Author : Sherly Holmes
Genre : Comedy Garing, Romance, School Life
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
Di sebuah kamar,
Seorang perempuan sedang
menatap poster idolanya, seorang pria bernama Robert. Saat ini, idolannya sedang
tertimpa masalah sehingga ia sedih. Ia takut, idolanya tidak akan kembali ke
dunia hiburan lagi.
Pagi itu,
“Chintya, bangun. Nanti
kamu terlambat ke sekolah” ibu bicara di depan pintu kamar Chintya.
“aku udah siap kok, bu”
Chintya membuka pintu kamarnya dan tersenyum.
Chintya pun pergi ke
sekolah.
Di kelas,
Semua anak ramai, mereka
membicarakan sebuah gosip yang baru saja beredar.
“jadi, kita bakalan punya
guru baru?”
“iya, katanya sih..., dari
kota”
“cewek apa cowok?”
“mana aku tau”
“anak-anak” kepala sekolah
masuk bersama sang guru baru.
Semua murid berhenti
bicara.
“perkenalkan, ini guru
baru kalian”
Semua anak terdiam melihat
guru baru mereka.
Pria itu menatap semua
murid yang ada disana, “perkenalkan, namaku Robert. Mulai saat ini, aku guru
kalian”
“argh...” murid perempuan
berteriak.
Chintya begitu senang,
idolannya tiba-tiba jadi guru di sekolah. Ini benar-benar sebuah keajaiban,
mana mungkin seorang aktor tiba-tiba datang ke desa untuk menjadi guru?
Kepala sekolah merasa aneh
dan menatap Robert.
Robert tersenyum kepada
kepala sekolah.
***
Di rumah,
Chintya yang duduk di
sofa, tertawa bahagia, “hahah”
“Chintya, apa-apaan kamu?”
ibu menatap Chintya dengan khawatir.
“ibu tau kan idolaku?”
“oh, si sombong yang suka
bikin onar itu?” ibu duduk disamping Chintya.
“ibu jangan gitu dong”
“iya deh, ada apa?”
“dia jadi guru baru di
sekolah”
“yang bener?”
“iya, senengnya. Kayanya
aku bakalan betah di sekolah, jadi siswi abadi juga gak apa-apa”
“huss...!”
“bercanda bu”
“kamu ini, orang kaya
begitu, masih aja di-idolain”
“ibu, setiap orang itu gak
ada yang sempurna. Aku yakin, dia pasti belajar dari kesalahan”
“terserah”
“ibu”
Besoknya,
Semua anak khususnya
perempuan di SMA tempat Chintya sekolah, tiba-tiba rajin untuk datang pagi.
Bahkan saat gerbang belum dibuka, mereka sudah datang demi melihat aktor tampan
yang menjadi guru mereka.
Di jalan,
Chintya berlari, ia tidak
sabar untuk segera sampai ke sekolah. Aku
harus cepat, aku harus cepat...
Sebuah mobil melintas
melewati Chintya.
“itu.., itu kan mobil Robert?!”
Chintya pun semakin kencang berlari mengejar mobil.
Di dalam mobil,
Robert yang mengemudi
sambil mendengarkan musik, melihat Chintya berlari dari spionnya.
“itu kan anak di SMA,
ngapain dia lari-lari kaya gitu?”
Sesampainya di sekolah,
“pak Robert” semua murid
perempuan menyambut Robert.
Robert tersenyum dan masuk
ke ruang guru, “dasar anak-anak” Robert menutup pintu dan saat menoleh,...
“argh” guru-guru perempuan
disana pun berteriak.
Robert kaget.
***
Chintya masuk ke kelas dan
duduk di bangkunya.
“kamu kemana aja? Semua
cewek datang pagi demi melihat Robert. Dia kan idolamu, kenapa kamu cuek?”
“aku gak cuek, aku
lari-lari dari rumah kesini demi Robert”
“tapi kamu tetep telat”
“iya, aku cape. Tadi di
jalan, aku ngeliat mobil Robert lewat. Tapi dia gak ngajak aku, padahal kan..
kami searah”
“idola kamu itu emang agak
sombong ya”
“jangan gitu, walau gimana
pun, dia idolaku”
“iya deh”
Robert masuk, “selamat
pagi”
“pagi pak” para murid
menjawab.
“pagi...” Chintya
berkhayal,...
Robert mendekati Chintya
dan menatapnya, “hey Chintya, mau kah kau menjadi siswi abadiku?”
“i...iya” Chintya
mengangguk, “iya”
“hey, kamu kenapa?” Robert
berdiri di hadapan Chintya dan menatapnya dengan aneh.
“ah?” Chintya tersadar,
tapi saat melihat Robert yang begitu dekat, ia pun pingsan.
“hey? Dia kenapa?” Robert
kaget.
***
Di UKS,
“jadi, aku harus
mengantarnya pulang?” Robert menatap murid yang bertugas di UKS.
“iya pak, dia kan pingsan
gara-gara bapak” murid yang bertugas, menatap Robert.
“yang benar saja? Aku kan
tidak berbuat apa-apa” Robert kesal, tapi... “ok” dengan terpaksa, Robert
mengangkat Chintya dan membawanya pergi.
Murid itu pun tersenyum.
***
Sesampainya di rumah
Chintya,
“permisi” Robert yang
masih mengangkat Chintya, bersusah payah untuk mengetuk pintu.
“iya” ibu membuka pintu
dan terdiam melihat Robert, ya Tuhan...
tampannya pria ini.
“maaf, nyonya?” Robert
kaget melihat expresi ibu Chintya, “ini, anak anda pingsan”
“oh, iya iya. Mari masuk”
Setelah membaringkan
Chintya di kamarnya, Robert pun bicara dengan ibu Chintya di ruang tamu.
“jadi begini nyonya...”
Tapi ibu malah berkhayal
karena terpesona melihat Robert.
“maukah kau menikah
denganku” Robert menatap ibu Chintya dengan penuh cinta dan memegang tangannya
dengan mata yang berbinar.
“iya iya, aku mau” ibu
menjawab dengan penuh semangat.
“mau apa?” Robert kaget.
“ah?” ibu tersadar,
“maafkan aku, bisakah anda mengulang pembicaraan yang tadi?”
Ternyata
anak dan ibu sama saja, Robert menatap tajam dalam hatinya.
Sore itu,
Robert dipanggil ke ruang
kepala sekolah, ia pun masuk dan bicara dengan kepala sekolah.
“dengar Robert, ini bukan
tempat untuk tebar pesona. Ini sekolah, mengerti?” kepala sekolah menatap
Robert.
“aku tau ini sekolah, lagi
pula, apa salahku? Aku tidak melakukan hal yang aneh-aneh ‘kan?”
“ya, mungkin kau tidak
merasa. Tapi laporan ini membuktikan segalanya” kepala sekolah
memperlihatkannya pada Robert.
Disana dikatakan, banyak
guru wanita yang tidak konsen karena Robert, apalagi saat rapat. Juga banyak
anak kelas 12 yang pingsan saat olah raga khususnya perempuan karena melihat
Robert.
Robert menatap kepala
sekolah, “tanpa pelajaran olah raga pun, ada anak yang pingsan tadi”
“maka dari itu, perbaiki
kesalahanmu”
“maksud anda, apa?” Robert
agak kesal, “dengar ya pak, mereka seperti itu bukan salahku. Aku tidak
melakukan apa-apa dan aku keberatan jika disalahkan karena ini” Robert melihat
ke arah lain, “aku permisi” ia pergi.
***
Di rumah Robert,
Robert sedang bicara di
telpon dengan manajernya.
“jadi, aku harus minta
maaf pada kepala sekolah itu? Dengar kawan, itu bukan salahku”
“iya, tapi kamu harus
menghormati kepala sekolah. Dia bilang, sikapmu sangat buruk. Behave brother”
Robert diam.
“dengar, hanya sekolah itu
yang menerimamu untuk bekerja. Jika kau dipecat dari sana, tamat sudah riwayatmu”
“ok ok” Robert melempar
HP-nya ke sofa, ia duduk dan merasa bingung.
Malam itu,
Chintya sedang berjalan,
tapi langkahnya terhenti karena melihat Robert yang sedang duduk di teras
rumah.
Ya
Tuhan...., i...i...itu kan....? Chintya mau pingsan,
“enggak enggak, aku harus kuat. Aku gak boleh pingsan” ia mendekati Robert.
Robert masih duduk
terdiam.
“selamat malam, pak”
Robert menoleh, “malam?”
“bapak lupa ya? Ini aku,
Chintya. Anak kelas 11 yang pingsan”
Robert tersenyum, “sekarang
kamu gak pingsan lagi?”
Ya
Tuhan..., senyuman mautnya. Chintya senyum-senyum.
Ada
apa dengan anak ini? Robert menatap Chintya dengan aneh.
“ah?” Chintya tersadar,
“maaf, pak”
“jangan panggil aku bapak,
aku jadi merasa tua”
“b..ba..baiklah,
R...Robert”
“kamu kenapa?”
“enggak” Chintya
menggeleng dan mulai salah tingkah.
Robert tersenyum melihat
tingkah Chintya, “duduklah”
“a..aku? Duduk disitu?”
“ya”
Chintya dag dig dug duduk
disamping Robert. Apa lagi, Robert terus menatapnya.
Chintya menunduk.
“ada apa?”
“ti..ti..tidak”
“kau tau? Jika sikapmu
seperti ini terus, aku jadi takut”
“maafkan aku, Robert.
Sebenarnya, aku menyukaimu”
Robert kaget.
“maksudku, aku
mengidolakanmu”
“kenapa? Semua orang sudah
tidak menyukaiku sekarang, kenapa kau masih mengidolakanku?”
“aku yakin, kamu pasti
punya niat untuk berubah menjadi lebih baik”
Robert terdiam.
“semua orang pasti ingin
berubah menjadi lebih baik ‘kan? Dan aku yakin, bahwa idolaku yang nomor satu
ini akan semakin baik lagi. Buktinya, sekarang dia menjadi guru di desaku”
Robert menunduk.
“Robert? Apa aku salah
bicara? Maafkan aku ya, aku tidak bermaksud..”
“terima kasih”
Chintya kaget mendengar
itu.
Robert kembali menatap
Chintya, “terima kasih karena kau sudah percaya padaku” ia tersenyum.
Chintya pun tersenyum.
Besoknya,
Chintya masuk ke kelas dan
duduk di bangkunya.
“hey Tya”
“hey Rin”
Ririn duduk disamping
Chintya, “gimana? Dia nganterin kamu ke rumah, gak? Untung aku lagi jaga di UKS
waktu kamu pingsan”
“iya, tapi sayangnya
pingsanku terlalu over dan malah tertidur. Jadi waktu aku bangun, dia udah
pulang dari rumah”
“yah, sayang banget”
“tapi gak apa-apa, soalnya
tadi malem kami ketemu”
“yang bener?”
“iya, sekarang aku udah
tau dia tinggal dimana”
“beneran?”
“iya”
“terus?”
“sekarang, aku udah gak
pingsan lagi kalau ketemu dia”
“syukurlah... eh, ibu kamu
gak marah? Dia kan nganterin kamu pulang, mana pingsan lagi”
“enggak, malahan...
sekarang ibu jadi aneh”
“maksudnya?”
“kayanya ibuku jadi
ngefans berat sama Robert, ibu bilang, kenapa aku gak ngasih tau dari dulu
kalau Robert itu cakep? Padahal kan, aku punya giant poster-nya di kamar. Ibu
aja yang kurang peduli, mana suka ngatain gara-gara dia terlibat banyak
masalah. Eh, sekarang ibu malah ngefans juga”
“berarti kalian saingan
dong?”
“ya enggak lah, dia kan punyaku”
“ya ampun, percaya
dirinya...”
Chintya tertawa.
Robert masuk, “selamat
pagi”
“selamat pagi, pak”
“selamat pagi, tampan”
seorang murid perempuan tersenyum.
Robert pun berkedip
padanya.
Chintya kesal melihat itu,
apa-apaan cewek itu? Nyebelin!
“ok” Robert berjalan ke
tengah-tengah kelas dan berhenti di dekat Chintya, “hari ini, aku akan mengajar
matematika”
“ah?” mereka kaget.
Robert kembali berjalan ke
depan kelas, “jangan kaget, guru matematika kalian sedang sakit. Jadi aku
ditugaskan untuk menggantikannya hari ini” ia tersenyum.
Beberapa anak pun berdo’a,
ya Tuhan... semoga sakitnya lama. Biar
Robert jadi guru kami terus.
Ya, do’a jelek yang
seharusnya tidak dilakukan menjadi trending topik permintaan murid-murid di
kelas. Tapi dalam hati mereka masing-masing tentunya.
“ok, langsung saja” Robert
duduk di meja dengan santai, “suatu hari, aku membeli 5 muffin dari kedai”
Robert menatap murid-muridnya yang menatap dia dengan serius, “lalu tiba-tiba,
aku bertemu dengan salah satu dari kalian”
Chintya tersenyum, seandainya itu aku.
“lalu dia meminta 2
muffinku” Robert melihat ke arah lain dan kembali menatap muridnya, “jadi,
berapa sisa muffin...?”
“3, pak” semua menjawab.
Robert menatap mereka
dengan wajah aneh, “salah”
“ah?” mereka kaget.
Ririn pun bicara, “tapi
pak, 5 dikurangi 2 kan 3?”
“emh..” Robert menggeleng,
“kau fikir, aku akan memberikan muffinku pada kalian? Tentu saja tidak” Robert
kembali berdiri, “jadi jawabannya adalah 5”
Semua anak kaget dengan
cara mengajar Robert.
Sampai suatu hari,
Robert sedang duduk di
ruang guru, seorang guru mendekat dan berdiri dihadapannya.
“pak Robert”
“ah?” Robert menatap guru
itu, “iya, silahkan duduk”
“terima kasih” guru itu
tersenyum.
Robert tersenyum dan
menatap guru itu.
Ternyata guru itu adalah
guru matematika yang pernah digantikan Robert, dia komplain dengan jawaban
ulangan murid kelas 11.
“lihat ini, pak. Soal
sulit mereka jawab dengan sempurna, tapi soal yang begitu mudah...” guru itu
tak habis pikir, “semuanya menjawab salah”
Robert kaget dan membaca soalnya,
Suatu
hari, kamu membeli 5 muffin dari kedai. Lalu tiba-tiba, kamu bertemu dengan
salah satu dari temanmu. Lalu, dia meminta 2 muffinmu. Berapakah sisa muffinmu?
Robert terdiam, ia ingat
dengan apa yang pernah ia lakukan di kelas itu.
“anda lihat ‘kan? Tapi
dengan percaya dirinya, mereka menjawab 5. Dengan alasan, mereka tidak
memberikan muffin itu pada teman tersebut”
“ah.., begitukah?” Robert
sedikit bingung menutupi kesalahannya.
“ada yang bilang, ini
adalah hasil pengajaran anda”
Mati
aku,
Robert mulai panik.
“anda harus bertanggung
jawab, pak. Harusnya anda memberikan pengajaran yang benar, bukan malah
menjerumuskan mereka”
“maafkan saya bu, saya
benar-benar menyesal”
“pokoknya, aku gak terima
jika...”
“bu, bu...” Robert
memegang tangan guru itu, “tolong jangan marah padaku” ia menatap guru itu.
Guru itu pun terdiam.
“bagaimana jika..., kita
makan siang bersama?”
Guru itu tersenyum
bahagia.
Setelah sepakat untuk
menyelesaikan masalah itu, guru tersebut keluar dari ruang guru dengan senyum
bahagianya. Robert... Robert,
sering-sering aja kamu bikin masalah sama aku...
sedangkan Robert, masih
bingung.
***
Setelah mengetahui bahwa
Robert bertugas sebagai guru pengganti, semua anak perempuan pun selalu berdo’a
agar guru mereka tidak bisa mengajar sesuai jadwalnya. Sehingga Robert akan
selalu mengajari mereka sebagai guru pengganti.
Siang itu,
“ah, males banget deh
kalau siang-siang gini bagian olah raga” Chintya mengeluh pada Ririn dan duduk
di pinggir lapang.
“iya Tya, panas banget”
“ayo anak-anak, cepat
baris” Robert berteriak dan berjalan masuk ke lapang.
“ya Tuhan, pak Robert?”
“pak Robert?”
Semua berlari membentuk
barisan di lapang.
“bagus” Robert tersenyum,
“seperti biasa, hari ini bapak menjadi..”
“guru pengganti” mereka
menjawab.
“lagi...?” Robert kaget
dengan expresi mereka yang begitu antusias.
Mereka tertawa.
“ok, apa yang ingin kalian
pelajari? Bapak bisa mengajarkan kalian wing chun, yoga atau football mungkin?
Ayo, kalian mau belajar apa? Asal jangan belajar mencintai bapak”
“kalau itu sih, gak
diajarin juga, udah sayang” Chintya yang menunduk, bicara pelan sambil
senyum-senyum. Tapi saat ia kembali melihat ke depan, Robert sedang menatapnya.
Ya
Tuhan..., jangan-jangan dia tau?! Apa suaraku terlalu kencang?
Chintya panik.
Robert tersenyum, “ayo
kita mulai”
Dari balkon,
Kepala sekolah melihat
mereka. Ya, Robert memang berbakat karena bisa menarik minat mereka. Hanya
saja, sikapnya terkadang tidak mencerminkan seorang guru. Apakah dengan
mempertahankan Robert di sekolah itu, adalah keputusan yang tepat?
Setelah olah raga selesai,
Robert berjalan ke pinggir
lapang, keringatnya jatuh bercucuran. “ya Tuhan... lelahnya” Robert menghapus
keringatnya dengan handuk, tapi saat menoleh...
Semua murid perempuan
hanya terdiam menatap Robert, mereka terpesona oleh sang idola yang kelelahan
dan berkeringat itu.
Robert merasa aneh dan
langsung pergi.
Chintya tersenyum, “kau
lihat ‘kan? Dalam keadaan seperti itu pun, dia tetap sempurna”
“emh...? ok” Ririn
bingung.
***
Hari itu,
Hp Robert berbunyi, Robert
yang sedang tidur pun bangun dan mengambil HP-nya.
“ya?”
“ini aku” suara sang
manajer keluar.
“ada apa?”
“media mulai menyoroti
tindakanmu yang mengajar di desa terpencil itu, mereka bilang, kau mulai
berubah. Mereka berharap, kau bisa menjadi lebih baik lagi”
“apa ada harapan jika aku
bisa kembali ke duniaku?”
“sabar dulu, kawan.
Semuanya harus dilakukan secara perlahan. Jika semua orang sudah mulai
menyukaimu, pasti akan banyak tawaran lagi untukmu”
“ok” Robert menyimpan
Hp-nya dan kembali tidur.
Suatu siang,
Chintya sedang berjalan
menuju kantin. Tapi saat melewati kelas music, ia terdiam. Cintya mendengar
suara piano yang dialunkan dengan lembut dan suasanya hatinya pun ikut terbawa.
Ya
Tuhan... siapa yang sedang bermain piano? Cintya mengintip.
Disana, Robert sedang
bermain piano sambil mencurahkan seluruh perasaannya.
Apa
ini perasaan Robert yang sebenarnya? Chintya sedih
mendengarkan lagu yang membuatnya terbawa.
Robert berhenti memainkan
pianonya dan terdiam.
Chintya pun masuk dan
mendekati Robert yang masih diam.
“Robert...”
Robert menoleh.
“maaf, maksudku...”
“tidak apa-apa, disini
tidak ada siapa-siapa kan? Kau boleh memanggilku Robert”
“ok”
Robert tersenyum,
“duduklah”
“disampingmu?”
“ya”
Ya
Tuhan... untuk kedua kalinya aku duduk dekat Robert. perasaanku seperti
meleleh, Chintya bahagia.
Robert menatap Cintya,
“ada apa?”
“ah, aku...” Chinta
menunduk dan kembali menatap Robert, “sebenarnya aku khawatir, aku mendengar
alunan sedih yang baru saja kau mainkan. Aku takut...”
“tidak” Robert tersenyum,
“aku baik-baik saja” ia mengelus Chintya, “terima kasih sudah peduli”
“ya...” Chintya terdiam
dengan apa yang Robert lakukan, rasanya ia tidak ingin keramas karena Robert
baru saja mengelus rambutnya.
“Chintya?” Robert menatap
Chintya.
“ya?” ia tersadar kembali.
“bagaimana kalau kita
bernyanyi? Kau bisa ‘kan?”
“maksudmu, kita duet?”
“yap, tepat sekali”
Saat kepala sekolah
melewati ruangan itu, ia mendengar dua orang yang sedang bernyanyi dengan
piano.
How
deep is your love... how deep is your love...
I
really mean to learn...
(How
Deep is Your Love – Michael buble ft. Kelly Rowland)
Tapi saat kepala sekolah
masuk,
Robert sedang menatap
Chintya yang terdiam, tatapan Robert seperti akan mencium Chintya. Mereka pun
semakin dekat.
“Robert!” kepala sekolah
menatap mereka dengan kesal.
Mereka kaget dan Robert
menoleh ke arah kepala sekolah.
Setelah kejadian itu,
Kepala sekolah marah besar
dan memanggil Robert ke ruangannya.
Robert menunduk, ia tau ia
salah.
“selama ini, aku sudah
berusaha sabar untuk mempertahankanmu. Walau pun kau sering membuat masalah,
walau pun kau memiliki bad attitude. Tapi sekarang, kesabaranku sudah habis.
Kau sadar tidak, jika posisimu disini sebagai apa?”
“saya tau pak, saya
mengerti”
“benarkah kau mengerti?”
kepala sekolah masih marah, “jika kau mengerti, harusnya kau tidak melakukan
itu. Sungguh memalukan jika seorang guru ketauan mencium muridnya di sekolah,
kau mau merusak sekolah ini?”
“tidak pak” Robert
menunduk dan hanya diam, dia tidak mau melawan kepala sekolah seperti dulu.
“aku tidak punya pilihan
lagi, aku akan memecatmu sesegera mungkin”
Besoknya,
Robert dan Chintya sedang
berjalan mencari kedai es krim.
“jadi kamu...?”
“ya, saat ini suratnya
sedang di proses. Jika suratnya sudah selesai, aku akan pergi dari sini”
Air mata Chintya menetes.
“hey, jangan menangis.
Mungkin ini memang sudah takdirku” Robert tersenyum dan menghapus air mata
Chintya.
“aku sangat berharap, kau
selalu disini. Aku sangat bahagia, saat kau datang kemari. Dan sekarang, aku
harus merelakanmu untuk pergi”
“ayolah, aku sangat
mengharapkan do’amu saat ini”
“kau ingin do’a dariku?”
“ya, kau kan fans-ku yang
nomor 1”
Chintya tersenyum.
Malamnya,
Robert yang sedang tidur,
terbangun karena mendengar Hp-nya berdering. Ia pun mengangkatnya, “hallo?”
“Robert, ada kabar baik,
kawan”
***
Pagi itu,
Robert bicara dengan
Chintya di bawah sebuah pohon sambil menatap kebun yang ada di hadapan mereka.
“apa yang akan kau lakukan
setelah dikeluarkan dari sekolah?”
Robert yang sedang duduk
santai disamping Chintya, menatapnya sambil tersenyum, “aku akan kembali
bermain film”
“benarkah?”
“yap”
“wah” Chintya senang
mendengar itu, “selamat ya”
Robert mengangguk.
Tapi Chintya agak sedih,
karena itu artinya, Robert akan pergi meninggalkannya.
“hey, ada apa?” Robert
berdiri dan membantu Chintya bangun, “oh iya, aku jadi ingat adegan film
terakhirku”
“yana mana?”
“yang terakhirnya harus
dipaksakan karena aku mendapat masalah, kau tau kan?”
“ya, film itu membuatku
sedih. Harusnya film itu happy ending kan?”
“ya, dan aku akan
mempraktekannya sekarang”
“ah?”
Robert menarik Chintya dan
memeluk pinggangnya, “begini seharusnya” ia menatap Chintya.
Dag dig dug... dag dig
dug...
Chintya tidak bisa berbuat
apa-apa dan hanya diam menatap Robert.
“lalu sang pemeran utama
pria menatap bibir sang gadis” Robert tersenyum dan menatap bibir Chintya.
Chintya hanya diam.
“kau bisa menebak sendiri
apa yang terjadi berikutnya?” Robert semakin dekat dan ia mencium Chintya,
“begitulah akhir yang sebenarnya”
“ah...” Chintya pingsan.
“Chintya?”
***
Hari itu pun tiba,
Robert secara resmi
dipecat dari sekolah, semua anak sedih. Bukan hanya anak perempuan yang
menangis, tapi guru perempuan pun ikut menangis melepas kepergian pria tampan
itu dari sekolah.
Di rumah Chintya,
“dia udah resmi dipecat?
Terus disini, dia mau kerja apa?” ibu menatap Chintya.
“Robert gak akan tinggal
disini lagi, bu. Dia akan kembali ke dunia akting”
Ibu pun sedih dan
menangis.
Chintya menunduk.
Besoknya,
Robert berkemas, ia sudah
merapihkan semua barangnya dan mobil pun tiba untuk menjemputnya.
Sang manajer, keluar dari
mobil itu.
Robert tersenyum.
“semuanya sudah selesai,
kawan. Kau tidak perlu berpura-pura peduli dengan tempat ini. Beraktinglah yang
baik dan karirmu akan kembali bersinar”
Chintya yang datang,
mendengar itu. Ia terdiam, jadi Robert
selama ini..?
Robert yang melihat
Chintya, kaget.
Air mata Chinta menetes,
ia tersenyum pada Robert dan pergi.
“Chintya” Robert berlari
mengejar Chintya.
“Chintya?” manajer menoleh
dan melihat perempuan yang dikejar Robert.
Robert terus berlari,
“Chintya”
Chintya kerhenti berlari
dan menatap Robert.
“Chintya” Robert menatap
Chintya dengan cemas.
“ternyata selama ini, kamu
cuma bersandiwara untuk mendapatkan simpatik? Aku tidak menyangka jika kau...”
“Chintya” Robert mendekat
dan menatap Chintya, “aku akui, saat pertama datang kemari, itu memang benar.
Tapi lama-kelamaan, semua itu pudar dan berubah menjadi ketulusan. Aku senang
disini, aku bahagian diterima dengan baik oleh kalian semua. Dan salah satu hal
yang membuatku berubah, adalah kau”
Chintya diam.
“aku tidak bohong,
Chintya. Aku akan buktikan padamu jika aku memang ingin berubah. Aku akan
kembali ke pekerjaanku, meskipun saat ini aku hanya menjadi cameo, tapi aku
yakin, aku akan kembali menjadi pemeran utama untuk film selanjutnya”
Chintya pun tersadar,
Robert memanglah hanya bisa ia gapai sebagai idola. Bukan pacar atau pun
pendamping seperti yang ia impikan. Ia harus sadar, siapa dirinya dan siapa
Robert.
“Chintya?”
Chitya tersenyum, “aku
senang mendengar itu, kau harus berjanji untuk menjadi aktor yang hebat”
“tentu saja, jika filmku
sudah tayang, kau harus menontonnya. Ok?”
“aku akan berusaha untuk
pergi ke bioskop demi kamu”
“terima kasih” Robert
mencium kening Chintya.
Tuhan...
seandainya dia tau jika aku mencintai. Chintya hanya diam.
Mobil manajer pun muncul
dan mendekat.
Manajer membuka kaca mobil
dan mengeluarkan kepalanya, “Robert, ayo cepat”
“iya” Robert tersenyum dan
kembali menatap Chintya, “kau tidak mau memeluk ku?”
Chintya tersenyum dan
mereka berpelukan.
Robert pun pergi meninggalkan
Chintya. Meski pertemuan mereka harus berakhir, tapi Chintya bersyukur bisa
bertemu Robert secara langsung. Pengalaman yang mereka lalui bersama, adalah
hal indah yang akan selalu Chintya kenang.
Di mobil,
Manajer menatap Robert
yang hanya diam memandangi pemandangan melalui kaca.
Manajer menoleh, “ada
apa?”
“tidak” Robert tersenyum.
“apa kau menyukai
perempuan itu?”
Robert terdiam.
***
Hari itu,
“yeah, aku naik ke kelas
12” Chintya senang dan berjalan ke rumah.
Sesampainya di depan
rumah,
Chintya terdiam. Ia
melihat sebuah mobil sport terparkir di depan rumahnya, “ini kan...?” Chintya
langsung berlari ke dalam rumah.
“Chintya, kau sudah
pulang?” ibu senang.
Robert yang duduk di
samping ibu Chintya pun tersenyum, “hey”
“Robert? Kamu...?” Chintya
kaget.
“duduklah disampingku”
“iya”
“ibu akan ambilkan minum
untuk kalian berdua” ibu pergi ke dapur.
Robert menatap Chintya,
“ada apa?”
“aku gak nyangka kamu akan
kembali”
“tentu saja, apa kau
lupa?”
“soal apa?”
“filmku”
“oh, tentu tidak. Aku
sedang menabung untuk menontonmu di bioskop”
“bukan kau yang pergi,
tapi kita” Robert menunjukan tiket premiere.
“kau mengundangku
untuk..?”
“ya, kau orang yang
berarti, mana mungkin aku lupa”
Chintya sangat senang.
Mereka berpelukan.
“aku mencintaimu, Chintya”
Chintya terharu, ia
tersenyum senang sambil menutup matanya dalam pelukan Robert. Akhirnya sang
idola benar-benar menjadi kekasihnya.
“aku juga sangat
mencintaimu” Chintya memeluk Robert dengan erat.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya
kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar