Author : Sherly Holmes
Genre : Family, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
Di sebuah perusahaan,
Seorang pria yang sibuk di
ruangannya, mendapat telpon.
“apa? Bony di skor?” pria
itu kaget.
“iya, Bony di skor 3 hari karena
berkelahi”
Pria itu menutup
telponnya, Bony Bony, kamu kenapa nak?
“selamat siang, tuan”
seorang sekretaris masuk.
“siang, ada apa?”
Seorang pria masuk, “tuan
Robert”
“tuan Chan” Robert
tersenyum.
Mereka berjabat tangan dan
sekretaris meninggalkan mereka.
“jadi, bagaimana?”
“a..aku” Robert diam.
“ada apa, tuan?”
“aku harus pulang, ada
sedikit masalah di rumah”
“ah, aku mengerti. Kau
ingin menunda proyek kita kan?”
“maafkan aku, tuan Chan”
***
Pagi itu,
Robert berangkat ke
bandara dan mengambil penerbangan pertama.
Di pesawat, Robert
melamun. Ia memikirkan anaknya yang di skor, kenapa Bony? Kau baru masuk TK dan sudah membuat masalah, mau jadi apa
kau nanti?
Robert pun resah, ia juga
memikirkan pekerjaannya yang begitu banyak. Juga koleganya yang agak kecewa
karena kepergiannya, bekerjasama dengan tuan Chan adalah keinginan Robert sejak
dulu.
Sesampainya di rumah,
Robert turun dari mobil
dan mendekati pintu, ia mulai mengetuk.
Seorang perempuan membuka
pintu dan terdiam menatap Robert.
“selamat sore” Robert
menatap istrinya.
“selamat datang, tuan”
perempuan itu tersenyum.
“Monica, ada apa?”
“ada apa?” Monic menatap
Robert, “anakmu di skor dan kau masih bertanya ada apa?”
“kenapa kau marah padaku?
Anak kita diskor dan kau marah-marah padaku?”
“menurutmu?”
“oh, aku mengerti
maksudmu. Kau mau bilang, jika anak kita di skor gara-gara aku? Dengar Monic,
yang salah itu kau. Kau kurang memperhatikannya”
“oh, begitu? Aku kurang
memperhatikannya, begitu?” Monic kesal, “sekarang aku tanya, siapa yang selalu
ada di rumah dan siapa yang jarang ada di rumah?”
“oh, aku tidak suka ini.
Lebih baik aku pergi saja” Robert berbalik dan berjalan ke mobil.
“aku bicara yang
sebenarnya, Robert. Bony seperti ini karena dia butuh perhatianmu”
Robert kembali berbalik
dan menatap Monic, “jadi kau ingin apa?” ia bernada tinggi.
“temui dia, beri dia
pengertian” Monic menatap Robert dengan sedih.
Robert diam, ia sadar yang
mereka lakukan tadi adalah salah.
“aku mohon, Robert”
“aku akan bicara padanya”
Robert pun berjalan masuk ke rumah.
Di rumah,
Robert masuk ke kamar
Bony, ia melihat anak perempuannya itu sedang menyisir rambut boneka barbie.
“ayah” Bony senang, ia
turun dari kasur dan berlari ke arah Robert.
“jangan peluk aku”
Bony berhenti dan terdiam,
ia menatap ayahnya dengan sedih.
“apa yang kau lakukan
sehingga kau di skor dari TK?”
“ayah, aku...”
“tidak usah membela diri.
Kau fikir, berkelahi itu bagus? Mau jadi apa kau? Preman?”
“ayah” air mata Bony
menetes.
“Bonita, ayah tidak mau
hal ini terulang lagi. Kau ini adalah calon CEO, kau penerus ayah. Jadi, jangan
macam-macam”
“tapi ayah”
“diam, dengarkan ayah jika
ayah sedang bicara” Robert membentak Bony.
Bony menangis, “ayah
jahat” ia berlari ke luar kamar.
“Bony?!” Robert semakin
kesal.
Monic masuk ke kamar Bony,
“kenapa kau marah padanya?” ia menatap Robert.
“jadi aku salah lagi?”
Robert menatap Monic, “dia itu harus diberitau”
“Bony berkelahi karena
temannya bilang, kau tidak sayang padanya”
Robert terdiam.
“apa kau belum mengerti
juga? Dia butuh perhatian ayahnya, Robert. Setiap malam, Bony bertanya padaku.
Apa ayahnya merindukannya? Kenapa ayahnya jarang menelpon?”
Robert menunduk.
“aku harap, kau mau bicara
dengan baik padanya” Monic meninggalkan Robert.
Robert keluar dari kamar
Bony dan melihat Bony sedang duduk di ruang piano, ia pun mendekat.
Bony hanya menunduk.
Robert duduk disamping
Bony, “ayah minta maaf”
Bony menatap Robert, “apa
ayah sayang padaku?”
“tentu nak, ayah sayang
padamu. Kau anak ayah satu-satunya”
“tapi Milda bilang, ayah
tidak menyayangiku”
“kenapa dia bicara
begitu?”
“karena ayah tidak pernah
datang ke sekolah”
“jangan pernah dengarkan
dia, ayah sayang padamu meski kita jarang bertemu”
Mereka berpelukan.
“maafkan aku, ayah. Aku
membuat ayah kesal”
“tidak apa-apa, nak. Ayah
senang jika kau percaya pada ayah”
Malamnya,
Setelah mengerjakan tugas
kantornya, Robert mengganti baju di kamar. Ia merasa lelah karena belum
beristirahat sejak tiba di rumah, Robert mulai berbaring dan menutup matanya.
Monic masuk dan melihat
Robert yang sudah tidur, ia sedih. Monic duduk dan menatap suaminya, Ya Tuhan... kenapa aku merasa dia begitu
jauh? Padahal Robert ada di depan mataku sekarang, ada apa ini?
Monic pun mulai berbaring
disamping Robert, ia mengelus suaminya yang sudah tertidur pulas.
Pagi itu,
Sinar matahari mulai masuk
ke kamar dan menerangi ruangan.
“emh...” Robert yang
sedang tidur pun mulai membuka matanya, ia bangun dan keluar dari kamar.
Robert berjalan ke ruang
makan, ia melihat anak dan istrinya disana.
“ayah” Bony tersenyum.
“hey sayang, selamat pagi”
Robert duduk, tapi ia melihat Monic yang tidak bahagia. Robert pun mengambil
sarapannya dan makan, “sudah lama aku tidak memakan masakan rumah”
Monic menunduk.
Robert menatap Monic, “kau
kenapa?”
“tidak, aku tidak apa-apa”
“Monic, aku...”
“bagaimana jika kita
bicarakan itu nanti?”
“ok” Robert kembali makan.
Siangnya,
Robert bicara dengan Monic
di dapur, mereka mulai bertengkar.
“jadi, apa yang kau
inginkan? Aku sudah pulang, aku sudah bicara pada Bony. Memberinya pengertian,
memberinya perhatian. Apa lagi?”
“bagaimana dengan aku? Apa
kau sudah melupakanku? Apa pekerjaan itu membuat kau melupakan segalanya? Atau
kau sudah tidak mencintaiku?”
“ah, kau memang selalu
berfikiran buruk tentang aku”
“aku seperti itu karena
aku mencintaimu, Robert. Dulu, kau pulang seminggu sekali. Lalu jadi sebulan
sekali dan sekarang, apa kau akan pulang setahun sekali? Aku...” Monic
menangis.
Robert mendekati Monic,
emosinya pun hilang. Ia menatap Monic dan mengelusnya, “maafkan aku” Robert
memeluk Monic, “jangan menangis, sayang”
Monic memeluk Robert erat,
ia sangat merindukan suaminya yang sudah lama tidak ia temui.
Malamnya,
Robert yang berbaring
disamping Monic, tersenyum. Ia merangkul Monic, “kemarilah sayang”
Monic memeluk Robert.
“aku senang, semuanya
sudah selesai”
“aku juga senang, Bony
terlihat bahagia karena kau ada di rumah”
“yap, dan istriku juga
tidak cemberut lagi sekarang”
“kamu itu ngomong apa
sih?” Monic tersenyum sambil menatap Robert.
“besok pagi, aku akan
kembali ke D.C.”
“apa?” Monic melepas
pelukannya.
“hey, kenapa expresimu
jadi begitu?”
“kau baru saja pulang”
“tuh kan, cemberut lagi”
“kau tidak rindu padaku?”
“sayang, aku...”
“sudahlah” Monic bangun.
“hey, aku bekerja untuk
kita”
“oh, benarkah?”
“hey, kau fikir, hidup tidak memerlukan uang? Aku bekerja
keras, aku selalu sibuk di kantor. Itu semua demi kalian, keluargaku”
“dan kau melupakan hal terpenting” Monic menatap Robert,
“berkumpul bersama keluargamu” ia keluar dari kamar.
“Monic?” Robert pun diam, ya Tuhan... apa yang harus aku lakukan?
Besoknya,
Robert mendekati Bony yang
sedang bermain puzzle di ruang keluarga.
“hey sayang”
“ayah” Bony tersenyum.
“kamu gak bosen?”
“besok kan aku sekolah
lagi”
“bagus”
“ayah kok udah rapi? Mau
kemana?”
“ayah mau pergi, sayang.
Soalnya pekerjaan ayah banyak sekali”
“apa ayah gak bosen?”
“tentu tidak, itu
pekerjaan ayah. Nanti juga, kau akan mengalaminya”
“kalau aku gede, aku gak
mau kerja kaya ayah”
“kenapa?” Robert kaget.
“soalnya gak ada waktu
untuk bersama ibu, ayah juga pulangnya jarang. Aku pingin terus ada disamping keluargaku,
agar anakku tidak sedih nantinya”
Robert terdiam, anak kecil
seperti Bony bicara begitu. Kenapa? Apa itu perasaannya? Atau Bony hanya asal
bicara?
“ayah?”
“iya sayang” Robert
mengelus Bony, “apa kau sedih karena ayah jarang ada untukmu?”
Bony mengangguk, “ayah gak
marah kan?”
“tentu tidak” Robert
tersenyum, “ayah minta maaf tidak pernah ada untukmu saat kau membutuhkan ayah”
Bony memeluk Robert,
“jangan pergi, ayah”
Robert hanya diam.
Monic melihat itu, ia ikut
sedih. Monic pun menyimpan tas Robert, “aku sudah menyiapkan barangmu”
Robert tersenyum dan
mendekati Monic, “aku akan pulang bulan depan, aku tidak mau mengecewakan tuan
Chan”
“aku tau, kau lebih
memilih mengecewakan keluargamu dari pada kolegamu”
“hey, sudahlah. Jangan
bicarakan itu lagi”
Saat akan pergi,
Robert melihat expresi keluarganya yang begitu sedih, ia
merasa sakit melihat itu.
Monic dan Bony, mereka
begitu berharga. Namun Robert harus mengaorbankan semuanya demi pekerjaannya.
Maafkan
aku... Robert masuk ke mobil dan menyalakan mesinnya.
Monic pun mengajak Bony
masuk ke rumah.
***
Di perusahaan,
Robert sedang sibuk di
ruangannya seperti biasa, tak terasa 2 mingggu sudah berlalu dan hari-harinya
masih sama.
Telpon berdering.
“hallo?” Robert
mengangkatnya.
“tuan Robert, ini saya,
Jerry”
“bagaimana Jerry? Ada
kabar baik dari tuan Chan?”
“maaf tuan, tuan Chan
membatalkan kerjasamanya”
“apa?” Robert kaget.
“kita rugi 40% dari saham”
Robert terdiam, ia
terpukul mendengar itu. Robert menahan kesedihannya, “bisakah kau menelpon lagi
nanti?” ia menutup telponya.
Air mata Robert menetes,
hal yang sudah ia perjuangkan selama ini terhenti begitu saja dan gagal total.
Padahal ia sudah mengorbankan segalanya demi ini.
Malam itu,
Di apartemen, Robert
berbaring di kamarnya. Air matanya menetes, ia mengingat semua yang telah
terjadi.
Bony yang tidak ingin
meneruskan perusahaannya, Monic yang sedih karena Robert jarang pulang.
“bagimu, pekerjaan adalah yang utama kan?” Monic
menatap Robert.
“apa maksudmu? Kau fikir, aku pulang demi siapa?”
“setiap kau pulang, semuanya sama saja. Kau hanya sibuk
di ruang kerja, tak pernah menemani Bony, tak pernah bicara denganku. Kau
selalu membawa duniamu kemari”
“ah, kau selalu bicara begitu”
“ini kenyataan”
“harusnya kau bisa mengerti, aku bekerja untuk siapa”
“oh, untuk siapa?”
Robert menahan emosinya.
“kau hanya memikirkan uang, semua tau siapa Robert.
Seorang pengusaha sukses blah... blah... blah...”
“ya, itu aku”
“kau bangga dengan itu? Bagaimana dengan keluargamu?”
“aku tidak mau bicara lagi” Robert pergi.
Maafkan
aku Monic... Robert begitu menyesal.
***
Siang itu,
Robert datang ke rumah, ia
masuk dan hanya diam melihat Monic yang sedang membersihkan rumah.
Monic menoleh dan kaget,
ia melihat Robert yang berantakan sedang menunduk dengan sedih.
Monic mendekati Robert,
“sayang?”
Robert menatap Monic dan
air matanya menetes.
Monic memeluk Robert,
“Robert...”
Robert pun menangis di
pelukan Monic.
“tidak apa-apa, sayang.
Menangislah” Monic mengelus Robert dengan khawatir.
“aku salah, maafkan aku”
“sudahlah sayang, kau
harus tenang”
“aku janji padamu, aku
tidak akan seperti itu lagi. Aku akan pulang seminggu sekali. Jika perlu, aku
akan pulang setiap ada waktu luang agar...”
“sudah sayang, sudah.
Tenangkan dirimu”
“Monic” Robert kembali
menangis.
“aku senang kau pulang,
tapi aku tidak mau melihat suamiku bersedih”
“aku...”
“kau sedikit pucak” Monic
memapah Robert ke kamar.
Siangnya,
Bony yang baru datang,
melihat Robert yang berbaring di kamar. Ia masuk dan melihat ibunya sedang
mengompres kening ayahnya.
“ibu, ayah kenapa?” Bony
mendekati ibunya.
“ayahmu sedikit deman”
Bony yang khawatir, naik
ke kasur dan memeluk Robert. Air matanya menetes, “badan ayah panas sekali”
“kau tenang saja, ayahmu
hanya butuh istirahat” Monic mengelus Bony, “jangan menangis, sayang”
Robert membuka matanya dan
tersenyum melihat Bony, “anak ayah sudah pulang?” ia mengelus Bony dan menatap
Monic.
Monic tersenyum dan
mengelus Robert.
Besoknya,
Robert yang ada di dalam
mobil, menyalakan mesin. Ia tersenyum melihat Monic dan Bony masuk ke mobil.
“kalian sudah siap?”
“siap” Bony begitu
bersemangat untuk pergi bersama keluarganya.
“sayang, kau yakin? Kau
baru sembuh” Monic khawatir.
“ayolah, panasku sudah
turun dan aku tidak mau menyia-nyiakan waktu bersama kalian”
Mereka pun pergi ke taman
hiburan.
Disana, Robert melihat
keluarganya begitu bahagia. Bony yang gembira dengan semua permainan, Monic
yang terus memeluk Robert selama mereka berjalan.
Robert sadar, harusnya ia
tidak pernah menyia-nyiakan hal ini. Ia pun berjanji pada dirinya untuk bisa meluangkan
waktu lebih banyak bersama keluarganya.
Sore itu,
“ah, aku lelah sekali”
Robert duduk di sofa rumahnya.
“kau lelah, tuan” Monic
mendekat sambil membawakan teh hangat untuk Robert.
“oh, terima kasih nyonya
Downey. Kemarilah, biar aku cium”
Monic tersenyum dan duduk
disamping Robert, Robert pun menciumnya.
Bony membawa undangan dan
mendekati Robert.
“apa ini, nak?” Robert
menatap undangan itu.
“minggu depan adalah hari
ayah, jadi TK-ku mengundang semua ayah dari murid-muridnya. Ayah bisa datang
kan?”
“ayah...” Robert berfikir,
tapi ia melihat expresi Bony yang sedih dan Monic yang terlihat takut
mengecewakan Bony. Robert menatap anaknya, “tentu sayang, ayah akan datang”
“asyik, terima kasih,
ayah”
Robert tersenyum, “sini,
peluk ayah”
Bony memeluk Robert dengan
bahagia, “ayah janji ya”
“iya, ayo cium ayah”
Bony mencium pipi Robert.
“anak pintar”
Setelah Bony pergi,
“kau tidak akan
mengecewakannya kan?” Monic menatap Robert dengan khawatir.
“aku...” Robert menunduk
dan kembali menatap Monic, “aku akan lakukan apapun untuk keluargaku, karena
kalian adalah yang terpenting dalam hidup”
Monic tersenyum dan
memeluk Robert, “semoga ucapanmu benar”
“kita lihat saja nanti”
Pagi itu,
Robert sudah bersiap untuk
kembali ke D.C.
“ayah” Bony sedih.
“hey, kenapa wajahmu jadi
seperti itu?” Robert menatap Bony.
“ayah akan segera kembali
kan?”
“iya sayang, ayah janji.
Ayah akan segera kembali dan datang ke TK”
Bony tersenyum dan memeluk
Robert.
Monic sedih melihat itu,
memang sulit jika kantor Robert di luar kota. Mereka pasti akan sulit untuk
selalu bersama, tapi Monic percaya dengan janji Robert.
Robert tersenyum dan
mengelus Bony, “do’akan ayah ya” ia pun menatap Monic, “bagaimana dengan ciuman
penyemangatnya?”
Monic tersenyum.
Robert memeluk Monic, “aku
akan segera kembali, aku janji”
“aku sangat mengaharapkan
itu”
Robert menatap Monic dan
menciumnya, “aku pergi dulu ya”
Mereka pun mengantar
Robert sampai ke depan rumah.
Robert tersenyum dan masuk
ke mobil, ia mulai menyalakan mesin mobil dan pergi.
Setelah mobil Robert tak
terlihat, Monic pun mengajak Bony masuk ke dalam rumah.
Beberapa hari kemudian,
Seperti biasa, Robert
bekerja dengan giat di perusahaannya.
Telpon berdering dan
Robert mengangkatnya.
“hallo?”
“tuan Downey?”
“ya, ada apa?”
“saya Alex, saya ingin memberitaukan
jika tuan Vincent ingin bekerjasama dengan perusahaan anda”
Robert tersenyum, ia
senang mendengar itu.
“tuan mengundang anda
untuk datang lusa nanti ke perusahaan”
“eh..” Robert terdiam, itu
adalah hari ayah dan ia sudah berjanji untuk datang ke sekolah Bony.
“tuan?”
“maafkan aku, aku tidak
bisa” Robert menutup telponnya, ia menyandarkan kepalanya ke kursi. Aku baru saja menyia-nyiakan uang jutaan
dollar, ia pun diam.
***
Hari ayah pun tiba,
Bony bersiap untuk sekolah
dengan kecewa, “kenapa ayah bohong?”
“sudahlah sayang, mungkin
ayahmu sibuk. Biar ibu saja yang datang ke sekolahmu”
“tapi ini kan hari ayah,
bukan hari ibu” Bony kesal.
“Bony” Monic memeluk Bony,
“kamu harus sabar, sayang”
“tapi ayah udah janji sama
aku”
“ibu tau, tapi kau tau sendiri
kan?”
“pekerjaan ayah memang
membosankan” Bony berlari keluar dari rumah.
“Bony?” Monic khawatir, ia
pun mengingat Robert. Sudah ku bilang
untuk tidak mengecewakannya, Robert. Tapi kau tetap saja begitu.
Di sekolah,
Milda tersenyum, “aku tau
ayahmu tidak akan datang, aku sudah bilang kan? Dia itu tidak menyayangimu”
“ayahku sayang padaku”
“terus, kenapa dia gak
datang?”
Tapi sebuah mobil berhenti
di depan sekolah Bony dan semua orang tua murid menatap mobil itu.
Robert turun dari mobil
sambil tersenyum, “maaf, aku terlambat”
“ayah” Bony senang dan
berlari ke arah Robert.
Robert tersenyum dan
menggendong Bony, “anak ayah”
Dan hari itu menjadi hari
yang membahagiakan untuk Bony.
Di rumah,
Monic sedang menyiapkan
makan siang, lalu ia mendengar suara klakson mobil di depan rumah. Monic pun
berjalan ke luar.
Disana, Robert keluar dari
mobil bersama Bony.
Monic tersenyum melihat
itu, ia bersyukur karena Robert tidak mengingkari janjinya pada Bony.
Mereka masuk.
“selamat datang, tuan
Downey”
“selamat siang, nyonya
Downey” Robert menatap Monic dan menciumnya, “hey, sepertinya ada bau masakan
yang enak di dalam”
“kau datang tepat waktu
untuk makan siang”
“begitu kan?”
“yap”
Bony tersenyum melihat
kedua orang tuanya yang harmonis, ia senang sang ayah benar-benar sudah berubah
dan memiliki waktu untuk mereka.
Malamnya,
Robert sedang duduk di
ruang keluarga, ia masih memikirkan tentang kerjasama yang ia tolak
mentah-mentah.
Monic duduk disamping
Robert, “kau kenapa?”
“aku tidak apa-apa, mana
Bony?”
“dia sudah tidur” Monic
mengelus Robert, “aku tau kau menyembunyikan sesuatu dariku, apa yang tidak kau
katakan padaku?”
“aku telah menolak
kerjasamamu dengan perusahaan yang... ah, sudahlah. Aku masih bisa mencari
jutaan dollar dari kerjasama lain”
“aku sangat menghargai
pengorbananmu untuk kami, aku...” Monic memeluk Robert, “aku mencintaimu”
“sayang” Robert mencium
kening Monic, “jangan fikirkan masalah tadi ya, aku baik-baik saja”
“tapi aku sedih jika
melihatmu seperti ini”
Robert tersenyum dan
mengelus Monic, “lebih baik, kita tidur”
Malam itu,
Robert masih memikirkan
pekerjaannya, Tuhan... apa yang harus aku
lakukan? Mana mungkin aku bilang pada Monic jika perusahaanku terancam
bangkrut.
Robert melihat Monic yang
tidur nyenyak sambil memeluknya, ia mengelus Monic.
Pagi itu,
HP Robert berdering,
Robert pun bangun dan mengambil HP-nya.
“hallo?”
“tuan Robert?”
“iya?”
“ini aku, Vincent”
“ah, tuan Vincent. Maafkan
saya..”
“aku ingin tau kenapa kau
tidak mau bekerja sama dengan perusahaanku. Kau sombong sekali, hah?”
“maafkan aku, tuan. Tapi
kemarin adalah hari ayah dan aku... aku harus datang ke sekolah anakku”
“kau lebih memilih datang
ke sekolah anakmu dari pada proyek besar ini? Bukankah kau terancam bangkrut?”
“maaf, tuan. Tapi aku
sudah berjanji pada anakku”
“aku suka itu”
“maaf?”
“aku suka jika kau seorang
family-man, aku rasa, aku akan memberimu kesempatan untuk proyek ini”
“benarkah?”
“apa aku terdengar
bercanda?”
“terima kasih, tuan.
Terima kasih banyak” Robert sangat senang.
Di ruang makan,
Bony sudah duduk untuk
sarapan dan Monic pun selesai menyiapkan masakannya.
Robert datang dan
tersenyum, “selamat pagi”
“pagi sayang” Monic
mendekat.
Mereka berciuman.
Robert mengelus Bony dan
duduk, “wah, ada sandwich. Aku berharap, ini sandwich tuna”
“oh, harapanmu terkabulkan,
tuan. Ini memang sandwich tuna” Monic duduk.
Mereka pun makan bersama.
Monic senang melihat
Robert yang kembali bahagia, karena jika Robert sedih, Monic selalu khawatir.
“besok, aku akan kembali
ke D.C.”
“aku mengerti, kau akan
pulang bulan depan kan?”
“salah, minggu depan”
Bony tersenyum, “benarkah,
ayah?”
“yap, ayah janji padamu
untuk pergi ke comic-con kan?”
“asyik, aku mau ketemu
iron man”
“apa ini benar, tuan?”
Monic menatap Robert.
“jika diperdebatkan, aku
ingin ke Paris saja” Robert menatap Monic.
Monic tersenyum karena
dulu, mereka honeymoon disana.
“ayah, aku mau ke comic
con” Bony menatap Robert.
“kemana pun ayah siap”
Besoknya,
Robert sudah bersiap untuk
pergi, Bony dan Monic pun tersenyum padanya.
Robert senang, jika mereka
tersenyum bahagia melepasnya pergi. Robert bersyukur, semuanya menjadi lebih
baik. Dan Vincent, ia tidak akan mengecewakannya.
Aku
pasti akan kembali ke rumah, segera...
Robert pun pergi.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya
kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar