Senin, 18 April 2016

Jar of Hearts

Author : Sherly Holmes
Genre : Family, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Di sebuah rumah sakit,
Seorang pria sedang duduk di ruangannya.
“dokter, maaf” seorang suster masuk ke ruangan itu.
“ada apa?” pria itu menatap suster.
“maaf, dok. Ada pasien yang butuh pertolongan anda di IGD”
“dengar ya, aku baru datang. Kenapa kau menyuruhku untuk..”
“maaf, dok. Tapi dokter lain sedang menguruh pasien, hanya anda yang bisa melakukannya”
“aku tidak biasa mengurus orang-orang di IGD, aku hanya mengurus pasien VIP-ku” pria itu keluar dari ruangannya.
Di luar,
Sudah ada beberapa orang yang menunggu pria itu.
“dokter Robert, saya mohon. Tolong ayah saya, dok”
Robert menatap orang itu, “berapa uang yang kau punya?”
Orang itu diam, ia sadar jika Robert adalah dokter termahal di kota. Dan rumah sakit ini adalah milik orang tuanya. Mereka tidak akan bisa membayar Robert karena mereka hanya orang biasa.
“kenapa diam? Kau berubah pikiran?”
“maafkan saya, kami permisi”
Mereka pergi.
Robert memang terkenal sebagai dokter yang hebat dan cerdas, namun sayangnya, kesombongan Robert membuat tidak semua orang suka padanya.
Robert selalu pilih-pilih pasien dan hanya beberapa orang yang bisa dirawat oleh Robert. Sehingga Robert dianggap dokter termahal di kota.
Malam itu,
Kepala rumah sakit, masuk ke ruangan Robert.
“ayah, ada apa?”
“sudah banyak kabar yang aku dengar tentangmu”
“kau sudah bangga padaku? Kau selalu menginginkanku agar menjadi dokter dan sekarang, inilah aku”
“aku tidak mengharapkanmu menjadi dokter yang seperti ini”
“sungguh banyak permintaan” Robert melihat ke arah lain.
“kau adalah dokter paling bermasalah di kota ini”
“apa aku tidak salah dengar? Aku memiliki predikat disini, dokter termahal dan dokter terbaik. Lihat penghargaanku”
“mereka lupa untuk memberimu piala dokter tersombong”
Robert tersenyum, “kau tidak pernah bangga padaku, kan?”
“mana mungkin aku bangga dengan kelakuanmu” ayah pergi.
Robert tidak peduli, “dasar kepala rumah sakit”
Besoknya,
Robert baru datang ke rumah sakit dan mendapatkan sebuah surat dari salah satu pegawai.
“apa ini?”
“saya kurang tau, dok. Tapi tadi pagi, kepala rumah sakit menitipkan ini untuk anda”
“terima kasih” Robert tersenyum dan membacanya. Ia kaget, surat itu berisi tugas untuk pergi melayani warga di sebuah desa.
***
Di ruang kepala rumah sakit,
Robert masuk dengan marah, “apa maksud ayah?”
Ayah menatap Robert.
“kenapa ayah menugaskan aku untuk...”
“kau harus melakukannya jika ingin tetap bekerja disini”
“maksud ayah, apa?”
“ini tugas untuk seorang dokter”
“kenapa ayah memilihku untuk ini?”
“karena aku menginginkannya”
Robert melempar suratnya.
“jika kau tidak melakukannya, aku akan memecatmu dan tidak akan ada rumah sakit yang menerimamu”
“aku benci ayah” Robert pergi.
Malamnya,
Robert minum di bar, ia masih memikirkan tugasnya untuk melayani warga di sebuah desa. Robert yang terbiasa hidup mewah, akan kesulitan disana. Ia memikirkan banyak hal yang ia khawatirkan.
Di rumah,
Ayah cemas karena Robert belum pulang, “kemana anak itu?” ia berusaha menelpon Robert tapi hp-nya tidak aktif, “ah..” ayah kesal.
Robert pulang dan melihat ayahnya di ruang tamu.
“kau mabuk?”
“sudahlah ayah, aku ingin tidur”
“Robert, kau ini seorang dokter”
“lalu kenapa? Dokter juga manusia, kan? Apa aku harus bertindak seperti dewa?”
“kau ini benar-benar...”
“kenapa?”
Plak...
Ayah menampar Robert.
Robert menatap ayahnya, “kau puas? Aku akan tidur, kepala rumah sakit menugaskanku ke desa besok pagi” ia pergi.
Ayah agak menyesal menampar Robert, tapi sikapnya sudah keterlaluan.
Pagi itu,
Robert sudah berkemas, ia masih kesal pada ayahnya. Robert memakai jaketnya, “aku tidak ingin kembali lagi ke rumah ini” ia keluar dari kamar.
“Robert” ayah sudah menunggunya.
“aku akan pergi, tidak usah mengahawatirkanku” Robert terus berjalan ke luar.
“Robert, dengarkan ayah”
Robert yang sudah ada di luar, menoleh. Ia menatap ayahnya, “mau apa lagi? Selama ini, aku selalu menuruti apapun keinginanmu”
“ayah hanya ingin mengucapkan, selamat jalan. Semoga kau baik-baik saja, hati-hati”
Robert terdiam, tapi gengsinya yang begitu tinggi membuat ia pergi tanpa mengatakan apapun. Robert masuk ke mobil dan menjalankan mobilnya.
Di jalan,
Robert terus melamun, ia memikirkan semuanya. Masa kecil saat bersama ibunya, saat sang ibu meninggal. Semua itu membuatnya sedih.
Mata Robert memerah dan ia memakai kacamatanya.
Sesampainya di desa,
Robert bingung mencari alamat rumah yang akan ia tinggali, Robert melihat seorang perempuan yang sedang berjalan sendirian. Ia pun mendekatkan mobilnya, “maaf”
Perempuan itu menoleh dan menatap Robert yang ada di mobil.
Robert tersenyum, cantik juga dia. Gak nyangka di tempat seperti ini ada bidadari, “kau tau dimana alamat ini?” ia membuka kacamatanya.
Perempuan itu tesenyum.
Robert merasa aneh, apa dia tidak mengerti maksudku? Robert pun mencoba untuk bertanya lagi, “kau tau, dimana rumah pak Lurah?”
Perempuan itu tersenyum lagi.
Robert kesal “mau mu apa, sih? Kamu itu bodoh atau apa? Aku hanya bertanya alamat, jika kau tidak tau, tidak apa-apa. Jangan membuatku bingung seperti ini, wanita sombong” Robert menjalankan mobilnya.
Perempuan itu terdiam dan menunduk.
Sesampainya di Kelurahan,
Robert ternyata sudah disambut para warga, ia kaget. Robert memakai kacamatanya dan turun, ia tersenyum. Aku seperti pejabat, wakil rakyat mungkin.
“selamat datang, dokter”
Robert tersenyum dan mendekati warga.
***
Robert diantar ke sebuah rumah yang akan ia tinggali selama disana.
“bagaimana dokter, kau suka?”
“tentu, jauh dari rumah warga dan berada di dekat danau. Aku sangat suka”
“baiklah dok, aku harus pergi karena masih banyak yang harus aku kerjakan”
“ok” Robert tersenyum kepada Lurah yang pergi.
Robert pun masuk ke dalam rumah, ia sangat menyukainya. Tempat itu terasa nyaman dan tenang.
Robert berkeliling rumah dan melihat kebun bunga di halaman lewat jendela, “waw?” ia senang dengan halamannya, tapi ia teringat pada sang ibu. Robert terdiam dan mulai sedih.
Tiba-tiba, seorang anak perempuan sedang mendekati bunga-bunga di halaman Robert.
“hey?!” Robert berteriak sambil keluar dari rumahnya.
Anak itu kaget melihat Robert dan pergi menjauh.
Robert agak kesal, “pasti anak itu mau memetik bunga-bunga ini, kenapa orang-orang tidak suka melestarikan lingkungan?”
Robert menatap tanaman-tanaman itu, Robert ingat. Saat masih hidup, sang ibu begitu suka berkebun.
Anak itu kembali mengintip dengan aneh, “siapa dia? Aku belum pernah melihatnya” ia pun berlari menjauhi tempat itu.
Besoknya,
“dokter Robert, dokter?” seseorang mengetuk pintu rumah Robert.
Robert yang masih tidur di kamar, membuka matanya. Emh... siapa yang mengetuk pintu pagi-pagi begini? Ia bangun.
“dokter Robert”
“iya, tunggu sebentar” Robert berjalan ke luar kamar dan membuka pintu.
“selamat pagi, dok”
“pagi?” Robert menatap orang itu.
“maaf, dok. Para warga sudah menunggu anda di klinik kelurahan”
“menunggu?”
“iya, mereka ingin segera diperiksa oleh anda”
“oh, ok. Aku akan bersiap dulu”
“baik dok”
***
Robert datang ke kelurahan untuk melayani warga yang mau berobat, ia melihat begitu banyak warga disana.
Robert yang biasanya hanya melayani satu atau dua pasien dengan bayaran mahal, harus melayani semua orang tanpa dibayar.
“ya Tuhan...” Robert terdiam.
“mari, dok”
“ah? Iya”
Di klinik,
Robert memeriksa seorang wanita yang usianya mungkin sebaya dengan ibunya jika sang ibu masih hidup.
“anda dokter baru disini?”
“iya, bu” Robert tersenyum.
“anda baik sekali, mau melayani warga dengan gratis. Anda tidak merasa rugi?”
“ini memang tugasku” Robert menatap wanita itu.
“anda seperti malaikat, dok. Tampan dan baik hati”
“terima kasih”
“seandainya anakku normal dan kami memiliki dana yang cukup, aku juga ingin menjadikan anakku dokter seperti anda”
Robert tersenyum.
“anakku bisu dan kami tidak punya uang”
“ini obatmu. Setelah tiga hari, kembalilah untuk check up” Robert sama sekali tidak memperdulikan perkataan perempuan itu.
“terima kasih, dok”
“sama-sama, bu...?”
“Asna”
“ok, bu Asna”
Saat Asna keluar, seorang anak mengintip.
“kau? Kau pencuri tanamanku, kan?” Robert melihat anak itu.
Anak itu langsung berlari.
“anak menyebalkan” Robert agak kesal.
Sorenya,
Robert sedang menyiram tanaman. Anak perempuan itu, kembali datang.
“mau apa?” Robert menatap anak itu.
“kau galak sekali”
“emh...” Robert kembali menyiram tanaman.
“apa benar, kau seorang dokter?”
“kenapa kau bertanya seperti itu?” Robert menatap anak itu.
“karena kau tidak seperti dokter yang lainnya”
“maksudmu?” Robert berjongkok dan masih menatap anak itu.
“apa kau tulus, meyalani kami?”
“pertanyaan aneh, untuk apa aku di klinik jika aku tidak mau melayani kalian?”
Anak itu tersenyum, “apa kau dokter hebat?”
“tentu”
“kau bisa mengobati semua penyakit?”
“menurutmu?”
“aku ragu”
“kenapa?”
“hanya Tuhan yang bisa melakukan itu”
“ok” Robert kembali berdiri dan menyiram tanaman.
“bolehkah aku bertanya lagi?”
Robert menoleh, “apa?”
“apa kau tau, bagaimana rasanya punya seorang ayah?”
“aku tidak mau membahasnya”
“apa ayahmu sudah meninggal?”
“tidak, dia hanya meninggal dalam ingatanku”
“kenapa? Hubungan kalian tidak baik? Bagaimana dengan ibumu?”
“kenapa kau banyak bertanya?” Robert kesal.
“karena aku tidak punya orang tua” anak itu menunduk.
Robert diam, “ok, aku minta maaf”
“kau sayang ayahmu?”
“orang dewasa menunjukan kasih sayangnya dengan cara yang berbeda”
“jadi, kau tidak terlalu dekat dengan ayahmu?”
“berhentilah membicarakan itu”
“aku hanya ingin tau rasanya punya ayah, semua anak di desa ini memilikinya kecuali aku. Apa kau mau jadi ayahku?”
Robert kaget mendengar itu.
“dokter, aku mohon”
Robert menatap anak itu, “akan ku pikirkan, siapa namamu?”
“Anna” Anna tersenyum.
“ok Anna, sebaiknya kau pulang”
“kenapa? Kau tidak suka padaku?”
“bukan, aku hanya ingin istirahat. Pekerjaanku sangat melelahkan, kau tau?”
“aku bisa memijitmu, aku bisa membuatkan teh hangat atau apapun”
“kau ini mau menjadi anakku atau pembantuku?”
“terserah, yang penting kau menerimaku sebagai anakmu”
“terserah kau saja”
Anna tersenyum dan langsung memeluk Robert.
Robert kaget, ia pun mengelus Anna.
Besoknya,
Robert duduk di teras rumanya, hari ini ia libur karena klinik tutup.
Anna datang membawa seorang perempuan cantik, “ayah, aku datang”
“ya ampun, anak itu” Robert tidak menyangka jika Anna akan datang begitu pagi, tapi ia terdiam melihat perempuan yang dibawa Anna. Cewek sombong itu, Robert agak kesal.
“ayah, aku membawa seorang teman. Namanya kak Alya, ayo kenalan” Anna tersenyum.
“dengar, Anna. Aku tidak suka jika kau membawa orang sembarangan ke rumahku”
Alya menunduk.
“ayah kok gitu?”
“terserah kau, aku mau mandi” Robert masuk ke rumahnya.
Anna menatap Alya, “maaf ya kak, sebenarnya ayah itu orang yang baik. Mungkin dia sedang banyak pikiran”
Alya mengangguk dan tersenyum.
Di dalam,
Robert mengintip, ia melihat Alya sudah pergi. Robert pun kembali keluar dan duduk di teras bersama Anna.
“ayah? Katanya mau mandi?”
“aku hanya ingin menghindari wanita itu”
“kenapa? Kak Alya baik, dia penjual kue yang rajin”
“aku tidak peduli”
“kuenya enak lho, ayah harus nyoba. Pasti ketagihan”
“sudah kubilang, aku tidak peduli”
“ayah beneran gak suka sama kak Alya?”
Robert memalingkan wajahnya.
“maafkan aku, ayah”
Robert mengelus Anna, “aku mau mandi dulu, kali ini aku serius” ia masuk ke rumah.
Anna pun tersenyum.
Di dalam,
Robert berdandan rapi, ia menatap cermin. Robert tidak menyangka jika ia akan betah tinggal di desa ini. Robert tersenyum, “aku menang, ayah. Kau kira, aku akan menderita di tempat ini? Seandainya kita bertaruh, jelas aku menang telak”
Robert pun keluar dari rumahnya.
Anna masih disana.
“mana sepeda yang kau janjikan?” Robert menatap Anna.
“itu” Anna menunjuk sebuah sepeda yang terparkir di depan rumah Robert.
“ok” Robert menatap sepedanya.
“itulah alasan kenapa aku bawa kak Alya, soalnya sepeda itu kegedean. Aku gak nyampe”
Robert tersenyum, “terima kasih, kapan aku harus mengembalikannya?”
“terserah ayah”
“ok, sepakat” Robert memberi Anna sebungkus permen.
“kau dokter, tapi kau memberiku ini” Anna mengambilnya.
“itu permen karet kesukaanku. Sejak kecil, ibuku selalu membelinya untukku”
“ayah sangat menyayanginya?”
“tentu”
“kenapa ayah tidak sesayang itu pada kakek?’
“kekek?”
“ayahmu” Anna menatap Robert, “sejak aku lahir, aku tidak punya ayah dan ibu. Aku tidak pernah merasakan kasih sayang mereka dan menurutku, salah jika ayah menyia-nyiakan kakek”
Robert diam dan menatap Anna, “sebagai anak, kau tidak berhak bicara seperti itu pada ayahmu”
“tapi sebagai manusia, kita harus saling mengingatkan. Selagi kakek masih hidup, berhubungan baiklah dengannya”
“sekali lagi kau bicara, aku akan melemparmu keluar”
“emang ayah berani?”
“kau menantangku?” Robert mengangkat Anna dan seolah-olah mau melemparnya.
Mereka pun tertawa.
“aku sayang ayah” Anna memeluk Robert.
Robert tersenyum, “pulanglah”
Anna mengangguk, “bolehkah aku mencium ayah?”
“ok”
Anna mencium pipi Robert dan kembali tersenyum.
Setelah Anna pergi,
Robert pun mencoba sepedanya, “boleh juga” ia mulai berkeliling.
Di jalan,
“ah... segar sekali udaranya” Robert sangat menikmati itu, “mungkin sebaiknya, aku naik sepeda ke klinik” Robert pun mulai melakukan beberapa gerakan freestyle, “wuhu...”
Para ibu-ibu yang melihat itu, saling berbisik.
“eeh... lihat, itu kan dokter ganteng yang di klinik”
“iya, cakep banget dia”
“aduh pake lepas tangan segala lagi”
“pengen dong dibonceng”
Mereka tertawa.
Robert melihat ke arah mereka dengan aneh, para ibu tersenyum genit. Robert pun tersenyum dan ibu-ibu kembali heboh.
Besoknya,
Di klinik, Anna sedang duduk di ruangan Robert. Tapi kepalanya sakit dan hidung Anna mengeluarkan darah.
Robert masuk ke ruangannya, “Anna?”
Anna langsung menghapus darah di hidungnya dan berbalik, “ayah” ia tersenyum.
“sedang apa, kau disini?”
“aku nungguin ayah”
“emh...” Robert duduk, “kau mau diperiksa?”
“enggak”
“ya udah, kamu keluar dulu. Kasihan pasien ku, mereka sudah mengantri di luar”
Anna mengangguk, “aku sayang”
Robert tersenyum.
Anna pun keluar.
Di luar,
Asna melihat Anna, “kau sudah diperiksa?”
“gak jadi, tante”
“kenapa?”
“aku gak mau”
“ya udah, hati-hati di jalan”
“iya”
Asna pun masuk ke ruangan Robert.
Di dalam,
“selamat pagi”
“bu Asna? Bagaimana sekarang?”
“aku merasa lebih baik, dok”
“syukurlah” Robert mulai memakai stetoskopnya.
Setelah memeriksa keadaan Asna,
“ini untuk anda”
Robert melihat sebungkus kue, “ya ampun, tidak usah repot-repot begini”
“tidak apa-apa, dok. Anggap saja, tanda terima kasih saya. Saya tidak punya uang untuk membalas anda, saya hanya penjual kue”
“aku melayani dengan gratis disini, apa ibu lupa?”
“tapi...”
“sudahlah, terima kasih banyak atas kuenya”
Asna tersenyum, “kue itu khusus dibuat oleh saya dan anak saya, semoga dokter suka”
“emh, aku pasti suka”
Asna tersenyum, “kalau begitu, saya permisi, dok”
“silahkan”
Saat makan siang tiba,
Robert keluar dari klinik dan melihat Anna duduk di bawah pohon, ia mendekat.
Anna tersenyum sambil menatap Robert.
“kau baik-baik saja? Kau terlihat pucat”
“emh... ayah mulai khawatir padaku, ya?”
“kau ini, aku serius”
Anna tersenyum dan memeluk Robert.
“aku mendapat sebungkus kue dari bu Asna, kau mau memakannya bersamaku?”
“mau, kue buatan bu Asna itu paling enak sedunia”
“oh ya? Kapan-kapan aku akan mengajakmu ke kota, disana banyak kue mewah dan mahal”
“mahal belum tentu enak, kan?”
“terserah kau saja”
Anna tersenyum.
Robert pun duduk disamping Anna, ia tidak perduli jika duduk dibawah pohon akan mengotori bajunya.
Mereka mulai memakan kue itu.
“enak, kan?” Anna menatap Robert.
Robert terdiam, rasa kue itu percis dengan buatan ibunya.
“ayah baik-baik saja, kan?”
Robert berhenti makan dan menyimpan kuenya.
“apa kuenya gak enak?”
“aku kurang enak badan” Robert berdiri dan memakai kacamatanya, ia masuk ke mobil dan meninggalkan Anna bersama kuenya.
“ayah?” Anna kaget.
Di jalan,
Robert melamun sambil menyetir, ia ingat pada ibunya. Ibu...
Dan Robert pun memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
Di rumah,
Robert melamun di teras, ia mengingat semua kenangan manis bersama sang ibu. Matanya memerah dan Robert menutup matanya.
“ayah” Anna berlari ke arah Robert.
Robert melihat Anna, “ada apa?”
“ayah baik-baik saja, kan? Kenapa ayah tiba-tiba pulang? Semua orang di klinik heboh mencari ayah”
“aku butuh istirahat”
“ayah sakit?”
“ya, aku pusing melihatmu”
“ayah... aku serius”
“kau pikir, aku bercanda?”
Anna diam, tapi ia melihat ke arah mobil Robert dan tersenyum.
“apa?” Robert menatap Anna.
“apa itu mobil ayah?”
“jika bukan, untuk apa parkir disana?”
“bolehkah aku menaikinya?”
“emh...” Robert pura-pura berpikir.
“ayolah ayah, aku mohon”
“bagaimana, ya?”
“ayah...”
“ok”
Anna tersenyum senang.
Robert tersenyum dan masuk ke rumah.
“ayah?”
“aku mau istirahat, nanti malam kita ke karnaval”
“asyik”
Malam itu,
Sesuai janjinya, Robert mengajak Anna ke karnaval dengan mobilnya. Anna sangat senang, untuk pertama kalinya ia pergi ke karnaval dengan seseorang yang ia anggap ayah, apalagi menaiki mobil mewah milik Robert.
Mereka makan es krim bersama dan duduk di sebuah bangku.
Mungkinkah ini rasanya punya ayah? Ya Tuhan... terima kasih, aku senang sekali. Anna tersenyum sambil menatap Robert.
“apa?” Robert menatap Anna.
Anna menggeleng dan berlari.
“hey, tunggu” Robert mengejar Anna.
Saat pulang,
“tadi itu menyenangkan sekali”
“emh...” Robert serius menyetir.
“ayah, aku bicara padamu”
“aku tau, aku sedang menyetir. Oh ya, kau dilarang bicara pada supir jika sedang mengemudi, itu bahaya”
“ok” Anna diam.
Robert tersenyum dan menghentikan mobilnya, ia menatap Anna. Robert mengelusnya, tapi Robert melihat rambut Anna yang rontok di tangannya. Robert kaget, “hey?”
“shampoo panti di ganti, mungkin aku tidak cocok”
“kalau begitu, aku akan membelikanmu shampoo”
“tidak usah, ayah. Nanti juga, aku terbiasa kok”
“kau yakin?”
Anna mengangguk.
“kau mau menyetir?”
“aku tidak bisa”
“aku bisa mengajarimu”
Anna tersenyum.
Robert pun mengangkat Anna ke pangkuannya, “ayo, kita lihat bakatmu”
Anna mulai memegang stir mobil.
“mulai?”
Anna mengangguk.
Robert tertawa, ia tidak menyangka jika Anna bisa melakukannya dengan baik. Anna pun tersenyum senang.
“kau hebat, sebagai pemula”
“mungkin aku terlahir menjadi seorang pembalap”
“benarkah?”
Mereka pun sampai ke rumah Robert.
“perlu ku antar?”
“tidak perlu, terima kasih banyak, ayah”
Robert tersenyum dan Anna pun pulang.
Besoknya,
Robert sudah bersiap untuk pergi ke klinik, tapi seorang pria mendekatinya.
“selamat pagi”
“pagi?” Robert menatap pria itu.
“aku pemilik panti asuhan di desa dan ingin menanyakan soal Anna”
“ada apa dengan Anna?”
“banyak warga yang mengadu, jika kalian cukup dekat. Anna hanya seorang anak yatim piatu, kau mau apa?”
“apa maksud anda?”
“dengar dok, anda orang baru dan saya harap, anda tidak membuat masalah”
Robert tersenyum kesal, “apa mengajak seorang anak ke karnaval, sebuah masalah?”
“kami khawatir jika kau akan bertindak buruk pada anak sepolos Anna”
“maksudmu, aku seorang fedofil? Kau gila” Robert mulai marah, “dengarkan aku, anak itu yang selalu mendekatiku. Apa yang harus aku lakukan? Dia memanggilku ayah karena dia tidak punya ayah”
“dokter...”
“jika aku menjauhinya, apa kau bisa menjadi pengganti ayahnya?”
Orang itu diam.
“kau bilang, kau pemilik panti asuahan. Tapi kau tidak tau, apa yang dibutuhkan anak-anak. Aku jadi merasa aneh, apa jangan-jangan, kau hanya ingin diharga orang-orang? Bukan dengan setulus hati merawat mereka. Lagi pula, aku melihat Anna begitu haus akan kasih sayang. Apa saja yang kau lakukan selama ini?”
Orang itu kesal, “baiklah, aku permisi, dokter”
Robert tersenyum sinis dan masuk ke mobilnya.
Di klinik,
Lagi-lagi, Robert melihat Anna di ruangannya.
“Anna?”
“ayah” Anna tersenyum.
“jangan ganggu aku, aku sedang bekerja”
“aku tidak mengganggu ayah”
“kau mau diperiksa?”
“tidak, aku hanya ingin melihat ayah”
“bukankah setiap sore, kau selalu datang ke rumahku?”
Anna tertawa.
“pergilah, pasienku sudah menunggu”
Anna mengangguk dan pergi.
“anak yang aneh” Robert duduk.
Sore itu,
Seperti biasa, Robert menyiram bunga. Tiba-tiba, Alya datang dan berlari ke arah Robert. Ia menarik-narik tangan Robert.
Robert kaget, “apa-apaan kau?” ia melepas tangan Alya.
Tapi Alya terus memegang tangan Robert dan menarik-nariknya.
“lepaskan” Robert kesal dan menatap Alya, “pergi darisini, cewek aneh”
Wajah Alya semakin panik dan memegang tangan Robert lagi.
“lepaskan aku, kau tuli?” Robert kesal dan masuk ke rumahnya.
Alya mengejar Robert dan mengetuk-ngetuk pintu rumahnya, ia menangis. Namun Robert tetap tidak perduli, karena baginya, Alya adalah perempuan gila. Alya menunduk, ia pun pergi.
Di rumah,
Robert mengintip ke luar, ia melihat tidak ada siapa-siapa disana. Perempuan itu sudah pergi? Ia kembali keluar, Robert pun mulai menyiram bunga lagi.
“ayah” Anna berlari ke arah Robert, “ayah”
“ada apa?” Robert menatap Anna.
“kita harus ke rumah kak Alya”
“untuk apa? Aku tidak suka perempuan itu, tadi dia datang kesini dan menarik-narik tanganku tidak jelas”
“ayah, ibu kak Alya sakit. Ayah harus menolongnya, keadaannya sangat gawat”
“kenapa dia tidak bilang padaku?” Robert menyimpan selang airnya.
“kak Alya tidak bisa bicara, ayah”
Robert terdiam, ia ingat saat menanyakan jalan pada Alya. Robert baru tau jika Alya tidak bisa bicara, ia menyesal karena selama ini berpikir buruk tentang Alya.
“ayah?”
“ayo kita kesana”
Mereka pun pergi.
***
Di rumah Alya,
Robert datang bersama Anna, tapi disana sudah banyak orang berkumpul. Robert masuk dan melihat orang-orang hanya diam, ia pun memiliki firasat buruk tentang ini.
Robert masuk ke kamar ibu Alya dan terdiam melihat ibu Alya yang sudah terbujur kaku, Robert mendekat. Ia sedih, ternyata ibu Alya adalah Asna. Perempuan yang mengingatkannya pada sang ibu.
“ya Tuhan...” Robert memeriksa Asna dan diam, ia melihat ke sekitar. Tapi ia tidak menemukan Alya, “dimana Alya?”
Seorang ibu memberi tau jika Alya ada di kamarnya, sepertinya Alya sangat terpukul dengan kepergian sang ibu.
Robert pun berjalan ke kamar Alya.
Di kamar,
Alya sedang menangis, Robert mendekat dengan rasa bersalahnya.
 “Alya”
Alya menoleh dan melihat Robert.
“aku minta maaf, aku tidak tau jika ibumu...”
Alya menatap Robert sambil terus menangis.
“hey, kau boleh menuntutku atas kejadian ini. Aku tidak keberatan”
Alya memalingkan wajahnya.
“maafkan aku, Alya. Aku tidak tau, aku sungguh-sungguh tidak tau” Robert memegang pundak Alya.
Alya menunduk dengan air matanya yang terus menetes.
“Alya, aku akan melakukan apapun untuk menebus semua kesalahanku. Beritau aku, apa yang kau inginkan?”
Alya menggeleng dan akan pergi.
“Alya” Robert menarik Alya dan memeluknya.
Alya melepas pelukan Robert dan pergi.
“Alya?” Robert terdiam.
“ayah” Anna berlari ke kamar, “ayah kenapa?”
“kita terlambat, Asna sudah meninggal” Robert berjalan keluar dari rumah Alya.
“ayah?” Anna mengejarnya.
“ini semua salahku” Robert meninggalkan Anna.
“ayah?” Anna cemas.
***
Di sebuah bar,
Robert minum dan memikirkan Alya.
Seorang sheriff mendekat, “dokter Robert?”
“sheriff?” Robert tersenyum.
“kau baik-baik saja?”
“pasienku meninggal”
“Asna adalah perempuan yang baik, kue buatannya sangat enak”
“ya, setiap dia datang untuk berobat, aku selalu senang” Robert mengenang Asna, “dia seperti ibuku”
“kau sepertinya sangat kehilangan dia?”
Robert tersenyum, “aku menyesal datang terlambat”
“umur seseorang bukan ditangan dokter”
“aku tau, seorang anak mengatakan, hanya Tuhan yang mengetahui itu”
Sheriff itu tersenyum dengan sedikit khawatir, ia tau, Robert sangat terpukul dengan kepergian Asna.
Besoknya,
Alya dikabarkan hilang setelah pemakaman ibunya, semua orang mencari Alya termasuk Robert.
“ayah, aku ingin ikut”
“diam, Anna. Kau tidak lihat? Diluar hujan besar” Robert menatap Anna, “lebih baik kau bereskan rumahku, aku janji akan menemukan Alya”
Anna kesal karena tidak bisa ikut mencari Alya.
Di luar,
Robert mencari Alya dengan para warga.
“Alya”
“Alya?”
Para warga berteriak.
Robert begitu khawatir, ia semakin merasa bersalah pada Alya. Asna, bantu aku mencari anakmu...
Tiba-tiba, seseorang berteriak.
“Alya? Tolong, Alya ada disini”
Semua berlari kesana.
Ternyata Alya di gigit ular yang cukup berbisa, ia sedang menangis. Alya berpikir, dia akan segera mati menyusul ibunya.
Robert berlari kesana, “Alya?” ia mendekat.
Seseorang memegang kaki Alya dan mau menyedot bisanya.
“jangan” Robert menatap orang itu, “tubuhmu bisa menyerap bisanya juga, kau akan mati” Robert menatap Alya, “kau masih bisa bertahan?” ia membuka jaket dan bajunya, “aku akan menyelamatkanmu, aku janji” Robert merobek bajunya dan mengikat kaki Alya, “aku harap, bisanya belum menyebar” Robert kembali memakai jaketnya dan mengangkat Alya, “aku akan merawatmu”
Mereka pun pergi.
Di rumah Robert,
Anna panik melihat Alya yang lemas, “ayah, apa yang terjadi?”
“diamlah Anna, lebih baik kau ambilkan air hangat”
“iya, ayah”
Malam itu,
Alya membuka matanya, ia sadar berada di kamar Robert. Alya bangun dengan panik.
“Alya, tenang. Kau harus istirahat”
Alya menatap Robert.
“aku janji, aku akan bertanggung jawab atas semuanya. Asna adalah orang baik dan aku menyayanginya seperti ibuku sendiri”
Alya menunduk.
“kenapa kau lari dari rumah? Keadaanmu jadi lemah, apalagi kau dipatuk ular. Untung saja, para warga segera menemukanmu”
Alya hanya diam.
“ya sudah, tidurlah. Aku akan keluar” Robert keluar dari kamarnya.
Di luar,
“ayah” Anna khawatir.
“sepertinya, dia sangat membenciku”
“Ayah?”
“pulanglah Anna, bawa sepedamu”
“itu bukan sepedaku, itu milik kak Alya”
“apa? Ya Tuhan... Anna, kenapa kau tidak mengatakan itu sebelumnya?”
“maafkan aku, ayah. Aku hanya ingin melihat ayah bahagia”
“tapi bukan begitu caranya”
“maaf” Anna menunduk.
“ya sudah, lebih baik kau pulang” Robert mengelus Anna.
Setelah Anna pergi,
Robert kembali masuk ke kamar dan mendekati Alya, “bagaimana keadaanmu?”
Alya diam.
“aku minta maaf, Alya. Aku sungguh-sungguh menyesal”
Alya menatap Robert dan mengelusnya.
Robert tersenyum, “aku akan membawamu ke kota, aku harap, kau tidak masalah dengan itu”
Alya menunduk.
“kenapa? Jika kau ingin mengunjungi ibumu, kita akan kemari. Mungkin aku juga akan mengunjungi Anna”
Alya menatap Robert.
“aku minta maaf, aku tidak tau jika itu sepedamu”
Alya tersenyum sambil mengeleng.
“kau adalah perempuan yang baik, selama ini, aku salah menilaimu”
Alya hanya tersenyum.
Robert mencium kening Alya, “aku janji, aku akan membahagiakanmu”
Pagi itu,
Robert mendapat telpon jika ayahnya kena serangan jantung dan sekarang berada di rumah sakit.
“ok, aku akan pulang sekarang. Lagi pula, tugas ku sudah berakhir. Tangani dia dengan baik” Robert menutup telponnya.
Alya mendekat dan menatap khawatir pada Robert.
“aku tidak apa-apa, Alya” Robert pergi.
***
Di dekat danau,
Robert diam dan melamun, ia teringat kata-kata Anna.
“selagi orang tua kita masih hidup, kita harus berhubungan baik dan membahagiakan mereka”
Mata Robert mulai memerah, hubungannya dengan sang ayah memang tidak pernah baik. Apalagi saat sang ibu meninggal.
Robert memakai kacamatanya dan hanya duduk diam menatap danau. Alya mendekat dan mengelus pundak Robert, tapi Robert hanya diam.
Alya duduk disampil Robert dan mau membuka kacamatanya. Robert mengelak tapi Alya tetap membukanya. Alya melihat mata Robert yang berkaca-kaca, ia mengelus Robert.
Robert menatap Alya dan air matanya menetes.
Alya tersenyum cemas, ia memeluk Robert sambil mengelus punggungnya.
Robert menangis di pelukan Alya, sudah lama ia tidak menangis seperti itu. Alya sangat khawatir, namun ia membiarkan Robert menangis sampai puas.
Robert bersandar di pundak Alya dan terus menangis sambil memeluknya erat, ia mencurahkan semua yang ia rasakan. Rasa sakit yang sulit ia luapkan selama ini.
Alya mengelus kepala Robert dan berharap ia berhenti menangis.
Robert menatap Alya, “maafkan aku” ia menghapus air matanya.
Alya tersenyum dan mengelus pipi Robert.
“ayo kita bersiap”
Alya mengangguk.
Mereka pun pergi.
Di halaman,
“ayah” Anna mendekati Robert yang sudah rapi.
Robert menoleh.
“apa ayah akan pergi sekarang?” Anna menatap Robert.
“iya”
Anna menangis.
“hey, jangan menangis” Robert mengangkat Anna.
Anna terus memeluk Robert, “jangan pergi, ayah”
“maafkan aku, ayahku sakit. Aku harus pulang”
“apa ayah akan kembali untuk menemuiku?”
“eh... aku...”
“ayah tidak akan melupakanku, kan?”
“Anna” Robert mengelusnya, “kau adalah teman terbaikku, aku tidak akan melupakanmu. Ok?”
“aku sayang ayah”
Robert hanya diam, ia tidak tega pada Anna.
Anna pun melepas kepergian Robert dan Alya, ia terus menatap jalan meski mobil Robert sudah tidak terlihat.
Tapi, kepala Anna tiba-tiba sakit dan ia kembali mimisan, Anna pun pingsan.
***
Di rumah sakit,
Robert berlari, “suster, sus”
“dokter Robert?”
“mana ayah?”
Mereka pun pergi ke kamar perawatan ayah Robert.
“ayah?” Robert mendekat.
Ayah tersenyum pada Robert.
“kenapa ayah tidak pernah bilang jika ayah sakit?”
“aku tidak ingin membuatmu khawatir”
“tapi aku seorang dokter, aku akan merawat ayah sampai sembuh. Ayah harus percaya padaku, ayah pasti bisa sembuh”
“ya, kau memang memiliki gelar itu”
Robert hanya diam menatap ayahnya.
Alya melihat hubungan mereka yang begitu kaku, tidak terlihat seperti ayah dan anak.
“baiklah” Robert berdiri, “suster”
“iya dok?”
“aku akan mengurus ayah sampai sembuh”
“baik, dok”
Robert mulai memeriksa ayahnya.
“aku tidak apa-apa, Robert. Aku sudah diperiksa”
“tetap diam dan biarkan aku bekerja” Robert menatap ayahnya.
Ayah pun diam.
***
Di rumah,
Robert tidak menyangka jika dirinya akan kembali kesana, rumah yang penuh dengan kenangan sang ibu. Apalagi Robert sempat berpikir untuk tinggal di apartemen setelah tugasnya di desa selesai.
Alya mendekat dan mengelus Robert.
Robert tersenyum, “aku tidak apa-apa, Alya”
Alya mengangguk dan memeluk Robert.
“terima kasih, kau selalu ada disaat aku membutuhkan...”
Alya tersenyum dan mengelus kepala Robert.
“aku mencintaimu, Alya. Aku janji akan memperbaiki semua kesalahanku”
Alya melepas pelukannya dan menggeleng, ia mengelus pipi Robert dan terlihat sangat khawatir.
Robert tersenyum dan mencium Alya.
Malam itu,
Robert pulang dari rumah sakit dan masuk ke rumah.
Alya sudah menunggunya untuk makan malam.
“menurutmu, aku bisa menyembuhkan ayah?”
Alya tersenyum.
“Anna pernah bilang, jika umur manusia ada di tangan Tuhan. Tapi jika kita berusaha, apa Tuhan akan menolong kita?”
Alya mengangguk.
“aku sangat takut kehilangan ayah, selama ini, aku bukan anak yang baik”
Alya mengelus Robert.
“terima kasih, ku selalu membuatku lebih baik, Alya”
Tapi HP Robert berbunyi.
“hallo?”
“dokter Robert?”
“ya?”
“saya pemilik panti asuhan”
“ada apa?”
“Anna sakit, dia sangat membutuhkan anda”
“a... ok ok, aku kesana” Robert menutup telponnya dan menatap Alya dengan bingung.
Alya tau, ada yang tidak beres.
Mereka pun langsung pergi.
Alya melihat Robert yang begitu panik, ia tau jika Robert begitu menyayangi Anna meski terkadang terlihat cuek dan tidak peduli.
***
Di panti,
Robert masuk bersama Alya, pemilik panti pun sudah menunggunya.
“apa yang terjadi?”
“Anna sakit, semenjak kau pergi, keadaannya semakin buruk”
“dia sakit apa? Kenapa aku tidak pernah tau?”
“bukankah setiap hari, dia selalu datang ke klinik?”
“dia memang datang, tapi dia bilang, dia hanya ingin melihatku”
“ya Tuhan...” pemilik panti itu memperlihatkan sebuat surat.
Robert melihatnya dan terdiam.
“Anna kanker otak, sekarang sudah stadium empat”
Robert tidak percaya itu, ia agak kesal karena Anna tidak pernah jujur padanya.
Mereka pun melihat Anna ke kamarnya.
Anna benar-benar berbeda, kepalanya sudah tak berambut lagi dan tubuhnya begitu kurus dan lemah. Kulitnya lebih gelap dari biasanya.
“dia sudah dikemo?”
“ya, tapi sepertinya Anna tidak kuat. Keadaannya semakin lemah”
Robert mendekati Anna, “Anna?” ia mengelusnya.
Anna membuka matanya, “ayah...”
“hey, kau baik-baik saja?” mata Robert memerah.
“ayah...” Anna tersenyum.
“iya nak, ini ayah” air mata Robert menetes, “ kenapa kamu gak pernah bilang pada ayah?”
“aku pernah bilang, kan? Hidup manusia itu ada di tangan Tuhan, bukan dokter”
“aku dokter terbaik di kota, kau meragukanku?”
Anna menggeleng, “aku sayang padamu, aku tidak mau jika kau sedih”
“kau bodoh, Anna” Robert menangis.
“ayah jangan menangis, aku baik-baik saja”
“aku dokter, aku tau keadaanmu”
Anna tersenyum, “terima kasih, ayah. Aku bahagia, akhirnya kau benar-benar menganggapku sebagai anakmu”
“Anna, kau adalah orang yang paling berarti untuk hidupku. Aku tidak mungkin melupakanmu”
“aku ingin dipeluk”
“iya nak, kemari sayang” Robert memeluk Anna, “ayah sangat menyayangimu”
Anna tersenyum dan menutup matanya, Robert terus menangis dan Anna pun meninggal dalam pelukannya.
***
Di pemakaman,
Robert terlihat tegar dengan kacamata hitamnya, ia terus berdiri tegak melihat pemakaman Anna.
Alya mendekat, ia khawatir.
Robert tersenyum pada Alya, “aku baik-baik saja” ia tau, jika Alya sangat khawatir.
Setelah orang-orang pergi,
Robert mendekati nisan Anna, ia menaruh bunga dari halaman rumah yang sering Anna petik. Robert mengelus nisan Anna, “terima kasih banyak, Anna. Meskipun kau hanya seorang anak kecil, tapi kau telah banyak mengajariku tentang kehidupan. Aku akan selalu mengingatmu sebagai anakku” ia mencium nisan Anna.
Robert berdiri dan Alya menggandengan tangan Robert, mereka pun pergi.
Robert langsung kembali ke rumah sakit untuk melihat kondisi ayahnya.
Di rumah sakit,
Robert masuk ke ruang perawatan sang ayah, Alya mengikutinya.
Robert mendekati ayahnya, “ku dengar, keadaanmu mulai membaik”
“kau adalah dokter terhebat yang rumah sakit miliki”
Robert tersenyum dan kembali memeriksa kondisi ayahnya.
“ayah bangga padamu, nak” ayah mengelus pipi Robert.
Robert terdiam, “aku... aku harus pulang”
Robert menjauh tapi Alya mendekatinya dan menggeleng. Robert menatap Alya dan kembali menatap ayahnya. Ia menunduk, sang ayah pun tersenyum.
Robert kembali mendekati ayahnya, “maafkan aku, ayah” ia menangis.
Ayah mengelus Robert dan Robert memeluknya.
“maafkan ayah, karena ayah tidak bisa membahagiakanmu. Ayah hanya tidak ingin jika kau menjadi manusia yang tidak berguna, itulah yang membuat ayah begitu keras padamu”
“ aku sayang ayah”
Alya tersenyum dengan air mata yang menetes, ia senang melihat hubungan ayah dan anak yang mulai membaik.
Robert menghapus air matanya, “o iya, ayah. Perkenalkan, ini Alya. Dia calon istriku” Robert memegang tangan Alya sambil tersenyum.
Alya tersenyum pada ayah Robert dan sang ayah pun tersenyum dengan bahagia.
The End
___
Thank’s for reading…

Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar