Senin, 16 Mei 2016

Untuk Maryam

Author : Sherly Holmes
Thank’s to : Clana_Solehah
Genre : agak Religi, Family Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Note : cerita ini Sherly buat untuk Maryam Down(e)yslovers yang udah request tentang FanFic tema Religi kepada Sherly.
Hari itu,
Maryam, seorang perempuan berhijab, baru datang ke rumah. Ia sedikit lelah karena selain sekolah, Maryam juga berjualan kue. Namun ia tidak pernah mengeluh karena ia yakin, Tuhan akan selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Maryam pun mulai menghitung uang yang ia dapatkan dan bersyukur karena uang tersebut bisa ia pakai untuk membuat kue besok.
“assalamu ’alaikum” seorang pria yang memakai kostum badut dan memegang sebuah kotak, masuk ke rumah Maryam.
“wa’alaikum salam” Maryam tersenyum melihat pria itu, “kakak”
Pria itu pun tersenyum. Ia adalah Robert, kakak dari Maryam. Robert bekerja sebagai badut keliling atau sewaan jika ada anak yang berulang tahun, dan uang yang Robert dapatkan dijadikan biaya hidup mereka berdua.
Malam itu,
“kakak gak cape?”
“ya enggak lah, Mar”
“tetangga bilang, besok kakak akan pergi jauh”
“iya, ada yang ulang tahun. Dia nyewa kakak”
“terus kakak mau naik apa, kesana?”
“jalan kaki aja, Mar”
“tapi kak...”
“eh, kamu gak usah cemas. Kakak kan udah biasa” Robert mengelus Maryam, “gimana sekolah kamu? Kalau misalnya jualan bikin belajar kamu keganggu, lebih baik kamu gak usah jualan”
“enggak kok, kak. Maryam seneng bisa bantu kakak”
“ya udah, tapi kakak gak mau kalau nilai kamu jadi jelek. Bentar lagi kamu lulus, kan?”
Maryam mengangguk.
“do’ain kakak, ya. Biar kakak bisa nguliahin kamu”
Maryam tersenyum.
“ya udah, mending kamu bobo saja. Ini kan udah malem, besok kamu harus bangun pagi buat bikin kue”
“iya kak”
Setelah Maryam pergi,
Robert masuk ke kamar, ia mengambil sebuah kaleng yang ada di bawah ranjang. Robert tersenyum dan membuka tutup kaleng itu, ia pun mulai menyimpan sebagian uang yang ia dapatkan ke dalamnya.
Besoknya,
Robert sudah bersiap dengan box berisi peralatan badutnya.
“kakak”
Robert tersenyum, “kamu sudah siap?”
“iya, kak”
Mereka pun pergi bersama dan berpisah di perempatan jalan.
Di sekolah,
“Maryam”
Maryam menoleh, “Meymey?”
“nanti sore, kita kerja kelompok, ya?”
“ayo, dimana?”
“di rumah kamu aja”
“boleh”
“ok deh, sip kalau gitu. Aku mau ajak temen yang lain” Meymey pergi.
Maryam memang dikenal rajin dan pintar di sekolah, tak jarang teman-temannya meminta Maryam untuk belajar bersama mereka.
Sore itu,
Robert tersenyum, hari ini ia mendapatkan uang yang cukup banyak dan mungkin bisa dipakai untuk satu minggu. Tapi...
“eh, mau kemana kamu?” seorang preman mendekati Robert.
“sa..saya...” Robert melihat beberapa preman lainnya.
Mereka pun mendekati Robert dan Robert tau, jika gelagat mereka tidak baik.
Di rumah,
Teman-teman Maryam pun pulang, Maryam mengantar mereka keluar sambil tersenyum. Tapi setelah mereka pergi,...
“kakak?” Maryam kaget melihat memar di wajah Robert.
“Mar” Robert yang agak lemas, mendekati Maryam.
“ya Tuhan, kak. Kakak kenapa?” Maryam cemas.
***
Di kamar Robert,
Maryam mengobati luka Robert dengan begitu khawatir.
“kakak minta maaf ya, hari ini kakak gak bisa beli makanan”
“gak apa-apa kok, kak. Biar Maryam yang beli makanan, Maryam kan punya uang”
“Mar, hasil jualan itu buat tabungan kamu”
“kak, Maryam gak mau membebani kakak. Tujuan Maryam jualan kue itu untuk bantuin kakak”
“kakak sayang sama kamu, kakak gak mau bikin kamu susah. Kamu kan pengen masuk kuliah”
“Maryam juga sayang kakak, Maryam senang jika bisa bantuin kakak”
Robert tersenyum dan memeluk adik kesayangannya itu, “kakak bersyukur memiliki kamu, Mar”
“Maryam juga, kak”
Besoknya,
“hari ini kakak jangan kerja dulu”
“Mar, kakak harus kerja”
“udah, kakak istirahat dulu aja. Biar hari ini, Maryam yang jualan kue. Nanti, Maryam beliin makanan kesukaan kakak”
“ya udah, gimana kamu aja”
“Maryam pergi dulu ya, kak. Assalamu ‘alaikum”
“wa’alaikum salam”
Setelah Maryam pergi,
Robert pun membereskan rumahnya, memar di pipi Robert sudah mulai sembuh. Ia pun menyiapkan peralatan badut untuk dipakai besok.
“Robert, kau di dalam? Robert?”
Robert kaget, ia pun berjalan mendekati pintu dan membukanya.
“Robert” seorang perempuan paruh baya, tersenyum.
“tante?” Robert kaget.
“boleh tante masuk?”
“tentu tante, silahkan”
Di dalam,
“kamu betah tinggal di kontrakan kecil kaya gini?” tante duduk.
“alhamdulillah, tante”
“terus, Maryam gimana?”
“Maryam lagi sekolah, mungkin sebentar lagi pulang”
“tahun ini, dia lulus kan?”
“iya tante”
“kamu yakin, bisa masukin dia ke kuliahan?”
“insya Allah, tante”
“oh ya?”
Robert tersenyum.
“sebenernya, tante kesini untuk menawarkan sesuatu”
Robert menatap tantenya yang kaya itu.
“jika kamu merasa hidupmu sulit, tante akan bawa Maryam bersama tante. Dengan begitu, kau hanya akan memikirkan kontrakan dan hidupmu. Tidak perlu repot-repot untuk...”
“maaf tante, tapi Maryam itu adikku. Setelah orang tua kami meninggal, aku rasa, aku harus bertanggung jawab untuk Maryam”
“kamu pikir, dia bahagia hidup disini? Apa menurutmu layak jika Maryam harus berjualan selama ia sekolah?”
“berjualan itu pilihannya, aku selalu memintanya berhenti jika ia lelah”
“emh, kau cukup keras kepala juga”
“tante, maafkan aku. Tapi aku lebih memilih Maryam tetap tinggal bersamaku”
“ok, terserah kamu saja. Kalau begitu, tante pergi dulu. Hubungi tante jika kamu berubah pikiran”
Robert diam dan menunduk.
Sore itu,
Maryam pulang, ia melihat Robert yang sedang duduk menunggunya.
“kakak?”
“duduk, Mar”
“ada apa, kak?”
“kamu bahagia sama kakak?”
“kok, kakak nanyanya gitu?”
“kakak takut, kalau kamu...”
“kak, aku bahagia sama kakak. Bagaimana pun hidup kita, kita harus mensyukurinya, kan?”
“ya sudah kalau begitu” Robert berdiri dan meninggalkan Maryam.
Maryam merasa aneh, ada apa dengan kakak?
Besoknya,
“Robert, Robert?” pemilik kontrakan mengetuk pintu.
“iya, sebentar” Maryam membuka pintu, “ibu?”
“mana kakakmu?”
“kakak lagi siap-siap”
“oh, bilang padanya jika waktu bayaran sudah tiba”
“i..iya bu, kami minta maaf. Jika uang kami sudah cukup, kami pasti bayar”
“setiap bulan, pasti alasannya seperti itu”
Robert mendekat, “ada apa, Mar?” ia melihat ibu kontrakan, “bu”
Ibu kontrakan pun menatap Robert.
“masuk dulu, bu” Robert tersenyum, “Mar, ambilkan minum buat bu Arni”
“tidak usah” Arni pun pergi.
Maryam melihat kakaknya dengan sedikit sedih.
“tenang, kakak pasti bisa bayar kontrakan”
“lebih baik, hari ini Maryam jualan kue”
“Mar, kamu bentar lagi ujian. Jangan cape-cape, kamu harus istirahat dan belajar”
“tapi kak...”
“kamu harus nurut sama kakak, hari ini hari minggu dan tugas kamu beres-beres rumah, bukan jualan kue”
Maryam menunduk.
Robert mengelus Maryam, “kakak pergi dulu ya”
“hati-hati”
Setelah Robert pergi, Maryam pun mulai membereskan rumah. Ia membersihkan ruangan demi ruangan sambil memikirkan masalah hidupnya, namun Maryam selalu berdo’a kepada Tuhan. Maryam yakin, Tuhan pasti akan menunjukan jalan bagi setiap hamba-Nya yang mau berusaha.
Maryam mulai menyapu teras.
“Maryam”
Maryam menoleh, “tante?”
“hey sayang, bagaimana kabarmu?”
“alhamdulillah, tante”
“hey, ada apa? Kenapa kau sedih?”
“aku...”
“cerita sama tante, kamu jangan sungkan. Kita ini kan saudara, tante itu adik dari ibumu”
***
Malamnya,
“apa maksud kamu, Mar?” Robert menatap Maryam.
“kak, Maryam tidak mau membebani kakak”
“kamu pikir, jika kamu tinggal di rumah tante, beban kakak hilang? Kamu pikir, kakak akan bahagia? Sadar, Mar. Tante Ellie itu bukan orang baik”
“kak...”
“Mar, dia pingin kamu tinggal disana, biar kamu bisa disuruh-suruh. Atau kamu pikir, jika tinggal bersama tante Ellie, kamu bisa kuliah? Iya kan? Kamu takut, kalau kamu tinggal sama kakak, kamu gak bisa kuliah. Iya kan, Mar?”
“bukan gitu, kak. Maryam cuma...”
“diam! Jika kamu ingin tinggal bersama tante Ellie, pergi saja. Biarkan kakak sendiri disini. Kau pikir, enak hidup dengannya?!”
Air mata Maryam menetes, “maaf, kak” ia pun masuk ke kamar.
Ya Tuhan... apa yang baru saja aku lakukan? Aku marah-marah pada Maryam, Robert menyesal.
Di kamar Maryam,
Maryam menangis, Tuhan... kuatkan aku.
“Maryam” Robert masuk dan mendekati adiknya.
Maryam menghapus air matanya.
“maafin kakak, ya? Kakak gak bermaksud untuk...”
“Maryam tau kok, kak. Maryam yang salah. Kakak baru datang, kakak masih cape. Tapi Maryam udah ngomong yang enggak-enggak”
“dengar, Mar” Robert mengelus Maryam, “buat kakak, kamu itu sangat berarti. Kakak pasti akan selalu berusaha untuk bisa menguliahkanmu, jangan cemas”
“aku tau, kak. Aku cuma takut, kalau aku hanya jadi beban untuk kakak”
“hey, itu gak benar. Pasti tante Ellie bicara yang enggak-enggak sama kamu, iya kan?”
Maryam menunduk.
“kamu tau, kan? Tante Ellie seperti apa? Kakak gak mau kalau kamu ikut dia, dia cuma mau manfaatin kamu doank, Mar. Tante Ellie gak bener-bener baik” Robert tersenyum dan mengelus Maryam, “kamu percaya, kan? Kalau Tuhan, pasti bantu kita”
Maryam mengangguk.
“ya udah, mending kamu bobo” Robert mencium kening Maryam, “jangan lupa untuk selalu berdo’a”
Maryam tersenyum.
Besoknya,
Maryam sudah bersiap untuk sekolah.
“Mar, sini deh. Kakak mau nunjukin sesuatu”
“apa, kak?” Maryam mengikuti Robert.
Di kamar Robert,
Robert pun memperlihatkan kaleng besar berisi uang yang selama ini ia simpan.
“ya Tuhan...”
“ini buat kamu, Mar. Semoga ini cukup jika ditambah tabunganmu”
Maryam melihat tulisan yang tertempel di kaleng itu, ‘Untuk Maryam’. Ia tersenyum, “makasih, kak”
“pokoknya kamu harus semangat, kakak akan terus berusaha buat kamu”
***
Di sekolah,
Maryam dipanggil ke ruang guru.
“kamu udah isi formulirnya, Mar?”
“udah, bu”
“ya udah, kumpulin sini. Kamu gak usah khawatir, kamu pasti diterima di universitas itu”
“semoga aja, bu” Maryam tersenyum.
Sorenya,
Maryam pulang, ia melihat Robert yang sudah ada di rumah. Maryam kaget, “kakak, kok udah pulang?”
“gak apa-apa, Mar. Kakak cuma sedikit gak enak badan” Robert tersenyum.
“kakak yakin?” Maryam mendekati Robert yang sedikit pucat.
“iya”
“ya udah, mendingan kakak istirahat. Nanti Maryam bikinin air anget”
“gak usah, Mar. Kakak gak apa-apa”
“kak, badan kakak panas”
“Mar, tenang”
“ayo, aku anter ke kamar”
Tapi malam itu, keadaan Robert makin parah.
“kakak” Maryam mengompres kening Robert.
Robert gemetar, tapi matanya masih terbuka dan menatap Maryam.
“kita ke dokter ya, kak?”
“enggak, Mar. Kakak baik-baik aja”
“kak, badan kakak makin panas”
“Mar, ini sakit biasa kok. Besok juga, kakak sembuh”
“tapi kak...”
“percaya sama kakak. Mending kamu bobo, ini udah malem”
Maryam mengangguk, meski khawatir, tapi ia meninggalkan Robert dan pergi ke kamar.
Di kamar Maryam,
Maryam berbaring dan berdo’a, Tuhan... tolong berikan yang terbaik untuk kami. Sembuhkan kakak, Maryam sayang kakak Maryam.
***
Besoknya,
Maryam keluar dari ruang guru, seorang teman mendekat.
“Maryam”
“iya?” Maryam menoleh dan tersenyum.
“kamu jadi, masuk ke universitas itu?”
“kakak bilang, aku daftar aja”
“syukur deh, aku juga daftar kesana. Nanti kita bareng lagi ya?”
“insya Allah” Maryam tersenyum.
Hari ini, kue buatan Maryam sudah habis terjual. Ia bersyukur dan akan pulang ke rumah. Tapi...
“Maryam” seseorang berlari ke arah Maryam.
“bu Arni? Ada apa?” Maryam kaget melihat pemilik kontrakan yang begitu panik.
“kakak kamu, Mar. Kakak kamu masuk rumah sakit”
“ya Tuhan...” Maryam kaget dan terdiam.
***
Di rumah sakit,
“dokter?” Maryam mendekati dokter yang keluar dari ruang perawatan.
“maaf, ade siapanya pasien?”
“saya adiknya, dok”
“kami harus segera melakukan tindakan, jika panasnya tidak turun-turun, keadaannya akan semakin gawat”
“lakukan yang terbaik, dok. Tolong kakak saya”
“kami pasti akan berusaha, de” dokter tersenyum dan pergi.
Maryam mengintip Robert dari luar, ya Tuhan... tolong sembuhkan kakak. Maryam sayang kakak, Tuhan...
Sore itu,
Maryam pulang ke rumah, ia masuk ke kamar Robert. Maryam ingat dengan kaleng berisi tabungan Robert, ia mengambilnya dari bawah ranjang Robert.
Maryam melihat tulisan di sebuah kertas yang ada di dalam kaleng besar itu ‘Untuk Maryam’. Maryam sedih, uang itu memang sengaja Robert kumpulkan agar Maryam bisa kuliah.
Air mata Maryam menetes, “maafkan Maryam, kak. Tapi jika harus memilih antara kuliah dan kakak, Maryam pasti memilih kakak”
Akhirnya Maryam kembali ke rumah sakit, ia pergi ke bagian administrasi.
Di bagian administrasi,
“selamat sore, de?”
“bu, saya mau bayar administrasi kakak saya” Maryam mengeluarkan kaleng besar berisi uang, “apa ini cukup, bu? Tolong kakak saya, perawat bilang, jika saya tidak segera membayar, kakak tidak akan dirawat dokter” Maryam sangat cemas.
Besoknya,
Maryam kembali masuk ke ruang guru.
“Maryam, ada apa?”
“bu, saya gak jadi daftar ke universitas”
“kenapa?”
“uangnya sudah habis untuk biaya perawatan kakak, saya tidak punya biaya lagi untuk masuk ke universitas itu”
“Maryam...” guru itu agak sedih melihat Maryam.
“Maryam gak apa-apa kok, bu” Maryam tersenyum, “Tuhan pasti memberikan yang terbaik untuk Maryam. Maryam yakin, suatu saat, Maryam bisa masuk universitas”
Guru itu tersenyum melihat semangat dan kesabaran Maryam, “kamu hebat, Mar. Ibu bangga sama kamu”
***
Di rumah sakit,
Robert membuka matanya, “Maryam...”
“kak, Maryam disini, kak” Maryam mengelus Robert.
“Mar...”
“iya, kak. Ini Maryam”
Robert melihat Maryam dan tersenyum.
“gimana keadaan kakak? Kakak mau dipanggilin dokter?”
“enggak, Mar. Kakak gak apa-apa” Robert melihat ke sekitar dan sadar jika dirinya ada di rumah sakit,
“Mar?” Robert kaget.
“kenapa, kak?”
“kenapa kakak disini?”
“demam kakak tinggi, udah dua hari kakak gak sadarkan diri”
“ya Tuhan...” Robert tidak menyadari itu, “tapi gimana dengan biayanya, Mar?”
“maafin Maryam, kak. Maryam pake uang yang ada di kaleng itu”
“Mar, itu kan buat kamu masuk universitas”
“tapi kak, kita gak punya uang lagi selain itu”
“Mar, selama ini kakak ngumpulin uang di kaleng itu untuk kamu. Kakak ingin membuktikan padamu, jika kakak bisa menguliahkanmu. Sekarang, kita gak punya uang buat kamu bayar kuliah” Robert sedikit kesal.
“kak, yang penting buat Maryam itu kakak. Maryam gak peduli kalau sekarang Maryam gak bisa masuk universitas, yang penting itu kakak sembuh”
Robert sedih, ia memeluk adiknya. Robert tau, sebenarnya Maryam sangat ingin masuk ke universitas seperti teman-temannya. Dan pengorbanan Maryam untuknya, sangat berarti di mata Robert.
“Maryam sayang kakak, Maryam gak mau kehilangan kakak”
“maafin kakak, Mar. Kakak janji, kakak akan menabung lagi untuk kamu. Kakak akan mencari uang agar kamu...”
“udah, kak. Yang penting buat Maryam saat ini adalah kesembuhan kakak. Maryam gak apa-apa, kok. Lebih baik Maryam fokus berjualan kue”
Robert mengelus adiknya, dan hati Robert semakin bertekad untuk menguliahkan Maryam.
Beberapa hari kemudian,
Di rumah, Maryam membuatkan teh hangat untuk Robert. Robert yang sedang duduk, tersenyum.
“makasih, Mar”
“iya, kak”
“gimana ujiannya?”
“udah selesai, kak”
“kamu pasti dapet nilai bagus”
“insya Allah”
“besok kakak mulai kerja”
“kakak yakin?”
“kakak udah sehat kok, Mar”
Maryam tersenyum, “ya udah deh, kalau kakak udah ngerasa sehat, gak apa-apa”
Malam itu,
Maryam kembali berbaring di kasur, sebelum memejamkan mata, ia berdo’a. Maryam juga tidak lupa bersyukur kepada Tuhan, karena Robert sudah sembuh. Dan kuliah, Maryam rasa, mungkin saat ini Tuhan belum mengijinkan Maryam. Tapi Maryam selalu berdo’a, agar Tuhan memberikan yang terbaik untuknya dan kakak yang ia sayangi.
***
Di sekolah,
“selamat ya, Mar. Guru-guru bilang, kamu dapet nilai paling bagus di sekolah”
“makasih” Maryam tersenyum pada temannya.
“oh, iya. Tadi wali kelas kita nanyai kamu lho”
“kalau gitu aku ke ruang guru dulu, ya” Maryam pergi.
Di ruang guru,
“Maryam” guru itu tersenyum.
“maaf, bu. Teman saya bilang, ibu mencari saya”
“iya Mar, duduklah”
Maryam mengangguk dan duduk.
“selamat ya, kamu dapat beasiswa”
Maryam terdiam kaget, ia tidak percaya dengan itu.
“semua biaya kuliah kamu ditanggung beasiswa sampai lulus nanti”
“be..beneran, bu?”
“iya, Mar. Nih, liat” guru itu memperlihatkan berkasnya.
“ya Tuhan... alhamdulillah...” Maryam sangat senang, “terima kasih, Tuhan...” air mata Maryam menetes, “makasih, bu”
Maryam pun pulang dengan bahagia dan ia tidak sabar untuk memberitahukan itu pada Robert.
Di rumah,
Robert yang baru datang, disambut gembira oleh Maryam.
“kakak”
“Maryam?” Robert kaget.
“aku dapet beasiswa, kak. Semua biayanya ditanggung sampai aku lulus”
“yang bener, Mar?”
“iya, kak”
Mereka pun berpelukan dengan bahagia, dan tidak lupa untuk bersyukur kepada Tuhan yang selalu memberikan nikmat-Nya. Karena mereka yakin, Tuhan selalu ada untuk hamba-Nya.
The End
PS : Maaf untuk ‘Maryam Down(e)yslovers’ kalau isinya kurang menarik dan kurang religi. Karena Sherly merasa, Sherly belum pantas untuk membuat cerita dengan tema berat seperti ini.
___
Thank’s for reading…

Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar kalian sangat berarti untuk Sherly! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar