Robert menangis.
“ayah jangan
menangis, aku baik-baik saja”
“aku dokter, aku
tau keadaanmu”
Anna tersenyum,
“terima kasih, ayah. Aku bahagia, akhirnya kau benar-benar menganggapku sebagai
anakmu”
“Anna, kau adalah
orang yang paling berarti untuk hidupku. Aku tidak mungkin melupakanmu”
“aku ingin dipeluk”
“iya nak, kemari
sayang” Robert memeluk Anna, “ayah sangat menyayangimu”
Anna tersenyum dan
menutup matanya, Robert terus menangis dan Anna pun meninggal dalam pelukannya.
***
Di pemakaman,
Robert terlihat
tegar dengan kacamata hitamnya, ia terus berdiri tegak melihat pemakaman Anna.
Alya mendekat, ia
khawatir.
Robert tersenyum
pada Alya, “aku baik-baik saja” ia tau, jika Alya sangat khawatir.
Setelah orang-orang
pergi,
Robert mendekati
nisan Anna, ia menaruh bunga dari halaman rumah yang sering Anna petik. Robert
mengelus nisan Anna, “terima kasih banyak, Anna. Meskipun kau hanya seorang
anak kecil, tapi kau telah banyak mengajariku tentang kehidupan. Aku akan
selalu mengingatmu sebagai anakku” ia mencium nisan Anna.
Robert berdiri dan
Alya menggandengan tangan Robert, mereka pun pergi.
Robert langsung
kembali ke rumah sakit untuk melihat kondisi ayahnya.
Di rumah sakit,
Robert masuk ke
ruang perawatan sang ayah, Alya mengikutinya.
Robert mendekati
ayahnya, “ku dengar, keadaanmu mulai membaik”
“kau adalah dokter
terhebat yang rumah sakit miliki”
Robert tersenyum
dan kembali memeriksa kondisi ayahnya.
“ayah bangga
padamu, nak” ayah mengelus pipi Robert.
Robert terdiam,
“aku... aku harus pulang”
Robert menjauh tapi
Alya mendekatinya dan menggeleng. Robert menatap Alya dan kembali menatap
ayahnya. Ia menunduk, sang ayah pun tersenyum.
Robert kembali
mendekati ayahnya, “maafkan aku, ayah” ia menangis.
Ayah mengelus
Robert dan Robert memeluknya.
“maafkan ayah,
karena ayah tidak bisa membahagiakanmu. Ayah hanya tidak ingin jika kau menjadi
manusia yang tidak berguna, itulah yang membuat ayah begitu keras padamu”
“ aku sayang ayah”
Alya tersenyum
dengan air mata yang menetes, ia senang melihat hubungan ayah dan anak yang
mulai membaik.
Robert menghapus
air matanya, “o iya, ayah. Perkenalkan, ini Alya. Dia calon istriku” Robert
memegang tangan Alya sambil tersenyum.
Alya tersenyum pada
ayah Robert dan sang ayah pun tersenyum dengan bahagia.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf
kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar