Author
: Sherly Holmes
Genre
: Romance, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
Hari itu,
Di sebuah rumah
sakit, seorang pria yang diam di ruang tunggu, begitu khawatir.
Dokter keluar dari
ruang tindakan.
“bagaimana dok?”
“sepertinya, pasien
mengalami kebutaan akibat benturan di kepala belakangnya”
“apa dia bisa
sembuh?”
“pasien hanya bisa
sembuh jika ada donor yang cocok”
Pria itu terdiam,
“boleh aku melihatnya?”
Di dalam,
Seorang perempuan
yang matanya dibalut perban, tersenyum saat bicara dengan pria itu.
“aku
sungguh-sungguh minta maaf, aku tidak sengaja menabrakmu”
“aku tau, tuan.
Tidak apa-apa, mungkin ini sudah takdirku”
“tidak, jangan
bicara begitu. Aku janji padamu, aku akan mencari donor mata yang cocok untukmu
dan aku pastikan warna bola matanya percis seindah warna coklat matamu”
“terima kasih,
tuan”
“namaku Robert,
jika ada apa-apa, kau bisa meminta suster untuk menghubungiku. Aku pergi dulu,
besok aku akan kembali”
Perempuan itu
tersenyum.
Saat Robert keluar,
“jadi kau yang
membuat anakku buta?” seorang ibu tiba-tiba marah pada Robert.
“maafkan aku,
nyonya. Aku tidak sengaja”
“harusnya kau
dipenjara karena ini”
“maaf, nyonya,
tuan. Kalian tidak boleh berisik disini” seorang suster mendekat.
Ibu diam.
Robert menatap ibu
dari gadis itu, “nyonya tenang saja, saya janji akan bertanggung jawab. Saya
permisi” ia pergi.
Besoknya,
Robert kembali
datang ke rumah sakit untuk menemui gadis itu, tanpa ia sangka, ibu gadis itu
ada disana dan kembali memarahinya.
“mau apa lagi kau
kemari?”
“saya hanya ingin
menjenguk...”
“pergi kau, aku
tidak suka kau disini”
“ibu, jangan begitu.
Robert kan sudah minta maaf”
“diam Anita, kau
tidak boleh terlalu baik. Gara-gara dia, kau jadi buta”
Anita menunduk
sedih.
Ibu terdiam, ia tau
perkataannya membuat Anita sedih.
“nyonya tenang
saja, saya akan menepati janji saya” Robert mendekati Anita, “bagaimana
keadaanmu?”
“baik” Anita
tersenyum.
“aku membawakan
sesuatu untukmu”
“apa?”
Robert
memberikannya pada tangan Anita, Anita menggenggam benda itu dan mencium harum
bunga.
“terima kasih,
Robert. Ini pasti sebuket bunga kan?”
“kau hebat, bisa
menebak itu”
Anita tersenyum.
Ibu pun pergi
dengan perasaan sedih.
“Anita, aku janji,
aku akan bertanggung jawab” Robert memegang tangan Anita.
“sudahlah, Robert.
Jangan pikirkan perkataan ibu”
“tapi ibumu benar,
aku memang harus...”
“sst... sudahlah”
“terima kasih
karena kau begitu baik”
“Robert, apa benar
kau seorang pembalap?”
“yap”
“suatu saat nanti,
jika aku sudah bisa melihat, aku ingin melihatmu bertanding”
Robert agak sedih
mendengar itu, “iya Nit, aku akan memberikan satu tiket gratis untukmu”
“terima kasih”
Anita tersenyum.
Di rumah Robert,
Robert begitu
resah, bagaimana ini? Ternyata donor mata
untuknya sangat sulit, apa lagi aku meminta dokter untuk memberikan mata coklat
yang sama dengan matanya.
Robert memegang
kepalanya dan begitu khawatir, ya
Tuhan...
“tuan, ada telpon
dari sponsor anda”
“katakan aku sedang
sibuk”
“baik”
Pagi itu,
Robert kembali
datang ke rumah sakit.
Ibu Anita sudah
menunggunya di ruang tunggu, Robert pun mendekat.
“jangan
mentang-mentang kau pembalap dan kau seenaknya di jalan raya”
“aku tau, aku
salah. Aku sungguh-sungguh minta maaf”
“Anita memintaku
untuk tidak memenjarakanmu”
“aku tau, anakmu
memang orang yang baik. Tapi jika kau ingin memenjarakanku, aku tidak
keberatan. Tapi tolong, tunggu sampai pertandinganku selesai. Aku permisi”
Robert masuk ke ruang perawatan Anita.
Di dalam,
“ibu tidak bicara
macam-macam lagi kan?”
“tidak, kau tenang
saja” Robert tersenyum, “aku membawakan coklat untukmu”
“ya ampun, terima
kasih. Kau tau? Setiap kau kemari dan membawakan sesuatu, aku merasa malu”
“kenapa?”
“aku tidak mau
merepotkanmu”
“sudahlah, itu
tidak seberapa dibanding kesalahanku”
“kau mulai bicara
hal itu lagi”
“maaf, tapi aku...”
“sudah, aku tidak
mau kau bicarakan itu lagi”
“baiklah”
Malamnya,
Robert melamun di
kamar, seorang perempuan mendekat.
“sayang, ada apa?”
“aku...”
“jangan bilang,
jika kau memikirkan wanita itu”
“Grace, aku
menambraknya” Robert menatap pacarnya.
“tapi kau tidak
sengaja, lagi pula, kau sudah minta maaf kan?”
“ya, aku tau. Tapi
aku...”
“kau memikirkan
janjimu padanya?”
Robert mengangguk.
“harusnya kau tidak
menjanjikan hal yang sulit padanya, harusnya orang tua perempuan itu bersyukur karena
seluruh biayanya ditanggung olehmu”
“sudahlah Grace,
kau malah membuatku semakin pusing”
“ah, benar kan?
Justru harusnya yang kesal itu aku. Kau selalu memikirkan perempuan itu, dimana
pun dan kapanpun”
“maafkan aku”
Robert mendekati Grace dan menciumnya, “ayolah, jangan marah”
Grace tersenyum dan
memeluk Robert.
***
Di taman rumah
sakit,
Robert duduk
disamping Anita, mereka bicara dan semakin dekat.
“Robert, bolehkah
aku menyentuh wajahmu. Sebentar saja, aku ingin tau wajahmu seperti apa”
“tentu” Robert
menatap Anita.
Anita pun mulai
meraba wajah Robert perlahan, ia merasakan rahang yang kuat disana. Hidung
Robert yang mancung dan alis mata Robert yang tajam, Anita tersenyum.
“ada apa?”
“kau pasti sangat
tampan”
“jangan bicara
begitu, aku jadi malu”
“kenapa?” Anita
tersenyum lagi.
“sebentar lagi aku
akan bertanding, do’akan aku ya”
“iya”
“sudah hampir dua
minggu kau disini dan aku belum mendapatkan donor untukmu, maafkan aku”
“sudahlah, tidak
apa-apa”
“aku ingin bicara
sesuatu”
“apa itu?”
“aku suka padamu,
Anita”
Anita terdiam,
“Robert... kau tidak perlu melakukan ini, aku tidak apa-apa”
“apa maksudmu?”
“aku tau kau sangat
merasa bersalah, tapi..”
“Anita, aku serius.
Ini bukan karena faktor apapun, aku benar-benar suka padamu”
Anita menunduk,
“aku gadis buta”
“aku yang membuatmu
buta”
“aku tidak
sederajat denganmu”
“cukup Anita, aku
tidak suka kau bicara begitu”
“maafkan aku” Anita
menangis dan mau meninggalkan Robert.
“tunggu Anita, kau
mau kemana?” Robert memegang pundak Anita, ia khawatir jika Anita akan jatuh.
“ini saatnya tidur
siang”
“Anita, apa kau
marah?”
“sudahlah Robert,
aku...”
Robert memeluk
Anita, “aku serius dan aku akan melakukan apapun untukmu”
Anita menangis.
“aku akan
mengantarmu ke kamar dan aku harap, kau masih mau bertemu denganku”
Sore itu,
Robert sedang bersiap
di rumahnya, ia mulai menyiapkan barang-barangnya. Sebentar lagi Robert harus
segera ke luar kota karena balapannya akan dilakukan disana.
“sayang” Grace
mendekat, “kau sudah siap?”
“iya, aku harap,
aku akan kembali menang dan” Robert tidak melanjutkan perkataannya.
“apa?”
“tidak” Robert
tersenyum.
“ini pasti ada
hubungannya dengan perempuan itu kan?”
“ayolah Grace, aku
tidak mau bertengkar. Sebentar lagi aku pergi”
“tapi itu benar
kan?”
Robert mengangguk.
Grace kesal dan
pergi.
Robert pun hanya
diam.
Malamnya,
Di rumah sakit,
Anita masih memikirkan yang Robert katakan padanya.
“apa benar dia
mencintaiku? Tapi aku hanya gadis buta, aku takut dia mau padaku karena merasa
iba. Tapi selama ini, Robert begitu baik. Aku bisa merasakan ketulusannya” Anita
tersenyum tanpa menyadari bahwa ibunya ada disana.
Ibu terdiam, ya Tuhan... dia mencintai pria itu? Apa yang
harus aku lakukan?
“siapa itu?” Anita
merasakan kehadiran seseorang.
“ini ibu, nak”
“ibu?” Anita kaget,
ia takut ibunya mendengar perkataannya tadi.
“iya sayang,
bagaimana keadaanmu?” ibu pura-pura tidak mendengar itu.
“aku baik-baik
saja, bu” syukurlah ibu tidak
mendengarnya, Anita tersenyum.
Besoknya,
Robert yang berada
di pesawat, kembali memikirkan Anita. Aku karus mendapatkan donor mata yang
sesuai dengan yang ia harapkan, lalu aku akan memantapkan hatiku untuknya.
Robert masih
bingung dengan hubungannya, haruskah ia memutuskan Grace sekarang? Atau nanti setelah
Anita bisa melihat lagi? Karena Robert tau, ibu Anita sangat membencinya.
Sesampainya di
sirkuit,
“baiklah Robert,
kau bisa mulai latihan sekarang”
“terima kasih”
Robert tersenyum
dan melihat mobilnya, tapi ia kembali teringat pada Anita. Senyumannya,
kebaikannya. Anita memang perempuan yang sempurna untuknya.
Anita... kau sedang apa sekarang?
“Robert?”
“ah, iya. Aku akan latihan” Robert tersenyum
dan masuk ke mobil.
Malamnya,
Robert yang lelah,
masuk ke kamar. Ia berbaring dan mulai mencari kabar tentang donor mata untuk
Anita, namun sayangnya, mereka bilang, belum ada donor yang cocok apalagi
berwarna coklat seperti bola mata Anita.
“ah” Robert
memegang kepalanya.
“sayang” Grace
masuk.
“Grace?” Robert
kaget.
“kenapa kau? Apa
kau tidak senang, jika pacarku menyusul?”
“aku...”
“sayang, bagaimana
dengan latihannya?” Grace mendekat dan mau mencium Robert.
“maaf, Grace”
“kenapa? Kenapa kau
tidak mau dicium? Oh, aku tau, ini pasti karena perempuan itu, iya kan?”
Robert diam.
“ayo jawab” Grace
kesal.
“Grace”
“kau ingin putus
kan? Ok, kita putus sekarang” Grace pergi.
“Grace, tunggu...”
Robert pun menunduk, ia merasa semakin kacau. Tuhan... apa yang harus aku lakukan sekarang?
Robert mengambil
HP-nya, ia mulai menghubungi ruang perawatan Anita.
“hallo?” seorang
perempuan menjawab.
“suster, aku ingin
bicara dengan Anita”
“maaf tuan, tapi
nona Anita sudah pulang”
“pulang?” Robert
kaget, kenapa dia tidak memberitauku?
“tuan?”
“emh, sus, apa kau
tau dimana alamatnya?”
“saya kurang tau,
tuan. Tapi mungkin tuan bisa bertanya ke resepsionist jika tuan mau datang”
“o..ok, terima
kasih, sus” Robert menutup telponya dengan sedih.
Sekarang ia sudah
benar-benar putus dengan Grace dan Anita, ia malah pergi entah kemana.
Anita, sepertinya kau tidak percaya jika aku mencintaimu.
Kenapa? Apa sebenarnya kau membenciku karena aku adalah penyebab kau buta? Aku
tulus padamu, Nit. Aku akan menerimamu apa adanya, aku akan selalu disampingmu
dan menjagamu.
Robert berbaring
dan tidur.
***
Hari itu,
Balapan pun
dimulai, Robert bersiap dan dia sangat berambisi untuk menang.
Aku harus fokus, aku akan segera menyelesaikan balapan
ini dan kembali untuk mencari Anita.
Robert menatap
lampu yang mulai menyala dan mobil pun melaju.
Mobil saling susul,
para pendukung begitu antusias melihat idolanya.
Di rumah Anita,
Anita sedang duduk
di ruang tv, ia mendengarkan kabar tentang balapan F1 yang sedang dilaksanakan.
Kabar menyebutkan bahwa Robert berada di posisi 3.
“ayo Robert, kamu
pasti bisa”
“untuk apa kau
mendengarkan berita tentangnya?”
“aku hanya ingin
tau, bu”
“sudahlah, lebih
baik kita nonton yang lain” ibu mengambil remote-nya dan mengganti chanel tv.
Anita sedih.
Di sirkuit,
“yeah” semua
bersorak.
Mobil Robert
berhasil masuk ke garis finish dan dinyatakan sebagai juara pertama di sana.
Robert keluar dari
mobilnya dengan perasaan senang, ia tersenyum kepada penonton yang
mengidolakannya dan selalu mendukungnya.
Robert berjalan dan
para wartawan mendekatinya.
“Robert, bagaimana
perasaanmu setelah bisa menang?”
“maafkan aku
teman-teman, aku harus ke podium”
Robert pun berdiri
di podium dan bersorak gembira pada fans-fans-nya, “yeah”
Pagi itu,
Anita duduk di
bangku taman, ia hanya diam dan mendengar suara orang-orang di sekitarnya.
“Anita”
Anita kaget
mendengar suara itu, “Robert?”
“hey” Robert duduk
disamping Anita, “aku sangat bersyukur bisa menemukanmu disini”
Anita tersenyum.
“sudah lima hari
aku mencarimu, akhirnya kita bertemu juga”
“aku juga senang,
bagaimana dengan balapannya?”
“aku berhasil, aku
mendapatkan posisi pertama disana”
“selamat, kalau
begitu”
“terima kasih”
“Anita” Robert
memegang tangan Anita.
“eh..., Robert?”
“aku suka padamu,
aku sudah putus dengan pacarku dan aku harap, kau mau untuk menjadi pacarku”
Anita melepas
tangan Robert, “maafkan aku”
“kenapa? Kau marah
padaku karena aku belum mendapatkan donor untukmu?”
“bukan begitu,
hanya saja...”
“apa?”
“sudahlah Robert,
kita sudah pernah membahas ini kan?”
“tapi kau belum
pernah menjawabnya”
“maafkan aku” Anita
menunduk.
“Aku tulus padamu,
Nit. Aku tidak main-main, sejak pertama kita bertemu, aku suka padamu. Kau
begitu baik, sabar dan sangat berbeda dengan pacarku”
“harusnya kau tidak
memutuskan pacarmu karena ini, dimana perasaanmu?”
“Anita, aku...”
“jika kau seperti
ini terus, lebih baik kita tidak usah bertemu lagi”
“kenapa kau begitu?
Apa yang harus aku lakukan agar kau mengerti? Agar kau percaya jika aku...”
“Robert”
“aku sangat
mencintaimu”
Air mata Anita
menetes, “Robert, aku mohon”
Robert mengelus
pipi Anita, “aku sayang padamu”
Anita menunduk dan
Robert menciumnya.
Anita terdiam.
“jadilah pacarku”
Mereka pun
berpelukan.
***
Di rumah Anita,
Robert sedang
bicara dengan ibu Anita.
“aku serius, aku
akan melamarnya jika anda tidak keberatan”
“Anita itu buta,
apa kau benar-benar tulus atau...?”
“nyonya, aku masih
memegang janjiku untuk mencarikan donor mata untuk Anita”
Ibu Anita pun diam,
“jika kau memang serius, aku merestui kalian. Aku harap, kau bisa
membahagiakannya”
“terima kasih”
Robert tersenyum.
Anita pun muncul
sambil meraba dinding, “Robert, kau sudah datang?”
“sayang” Robert
berdiri dan mendekati Anita, ia merangkul Anita dan mengajaknya duduk di sofa.
“terima kasih”
Anita tersenyum.
“baiklah, ibu harus
pergi ke pasar dulu”
“hati-hati bu,
jangan lupa untuk membeli makanan yang agak banyak karena Robert akan makan
malam bersama kita”
“iya sayang” ibu
tersenyum, “Robert, jaga Anita”
“siap” Robert
tersenyum.
Setelah ibu pergi,
“kamu balapan
lagi?”
“iya, tiga hari
lagi. Do’akan aku ya”
“tentu saja,
pacarku pasti menang lagi”
“semoga saja”
Robert tersenyum, “aku akan berangkat besok sore”
“itu berarti, ini
hari...”
“tenanglah sayang,
aku janji, jika sudah selesai, aku akan segera menemuimu”
“iya, aku tau”
“maaf jika donor
mata...”
“sudah, jangan
diteruskan lagi”
“ok” Robert diam,
“o iya, aku lupa” Robert menatap sebuah cup yang ada di meja, “aku membawakan
es krim untukmu”
“benarkah?”
“iya, kemarin kamu
bilang, pingin es krim kan?”
“makasih ya”
“iya, aku suapin
ya” Robert membuka es krimnya.
Anita senang,
ternyata Robert benar-benar tulus padanya. Meski awalnya ia kira Robert hanya
merasa bersalah, tapi sekarang ia percaya jika Robert memang menyukainya.
Ibu Anita pun
datang dan tersenyum melihat mereka, perlahan amarahnya pada Robert, mereda.
Robert memang mampu membuat Anita tersenyum dan melewati hari-harinya dengan
bahagia.
“Robert, jika kau
memang mau menjadi suami yang baik untuk Anita, bantu aku memasak” ibu menatap
Robert.
“baik”
“jangan, biar aku
saja”
“Anita, kau diam
saja, percaya padaku” Robert mengelus Anita.
Robert pun membantu
ibu Anita memasak.
Anita yang duduk,
tersenyum mendengarkan pembicaraan Robert dan ibunya. Ia senang karena sang ibu
sudah tidak membenci Robert lagi.
Setelah makan malam
bersama, Robert pun pergi. Anita berharap, Robert akan segera kembali dan
baik-baik saja.
***
Malam itu,
“iya sayang,
do’akan aku ya” Robert yang sedang menelpon Anita, tersenyum.
“iya, besok kamu
pasti menang”
“ya udah, selamat
malam”
“selamat malam”
Robert menutup
telponnya dan bercermin, tapi ia terdiam. Robert baru menyadari jika warna bola
matanya sama percis dengan Anita.
“ya Tuhan...”
Siang itu,
Robert masih memikirkan
janjinya yang sampai saat ini belum bisa ia tepati, Anita...
Balapan pun
dimulai, tapi saat lap ke-7, tiba-tiba mobil Robert oleng dan terguling.
Brak...
Robert terlempar
dari mobilnya dan tergeletak di sirkuit tanpa helmet, para penonton kaget.
Api mulai keluar
dari mobil dan para pemadam mendekati mobil untuk memadamkannya.
“A....niita...”
penglihatan Robert mulai tidak jelas.
“Robert” para medis
mendekat dan ambulan datang.
Robert menutup
matanya dan tak bergerak lagi.
Di rumah sakit,
Dokter melakukan
tindakan untuk menyelamatkan Robert.
“keadaannya semakin
lemah dok”
“tekanan darahnya
juga terus menurun”
Robert membuka
matanya dan menatap dokter, “dok..ter..”
Dokter mendekat dan
Robert mulai berbisik.
Robert bicara
dengan terbata-bata dan pelan, “to..long, berikan... mataku.. pada... Ani..ta”
dan mata Robert kembali tertutup.
Alat deteksi
jantung pun berbunyi datar.
Dokter terdiam.
***
Di rumah sakit,
Anita membuka
matanya, dokter tersenyum. Dan ibu begitu khawatir.
“bagaimana Anita,
kau bisa melihat?” dokter menatap Anita.
“iya” Anita senang
bisa melihat lagi.
Ibu pun bersyukur.
“syukurlah” dokter
ikut senang, “saya permisi”
“silahkan dok”
“terima kasih
banyak, dok” Anita tersenyum.
Anita pun
berpelukan dengan ibunya, lalu ia bercermin, ternyata janji Robert benar, warna
bola matanya sama percis.
“Robert mana, bu?”
“eh...” ibu mulai
bingung.
“ada apa, bu? Aku
benar-benar tak menyangka jika dia benar-benar menemukan pendonor yang cocok
denganku, apalagi warna bola matanya sama”
“dia...”
“bu?” Anita menatap
ibunya.
“Robert sudah
meninggal, Nit”
Anita terdiam
mendengar itu, “itu gak mungkin, bu. Ibu bercanda kan?”
“tidak, sayang. Itu
adalah mata Robert, bola mata kalian berwarna sama”
Anita menunduk, Robert..., kenapa kau pergi dengan cara
seperti ini? Padahal aku sangat berharap untuk melihat wajahmu.
“Anita” ibu memeluk
Anita.
Anita pun menangis,
“aku mencintainya, bu”
“ibu tau nak, tapi
kamu harus sabar”
Setelah kejadian
itu,
Setiap sore, Anita
selalu pergi ke taman. Ia mengingat saat-saat bersama Robert disana. Meski saat
itu ia masih buta, tapi ia ingat betul, jika Robert selalu datang dan
membawakan kejutan untuknya.
Anita tersenyum, Robert...
Sampai suatu hari,
Seorang pria yang
memakai tongkat, jatuh di depan Anita. Ia langsung menolong pria itu agar
kembali berdiri. Ternyata prai itu buta.
“terima kasih” pria
itu tersenyum.
Anita terdiam,
suara itu mengingatkannya pada seseorang. Jangan-jangan..., “Robert?”
Pria itu terdiam
kaget, “m...maaf, saya bukan..”
“Robert, aku tau
ini kau”
Pria itu akan pergi
tapi Anita memeganginya.
“Robert, aku mohon”
“tidak nona” pria
itu tetap bersikeras untuk pergi.
“Robert” Anita meraba
wajah pria itu dan ia yakin itu Robert, Anita pun menangis. Ia sedih melihat
keadaan Robert yang sekarang, “jangan pergi lagi, jangan tinggalkan aku” Anita
memeluknya.
Di kaki kanan
Robert dipasang penyangga dan ia berjalan dengan bantuan tongkat, apalagi
sekarang Robert buta.
Robert melepaskan
pelukan Anita, “aku bukan Robert” ia pergi dengan sekuat tenaga untuk menjauhi
Anita.
Anita pun pulang
dengan sedih.
“sayang, ada apa?”
ibu khawatir.
“ibu bohong, Robert
tidak meninggal kan?”
Ibu terdiam.
“jawab aku, bu”
“Robert memang
tidak meninggal, nak. Saat itu, Robert koma. Dokter bilang, Robert ingin
mendonorkan matanya padamu”
“lalu kenapa ibu
berbohong?”
“keadaan Robert
semakin parah, dan saat ia siuman, ia harus rela jika kaki kanannya tidak dapat
berjalan lagi. Robert sangat sedih, apalagi dia menjadi buta. Lalu ORbert
meminta ibu untuk memberitaumu jika dia meninggal saat balapan”
Anita menangis.
Di rumah Robert,
Robert sedang
terdiam di sofa, ia memikirkan yang terjadi di taman tadi. Anita melihatku, dia mengetahui keadaanku.
“nak”
“iya, bu?”
“Restu bilang,
tiketnya sudah siap. Apa kau benar-benar akan pergi?”
Robert diam.
Ibu Robert duduk
disamping Robert, “ibu tau kau sangat mencintai perempuan itu, ibu yakin, dia
akan menerimamu apa adanya. Kau sudah berkorban banyak untuk dia”
“tidak bu, aku
memang pantas seperti ini. Dia buta karena aku dan jika sekarang aku buta,
aku...”
“nak...”
“aku tidak apa-apa,
bu. Dia pantas mendapatkan yang lebih baik” Robert tersenyum.
Ibu memeluk Robert
dan menangis, “ibu sudah memberi tau ayahmu jika besok kau akan kesana”
“terima kasih, bu”
“ibu janji akan
mengunjungimu sebulan sekali, kau harus jaga dirimu ya”
“iya bu”
Kejadian itu memang
membuat ibu Robert sangat terpukul, anaknya yang begitu ia banggakan tiba-tiba
mengalami kecelakaan yang membuat kakinya cedera parah dan juga saat Robert
memutuskan untuk mendonorkan matanya pada gadis yang ia cintai.
Ibu hanya bisa diam
dan terus memberi Robert semangat.
Robert tersenyum,
“aku sayang ibu”
Paginya,
Ibu sudah
menyiapkan barang-barang Robert, “ayo nak, pak supir sudah siap di depan”
“iya bu”
Ibu memapah Robert
dan para pelayan membawakan barang-barang Robert untuk di taruh di bagasi
mobil.
Saat Robert mau
masuk ke mobil,
“Robert, kamu mau
kemana?”
Robert terdiam
mendengar suara Anita.
“Robert” Anita
mendekat.
Ibu Robert hanya
diam melihat itu, ia sedih.
“ini bukan
urusanmu” Robert memalingkan wajahnya.
“Robert, kenapa kau
tiba-tiba bersikap seperti ini padaku? Apa salahku?”
“kau tidak salah
apa-apa, aku hanya merasa, kita tidak usah bertemu lagi”
“Robert” Anita
memegang tangan Robert.
“lepaskan aku”
“aku mencintaimu”
“aku ini buta, Nit”
Robert membentak Anita, “lebih baik kau mencari pria yang lebih sempurna
dariku, apa kau tidak lihat jika kakiku memakai penyangga?”
“jika akhirnya
seperti ini, aku lebih memilih buta. Kau tau?” Anita menangis.
Robert terdiam.
“aku mohon” Anita
berlutut dan memeluk kaki kiri Robert, “aku mohon, Robert. jangan pergi”
“nak, jangan
lakukan itu” ibu Robert mendekat dan membantu Anita berdiri.
Anita masih
menangis.
Robert tetap diam.
“Robert, ibu tidak
bisa memaksamu melakukan apapun. Tapi ibu mohon, ikuti kata hatimu, nak”
Air mata Robert
menetes, ”maafkan aku, Anita. Tapi aku takut tidak bisa membahagiakanmu dengan
keadaanku yang sekarang”
Anita memeluk
Robert, “aku mencintaimu dan aku bahagia disampingmu”
Robert pun memeluk
Anita.
“saat aku buta, kau
begitu baik dan menerima semua kekuranganku. Dan sekarang, aku akan melakukan
yang sama untukmu. Karena akulah yang menyebabkan kau buta”
“tidak Nita, aku
yang memutuskan ini. Kau sama sekali tidak bersalah”
“jangan pergi, aku
mohon”
Beberapa hari
kemudian,
Robert dan Anita
sedang duduk di ruang dokter.
Dokter tersenyum,
“saya menemukan donor mata yang cocok untuk anda, tuan. Tapi sayangnya, tidak
berwarna sama seperti mata anda”
Anita senang
mendengar itu, “tidak apa-apa, dok. Yang penting pacarku bisa melihat lagi”
Robert tersenyum.
“baiklah nona,
tuan, besok kita bisa memulai oprasinya”
“syukurlah” Anita
memeluk Robert.
Robert pun senang,
ia berjanji akan melakukan yang terbaik untuk Anita dan melamarnya setelah bisa
melihat lagi.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang
menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^
Mm, yang sedikit mengganggu saya waktu membaca ini hanya masalah EyD. Ya, Anda tahulah, kalimat di awali huruf kapital, akhir kalimat langsung tanda koma--bila masih ada kelanjutan kalimatnya, dst dst.... Jadi hendaknya Anda memeriksa kembali sebelum mempublikasikannya.
BalasHapusMungkin sekian. Maaf saya hanya mengomentari sedikit teknisnya. Dan maaf (lagi) bila Anda kurang berkenan.
sorry, ini style aku. kamu baru baca di blog ini ya? thank's for your comment..
Hapusskrng Sherly g punya editor...
ah, sebenarnya dulu saya sering baca blog ini. hanya saya menjadi silent reader.. hahaha, maaf. Salam Kenal, btw. ^^
Hapusiya terima kasih, salam kenal juga...
Hapus^_^