Kamis, 12 November 2015

When I See You Again



Author : Sherly Holmes
Genre : Romance, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Hari itu,
Di sebuah rumah sakit, seorang pria yang diam di ruang tunggu, begitu khawatir.
Dokter keluar dari ruang tindakan.
“bagaimana dok?”
“sepertinya, pasien mengalami kebutaan akibat benturan di kepala belakangnya”
“apa dia bisa sembuh?”
“pasien hanya bisa sembuh jika ada donor yang cocok”
Pria itu terdiam, “boleh aku melihatnya?”
Di dalam,
Seorang perempuan yang matanya dibalut perban, tersenyum saat bicara dengan pria itu.
“aku sungguh-sungguh minta maaf, aku tidak sengaja menabrakmu”
“aku tau, tuan. Tidak apa-apa, mungkin ini sudah takdirku”
“tidak, jangan bicara begitu. Aku janji padamu, aku akan mencari donor mata yang cocok untukmu dan aku pastikan warna bola matanya percis seindah warna coklat matamu”
“terima kasih, tuan”
“namaku Robert, jika ada apa-apa, kau bisa meminta suster untuk menghubungiku. Aku pergi dulu, besok aku akan kembali”
Perempuan itu tersenyum.
Saat Robert keluar,
“jadi kau yang membuat anakku buta?” seorang ibu tiba-tiba marah pada Robert.
“maafkan aku, nyonya. Aku tidak sengaja”
“harusnya kau dipenjara karena ini”
“maaf, nyonya, tuan. Kalian tidak boleh berisik disini” seorang suster mendekat.
Ibu diam.
Robert menatap ibu dari gadis itu, “nyonya tenang saja, saya janji akan bertanggung jawab. Saya permisi” ia pergi.
Besoknya,
Robert kembali datang ke rumah sakit untuk menemui gadis itu, tanpa ia sangka, ibu gadis itu ada disana dan kembali memarahinya.
“mau apa lagi kau kemari?”
“saya hanya ingin menjenguk...”
“pergi kau, aku tidak suka kau disini”
“ibu, jangan begitu. Robert kan sudah minta maaf”
“diam Anita, kau tidak boleh terlalu baik. Gara-gara dia, kau jadi buta”
Anita menunduk sedih.
Ibu terdiam, ia tau perkataannya membuat Anita sedih.
“nyonya tenang saja, saya akan menepati janji saya” Robert mendekati Anita, “bagaimana keadaanmu?”
“baik” Anita tersenyum.
“aku membawakan sesuatu untukmu”
“apa?”
Robert memberikannya pada tangan Anita, Anita menggenggam benda itu dan mencium harum bunga.
“terima kasih, Robert. Ini pasti sebuket bunga kan?”
“kau hebat, bisa menebak itu”
Anita tersenyum.
Ibu pun pergi dengan perasaan sedih.
“Anita, aku janji, aku akan bertanggung jawab” Robert memegang tangan Anita.
“sudahlah, Robert. Jangan pikirkan perkataan ibu”
“tapi ibumu benar, aku memang harus...”
“sst... sudahlah”
“terima kasih karena kau begitu baik”
“Robert, apa benar kau seorang pembalap?”
“yap”
“suatu saat nanti, jika aku sudah bisa melihat, aku ingin melihatmu bertanding”
Robert agak sedih mendengar itu, “iya Nit, aku akan memberikan satu tiket gratis untukmu”
“terima kasih” Anita tersenyum.
Di rumah Robert,
Robert begitu resah, bagaimana ini? Ternyata donor mata untuknya sangat sulit, apa lagi aku meminta dokter untuk memberikan mata coklat yang sama dengan matanya.
Robert memegang kepalanya dan begitu khawatir, ya Tuhan...
“tuan, ada telpon dari sponsor anda”
“katakan aku sedang sibuk”
“baik”
Pagi itu,
Robert kembali datang ke rumah sakit.
Ibu Anita sudah menunggunya di ruang tunggu, Robert pun mendekat.
“jangan mentang-mentang kau pembalap dan kau seenaknya di jalan raya”
“aku tau, aku salah. Aku sungguh-sungguh minta maaf”
“Anita memintaku untuk tidak memenjarakanmu”
“aku tau, anakmu memang orang yang baik. Tapi jika kau ingin memenjarakanku, aku tidak keberatan. Tapi tolong, tunggu sampai pertandinganku selesai. Aku permisi” Robert masuk ke ruang perawatan Anita.
Di dalam,
“ibu tidak bicara macam-macam lagi kan?”
“tidak, kau tenang saja” Robert tersenyum, “aku membawakan coklat untukmu”
“ya ampun, terima kasih. Kau tau? Setiap kau kemari dan membawakan sesuatu, aku merasa malu”
“kenapa?”
“aku tidak mau merepotkanmu”
“sudahlah, itu tidak seberapa dibanding kesalahanku”
“kau mulai bicara hal itu lagi”
“maaf, tapi aku...”
“sudah, aku tidak mau kau bicarakan itu lagi”
“baiklah”
Malamnya,
Robert melamun di kamar, seorang perempuan mendekat.
“sayang, ada apa?”
“aku...”
“jangan bilang, jika kau memikirkan wanita itu”
“Grace, aku menambraknya” Robert menatap pacarnya.
“tapi kau tidak sengaja, lagi pula, kau sudah minta maaf kan?”
“ya, aku tau. Tapi aku...”
“kau memikirkan janjimu padanya?”
Robert mengangguk.
“harusnya kau tidak menjanjikan hal yang sulit padanya, harusnya orang tua perempuan itu bersyukur karena seluruh biayanya ditanggung olehmu”
“sudahlah Grace, kau malah membuatku semakin pusing”
“ah, benar kan? Justru harusnya yang kesal itu aku. Kau selalu memikirkan perempuan itu, dimana pun dan kapanpun”
“maafkan aku” Robert mendekati Grace dan menciumnya, “ayolah, jangan marah”
Grace tersenyum dan memeluk Robert.
***
Di taman rumah sakit,
Robert duduk disamping Anita, mereka bicara dan semakin dekat.
“Robert, bolehkah aku menyentuh wajahmu. Sebentar saja, aku ingin tau wajahmu seperti apa”
“tentu” Robert menatap Anita.
Anita pun mulai meraba wajah Robert perlahan, ia merasakan rahang yang kuat disana. Hidung Robert yang mancung dan alis mata Robert yang tajam, Anita tersenyum.
“ada apa?”
“kau pasti sangat tampan”
“jangan bicara begitu, aku jadi malu”
“kenapa?” Anita tersenyum lagi.
“sebentar lagi aku akan bertanding, do’akan aku ya”
“iya”
“sudah hampir dua minggu kau disini dan aku belum mendapatkan donor untukmu, maafkan aku”
“sudahlah, tidak apa-apa”
“aku ingin bicara sesuatu”
“apa itu?”
“aku suka padamu, Anita”
Anita terdiam, “Robert... kau tidak perlu melakukan ini, aku tidak apa-apa”
“apa maksudmu?”
“aku tau kau sangat merasa bersalah, tapi..”
“Anita, aku serius. Ini bukan karena faktor apapun, aku benar-benar suka padamu”
Anita menunduk, “aku gadis buta”
“aku yang membuatmu buta”
“aku tidak sederajat denganmu”
“cukup Anita, aku tidak suka kau bicara begitu”
“maafkan aku” Anita menangis dan mau meninggalkan Robert.
“tunggu Anita, kau mau kemana?” Robert memegang pundak Anita, ia khawatir jika Anita akan jatuh.
“ini saatnya tidur siang”
“Anita, apa kau marah?”
“sudahlah Robert, aku...”
Robert memeluk Anita, “aku serius dan aku akan melakukan apapun untukmu”
Anita menangis.
“aku akan mengantarmu ke kamar dan aku harap, kau masih mau bertemu denganku”
Sore itu,
Robert sedang bersiap di rumahnya, ia mulai menyiapkan barang-barangnya. Sebentar lagi Robert harus segera ke luar kota karena balapannya akan dilakukan disana.
“sayang” Grace mendekat, “kau sudah siap?”
“iya, aku harap, aku akan kembali menang dan” Robert tidak melanjutkan perkataannya.
“apa?”
“tidak” Robert tersenyum.
“ini pasti ada hubungannya dengan perempuan itu kan?”
“ayolah Grace, aku tidak mau bertengkar. Sebentar lagi aku pergi”
“tapi itu benar kan?”
Robert mengangguk.
Grace kesal dan pergi.
Robert pun hanya diam.
Malamnya,
Di rumah sakit, Anita masih memikirkan yang Robert katakan padanya.
“apa benar dia mencintaiku? Tapi aku hanya gadis buta, aku takut dia mau padaku karena merasa iba. Tapi selama ini, Robert begitu baik. Aku bisa merasakan ketulusannya” Anita tersenyum tanpa menyadari bahwa ibunya ada disana.
Ibu terdiam, ya Tuhan... dia mencintai pria itu? Apa yang harus aku lakukan?
“siapa itu?” Anita merasakan kehadiran seseorang.
“ini ibu, nak”
“ibu?” Anita kaget, ia takut ibunya mendengar perkataannya tadi.
“iya sayang, bagaimana keadaanmu?” ibu pura-pura tidak mendengar itu.
“aku baik-baik saja, bu” syukurlah ibu tidak mendengarnya, Anita tersenyum.
Besoknya,
Robert yang berada di pesawat, kembali memikirkan Anita. Aku karus mendapatkan donor mata yang sesuai dengan yang ia harapkan, lalu aku akan memantapkan hatiku untuknya.
Robert masih bingung dengan hubungannya, haruskah ia memutuskan Grace sekarang? Atau nanti setelah Anita bisa melihat lagi? Karena Robert tau, ibu Anita sangat membencinya.
Sesampainya di sirkuit,
“baiklah Robert, kau bisa mulai latihan sekarang”
“terima kasih”
Robert tersenyum dan melihat mobilnya, tapi ia kembali teringat pada Anita. Senyumannya, kebaikannya. Anita memang perempuan yang sempurna untuknya.
Anita... kau sedang apa sekarang?
“Robert?”
 “ah, iya. Aku akan latihan” Robert tersenyum dan masuk ke mobil.
Malamnya,
Robert yang lelah, masuk ke kamar. Ia berbaring dan mulai mencari kabar tentang donor mata untuk Anita, namun sayangnya, mereka bilang, belum ada donor yang cocok apalagi berwarna coklat seperti bola mata Anita.
“ah” Robert memegang kepalanya.
“sayang” Grace masuk.
“Grace?” Robert kaget.
“kenapa kau? Apa kau tidak senang, jika pacarku menyusul?”
“aku...”
“sayang, bagaimana dengan latihannya?” Grace mendekat dan mau mencium Robert.
“maaf, Grace”
“kenapa? Kenapa kau tidak mau dicium? Oh, aku tau, ini pasti karena perempuan itu, iya kan?”
Robert diam.
“ayo jawab” Grace kesal.
“Grace”
“kau ingin putus kan? Ok, kita putus sekarang” Grace pergi.
“Grace, tunggu...” Robert pun menunduk, ia merasa semakin kacau. Tuhan... apa yang harus aku lakukan sekarang?
Robert mengambil HP-nya, ia mulai menghubungi ruang perawatan Anita.
“hallo?” seorang perempuan menjawab.
“suster, aku ingin bicara dengan Anita”
“maaf tuan, tapi nona Anita sudah pulang”
“pulang?” Robert kaget, kenapa dia tidak memberitauku?
“tuan?”
“emh, sus, apa kau tau dimana alamatnya?”
“saya kurang tau, tuan. Tapi mungkin tuan bisa bertanya ke resepsionist jika tuan mau datang”
“o..ok, terima kasih, sus” Robert menutup telponya dengan sedih.
Sekarang ia sudah benar-benar putus dengan Grace dan Anita, ia malah pergi entah kemana.
Anita, sepertinya kau tidak percaya jika aku mencintaimu. Kenapa? Apa sebenarnya kau membenciku karena aku adalah penyebab kau buta? Aku tulus padamu, Nit. Aku akan menerimamu apa adanya, aku akan selalu disampingmu dan menjagamu.
Robert berbaring dan tidur.
***
Hari itu,
Balapan pun dimulai, Robert bersiap dan dia sangat berambisi untuk menang.
Aku harus fokus, aku akan segera menyelesaikan balapan ini dan kembali untuk mencari Anita.
Robert menatap lampu yang mulai menyala dan mobil pun melaju.
Mobil saling susul, para pendukung begitu antusias melihat idolanya.
Di rumah Anita,
Anita sedang duduk di ruang tv, ia mendengarkan kabar tentang balapan F1 yang sedang dilaksanakan. Kabar menyebutkan bahwa Robert berada di posisi 3.
“ayo Robert, kamu pasti bisa”
“untuk apa kau mendengarkan berita tentangnya?”
“aku hanya ingin tau, bu”
“sudahlah, lebih baik kita nonton yang lain” ibu mengambil remote-nya dan mengganti chanel tv.
Anita sedih.
Di sirkuit,
“yeah” semua bersorak.
Mobil Robert berhasil masuk ke garis finish dan dinyatakan sebagai juara pertama di sana.
Robert keluar dari mobilnya dengan perasaan senang, ia tersenyum kepada penonton yang mengidolakannya dan selalu mendukungnya.
Robert berjalan dan para wartawan mendekatinya.
“Robert, bagaimana perasaanmu setelah bisa menang?”
“maafkan aku teman-teman, aku harus ke podium”
Robert pun berdiri di podium dan bersorak gembira pada fans-fans-nya, “yeah”
Pagi itu,
Anita duduk di bangku taman, ia hanya diam dan mendengar suara orang-orang di sekitarnya.
“Anita”
Anita kaget mendengar suara itu, “Robert?”
“hey” Robert duduk disamping Anita, “aku sangat bersyukur bisa menemukanmu disini”
Anita tersenyum.
“sudah lima hari aku mencarimu, akhirnya kita bertemu juga”
“aku juga senang, bagaimana dengan balapannya?”
“aku berhasil, aku mendapatkan posisi pertama disana”
“selamat, kalau begitu”
“terima kasih”
“Anita” Robert memegang tangan Anita.
“eh..., Robert?”
“aku suka padamu, aku sudah putus dengan pacarku dan aku harap, kau mau untuk menjadi pacarku”
Anita melepas tangan Robert, “maafkan aku”
“kenapa? Kau marah padaku karena aku belum mendapatkan donor untukmu?”
“bukan begitu, hanya saja...”
“apa?”
“sudahlah Robert, kita sudah pernah membahas ini kan?”
“tapi kau belum pernah menjawabnya”
“maafkan aku” Anita menunduk.
“Aku tulus padamu, Nit. Aku tidak main-main, sejak pertama kita bertemu, aku suka padamu. Kau begitu baik, sabar dan sangat berbeda dengan pacarku”
“harusnya kau tidak memutuskan pacarmu karena ini, dimana perasaanmu?”
“Anita, aku...”
“jika kau seperti ini terus, lebih baik kita tidak usah bertemu lagi”
“kenapa kau begitu? Apa yang harus aku lakukan agar kau mengerti? Agar kau percaya jika aku...”
“Robert”
“aku sangat mencintaimu”
Air mata Anita menetes, “Robert, aku mohon”
Robert mengelus pipi Anita, “aku sayang padamu”
Anita menunduk dan Robert menciumnya.
Anita terdiam.
“jadilah pacarku”
Mereka pun berpelukan.
***
Di rumah Anita,
Robert sedang bicara dengan ibu Anita.
“aku serius, aku akan melamarnya jika anda tidak keberatan”
“Anita itu buta, apa kau benar-benar tulus atau...?”
“nyonya, aku masih memegang janjiku untuk mencarikan donor mata untuk Anita”
Ibu Anita pun diam, “jika kau memang serius, aku merestui kalian. Aku harap, kau bisa membahagiakannya”
“terima kasih” Robert tersenyum.
Anita pun muncul sambil meraba dinding, “Robert, kau sudah datang?”
“sayang” Robert berdiri dan mendekati Anita, ia merangkul Anita dan mengajaknya duduk di sofa.
“terima kasih” Anita tersenyum.
“baiklah, ibu harus pergi ke pasar dulu”
“hati-hati bu, jangan lupa untuk membeli makanan yang agak banyak karena Robert akan makan malam bersama kita”
“iya sayang” ibu tersenyum, “Robert, jaga Anita”
“siap” Robert tersenyum.
Setelah ibu pergi,
“kamu balapan lagi?”
“iya, tiga hari lagi. Do’akan aku ya”
“tentu saja, pacarku pasti menang lagi”
“semoga saja” Robert tersenyum, “aku akan berangkat besok sore”
“itu berarti, ini hari...”
“tenanglah sayang, aku janji, jika sudah selesai, aku akan segera menemuimu”
“iya, aku tau”
“maaf jika donor mata...”
“sudah, jangan diteruskan lagi”
“ok” Robert diam, “o iya, aku lupa” Robert menatap sebuah cup yang ada di meja, “aku membawakan es krim untukmu”
“benarkah?”
“iya, kemarin kamu bilang, pingin es krim kan?”
“makasih ya”
“iya, aku suapin ya” Robert membuka es krimnya.
Anita senang, ternyata Robert benar-benar tulus padanya. Meski awalnya ia kira Robert hanya merasa bersalah, tapi sekarang ia percaya jika Robert memang menyukainya.
Ibu Anita pun datang dan tersenyum melihat mereka, perlahan amarahnya pada Robert, mereda. Robert memang mampu membuat Anita tersenyum dan melewati hari-harinya dengan bahagia.
“Robert, jika kau memang mau menjadi suami yang baik untuk Anita, bantu aku memasak” ibu menatap Robert.
“baik”
“jangan, biar aku saja”
“Anita, kau diam saja, percaya padaku” Robert mengelus Anita.
Robert pun membantu ibu Anita memasak.
Anita yang duduk, tersenyum mendengarkan pembicaraan Robert dan ibunya. Ia senang karena sang ibu sudah tidak membenci Robert lagi.
Setelah makan malam bersama, Robert pun pergi. Anita berharap, Robert akan segera kembali dan baik-baik saja.
***
Malam itu,
“iya sayang, do’akan aku ya” Robert yang sedang menelpon Anita, tersenyum.
“iya, besok kamu pasti menang”
“ya udah, selamat malam”
“selamat malam”
Robert menutup telponnya dan bercermin, tapi ia terdiam. Robert baru menyadari jika warna bola matanya sama percis dengan Anita.
“ya Tuhan...”
Siang itu,
Robert masih memikirkan janjinya yang sampai saat ini belum bisa ia tepati, Anita...
Balapan pun dimulai, tapi saat lap ke-7, tiba-tiba mobil Robert oleng dan terguling.
Brak...
Robert terlempar dari mobilnya dan tergeletak di sirkuit tanpa helmet, para penonton kaget.
Api mulai keluar dari mobil dan para pemadam mendekati mobil untuk memadamkannya.
“A....niita...” penglihatan Robert mulai tidak jelas.
“Robert” para medis mendekat dan ambulan datang.
Robert menutup matanya dan tak bergerak lagi.
Di rumah sakit,
Dokter melakukan tindakan untuk menyelamatkan Robert.
“keadaannya semakin lemah dok”
“tekanan darahnya juga terus menurun”
Robert membuka matanya dan menatap dokter, “dok..ter..”
Dokter mendekat dan Robert mulai berbisik.
Robert bicara dengan terbata-bata dan pelan, “to..long, berikan... mataku.. pada... Ani..ta” dan mata Robert kembali tertutup.
Alat deteksi jantung pun berbunyi datar.
Dokter terdiam.
***
Di rumah sakit,
Anita membuka matanya, dokter tersenyum. Dan ibu begitu khawatir.
“bagaimana Anita, kau bisa melihat?” dokter menatap Anita.
“iya” Anita senang bisa melihat lagi.
Ibu pun bersyukur.
“syukurlah” dokter ikut senang, “saya permisi”
“silahkan dok”
“terima kasih banyak, dok” Anita tersenyum.
Anita pun berpelukan dengan ibunya, lalu ia bercermin, ternyata janji Robert benar, warna bola matanya sama percis.
“Robert mana, bu?”
“eh...” ibu mulai bingung.
“ada apa, bu? Aku benar-benar tak menyangka jika dia benar-benar menemukan pendonor yang cocok denganku, apalagi warna bola matanya sama”
“dia...”
“bu?” Anita menatap ibunya.
“Robert sudah meninggal, Nit”
Anita terdiam mendengar itu, “itu gak mungkin, bu. Ibu bercanda kan?”
“tidak, sayang. Itu adalah mata Robert, bola mata kalian berwarna sama”
Anita menunduk, Robert..., kenapa kau pergi dengan cara seperti ini? Padahal aku sangat berharap untuk melihat wajahmu.
“Anita” ibu memeluk Anita.
Anita pun menangis, “aku mencintainya, bu”
“ibu tau nak, tapi kamu harus sabar”
Setelah kejadian itu,
Setiap sore, Anita selalu pergi ke taman. Ia mengingat saat-saat bersama Robert disana. Meski saat itu ia masih buta, tapi ia ingat betul, jika Robert selalu datang dan membawakan kejutan untuknya.
Anita tersenyum, Robert...
Sampai suatu hari,
Seorang pria yang memakai tongkat, jatuh di depan Anita. Ia langsung menolong pria itu agar kembali berdiri. Ternyata prai itu buta.
“terima kasih” pria itu tersenyum.
Anita terdiam, suara itu mengingatkannya pada seseorang. Jangan-jangan..., “Robert?”
Pria itu terdiam kaget, “m...maaf, saya bukan..”
“Robert, aku tau ini kau”
Pria itu akan pergi tapi Anita memeganginya.
“Robert, aku mohon”
“tidak nona” pria itu tetap bersikeras untuk pergi.
“Robert” Anita meraba wajah pria itu dan ia yakin itu Robert, Anita pun menangis. Ia sedih melihat keadaan Robert yang sekarang, “jangan pergi lagi, jangan tinggalkan aku” Anita memeluknya.
Di kaki kanan Robert dipasang penyangga dan ia berjalan dengan bantuan tongkat, apalagi sekarang Robert buta.
Robert melepaskan pelukan Anita, “aku bukan Robert” ia pergi dengan sekuat tenaga untuk menjauhi Anita.
Anita pun pulang dengan sedih.
“sayang, ada apa?” ibu khawatir.
“ibu bohong, Robert tidak meninggal kan?”
Ibu terdiam.
“jawab aku, bu”
“Robert memang tidak meninggal, nak. Saat itu, Robert koma. Dokter bilang, Robert ingin mendonorkan matanya padamu”
“lalu kenapa ibu berbohong?”
“keadaan Robert semakin parah, dan saat ia siuman, ia harus rela jika kaki kanannya tidak dapat berjalan lagi. Robert sangat sedih, apalagi dia menjadi buta. Lalu ORbert meminta ibu untuk memberitaumu jika dia meninggal saat balapan”
Anita menangis.
Di rumah Robert,
Robert sedang terdiam di sofa, ia memikirkan yang terjadi di taman tadi. Anita melihatku, dia mengetahui keadaanku.
“nak”
“iya, bu?”
“Restu bilang, tiketnya sudah siap. Apa kau benar-benar akan pergi?”
Robert diam.
Ibu Robert duduk disamping Robert, “ibu tau kau sangat mencintai perempuan itu, ibu yakin, dia akan menerimamu apa adanya. Kau sudah berkorban banyak untuk dia”
“tidak bu, aku memang pantas seperti ini. Dia buta karena aku dan jika sekarang aku buta, aku...”
“nak...”
“aku tidak apa-apa, bu. Dia pantas mendapatkan yang lebih baik” Robert tersenyum.
Ibu memeluk Robert dan menangis, “ibu sudah memberi tau ayahmu jika besok kau akan kesana”
“terima kasih, bu”
“ibu janji akan mengunjungimu sebulan sekali, kau harus jaga dirimu ya”
“iya bu”
Kejadian itu memang membuat ibu Robert sangat terpukul, anaknya yang begitu ia banggakan tiba-tiba mengalami kecelakaan yang membuat kakinya cedera parah dan juga saat Robert memutuskan untuk mendonorkan matanya pada gadis yang ia cintai.
Ibu hanya bisa diam dan terus memberi Robert semangat.
Robert tersenyum, “aku sayang ibu”
Paginya,
Ibu sudah menyiapkan barang-barang Robert, “ayo nak, pak supir sudah siap di depan”
“iya bu”
Ibu memapah Robert dan para pelayan membawakan barang-barang Robert untuk di taruh di bagasi mobil.
Saat Robert mau masuk ke mobil,
“Robert, kamu mau kemana?”
Robert terdiam mendengar suara Anita.
“Robert” Anita mendekat.
Ibu Robert hanya diam melihat itu, ia sedih.
“ini bukan urusanmu” Robert memalingkan wajahnya.
“Robert, kenapa kau tiba-tiba bersikap seperti ini padaku? Apa salahku?”
“kau tidak salah apa-apa, aku hanya merasa, kita tidak usah bertemu lagi”
“Robert” Anita memegang tangan Robert.
“lepaskan aku”
“aku mencintaimu”
“aku ini buta, Nit” Robert membentak Anita, “lebih baik kau mencari pria yang lebih sempurna dariku, apa kau tidak lihat jika kakiku memakai penyangga?”
“jika akhirnya seperti ini, aku lebih memilih buta. Kau tau?” Anita menangis.
Robert terdiam.
“aku mohon” Anita berlutut dan memeluk kaki kiri Robert, “aku mohon, Robert. jangan pergi”
“nak, jangan lakukan itu” ibu Robert mendekat dan membantu Anita berdiri.
Anita masih menangis.
Robert tetap diam.
“Robert, ibu tidak bisa memaksamu melakukan apapun. Tapi ibu mohon, ikuti kata hatimu, nak”
Air mata Robert menetes, ”maafkan aku, Anita. Tapi aku takut tidak bisa membahagiakanmu dengan keadaanku yang sekarang”
Anita memeluk Robert, “aku mencintaimu dan aku bahagia disampingmu”
Robert pun memeluk Anita.
“saat aku buta, kau begitu baik dan menerima semua kekuranganku. Dan sekarang, aku akan melakukan yang sama untukmu. Karena akulah yang menyebabkan kau buta”
“tidak Nita, aku yang memutuskan ini. Kau sama sekali tidak bersalah”
“jangan pergi, aku mohon”
Beberapa hari kemudian,
Robert dan Anita sedang duduk di ruang dokter.
Dokter tersenyum, “saya menemukan donor mata yang cocok untuk anda, tuan. Tapi sayangnya, tidak berwarna sama seperti mata anda”
Anita senang mendengar itu, “tidak apa-apa, dok. Yang penting pacarku bisa melihat lagi”
Robert tersenyum.
“baiklah nona, tuan, besok kita bisa memulai oprasinya”
“syukurlah” Anita memeluk Robert.
Robert pun senang, ia berjanji akan melakukan yang terbaik untuk Anita dan melamarnya setelah bisa melihat lagi.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^

4 komentar:

  1. Mm, yang sedikit mengganggu saya waktu membaca ini hanya masalah EyD. Ya, Anda tahulah, kalimat di awali huruf kapital, akhir kalimat langsung tanda koma--bila masih ada kelanjutan kalimatnya, dst dst.... Jadi hendaknya Anda memeriksa kembali sebelum mempublikasikannya.
    Mungkin sekian. Maaf saya hanya mengomentari sedikit teknisnya. Dan maaf (lagi) bila Anda kurang berkenan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sorry, ini style aku. kamu baru baca di blog ini ya? thank's for your comment..
      skrng Sherly g punya editor...

      Hapus
    2. ah, sebenarnya dulu saya sering baca blog ini. hanya saya menjadi silent reader.. hahaha, maaf. Salam Kenal, btw. ^^

      Hapus