Author: Sherly Holmes
Penyunting : Erin_Adler
Genre: Romance, Comedy garing, Crime
Cerita ini hanya
fiktif belaka dan hanya untuk hiburan
semata.
Suatu malam,
Robert sedang
berjalan sambil membawa bunga, ia berjanji untuk datang ke rumah Carla malam ini.
Tapi, langkah Robert terhenti di antara kerumunan.
Sepertinya ada yang mengikutiku, matanya
melihat ke sekitar dengan penuh waspada. Apa
aku sedang diawasi? Atau ini hanya perasaanku saja?
Robert kembali
berjalan.
Di tengah
perempatan,
Banyak orang yang
berjalan ke arah Robert, mereka menatap Robert sambil membawa senjata, bahkan
ada juga yang membawa benda tumpul lainnya.
Robert memiliki firasat
buruk, ia berbalik. Tapi dari arah lain pun mereka berdatangan, Robert
terkepung.
Di rumah Carla,
“Robert mana sih?
Kok belum datang juga?” Carla kesal.
“sabar non, kakak
Robert kan gak pernah ingkar janji” Danang yang membawakan jus tersenyum.
“iya non, tenang
aja” Darto pun meminumnya.
“e..eh.. mas Darto,
itu buat non Carla” Danang kaget.
“gak apa-apa mas”
Carla tersenyum, “mas Danang juga kalau mau, bikin aja”
“ah, enon. Si
Danang mah gak disuruh juga suka bikin”
“sst, bapak. Jangan
ngomong gitu ah” Danang takut.
“gak apa-apa kok,
kalian kan udah aku anggap keluarga”
“ah, yang bener
non? Berarti kita harta yang paling berharga dong?” Danang senang.
Mereka pun
bernyanyi,
Harta yang paling berharga adalah keluarga
Mutiara paling indah adalah keluarga
Carla tersenyum
mendengar itu.
Di perempatan
jalan,
“serang” mereka semua
menyerang Robert.
Seseorang yang
melihat itu, hanya tersenyum dari atas.
Besoknya,
“non, mau sekolah
kagak? Udah siang non” Danang mengetuk pintu kamar Carla, “non?”
“iya mas” Carla
keluar dengan lemas.
“yah, kok enon gak
semangat gitu sih? Pasti mikirin yang tadi malem ya? Tenang aja non, mungkin
kakak Robert-nya ada urusan mendadak”
“tapi mas, sampe
sekarang dia gak ngasih kabar apa-apa sama aku. Aku takut dia kenapa-kenapa”
“udahlah non, kan
sekarang kakak Robert udah jadi orang baik. Dia pasti baik-baik aja”
Carla mengangguk.
Di mobil,
Darto sudah
menunggu mereka.
Beberapa bulan
kemudian,
“eh..” Robert
membuka matanya, ia terikat dan terdapat luka di sekujur tubuhnya.
“bagaimana kabarmu
Robert?” bos mereka tersenyum.
“siapa kau?” Robert
menatapnya.
“aku? Kau tidak
kenal aku? Berapa lama kau berada di dunia mafia?”
“aku bukan penjahat
lagi”
“kau bukan
penjahat? Benarkah? Hajar dia”
“ah” Robert tak
berdaya.
“ok cukup, aku
tidak ingin dia mati sekarang. Aku ingin dia mati secara perlahan dan
menyakitkan”
Di rumah Carla,
Carla menangis
sambil memegangi fotonya bersama Robert, “Robert, kamu dimana sih? Aku kan
kangen banget sama kamu, kenapa sampe sekarang kamu gak ada kabar? Kamu kemana
Robert?”
Danang dan Darto
mengintip dari pintu.
“pak, kasihan ya
non Carla”
“iya, kacian. Kita
harus nolongin dia Nang”
“tapi, gimana
caranya?”
“kita upgrade GPS
kita, jadi makin canggih”
“setuju pak”
Besoknya,
“Nang, kamu aja ya
yang nganterin non Carla. Aku masih harus benerin GPS-nya nih”
“masih belum
sempurna ya pak?”
“ho’oh”
“ok lah kalau
begitu”
Carla bersiap untuk
sekolah.
“aduh non, maaf
nunggu lama” Danang tersenyum.
“lho, mas Darto
mana?”
“biasa non, ada
misi rahasia”
“James Bond? Aku
kira dia masuk angin lagi”
“ah, pasti yang ada
di fikiran enon, mas Darto tua dan lelah kan?”
“itu sih kata mas
Danang, udah yu. Bentar lagi masuk”
“siap non”
Mereka masuk ke
mobil.
Tanpa mereka
sadari, sebuah benda bulat dengan lampu yang berkedip-kedip menempel di bawah
mobil.
Di perjalanan,
Kedipan benda itu
semakin cepat.
“mas, kalau Robert
kenapa-kenapa gimana ya?”
“jangan gitu non,
kakak Robert kan jago bela diri. Pasti dia baik-baik aja”
“tapi perasaanku
selalu gak enak, hp-nya juga gak pernah aktif. Robert itu kan mantan penjahat,
aku takut dia...”
Dwar...
Mobil mereka pun
meledak.
Seseorang yang
merekam kejadian itu tersenyum dan masuk ke sebuah mobil, ia pun pergi.
Di sebuah tempat,
Robert yang lemas
dibawa ke ruangan bos mereka.
“mau apa lagi kau?”
Robert menatap orang itu.
“ada sesuatu yang
ingin aku tunjukan padamu” bos tersenyum, “putar vidionya”
Robert kaget
melihat mobil Carla meledak, “apa yang kalian lakukan?” ia kesal.
“ah, tentu saja
membalas kematian adikku”
“jika kau ingin
balas dendam, bunuh saja aku. Jangan sakiti dia” mata Robert memerah, “jika
terjadi sesuatu padanya, aku akan membunuhmu”
“memangnya kau
bisa?” bos mendekat, “dengar ya, gara-gara perempuan itu. Kau membunuh bosmu
dan asal kau tau, bosmu adalah adikku”
“kau kakaknya?” berarti pria ini juga punya ikatan darah
denganku, Robert terdiam.
“ya, dan aku ingin
kau merasakan sakit seperti aku kehilangan dia” bos itu menodongkan pistolnya
ke kepala Robert, “pacarmu sudah mati sekarang”
Air mata Robert
menetes, ia sangat sedih mendengar itu. Carla
sudah meninggal?
Bos tertawa,
“kalian lihat, pria paling berbahaya ini menangis di depan kita” ia memukul
kepala Robert dengan pistolnya.
“ah” Robert
pingsan.
“ternyata kau tidak
ada apa-apanya”
Di rumah sakit,
“Danang, Nang. Kamu
gak apa-apa kan?”
“aduh, badanku
sakit semua pak. Hiks..hiks...”
“yang penting kamu
selamet” Darto memeluk Danang yang menangis.
“gimana keadaan non
Carla?”
“non Carla masih
belum siuman”
Di ruang perawatan
Carla,
“sayang, bangun
nak. Kamu harus kuat, jangan tinggalkan ayah” ayah Carla begitu sedih.
Polisi pun datang
dan mengatakan bahwa ini adalah pembunuhan berencana.
Malamnya,
Danang sudah tidur.
Darto menatapnya,
“kamu tenang aja Nang, aku pasti akan membalas mereka” Darto berdiri dan pergi.
Di gedung,
Robert sedang
dihajar.
Bos menjambak
rambut Robert, “jadi kau anak dari adikku?”
“i..iya..”
“kenapa kau
membunuh ayahmu sendiri?”
“ah, aku..”
“apa karena wanita
itu kau membunuhnya?”
“saat itu, aku
tidak tau dia ayahku. Ah...”
“kurang ajar kau”
bos begitu kesal, “hajar dia, lalu masukan ke sel bawah tanah” bos pergi dengan
kesal.
Di rumah Carla,
Darto masuk ke
kamarnya, ia menekan sebuah tombol dan tempat rahasia pun terbuka. Darto
membawa beberapa peralatan, dan terakhir. Ia mendownload GPS-nya yang sudah
sempurna.
“ini saatnya aku
mencari Robert”
Di ruang bawah
tanah,
Brak...
Robert dilempar dan
mereka menguncinya.
“ayo kita
tinggalkan dia” mereka pun pergi.
Robert yang tidak
berdaya, hanya bisa diam terbaring. Tapi tiba-tiba, Robert mendengar sesuatu.
Ia membuka matanya dan melihat ke sekitar, suara
apa itu?
Seseorang membuka
kunci teralis.
Robert menatapnya,
“mas Darto?”
“sst...” Darto
mendekat, “ya ampun mas, kok bisa luka-luka kaya gini?”
“aku, ah...”
“pelan-pelan mas”
Darto membantu Robert berdiri, “wah, sekarang mas kumisan ya?”
“mana bisa aku
cukuran? Setiap hari mereka menyiksaku”
“ok mas, sekarang
kita harus pergi dari sini. Aku akan bawa mas ke rumah sakit” Darto memasangkan
sesuatu di dinding.
“apa itu mas?”
“itu bom”
“bom?”
“iya, bom buatan
Danang-Darto” Darto memapah Robert.
“sekarang aku
mengerti kenapa ayah Carla memilih kalian”
“ah, gak sehebat
itu kok”
“bagaimana keadaan
Carla? Dia masih hidup kan?”
“non Carla masih
belum siuman, Danang juga lukanya parah. Seluruh tubuhnya dibalut pake perban,
kaya mumi pokoknya. Makanya aku datang kesini sekalian balas dendam”
“kamu bawa
senjata?”
“tentu dong” Darto
memperlihatkan senjata ciptaannya.
“bagus, ayo kita
balas mereka”
“tapi mas, lukamu
bagaimana?”
“mas Darto tenang
aja, aku masih punya tenaga sampai gedung ini hancur”
Di rumah sakit,
“mas Darto mana ya?
Kok gak ada? Perasaanku jadi gak enak lagi, mana hp-ku udah hancur. Gak bisa
deh nyari lewat GPS” Danang khawatir.
Di ruang perawatan
Carla,
Ayah masih setia
menunggu Carla, ia berharap Carla segera siuman. “kamu harus bertahan nak”
Di gedung,
“kau siap?”
Darto mengangguk.
“ayo mulai” Robert
tersenyum melihat beberapa orang yang berjaga.
Dor...
Salah satu penjaga
tumbang dan membuat penjaga yang lain panik.
Tanpa ragu, Robert
keluar dari persembunyian dan terjadi tembak-menembak diantara mereka.
Dor... dor...
dor...
Darto masih bersembunyi,
ya ampun. Mas Robert, lukanya kaya gitu
juga. Masih aja semangat, Darto bingung, gimana ini? Aku gak bisa tembak-tembakan, ia cemas. Enggak, gak boleh gitu. Kalau gak shanggup,
shanggupin. Aku harus membalas apa yang mereka lakukan pada Danang dan non
Carla.
“hiat” Darto keluar
dan menembaki mereka.
Robert kaget, dan
berusaha menghindar dari peluru yang ditembakan Darto. “mas kontrol mas, jangan
asal nembak”
“maaf mas, hehe”
Darto tersenyum.
Setelah para
penjaga tewas,
“ayo kita ke tahap
berikutnya”
“siap”
Mereka terus
berlari ke atas.
“mas, berapa lama
lagi bomnya meledak?”
“mungkin 30 sampai
45 menit lagi mas, atau mungkin...?? eh?? Ah...”
“kok gak pasti?”
“tadi aku masangnya
agak tegang”
“jadi sebenarnya
mas Darto gak tau kapan bom itu meledak?”
“hehe, iya mas”
“ya ampun, ok deh.
Ayo kita mulai perangnya, aku rasa mereka semua ada disana”
“tapi”
“jangan ragu mas,
kita harus menyelesaikannya sebelum gedung meledak” Robert kembali menembak.
Ya ampun, itu orang. Seneng banget kayanya, udah lama
dia gak beraksi kaya gini. Darto pun ikut menembaki
mereka dari belakang Robert.
Mereka semakin
banyak.
“mas, sini” Robert
bersembunyi.
Darto pun berlari
ke belakang Robert, “gimana ini mas? Banyak banget penjahatnya”
“anak buah mafia
ini emang lebih banyak dari anak buah ayahku, tapi mas Darto tenang aja. Aku
pasti jagain mas, pokoknya mas ikuti aku aja. Ok?”
“siap” Darto jadi
berlagak lekong, “aduh makasih ya chin, udah mau jagain eke”
“mas Darto
apa-apaan sih?” Robert kaget.
“maaf mas, potensi
saya keluar” Darto kembali so cool.
“ok, aku rasa
mereka sudah berjaga di setiap pintu. Aku akan maju duluan, mas Darto boleh
nembakin mereka sambil sembunyi. Entar kalau udah aman, aku akan ngasih tanda”
“siap, kalau soal
yang gitu mah gampang”
“satu lagi mas,
jika ada peluang untuk lari. Mas pergi aja, tinggalin aku. Gak usah mikirin
aku, ok?”
“siap eh, enggak
deng. Aku jahat banget kalau ninggalin kamu chin”
“mulai lagi deh”
“maaf”
Robert langsung
berlari dan menyerang mereka.
Darto menggeleng, itu orang nyawanya banyak atau gimana sih?
Kayanya dia gak takut mati.
Di rumah sakit,
“ayah...”
“Carla, ini ayah
sayang. Kamu gak apa-apa kan?”
“Robert mana?”
“dia gak ada nak”
“jadi, belum ada
kabar?”
Ayah menggeleng,
“kamu jangan banyak fikiran dulu nak”
“tapi...”
“Carla, polisi
bilang apa yang terjadi pada kamu dan Danang adalah pembunuhan berencana. Ayah
yakin ini semua ada hubungannya dengan Robert”
“kalau gitu, Robert
dalam bahaya”
“Carla, Robert itu
berbahaya. Kau lihat sendirikan? Akibat dari kedekatanmu dengannya”
“ayah kok jadi
ngomong gitu? Robert itu pacarku dan sampai kapan pun itu gak akan berubah”
“dia adalah seorang
mafia”
“mantan, ayah.
Robert itu mantan mafia”
Di gedung,
Semua penjaga sudah
tewas.
“ayo mas, kita
pergi dari sini”
Saat Darto keluar
dari persembunyian, ia melihat seseorang mau menembak Robert. “awas mas” Darto
berlari ke arah Robert.
Dor...
“mas Darto?” Robert
kaget.
Darto tertembak dan
jatuh.
Robert menoleh.
Bos tersenyum
menatapnya.
“kurang ajar kau”
Robert berlari dan menyerang orang itu.
Bos terus menembak
ke arah Robert dan Robert berusaha untuk menghindar.
“sial, kenapa harus
habis” bos kesal karena peluru di pistolnya habis.
Robert yang semakin
dekat, tersenyum dan memukulnya hingga jatuh. “pelurumu habis hah?”
“kenapa kau masih
bisa bertahan dengan luka seperti itu?” bos berdiri.
Robert menatapnya,
“hidupku sudah terbiasa dengan luka” ia tersenyum, “tapi itu masa lalu dan aku
tidak ingin terjadi lagi hal serupa, maafkan aku paman” Robert menodongkan
pistolnya, “aku membunuh adikmu tepat di kepalanya, jadi kau ingin ditembak
dibagian mana?”
Orang itu tersenyum
dan menendang Robert hingga jatuh, “terlalu banyak omong kau” orang itu
mengambil pistol Robert dan menodongkannya.
Dor...
Bos jatuh.
Robert tersenyum,
“begitu kah?” ternyata ia sudah memegang pistol lain saat jatuh.
Robert berdiri dan
mendekati Darto, ia memapahnya. Tapi luka Robert membuatnya semakin melemah,
“mas Darto harus kuat, sebentar lagi kita keluar”
Celah pun mulai
terlihat.
Robert tersenyum.
Bos kembali membuka
matanya dan melihat Robert meski samar, “kau harus mati” ia mengarahkan
pistolnya.
Robert merasakan
itu dan ia menoleh.
Dor...
Bos tersenyum.
Robert tertembak
tepat di dadanya, ia terdiam dan roboh perlahan. Carla, maafkan aku. Aku telah mengingkari janjiku, aku membunuh orang.
Robert tergeletak dan matanya mulai tertutup, aku sangat mencintaimu Carla...
Dwar...
Bom pun meledak.
Pagi itu,
Darto membuka
matanya.
“pak Ato” Danang
tersenyum, “syukur deh pak Ato udah sadar”
“sebentar, ini
dimana ya?” Darto kaget.
“di rumah sakit
pak, liat nih. Aku udah bisa bergerak bebas lagi, aku udah sembuh total.
Kemaren, aku sama non Carla udah boleh pulang” Danang joget-joget, ia melihat
luka tembak di pelut Darto. “pak Ato perutnya gak sakit kan?”
“gak sakit gimana?
Sakitnya tuh disini” Darto memegang dadanya dengan wajah memelas.
“uh, tayang...
tayang...” Danang mencubit pipi Darto gemas.
Carla masuk, “mas
Darto, mas Danang. Mana Robert?” ia cemas.
Danang diam, ia
bingung harus bicara apa.
Darto menunduk,
“maafkan saya non”
“apa maksud mas
Darto?” mata Carla mulai memerah, “mas Darto sama Robert kan? Kenapa cuma mas
Darto doang yang ditemukan? Dimana Robert?”
Danang memberanikan
diri, “maaf non, pak polisi bilang. Semua yang ada disana sudah tewas, cuma mas
Darto yang selamat. Itu juga karena mas Darto terlempar saat ledakan, ya rejeki
anak soleh non”
“enggak, itu gak
mungkin. Robert gak mungkin meninggal” Carla menangis.
“kita turut berduka
non”
“enggak” Carla
menangis.
Beberapa bulan
kemudian,
Carla masih
menyimpan fotonya bersama Robert.
“non, udah siap
belum? Mas Darto udah nungguin di mobil, hari ini kan non ujian”
Carla yang sedang
memandang fotonya tersadar, “iya mas, sebentar” Carla menyimpan fotonya di saku
seragam dan keluar dari kamar.
“mari non”
Malamnya,
“pak, gimana nih?
Setiap pagi mata non Carla pasti bengkak”
“iya, non Carla
sering nangis kalau inget mas Robert”
“kasian ya pak”
“aku juga ngerasa
bersalah Nang, mungkin semua ini gara-gara bom itu. Aku gak mau lagi nyiptain
barang-barang aneh kaya gitu”
“iya pak, kita
jalanin hidup dengan normal aja ya”
“ya udah, aku
ngantuk”
“aku juga ah, mau
bobo. Huach...” Danang menguap.
Di kamar Carla,
Air mata Carla
menetes, “aku janji aku akan kuat, aku juga janji akan mendapatkan nilai yang
bagus. Aku ingin kamu bangga punya pacar seperti aku” Carla masih memegang
fotonya bersama Robert.
Tiba-tiba, lampu
mati.
Carla kaget, “mas
Danang?! Mas Darto?!”
Tapi mereka tidak
muncul juga, karena tidur yang begitu nyenyak.
“mas Danang, mas
Darto. Aku takut”
Lampu pun kembali
menyala.
“Robert?” Carla
kaget Robert ada di hadapannya, “ini bener-bener kamu kan?”
“tentu saja ini
aku, kamu kira aku hantu?” Robert tersenyum.
Carla langsung
memeluknya, “mereka bilang kamu meninggal”
“itu bagus kan?”
“bagus apanya?”
“bagus, dengan
begitu. Tidak akan ada lagi yang akan mengincarku dan mengganggu kita, karena
mereka yakin. Aku sudah meninggal”
“Robert” Carla
menangis, “aku itu sedih banget, kamu jahat. Kenapa kamu gak ngasih kabar?”
“aku sengaja, biar
semua yakin kalau aku benar-benar meninggal” Robert mengelus Carla, “udah dong,
yang penting aku gak apa-apa kan?”
Carla mengangguk.
“aku minta maaf ya”
Robert mencium kening Carla.
The End
___
Thank’s for
reading…
Maaf
kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar