Minggu, 27 September 2015

Got to Get You Into My Life



Author : Sherly Holmes
Genre : Comedy Garing, Romance, School Life
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Di sebuah kamar,
Seorang perempuan sedang menatap poster idolanya, seorang pria bernama Robert. Saat ini, idolannya sedang tertimpa masalah sehingga ia sedih. Ia takut, idolanya tidak akan kembali ke dunia hiburan lagi.
Pagi itu,
“Chintya, bangun. Nanti kamu terlambat ke sekolah” ibu bicara di depan pintu kamar Chintya.
“aku udah siap kok, bu” Chintya membuka pintu kamarnya dan tersenyum.
Chintya pun pergi ke sekolah.
Di kelas,
Semua anak ramai, mereka membicarakan sebuah gosip yang baru saja beredar.
“jadi, kita bakalan punya guru baru?”
“iya, katanya sih..., dari kota”
“cewek apa cowok?”
“mana aku tau”
“anak-anak” kepala sekolah masuk bersama sang guru baru.
Semua murid berhenti bicara.
“perkenalkan, ini guru baru kalian”
Semua anak terdiam melihat guru baru mereka.
Pria itu menatap semua murid yang ada disana, “perkenalkan, namaku Robert. Mulai saat ini, aku guru kalian”
“argh...” murid perempuan berteriak.
Chintya begitu senang, idolannya tiba-tiba jadi guru di sekolah. Ini benar-benar sebuah keajaiban, mana mungkin seorang aktor tiba-tiba datang ke desa untuk menjadi guru?
Kepala sekolah merasa aneh dan menatap Robert.
Robert tersenyum kepada kepala sekolah.
***
Di rumah,
Chintya yang duduk di sofa, tertawa bahagia, “hahah”
“Chintya, apa-apaan kamu?” ibu menatap Chintya dengan khawatir.
“ibu tau kan idolaku?”
“oh, si sombong yang suka bikin onar itu?” ibu duduk disamping Chintya.
“ibu jangan gitu dong”
“iya deh, ada apa?”
“dia jadi guru baru di sekolah”
“yang bener?”
“iya, senengnya. Kayanya aku bakalan betah di sekolah, jadi siswi abadi juga gak apa-apa”
“huss...!”
“bercanda bu”
“kamu ini, orang kaya begitu, masih aja di-idolain”
“ibu, setiap orang itu gak ada yang sempurna. Aku yakin, dia pasti belajar dari kesalahan”
“terserah”
“ibu”
Besoknya,
Semua anak khususnya perempuan di SMA tempat Chintya sekolah, tiba-tiba rajin untuk datang pagi. Bahkan saat gerbang belum dibuka, mereka sudah datang demi melihat aktor tampan yang menjadi guru mereka.
Di jalan,
Chintya berlari, ia tidak sabar untuk segera sampai ke sekolah. Aku harus cepat, aku harus cepat...
Sebuah mobil melintas melewati Chintya.
“itu.., itu kan mobil Robert?!” Chintya pun semakin kencang berlari mengejar mobil.
Di dalam mobil,
Robert yang mengemudi sambil mendengarkan musik, melihat Chintya berlari dari spionnya.
“itu kan anak di SMA, ngapain dia lari-lari kaya gitu?”
Sesampainya di sekolah,
“pak Robert” semua murid perempuan menyambut Robert.
Robert tersenyum dan masuk ke ruang guru, “dasar anak-anak” Robert menutup pintu dan saat menoleh,...
“argh” guru-guru perempuan disana pun berteriak.
Robert kaget.
***
Chintya masuk ke kelas dan duduk di bangkunya.
“kamu kemana aja? Semua cewek datang pagi demi melihat Robert. Dia kan idolamu, kenapa kamu cuek?”
“aku gak cuek, aku lari-lari dari rumah kesini demi Robert”
“tapi kamu tetep telat”
“iya, aku cape. Tadi di jalan, aku ngeliat mobil Robert lewat. Tapi dia gak ngajak aku, padahal kan.. kami searah”
“idola kamu itu emang agak sombong ya”
“jangan gitu, walau gimana pun, dia idolaku”
“iya deh”
Robert masuk, “selamat pagi”
“pagi pak” para murid menjawab.
“pagi...” Chintya berkhayal,...
Robert mendekati Chintya dan menatapnya, “hey Chintya, mau kah kau menjadi siswi abadiku?”
“i...iya” Chintya mengangguk, “iya”
“hey, kamu kenapa?” Robert berdiri di hadapan Chintya dan menatapnya dengan aneh.
“ah?” Chintya tersadar, tapi saat melihat Robert yang begitu dekat, ia pun pingsan.
“hey? Dia kenapa?” Robert kaget.
***
Di UKS,
“jadi, aku harus mengantarnya pulang?” Robert menatap murid yang bertugas di UKS.
“iya pak, dia kan pingsan gara-gara bapak” murid yang bertugas, menatap Robert.
“yang benar saja? Aku kan tidak berbuat apa-apa” Robert kesal, tapi... “ok” dengan terpaksa, Robert mengangkat Chintya dan membawanya pergi.
Murid itu pun tersenyum.
***
Sesampainya di rumah Chintya,
“permisi” Robert yang masih mengangkat Chintya, bersusah payah untuk mengetuk pintu.
“iya” ibu membuka pintu dan terdiam melihat Robert, ya Tuhan... tampannya pria ini.
“maaf, nyonya?” Robert kaget melihat expresi ibu Chintya, “ini, anak anda pingsan”
“oh, iya iya. Mari masuk”
Setelah membaringkan Chintya di kamarnya, Robert pun bicara dengan ibu Chintya di ruang tamu.
“jadi begini nyonya...”
Tapi ibu malah berkhayal karena terpesona melihat Robert.
“maukah kau menikah denganku” Robert menatap ibu Chintya dengan penuh cinta dan memegang tangannya dengan mata yang berbinar.
“iya iya, aku mau” ibu menjawab dengan penuh semangat.
“mau apa?” Robert kaget.
“ah?” ibu tersadar, “maafkan aku, bisakah anda mengulang pembicaraan yang tadi?”
Ternyata anak dan ibu sama saja, Robert menatap tajam dalam hatinya.
Sore itu,
Robert dipanggil ke ruang kepala sekolah, ia pun masuk dan bicara dengan kepala sekolah.
“dengar Robert, ini bukan tempat untuk tebar pesona. Ini sekolah, mengerti?” kepala sekolah menatap Robert.
“aku tau ini sekolah, lagi pula, apa salahku? Aku tidak melakukan hal yang aneh-aneh ‘kan?”
“ya, mungkin kau tidak merasa. Tapi laporan ini membuktikan segalanya” kepala sekolah memperlihatkannya pada Robert.
Disana dikatakan, banyak guru wanita yang tidak konsen karena Robert, apalagi saat rapat. Juga banyak anak kelas 12 yang pingsan saat olah raga khususnya perempuan karena melihat Robert.
Robert menatap kepala sekolah, “tanpa pelajaran olah raga pun, ada anak yang pingsan tadi”
“maka dari itu, perbaiki kesalahanmu”
“maksud anda, apa?” Robert agak kesal, “dengar ya pak, mereka seperti itu bukan salahku. Aku tidak melakukan apa-apa dan aku keberatan jika disalahkan karena ini” Robert melihat ke arah lain, “aku permisi” ia pergi.
***
Di rumah Robert,
Robert sedang bicara di telpon dengan manajernya.
“jadi, aku harus minta maaf pada kepala sekolah itu? Dengar kawan, itu bukan salahku”
“iya, tapi kamu harus menghormati kepala sekolah. Dia bilang, sikapmu sangat buruk. Behave brother”
Robert diam.
“dengar, hanya sekolah itu yang menerimamu untuk bekerja. Jika kau dipecat dari sana, tamat sudah riwayatmu”
“ok ok” Robert melempar HP-nya ke sofa, ia duduk dan merasa bingung.
Malam itu,
Chintya sedang berjalan, tapi langkahnya terhenti karena melihat Robert yang sedang duduk di teras rumah.
Ya Tuhan...., i...i...itu kan....? Chintya mau pingsan, “enggak enggak, aku harus kuat. Aku gak boleh pingsan” ia mendekati Robert.
Robert masih duduk terdiam.
“selamat malam, pak”
Robert menoleh, “malam?”
“bapak lupa ya? Ini aku, Chintya. Anak kelas 11 yang pingsan”
Robert tersenyum, “sekarang kamu gak pingsan lagi?”
Ya Tuhan..., senyuman mautnya. Chintya senyum-senyum.
Ada apa dengan anak ini? Robert menatap Chintya dengan aneh.
“ah?” Chintya tersadar, “maaf, pak”
“jangan panggil aku bapak, aku jadi merasa tua”
“b..ba..baiklah, R...Robert”
“kamu kenapa?”
“enggak” Chintya menggeleng dan mulai salah tingkah.
Robert tersenyum melihat tingkah Chintya, “duduklah”
“a..aku? Duduk disitu?”
“ya”
Chintya dag dig dug duduk disamping Robert. Apa lagi, Robert terus menatapnya.
Chintya menunduk.
“ada apa?”
“ti..ti..tidak”
“kau tau? Jika sikapmu seperti ini terus, aku jadi takut”
“maafkan aku, Robert. Sebenarnya, aku menyukaimu”
Robert kaget.
“maksudku, aku mengidolakanmu”
“kenapa? Semua orang sudah tidak menyukaiku sekarang, kenapa kau masih mengidolakanku?”
“aku yakin, kamu pasti punya niat untuk berubah menjadi lebih baik”
Robert terdiam.
“semua orang pasti ingin berubah menjadi lebih baik ‘kan? Dan aku yakin, bahwa idolaku yang nomor satu ini akan semakin baik lagi. Buktinya, sekarang dia menjadi guru di desaku”
Robert menunduk.
“Robert? Apa aku salah bicara? Maafkan aku ya, aku tidak bermaksud..”
“terima kasih”
Chintya kaget mendengar itu.
Robert kembali menatap Chintya, “terima kasih karena kau sudah percaya padaku” ia tersenyum.
Chintya pun tersenyum.
Besoknya,
Chintya masuk ke kelas dan duduk di bangkunya.
“hey Tya”
“hey Rin”
Ririn duduk disamping Chintya, “gimana? Dia nganterin kamu ke rumah, gak? Untung aku lagi jaga di UKS waktu kamu pingsan”
“iya, tapi sayangnya pingsanku terlalu over dan malah tertidur. Jadi waktu aku bangun, dia udah pulang dari rumah”
“yah, sayang banget”
“tapi gak apa-apa, soalnya tadi malem kami ketemu”
“yang bener?”
“iya, sekarang aku udah tau dia tinggal dimana”
“beneran?”
“iya”
“terus?”
“sekarang, aku udah gak pingsan lagi kalau ketemu dia”
“syukurlah... eh, ibu kamu gak marah? Dia kan nganterin kamu pulang, mana pingsan lagi”
“enggak, malahan... sekarang ibu jadi aneh”
“maksudnya?”
“kayanya ibuku jadi ngefans berat sama Robert, ibu bilang, kenapa aku gak ngasih tau dari dulu kalau Robert itu cakep? Padahal kan, aku punya giant poster-nya di kamar. Ibu aja yang kurang peduli, mana suka ngatain gara-gara dia terlibat banyak masalah. Eh, sekarang ibu malah ngefans juga”
“berarti kalian saingan dong?”
“ya enggak lah, dia kan punyaku”
“ya ampun, percaya dirinya...”
Chintya tertawa.
Robert masuk, “selamat pagi”
“selamat pagi, pak”
“selamat pagi, tampan” seorang murid perempuan tersenyum.
Robert pun berkedip padanya.
Chintya kesal melihat itu, apa-apaan cewek itu? Nyebelin!
“ok” Robert berjalan ke tengah-tengah kelas dan berhenti di dekat Chintya, “hari ini, aku akan mengajar matematika”
“ah?” mereka kaget.
Robert kembali berjalan ke depan kelas, “jangan kaget, guru matematika kalian sedang sakit. Jadi aku ditugaskan untuk menggantikannya hari ini” ia tersenyum.
Beberapa anak pun berdo’a, ya Tuhan... semoga sakitnya lama. Biar Robert jadi guru kami terus.
Ya, do’a jelek yang seharusnya tidak dilakukan menjadi trending topik permintaan murid-murid di kelas. Tapi dalam hati mereka masing-masing tentunya.
“ok, langsung saja” Robert duduk di meja dengan santai, “suatu hari, aku membeli 5 muffin dari kedai” Robert menatap murid-muridnya yang menatap dia dengan serius, “lalu tiba-tiba, aku bertemu dengan salah satu dari kalian”
Chintya tersenyum, seandainya itu aku.
“lalu dia meminta 2 muffinku” Robert melihat ke arah lain dan kembali menatap muridnya, “jadi, berapa sisa muffin...?”
“3, pak” semua menjawab.
Robert menatap mereka dengan wajah aneh, “salah”
“ah?” mereka kaget.
Ririn pun bicara, “tapi pak, 5 dikurangi 2 kan 3?”
“emh..” Robert menggeleng, “kau fikir, aku akan memberikan muffinku pada kalian? Tentu saja tidak” Robert kembali berdiri, “jadi jawabannya adalah 5”
Semua anak kaget dengan cara mengajar Robert.
Sampai suatu hari,
Robert sedang duduk di ruang guru, seorang guru mendekat dan berdiri dihadapannya.
“pak Robert”
“ah?” Robert menatap guru itu, “iya, silahkan duduk”
“terima kasih” guru itu tersenyum.
Robert tersenyum dan menatap guru itu.
Ternyata guru itu adalah guru matematika yang pernah digantikan Robert, dia komplain dengan jawaban ulangan murid kelas 11.
“lihat ini, pak. Soal sulit mereka jawab dengan sempurna, tapi soal yang begitu mudah...” guru itu tak habis pikir, “semuanya menjawab salah”
Robert kaget dan membaca soalnya,
Suatu hari, kamu membeli 5 muffin dari kedai. Lalu tiba-tiba, kamu bertemu dengan salah satu dari temanmu. Lalu, dia meminta 2 muffinmu. Berapakah sisa muffinmu?
Robert terdiam, ia ingat dengan apa yang pernah ia lakukan di kelas itu.
“anda lihat ‘kan? Tapi dengan percaya dirinya, mereka menjawab 5. Dengan alasan, mereka tidak memberikan muffin itu pada teman tersebut”
“ah.., begitukah?” Robert sedikit bingung menutupi kesalahannya.
“ada yang bilang, ini adalah hasil pengajaran anda”
Mati aku, Robert mulai panik.
“anda harus bertanggung jawab, pak. Harusnya anda memberikan pengajaran yang benar, bukan malah menjerumuskan mereka”
“maafkan saya bu, saya benar-benar menyesal”
“pokoknya, aku gak terima jika...”
“bu, bu...” Robert memegang tangan guru itu, “tolong jangan marah padaku” ia menatap guru itu.
Guru itu pun terdiam.
“bagaimana jika..., kita makan siang bersama?”
Guru itu tersenyum bahagia.
Setelah sepakat untuk menyelesaikan masalah itu, guru tersebut keluar dari ruang guru dengan senyum bahagianya. Robert... Robert, sering-sering aja kamu bikin masalah sama aku...
sedangkan Robert, masih bingung.
***
Setelah mengetahui bahwa Robert bertugas sebagai guru pengganti, semua anak perempuan pun selalu berdo’a agar guru mereka tidak bisa mengajar sesuai jadwalnya. Sehingga Robert akan selalu mengajari mereka sebagai guru pengganti.
Siang itu,
“ah, males banget deh kalau siang-siang gini bagian olah raga” Chintya mengeluh pada Ririn dan duduk di pinggir lapang.
“iya Tya, panas banget”
“ayo anak-anak, cepat baris” Robert berteriak dan berjalan masuk ke lapang.
“ya Tuhan, pak Robert?”
“pak Robert?”
Semua berlari membentuk barisan di lapang.
“bagus” Robert tersenyum, “seperti biasa, hari ini bapak menjadi..”
“guru pengganti” mereka menjawab.
“lagi...?” Robert kaget dengan expresi mereka yang begitu antusias.
Mereka tertawa.
“ok, apa yang ingin kalian pelajari? Bapak bisa mengajarkan kalian wing chun, yoga atau football mungkin? Ayo, kalian mau belajar apa? Asal jangan belajar mencintai bapak”
“kalau itu sih, gak diajarin juga, udah sayang” Chintya yang menunduk, bicara pelan sambil senyum-senyum. Tapi saat ia kembali melihat ke depan, Robert sedang menatapnya.
Ya Tuhan..., jangan-jangan dia tau?! Apa suaraku terlalu kencang? Chintya panik.
Robert tersenyum, “ayo kita mulai”
Dari balkon,
Kepala sekolah melihat mereka. Ya, Robert memang berbakat karena bisa menarik minat mereka. Hanya saja, sikapnya terkadang tidak mencerminkan seorang guru. Apakah dengan mempertahankan Robert di sekolah itu, adalah keputusan yang tepat?
Setelah olah raga selesai,
Robert berjalan ke pinggir lapang, keringatnya jatuh bercucuran. “ya Tuhan... lelahnya” Robert menghapus keringatnya dengan handuk, tapi saat menoleh...
Semua murid perempuan hanya terdiam menatap Robert, mereka terpesona oleh sang idola yang kelelahan dan berkeringat itu.
Robert merasa aneh dan langsung pergi.
Chintya tersenyum, “kau lihat ‘kan? Dalam keadaan seperti itu pun, dia tetap sempurna”
“emh...? ok” Ririn bingung.
***
Hari itu,
Hp Robert berbunyi, Robert yang sedang tidur pun bangun dan mengambil HP-nya.
“ya?”
“ini aku” suara sang manajer keluar.
“ada apa?”
“media mulai menyoroti tindakanmu yang mengajar di desa terpencil itu, mereka bilang, kau mulai berubah. Mereka berharap, kau bisa menjadi lebih baik lagi”
“apa ada harapan jika aku bisa kembali ke duniaku?”
“sabar dulu, kawan. Semuanya harus dilakukan secara perlahan. Jika semua orang sudah mulai menyukaimu, pasti akan banyak tawaran lagi untukmu”
“ok” Robert menyimpan Hp-nya dan kembali tidur.
Suatu siang,
Chintya sedang berjalan menuju kantin. Tapi saat melewati kelas music, ia terdiam. Cintya mendengar suara piano yang dialunkan dengan lembut dan suasanya hatinya pun ikut terbawa.
Ya Tuhan... siapa yang sedang bermain piano? Cintya mengintip.
Disana, Robert sedang bermain piano sambil mencurahkan seluruh perasaannya.
Apa ini perasaan Robert yang sebenarnya? Chintya sedih mendengarkan lagu yang membuatnya terbawa.
Robert berhenti memainkan pianonya dan terdiam.
Chintya pun masuk dan mendekati Robert yang masih diam.
“Robert...”
Robert menoleh.
“maaf, maksudku...”
“tidak apa-apa, disini tidak ada siapa-siapa kan? Kau boleh memanggilku Robert”
“ok”
Robert tersenyum, “duduklah”
“disampingmu?”
“ya”
Ya Tuhan... untuk kedua kalinya aku duduk dekat Robert. perasaanku seperti meleleh, Chintya bahagia.
Robert menatap Cintya, “ada apa?”
“ah, aku...” Chinta menunduk dan kembali menatap Robert, “sebenarnya aku khawatir, aku mendengar alunan sedih yang baru saja kau mainkan. Aku takut...”
“tidak” Robert tersenyum, “aku baik-baik saja” ia mengelus Chintya, “terima kasih sudah peduli”
“ya...” Chintya terdiam dengan apa yang Robert lakukan, rasanya ia tidak ingin keramas karena Robert baru saja mengelus rambutnya.
“Chintya?” Robert menatap Chintya.
“ya?” ia tersadar kembali.
“bagaimana kalau kita bernyanyi? Kau bisa ‘kan?”
“maksudmu, kita duet?”
“yap, tepat sekali”
Saat kepala sekolah melewati ruangan itu, ia mendengar dua orang yang sedang bernyanyi dengan piano.
How deep is your love... how deep is your love...
I really mean to learn...
(How Deep is Your Love – Michael buble ft. Kelly Rowland)
Tapi saat kepala sekolah masuk,
Robert sedang menatap Chintya yang terdiam, tatapan Robert seperti akan mencium Chintya. Mereka pun semakin dekat.
“Robert!” kepala sekolah menatap mereka dengan kesal.
Mereka kaget dan Robert menoleh ke arah kepala sekolah.
Setelah kejadian itu,
Kepala sekolah marah besar dan memanggil Robert ke ruangannya.
Robert menunduk, ia tau ia salah.
“selama ini, aku sudah berusaha sabar untuk mempertahankanmu. Walau pun kau sering membuat masalah, walau pun kau memiliki bad attitude. Tapi sekarang, kesabaranku sudah habis. Kau sadar tidak, jika posisimu disini sebagai apa?”
“saya tau pak, saya mengerti”
“benarkah kau mengerti?” kepala sekolah masih marah, “jika kau mengerti, harusnya kau tidak melakukan itu. Sungguh memalukan jika seorang guru ketauan mencium muridnya di sekolah, kau mau merusak sekolah ini?”
“tidak pak” Robert menunduk dan hanya diam, dia tidak mau melawan kepala sekolah seperti dulu.
“aku tidak punya pilihan lagi, aku akan memecatmu sesegera mungkin”
Besoknya,
Robert dan Chintya sedang berjalan mencari kedai es krim.
“jadi kamu...?”
“ya, saat ini suratnya sedang di proses. Jika suratnya sudah selesai, aku akan pergi dari sini”
Air mata Chintya menetes.
“hey, jangan menangis. Mungkin ini memang sudah takdirku” Robert tersenyum dan menghapus air mata Chintya.
“aku sangat berharap, kau selalu disini. Aku sangat bahagia, saat kau datang kemari. Dan sekarang, aku harus merelakanmu untuk pergi”
“ayolah, aku sangat mengharapkan do’amu saat ini”
“kau ingin do’a dariku?”
“ya, kau kan fans-ku yang nomor 1”
Chintya tersenyum.
Malamnya,
Robert yang sedang tidur, terbangun karena mendengar Hp-nya berdering. Ia pun mengangkatnya, “hallo?”
“Robert, ada kabar baik, kawan”
***
Pagi itu,
Robert bicara dengan Chintya di bawah sebuah pohon sambil menatap kebun yang ada di hadapan mereka.
“apa yang akan kau lakukan setelah dikeluarkan dari sekolah?”
Robert yang sedang duduk santai disamping Chintya, menatapnya sambil tersenyum, “aku akan kembali bermain film”
“benarkah?”
“yap”
“wah” Chintya senang mendengar itu, “selamat ya”
Robert mengangguk.
Tapi Chintya agak sedih, karena itu artinya, Robert akan pergi meninggalkannya.
“hey, ada apa?” Robert berdiri dan membantu Chintya bangun, “oh iya, aku jadi ingat adegan film terakhirku”
“yana mana?”
“yang terakhirnya harus dipaksakan karena aku mendapat masalah, kau tau kan?”
“ya, film itu membuatku sedih. Harusnya film itu happy ending kan?”
“ya, dan aku akan mempraktekannya sekarang”
“ah?”
Robert menarik Chintya dan memeluk pinggangnya, “begini seharusnya” ia menatap Chintya.
Dag dig dug... dag dig dug...
Chintya tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya diam menatap Robert.
“lalu sang pemeran utama pria menatap bibir sang gadis” Robert tersenyum dan menatap bibir Chintya.
Chintya hanya diam.
“kau bisa menebak sendiri apa yang terjadi berikutnya?” Robert semakin dekat dan ia mencium Chintya, “begitulah akhir yang sebenarnya”
“ah...” Chintya pingsan.
“Chintya?”
***
Hari itu pun tiba,
Robert secara resmi dipecat dari sekolah, semua anak sedih. Bukan hanya anak perempuan yang menangis, tapi guru perempuan pun ikut menangis melepas kepergian pria tampan itu dari sekolah.
Di rumah Chintya,
“dia udah resmi dipecat? Terus disini, dia mau kerja apa?” ibu menatap Chintya.
“Robert gak akan tinggal disini lagi, bu. Dia akan kembali ke dunia akting”
Ibu pun sedih dan menangis.
Chintya menunduk.
Besoknya,
Robert berkemas, ia sudah merapihkan semua barangnya dan mobil pun tiba untuk menjemputnya.
Sang manajer, keluar dari mobil itu.
Robert tersenyum.
“semuanya sudah selesai, kawan. Kau tidak perlu berpura-pura peduli dengan tempat ini. Beraktinglah yang baik dan karirmu akan kembali bersinar”
Chintya yang datang, mendengar itu. Ia terdiam, jadi Robert selama ini..?
Robert yang melihat Chintya, kaget.
Air mata Chinta menetes, ia tersenyum pada Robert dan pergi.
“Chintya” Robert berlari mengejar Chintya.
“Chintya?” manajer menoleh dan melihat perempuan yang dikejar Robert.
Robert terus berlari, “Chintya”
Chintya kerhenti berlari dan menatap Robert.
“Chintya” Robert menatap Chintya dengan cemas.
“ternyata selama ini, kamu cuma bersandiwara untuk mendapatkan simpatik? Aku tidak menyangka jika kau...”
“Chintya” Robert mendekat dan menatap Chintya, “aku akui, saat pertama datang kemari, itu memang benar. Tapi lama-kelamaan, semua itu pudar dan berubah menjadi ketulusan. Aku senang disini, aku bahagian diterima dengan baik oleh kalian semua. Dan salah satu hal yang membuatku berubah, adalah kau”
Chintya diam.
“aku tidak bohong, Chintya. Aku akan buktikan padamu jika aku memang ingin berubah. Aku akan kembali ke pekerjaanku, meskipun saat ini aku hanya menjadi cameo, tapi aku yakin, aku akan kembali menjadi pemeran utama untuk film selanjutnya”
Chintya pun tersadar, Robert memanglah hanya bisa ia gapai sebagai idola. Bukan pacar atau pun pendamping seperti yang ia impikan. Ia harus sadar, siapa dirinya dan siapa Robert.
“Chintya?”
Chitya tersenyum, “aku senang mendengar itu, kau harus berjanji untuk menjadi aktor yang hebat”
“tentu saja, jika filmku sudah tayang, kau harus menontonnya. Ok?”
“aku akan berusaha untuk pergi ke bioskop demi kamu”
“terima kasih” Robert mencium kening Chintya.
Tuhan... seandainya dia tau jika aku mencintai. Chintya hanya diam.
Mobil manajer pun muncul dan mendekat.
Manajer membuka kaca mobil dan mengeluarkan kepalanya, “Robert, ayo cepat”
“iya” Robert tersenyum dan kembali menatap Chintya, “kau tidak mau memeluk ku?”
Chintya tersenyum dan mereka berpelukan.
Robert pun pergi meninggalkan Chintya. Meski pertemuan mereka harus berakhir, tapi Chintya bersyukur bisa bertemu Robert secara langsung. Pengalaman yang mereka lalui bersama, adalah hal indah yang akan selalu Chintya kenang.
Di mobil,
Manajer menatap Robert yang hanya diam memandangi pemandangan melalui kaca.
Manajer menoleh, “ada apa?”
“tidak” Robert tersenyum.
“apa kau menyukai perempuan itu?”
Robert terdiam.
***
Hari itu,
“yeah, aku naik ke kelas 12” Chintya senang dan berjalan ke rumah.
Sesampainya di depan rumah,
Chintya terdiam. Ia melihat sebuah mobil sport terparkir di depan rumahnya, “ini kan...?” Chintya langsung berlari ke dalam rumah.
“Chintya, kau sudah pulang?” ibu senang.
Robert yang duduk di samping ibu Chintya pun tersenyum, “hey”
“Robert? Kamu...?” Chintya kaget.
“duduklah disampingku”
“iya”
“ibu akan ambilkan minum untuk kalian berdua” ibu pergi ke dapur.
Robert menatap Chintya, “ada apa?”
“aku gak nyangka kamu akan kembali”
“tentu saja, apa kau lupa?”
“soal apa?”
“filmku”
“oh, tentu tidak. Aku sedang menabung untuk menontonmu di bioskop”
“bukan kau yang pergi, tapi kita” Robert menunjukan tiket premiere.
“kau mengundangku untuk..?”
“ya, kau orang yang berarti, mana mungkin aku lupa”
Chintya sangat senang.
Mereka berpelukan.
“aku mencintaimu, Chintya”
Chintya terharu, ia tersenyum senang sambil menutup matanya dalam pelukan Robert. Akhirnya sang idola benar-benar menjadi kekasihnya.
“aku juga sangat mencintaimu” Chintya memeluk Robert dengan erat.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar