Author
: Sherly Holmes
Thank’s to : Clana_Solehah
Genre
: agak Religi, Family Drama
Cerita ini hanya
fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
Note : cerita ini
Sherly buat untuk Maryam Down(e)yslovers yang udah request tentang FanFic tema Religi
kepada Sherly.
Hari itu,
Maryam, seorang
perempuan berhijab, baru datang ke rumah. Ia sedikit lelah karena selain
sekolah, Maryam juga berjualan kue. Namun ia tidak pernah mengeluh karena ia
yakin, Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Maryam pun
mulai menghitung uang yang ia dapatkan dan bersyukur karena uang tersebut bisa
ia pakai untuk membuat kue besok.
“assalamu ’alaikum”
seorang pria yang memakai kostum badut dan memegang sebuah kotak, masuk ke
rumah Maryam.
“wa’alaikum salam”
Maryam tersenyum melihat pria itu, “kakak”
Pria itu pun
tersenyum. Ia adalah Robert, kakak dari Maryam. Robert bekerja sebagai badut
keliling atau sewaan jika ada anak yang berulang tahun, dan uang yang Robert
dapatkan dijadikan biaya hidup mereka berdua.
Malam itu,
“kakak gak cape?”
“ya enggak lah,
Mar”
“tetangga bilang,
besok kakak akan pergi jauh”
“iya, ada yang
ulang tahun. Dia nyewa kakak”
“terus kakak mau
naik apa, kesana?”
“jalan kaki aja,
Mar”
“tapi kak...”
“eh, kamu gak usah
cemas. Kakak kan udah biasa” Robert mengelus Maryam, “gimana sekolah kamu?
Kalau misalnya jualan bikin belajar kamu keganggu, lebih baik kamu gak usah
jualan”
“enggak kok, kak.
Maryam seneng bisa bantu kakak”
“ya udah, tapi
kakak gak mau kalau nilai kamu jadi jelek. Bentar lagi kamu lulus, kan?”
Maryam mengangguk.
“do’ain kakak, ya.
Biar kakak bisa nguliahin kamu”
Maryam tersenyum.
“ya udah, mending
kamu bobo saja. Ini kan udah malem, besok kamu harus bangun pagi buat bikin
kue”
“iya kak”
Setelah Maryam
pergi,
Robert masuk ke
kamar, ia mengambil sebuah kaleng yang ada di bawah ranjang. Robert tersenyum
dan membuka tutup kaleng itu, ia pun mulai menyimpan sebagian uang yang ia
dapatkan ke dalamnya.
Besoknya,
Robert sudah
bersiap dengan box berisi peralatan badutnya.
“kakak”
Robert tersenyum,
“kamu sudah siap?”
“iya, kak”
Mereka pun pergi
bersama dan berpisah di perempatan jalan.
Di sekolah,
“Maryam”
Maryam menoleh,
“Meymey?”
“nanti sore, kita
kerja kelompok, ya?”
“ayo, dimana?”
“di rumah kamu aja”
“boleh”
“ok deh, sip kalau
gitu. Aku mau ajak temen yang lain” Meymey pergi.
Maryam memang
dikenal rajin dan pintar di sekolah, tak jarang teman-temannya meminta Maryam
untuk belajar bersama mereka.
Sore itu,
Robert tersenyum,
hari ini ia mendapatkan uang yang cukup banyak dan mungkin bisa dipakai untuk
satu minggu. Tapi...
“eh, mau kemana
kamu?” seorang preman mendekati Robert.
“sa..saya...”
Robert melihat beberapa preman lainnya.
Mereka pun
mendekati Robert dan Robert tau, jika gelagat mereka tidak baik.
Di rumah,
Teman-teman Maryam
pun pulang, Maryam mengantar mereka keluar sambil tersenyum. Tapi setelah
mereka pergi,...
“kakak?” Maryam
kaget melihat memar di wajah Robert.
“Mar” Robert yang
agak lemas, mendekati Maryam.
“ya Tuhan, kak.
Kakak kenapa?” Maryam cemas.
***
Di kamar Robert,
Maryam mengobati
luka Robert dengan begitu khawatir.
“kakak minta maaf
ya, hari ini kakak gak bisa beli makanan”
“gak apa-apa kok,
kak. Biar Maryam yang beli makanan, Maryam kan punya uang”
“Mar, hasil jualan
itu buat tabungan kamu”
“kak, Maryam gak
mau membebani kakak. Tujuan Maryam jualan kue itu untuk bantuin kakak”
“kakak sayang sama
kamu, kakak gak mau bikin kamu susah. Kamu kan pengen masuk kuliah”
“Maryam juga sayang
kakak, Maryam senang jika bisa bantuin kakak”
Robert tersenyum
dan memeluk adik kesayangannya itu, “kakak bersyukur memiliki kamu, Mar”
“Maryam juga, kak”
Besoknya,
“hari ini kakak
jangan kerja dulu”
“Mar, kakak harus
kerja”
“udah, kakak
istirahat dulu aja. Biar hari ini, Maryam yang jualan kue. Nanti, Maryam beliin
makanan kesukaan kakak”
“ya udah, gimana
kamu aja”
“Maryam pergi dulu
ya, kak. Assalamu ‘alaikum”
“wa’alaikum salam”
Setelah Maryam
pergi,
Robert pun
membereskan rumahnya, memar di pipi Robert sudah mulai sembuh. Ia pun
menyiapkan peralatan badut untuk dipakai besok.
“Robert, kau di
dalam? Robert?”
Robert kaget, ia
pun berjalan mendekati pintu dan membukanya.
“Robert” seorang
perempuan paruh baya, tersenyum.
“tante?” Robert
kaget.
“boleh tante
masuk?”
“tentu tante,
silahkan”
Di dalam,
“kamu betah tinggal
di kontrakan kecil kaya gini?” tante duduk.
“alhamdulillah,
tante”
“terus, Maryam
gimana?”
“Maryam lagi
sekolah, mungkin sebentar lagi pulang”
“tahun ini, dia
lulus kan?”
“iya tante”
“kamu yakin, bisa
masukin dia ke kuliahan?”
“insya Allah,
tante”
“oh ya?”
Robert tersenyum.
“sebenernya, tante
kesini untuk menawarkan sesuatu”
Robert menatap
tantenya yang kaya itu.
“jika kamu merasa
hidupmu sulit, tante akan bawa Maryam bersama tante. Dengan begitu, kau hanya
akan memikirkan kontrakan dan hidupmu. Tidak perlu repot-repot untuk...”
“maaf tante, tapi
Maryam itu adikku. Setelah orang tua kami meninggal, aku rasa, aku harus
bertanggung jawab untuk Maryam”
“kamu pikir, dia
bahagia hidup disini? Apa menurutmu layak jika Maryam harus berjualan selama ia
sekolah?”
“berjualan itu
pilihannya, aku selalu memintanya berhenti jika ia lelah”
“emh, kau cukup
keras kepala juga”
“tante, maafkan
aku. Tapi aku lebih memilih Maryam tetap tinggal bersamaku”
“ok, terserah kamu
saja. Kalau begitu, tante pergi dulu. Hubungi tante jika kamu berubah pikiran”
Robert diam dan
menunduk.
Sore itu,
Maryam pulang, ia
melihat Robert yang sedang duduk menunggunya.
“kakak?”
“duduk, Mar”
“ada apa, kak?”
“kamu bahagia sama
kakak?”
“kok, kakak
nanyanya gitu?”
“kakak takut, kalau
kamu...”
“kak, aku bahagia sama
kakak. Bagaimana pun hidup kita, kita harus mensyukurinya, kan?”
“ya sudah kalau
begitu” Robert berdiri dan meninggalkan Maryam.
Maryam merasa aneh,
ada apa dengan kakak?
Besoknya,
“Robert, Robert?”
pemilik kontrakan mengetuk pintu.
“iya, sebentar” Maryam
membuka pintu, “ibu?”
“mana kakakmu?”
“kakak lagi
siap-siap”
“oh, bilang padanya
jika waktu bayaran sudah tiba”
“i..iya bu, kami
minta maaf. Jika uang kami sudah cukup, kami pasti bayar”
“setiap bulan,
pasti alasannya seperti itu”
Robert mendekat, “ada
apa, Mar?” ia melihat ibu kontrakan, “bu”
Ibu kontrakan pun
menatap Robert.
“masuk dulu, bu”
Robert tersenyum, “Mar, ambilkan minum buat bu Arni”
“tidak usah” Arni
pun pergi.
Maryam melihat
kakaknya dengan sedikit sedih.
“tenang, kakak
pasti bisa bayar kontrakan”
“lebih baik, hari
ini Maryam jualan kue”
“Mar, kamu bentar
lagi ujian. Jangan cape-cape, kamu harus istirahat dan belajar”
“tapi kak...”
“kamu harus nurut
sama kakak, hari ini hari minggu dan tugas kamu beres-beres rumah, bukan jualan
kue”
Maryam menunduk.
Robert mengelus
Maryam, “kakak pergi dulu ya”
“hati-hati”
Setelah Robert
pergi, Maryam pun mulai membereskan rumah. Ia membersihkan ruangan demi ruangan
sambil memikirkan masalah hidupnya, namun Maryam selalu berdo’a kepada Tuhan.
Maryam yakin, Tuhan pasti akan menunjukan jalan bagi setiap hamba-Nya yang mau
berusaha.
Maryam mulai
menyapu teras.
“Maryam”
Maryam menoleh,
“tante?”
“hey sayang,
bagaimana kabarmu?”
“alhamdulillah,
tante”
“hey, ada apa?
Kenapa kau sedih?”
“aku...”
“cerita sama tante,
kamu jangan sungkan. Kita ini kan saudara, tante itu adik dari ibumu”
***
Malamnya,
“apa maksud kamu,
Mar?” Robert menatap Maryam.
“kak, Maryam tidak
mau membebani kakak”
“kamu pikir, jika
kamu tinggal di rumah tante, beban kakak hilang? Kamu pikir, kakak akan
bahagia? Sadar, Mar. Tante Ellie itu bukan orang baik”
“kak...”
“Mar, dia pingin
kamu tinggal disana, biar kamu bisa disuruh-suruh. Atau kamu pikir, jika
tinggal bersama tante Ellie, kamu bisa kuliah? Iya kan? Kamu takut, kalau kamu
tinggal sama kakak, kamu gak bisa kuliah. Iya kan, Mar?”
“bukan gitu, kak.
Maryam cuma...”
“diam! Jika kamu
ingin tinggal bersama tante Ellie, pergi saja. Biarkan kakak sendiri disini.
Kau pikir, enak hidup dengannya?!”
Air mata Maryam
menetes, “maaf, kak” ia pun masuk ke kamar.
Ya Tuhan... apa yang baru saja aku lakukan? Aku
marah-marah pada Maryam, Robert menyesal.
Di kamar Maryam,
Maryam menangis, Tuhan... kuatkan aku.
“Maryam” Robert
masuk dan mendekati adiknya.
Maryam menghapus
air matanya.
“maafin kakak, ya?
Kakak gak bermaksud untuk...”
“Maryam tau kok,
kak. Maryam yang salah. Kakak baru datang, kakak masih cape. Tapi Maryam udah
ngomong yang enggak-enggak”
“dengar, Mar”
Robert mengelus Maryam, “buat kakak, kamu itu sangat berarti. Kakak pasti akan
selalu berusaha untuk bisa menguliahkanmu, jangan cemas”
“aku tau, kak. Aku
cuma takut, kalau aku hanya jadi beban untuk kakak”
“hey, itu gak
benar. Pasti tante Ellie bicara yang enggak-enggak sama kamu, iya kan?”
Maryam menunduk.
“kamu tau, kan?
Tante Ellie seperti apa? Kakak gak mau kalau kamu ikut dia, dia cuma mau
manfaatin kamu doank, Mar. Tante Ellie gak bener-bener baik” Robert tersenyum
dan mengelus Maryam, “kamu percaya, kan? Kalau Tuhan, pasti bantu kita”
Maryam mengangguk.
“ya udah, mending
kamu bobo” Robert mencium kening Maryam, “jangan lupa untuk selalu berdo’a”
Maryam tersenyum.
Besoknya,
Maryam sudah
bersiap untuk sekolah.
“Mar, sini deh.
Kakak mau nunjukin sesuatu”
“apa, kak?” Maryam
mengikuti Robert.
Di kamar Robert,
Robert pun
memperlihatkan kaleng besar berisi uang yang selama ini ia simpan.
“ya Tuhan...”
“ini buat kamu,
Mar. Semoga ini cukup jika ditambah tabunganmu”
Maryam melihat
tulisan yang tertempel di kaleng itu, ‘Untuk
Maryam’. Ia tersenyum, “makasih, kak”
“pokoknya kamu
harus semangat, kakak akan terus berusaha buat kamu”
***
Di sekolah,
Maryam dipanggil ke
ruang guru.
“kamu udah isi
formulirnya, Mar?”
“udah, bu”
“ya udah, kumpulin
sini. Kamu gak usah khawatir, kamu pasti diterima di universitas itu”
“semoga aja, bu”
Maryam tersenyum.
Sorenya,
Maryam pulang, ia
melihat Robert yang sudah ada di rumah. Maryam kaget, “kakak, kok udah pulang?”
“gak apa-apa, Mar.
Kakak cuma sedikit gak enak badan” Robert tersenyum.
“kakak yakin?”
Maryam mendekati Robert yang sedikit pucat.
“iya”
“ya udah, mendingan
kakak istirahat. Nanti Maryam bikinin air anget”
“gak usah, Mar.
Kakak gak apa-apa”
“kak, badan kakak
panas”
“Mar, tenang”
“ayo, aku anter ke
kamar”
Tapi malam itu,
keadaan Robert makin parah.
“kakak” Maryam
mengompres kening Robert.
Robert gemetar,
tapi matanya masih terbuka dan menatap Maryam.
“kita ke dokter ya,
kak?”
“enggak, Mar. Kakak
baik-baik aja”
“kak, badan kakak
makin panas”
“Mar, ini sakit
biasa kok. Besok juga, kakak sembuh”
“tapi kak...”
“percaya sama
kakak. Mending kamu bobo, ini udah malem”
Maryam mengangguk,
meski khawatir, tapi ia meninggalkan Robert dan pergi ke kamar.
Di kamar Maryam,
Maryam berbaring
dan berdo’a, Tuhan... tolong berikan yang
terbaik untuk kami. Sembuhkan kakak, Maryam sayang kakak Maryam.
***
Besoknya,
Maryam keluar dari
ruang guru, seorang teman mendekat.
“Maryam”
“iya?” Maryam
menoleh dan tersenyum.
“kamu jadi, masuk
ke universitas itu?”
“kakak bilang, aku
daftar aja”
“syukur deh, aku
juga daftar kesana. Nanti kita bareng lagi ya?”
“insya Allah”
Maryam tersenyum.
Hari ini, kue
buatan Maryam sudah habis terjual. Ia bersyukur dan akan pulang ke rumah.
Tapi...
“Maryam” seseorang
berlari ke arah Maryam.
“bu Arni? Ada apa?”
Maryam kaget melihat pemilik kontrakan yang begitu panik.
“kakak kamu, Mar.
Kakak kamu masuk rumah sakit”
“ya Tuhan...”
Maryam kaget dan terdiam.
***
Di rumah sakit,
“dokter?” Maryam
mendekati dokter yang keluar dari ruang perawatan.
“maaf, ade siapanya
pasien?”
“saya adiknya, dok”
“kami harus segera
melakukan tindakan, jika panasnya tidak turun-turun, keadaannya akan semakin
gawat”
“lakukan yang
terbaik, dok. Tolong kakak saya”
“kami pasti akan
berusaha, de” dokter tersenyum dan pergi.
Maryam mengintip
Robert dari luar, ya Tuhan... tolong
sembuhkan kakak. Maryam sayang kakak, Tuhan...
Sore itu,
Maryam pulang ke
rumah, ia masuk ke kamar Robert. Maryam ingat dengan kaleng berisi tabungan
Robert, ia mengambilnya dari bawah ranjang Robert.
Maryam melihat
tulisan di sebuah kertas yang ada di dalam kaleng besar itu ‘Untuk Maryam’. Maryam sedih, uang itu
memang sengaja Robert kumpulkan agar Maryam bisa kuliah.
Air mata Maryam
menetes, “maafkan Maryam, kak. Tapi jika harus memilih antara kuliah dan kakak,
Maryam pasti memilih kakak”
Akhirnya Maryam
kembali ke rumah sakit, ia pergi ke bagian administrasi.
Di bagian
administrasi,
“selamat sore, de?”
“bu, saya mau bayar
administrasi kakak saya” Maryam mengeluarkan kaleng besar berisi uang, “apa ini
cukup, bu? Tolong kakak saya, perawat bilang, jika saya tidak segera membayar,
kakak tidak akan dirawat dokter” Maryam sangat cemas.
Besoknya,
Maryam kembali
masuk ke ruang guru.
“Maryam, ada apa?”
“bu, saya gak jadi
daftar ke universitas”
“kenapa?”
“uangnya sudah
habis untuk biaya perawatan kakak, saya tidak punya biaya lagi untuk masuk ke
universitas itu”
“Maryam...” guru
itu agak sedih melihat Maryam.
“Maryam gak apa-apa
kok, bu” Maryam tersenyum, “Tuhan pasti memberikan yang terbaik untuk Maryam.
Maryam yakin, suatu saat, Maryam bisa masuk universitas”
Guru itu tersenyum
melihat semangat dan kesabaran Maryam, “kamu hebat, Mar. Ibu bangga sama kamu”
***
Di rumah sakit,
Robert membuka
matanya, “Maryam...”
“kak, Maryam
disini, kak” Maryam mengelus Robert.
“Mar...”
“iya, kak. Ini
Maryam”
Robert melihat
Maryam dan tersenyum.
“gimana keadaan
kakak? Kakak mau dipanggilin dokter?”
“enggak, Mar. Kakak
gak apa-apa” Robert melihat ke sekitar dan sadar jika dirinya ada di rumah
sakit,
“Mar?” Robert kaget.
“Mar?” Robert kaget.
“kenapa, kak?”
“kenapa kakak
disini?”
“demam kakak
tinggi, udah dua hari kakak gak sadarkan diri”
“ya Tuhan...”
Robert tidak menyadari itu, “tapi gimana dengan biayanya, Mar?”
“maafin Maryam,
kak. Maryam pake uang yang ada di kaleng itu”
“Mar, itu kan buat
kamu masuk universitas”
“tapi kak, kita gak
punya uang lagi selain itu”
“Mar, selama ini
kakak ngumpulin uang di kaleng itu untuk kamu. Kakak ingin membuktikan padamu,
jika kakak bisa menguliahkanmu. Sekarang, kita gak punya uang buat kamu bayar
kuliah” Robert sedikit kesal.
“kak, yang penting
buat Maryam itu kakak. Maryam gak peduli kalau sekarang Maryam gak bisa masuk
universitas, yang penting itu kakak sembuh”
Robert sedih, ia
memeluk adiknya. Robert tau, sebenarnya Maryam sangat ingin masuk ke
universitas seperti teman-temannya. Dan pengorbanan Maryam untuknya, sangat
berarti di mata Robert.
“Maryam sayang
kakak, Maryam gak mau kehilangan kakak”
“maafin kakak, Mar.
Kakak janji, kakak akan menabung lagi untuk kamu. Kakak akan mencari uang agar
kamu...”
“udah, kak. Yang
penting buat Maryam saat ini adalah kesembuhan kakak. Maryam gak apa-apa, kok.
Lebih baik Maryam fokus berjualan kue”
Robert mengelus
adiknya, dan hati Robert semakin bertekad untuk menguliahkan Maryam.
Beberapa hari
kemudian,
Di rumah, Maryam
membuatkan teh hangat untuk Robert. Robert yang sedang duduk, tersenyum.
“makasih, Mar”
“iya, kak”
“gimana ujiannya?”
“udah selesai, kak”
“kamu pasti dapet
nilai bagus”
“insya Allah”
“besok kakak mulai
kerja”
“kakak yakin?”
“kakak udah sehat
kok, Mar”
Maryam tersenyum,
“ya udah deh, kalau kakak udah ngerasa sehat, gak apa-apa”
Malam itu,
Maryam kembali
berbaring di kasur, sebelum memejamkan mata, ia berdo’a. Maryam juga tidak lupa
bersyukur kepada Tuhan, karena Robert sudah sembuh. Dan kuliah, Maryam rasa,
mungkin saat ini Tuhan belum mengijinkan Maryam. Tapi Maryam selalu berdo’a,
agar Tuhan memberikan yang terbaik untuknya dan kakak yang ia sayangi.
***
Di sekolah,
“selamat ya, Mar.
Guru-guru bilang, kamu dapet nilai paling bagus di sekolah”
“makasih” Maryam
tersenyum pada temannya.
“oh, iya. Tadi wali
kelas kita nanyai kamu lho”
“kalau gitu aku ke
ruang guru dulu, ya” Maryam pergi.
Di ruang guru,
“Maryam” guru itu
tersenyum.
“maaf, bu. Teman
saya bilang, ibu mencari saya”
“iya Mar, duduklah”
Maryam mengangguk
dan duduk.
“selamat ya, kamu
dapat beasiswa”
Maryam terdiam
kaget, ia tidak percaya dengan itu.
“semua biaya kuliah
kamu ditanggung beasiswa sampai lulus nanti”
“be..beneran, bu?”
“iya, Mar. Nih,
liat” guru itu memperlihatkan berkasnya.
“ya Tuhan...
alhamdulillah...” Maryam sangat senang, “terima kasih, Tuhan...” air mata
Maryam menetes, “makasih, bu”
Maryam pun pulang
dengan bahagia dan ia tidak sabar untuk memberitahukan itu pada Robert.
Di rumah,
Robert yang baru
datang, disambut gembira oleh Maryam.
“kakak”
“Maryam?” Robert
kaget.
“aku dapet
beasiswa, kak. Semua biayanya ditanggung sampai aku lulus”
“yang bener, Mar?”
“iya, kak”
Mereka pun
berpelukan dengan bahagia, dan tidak lupa untuk bersyukur kepada Tuhan yang
selalu memberikan nikmat-Nya. Karena mereka yakin, Tuhan selalu ada untuk
hamba-Nya.
The End
PS : Maaf untuk ‘Maryam
Down(e)yslovers’ kalau isinya kurang
menarik dan kurang religi. Karena Sherly merasa,
Sherly belum pantas untuk membuat cerita dengan tema berat seperti ini.
___
Thank’s for reading…
Maaf
kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti
untuk Sherly! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar