Minggu, 27 September 2015

I want to go Home



Author : Sherly Holmes
Genre : Family, Drama
Cerita ini hanya fiktif belaka dan hanya untuk hiburan semata.
___
Di sebuah perusahaan,
Seorang pria yang sibuk di ruangannya, mendapat telpon.
“apa? Bony di skor?” pria itu kaget.
“iya, Bony di skor 3 hari karena berkelahi”
Pria itu menutup telponnya, Bony Bony, kamu kenapa nak?
“selamat siang, tuan” seorang sekretaris masuk.
“siang, ada apa?”
Seorang pria masuk, “tuan Robert”
“tuan Chan” Robert tersenyum.
Mereka berjabat tangan dan sekretaris meninggalkan mereka.
“jadi, bagaimana?”
“a..aku” Robert diam.
“ada apa, tuan?”
“aku harus pulang, ada sedikit masalah di rumah”
“ah, aku mengerti. Kau ingin menunda proyek kita kan?”
“maafkan aku, tuan Chan”
***
Pagi itu,
Robert berangkat ke bandara dan mengambil penerbangan pertama.
Di pesawat, Robert melamun. Ia memikirkan anaknya yang di skor, kenapa Bony? Kau baru masuk TK dan sudah membuat masalah, mau jadi apa kau nanti?
Robert pun resah, ia juga memikirkan pekerjaannya yang begitu banyak. Juga koleganya yang agak kecewa karena kepergiannya, bekerjasama dengan tuan Chan adalah keinginan Robert sejak dulu.
Sesampainya di rumah,
Robert turun dari mobil dan mendekati pintu, ia mulai mengetuk.
Seorang perempuan membuka pintu dan terdiam menatap Robert.
“selamat sore” Robert menatap istrinya.
“selamat datang, tuan” perempuan itu tersenyum.
“Monica, ada apa?”
“ada apa?” Monic menatap Robert, “anakmu di skor dan kau masih bertanya ada apa?”
“kenapa kau marah padaku? Anak kita diskor dan kau marah-marah padaku?”
“menurutmu?”
“oh, aku mengerti maksudmu. Kau mau bilang, jika anak kita di skor gara-gara aku? Dengar Monic, yang salah itu kau. Kau kurang memperhatikannya”
“oh, begitu? Aku kurang memperhatikannya, begitu?” Monic kesal, “sekarang aku tanya, siapa yang selalu ada di rumah dan siapa yang jarang ada di rumah?”
“oh, aku tidak suka ini. Lebih baik aku pergi saja” Robert berbalik dan berjalan ke mobil.
“aku bicara yang sebenarnya, Robert. Bony seperti ini karena dia butuh perhatianmu”
Robert kembali berbalik dan menatap Monic, “jadi kau ingin apa?” ia bernada tinggi.
“temui dia, beri dia pengertian” Monic menatap Robert dengan sedih.
Robert diam, ia sadar yang mereka lakukan tadi adalah salah.
“aku mohon, Robert”
“aku akan bicara padanya” Robert pun berjalan masuk ke rumah.
Di rumah,
Robert masuk ke kamar Bony, ia melihat anak perempuannya itu sedang menyisir rambut boneka barbie.
“ayah” Bony senang, ia turun dari kasur dan berlari ke arah Robert.
“jangan peluk aku”
Bony berhenti dan terdiam, ia menatap ayahnya dengan sedih.
“apa yang kau lakukan sehingga kau di skor dari TK?”
“ayah, aku...”
“tidak usah membela diri. Kau fikir, berkelahi itu bagus? Mau jadi apa kau? Preman?”
“ayah” air mata Bony menetes.
“Bonita, ayah tidak mau hal ini terulang lagi. Kau ini adalah calon CEO, kau penerus ayah. Jadi, jangan macam-macam”
“tapi ayah”
“diam, dengarkan ayah jika ayah sedang bicara” Robert membentak Bony.
Bony menangis, “ayah jahat” ia berlari ke luar kamar.
“Bony?!” Robert semakin kesal.
Monic masuk ke kamar Bony, “kenapa kau marah padanya?” ia menatap Robert.
“jadi aku salah lagi?” Robert menatap Monic, “dia itu harus diberitau”
“Bony berkelahi karena temannya bilang, kau tidak sayang padanya”
Robert terdiam.
“apa kau belum mengerti juga? Dia butuh perhatian ayahnya, Robert. Setiap malam, Bony bertanya padaku. Apa ayahnya merindukannya? Kenapa ayahnya jarang menelpon?”
Robert menunduk.
“aku harap, kau mau bicara dengan baik padanya” Monic meninggalkan Robert.
Robert keluar dari kamar Bony dan melihat Bony sedang duduk di ruang piano, ia pun mendekat.
Bony hanya menunduk.
Robert duduk disamping Bony, “ayah minta maaf”
Bony menatap Robert, “apa ayah sayang padaku?”
“tentu nak, ayah sayang padamu. Kau anak ayah satu-satunya”
“tapi Milda bilang, ayah tidak menyayangiku”
“kenapa dia bicara begitu?”
“karena ayah tidak pernah datang ke sekolah”
“jangan pernah dengarkan dia, ayah sayang padamu meski kita jarang bertemu”
Mereka berpelukan.
“maafkan aku, ayah. Aku membuat ayah kesal”
“tidak apa-apa, nak. Ayah senang jika kau percaya pada ayah”
Malamnya,
Setelah mengerjakan tugas kantornya, Robert mengganti baju di kamar. Ia merasa lelah karena belum beristirahat sejak tiba di rumah, Robert mulai berbaring dan menutup matanya.
Monic masuk dan melihat Robert yang sudah tidur, ia sedih. Monic duduk dan menatap suaminya, Ya Tuhan... kenapa aku merasa dia begitu jauh? Padahal Robert ada di depan mataku sekarang, ada apa ini?
Monic pun mulai berbaring disamping Robert, ia mengelus suaminya yang sudah tertidur pulas.
Pagi itu,
Sinar matahari mulai masuk ke kamar dan menerangi ruangan.
“emh...” Robert yang sedang tidur pun mulai membuka matanya, ia bangun dan keluar dari kamar.
Robert berjalan ke ruang makan, ia melihat anak dan istrinya disana.
“ayah” Bony tersenyum.
“hey sayang, selamat pagi” Robert duduk, tapi ia melihat Monic yang tidak bahagia. Robert pun mengambil sarapannya dan makan, “sudah lama aku tidak memakan masakan rumah”
Monic menunduk.
Robert menatap Monic, “kau kenapa?”
“tidak, aku tidak apa-apa”
“Monic, aku...”
“bagaimana jika kita bicarakan itu nanti?”
“ok” Robert kembali makan.
Siangnya,
Robert bicara dengan Monic di dapur, mereka mulai bertengkar.
“jadi, apa yang kau inginkan? Aku sudah pulang, aku sudah bicara pada Bony. Memberinya pengertian, memberinya perhatian. Apa lagi?”
“bagaimana dengan aku? Apa kau sudah melupakanku? Apa pekerjaan itu membuat kau melupakan segalanya? Atau kau sudah tidak mencintaiku?”
“ah, kau memang selalu berfikiran buruk tentang aku”
“aku seperti itu karena aku mencintaimu, Robert. Dulu, kau pulang seminggu sekali. Lalu jadi sebulan sekali dan sekarang, apa kau akan pulang setahun sekali? Aku...” Monic menangis.
Robert mendekati Monic, emosinya pun hilang. Ia menatap Monic dan mengelusnya, “maafkan aku” Robert memeluk Monic, “jangan menangis, sayang”
Monic memeluk Robert erat, ia sangat merindukan suaminya yang sudah lama tidak ia temui.
Malamnya,
Robert yang berbaring disamping Monic, tersenyum. Ia merangkul Monic, “kemarilah sayang”
Monic memeluk Robert.
“aku senang, semuanya sudah selesai”
“aku juga senang, Bony terlihat bahagia karena kau ada di rumah”
“yap, dan istriku juga tidak cemberut lagi sekarang”
“kamu itu ngomong apa sih?” Monic tersenyum sambil menatap Robert.
“besok pagi, aku akan kembali ke D.C.”
“apa?” Monic melepas pelukannya.
“hey, kenapa expresimu jadi begitu?”
“kau baru saja pulang”
“tuh kan, cemberut lagi”
“kau tidak rindu padaku?”
“sayang, aku...”
“sudahlah” Monic bangun.
“hey, aku bekerja untuk kita”
“oh, benarkah?”
“hey, kau fikir, hidup tidak memerlukan uang? Aku bekerja keras, aku selalu sibuk di kantor. Itu semua demi kalian, keluargaku”
“dan kau melupakan hal terpenting” Monic menatap Robert, “berkumpul bersama keluargamu” ia keluar dari kamar.
“Monic?” Robert pun diam, ya Tuhan... apa yang harus aku lakukan?
Besoknya,
Robert mendekati Bony yang sedang bermain puzzle di ruang keluarga.
“hey sayang”
“ayah” Bony tersenyum.
“kamu gak bosen?”
“besok kan aku sekolah lagi”
“bagus”
“ayah kok udah rapi? Mau kemana?”
“ayah mau pergi, sayang. Soalnya pekerjaan ayah banyak sekali”
“apa ayah gak bosen?”
“tentu tidak, itu pekerjaan ayah. Nanti juga, kau akan mengalaminya”
“kalau aku gede, aku gak mau kerja kaya ayah”
“kenapa?” Robert kaget.
“soalnya gak ada waktu untuk bersama ibu, ayah juga pulangnya jarang. Aku pingin terus ada disamping keluargaku, agar anakku tidak sedih nantinya”
Robert terdiam, anak kecil seperti Bony bicara begitu. Kenapa? Apa itu perasaannya? Atau Bony hanya asal bicara?
“ayah?”
“iya sayang” Robert mengelus Bony, “apa kau sedih karena ayah jarang ada untukmu?”
Bony mengangguk, “ayah gak marah kan?”
“tentu tidak” Robert tersenyum, “ayah minta maaf tidak pernah ada untukmu saat kau membutuhkan ayah”
Bony memeluk Robert, “jangan pergi, ayah”
Robert hanya diam.
Monic melihat itu, ia ikut sedih. Monic pun menyimpan tas Robert, “aku sudah menyiapkan barangmu”
Robert tersenyum dan mendekati Monic, “aku akan pulang bulan depan, aku tidak mau mengecewakan tuan Chan”
“aku tau, kau lebih memilih mengecewakan keluargamu dari pada kolegamu”
“hey, sudahlah. Jangan bicarakan itu lagi”
Saat akan pergi,
Robert melihat expresi keluarganya yang begitu sedih, ia merasa sakit melihat itu.
Monic dan Bony, mereka begitu berharga. Namun Robert harus mengaorbankan semuanya demi pekerjaannya.
Maafkan aku... Robert masuk ke mobil dan menyalakan mesinnya.
Monic pun mengajak Bony masuk ke rumah.
***
Di perusahaan,
Robert sedang sibuk di ruangannya seperti biasa, tak terasa 2 mingggu sudah berlalu dan hari-harinya masih sama.
Telpon berdering.
“hallo?” Robert mengangkatnya.
“tuan Robert, ini saya, Jerry”
“bagaimana Jerry? Ada kabar baik dari tuan Chan?”
“maaf tuan, tuan Chan membatalkan kerjasamanya”
“apa?” Robert kaget.
“kita rugi 40% dari saham”
Robert terdiam, ia terpukul mendengar itu. Robert menahan kesedihannya, “bisakah kau menelpon lagi nanti?” ia menutup telponya.
Air mata Robert menetes, hal yang sudah ia perjuangkan selama ini terhenti begitu saja dan gagal total. Padahal ia sudah mengorbankan segalanya demi ini.
Malam itu,
Di apartemen, Robert berbaring di kamarnya. Air matanya menetes, ia mengingat semua yang telah terjadi.
Bony yang tidak ingin meneruskan perusahaannya, Monic yang sedih karena Robert jarang pulang.
“bagimu, pekerjaan adalah yang utama kan?” Monic menatap Robert.
“apa maksudmu? Kau fikir, aku pulang demi siapa?”
“setiap kau pulang, semuanya sama saja. Kau hanya sibuk di ruang kerja, tak pernah menemani Bony, tak pernah bicara denganku. Kau selalu membawa duniamu kemari”
“ah, kau selalu bicara begitu”
“ini kenyataan”
“harusnya kau bisa mengerti, aku bekerja untuk siapa”
“oh, untuk siapa?”
Robert menahan emosinya.
“kau hanya memikirkan uang, semua tau siapa Robert. Seorang pengusaha sukses blah... blah... blah...”
“ya, itu aku”
“kau bangga dengan itu? Bagaimana dengan keluargamu?”
“aku tidak mau bicara lagi” Robert pergi.
Maafkan aku Monic... Robert begitu menyesal.
***
Siang itu,
Robert datang ke rumah, ia masuk dan hanya diam melihat Monic yang sedang membersihkan rumah.
Monic menoleh dan kaget, ia melihat Robert yang berantakan sedang menunduk dengan sedih.
Monic mendekati Robert, “sayang?”
Robert menatap Monic dan air matanya menetes.
Monic memeluk Robert, “Robert...”
Robert pun menangis di pelukan Monic.
“tidak apa-apa, sayang. Menangislah” Monic mengelus Robert dengan khawatir.
“aku salah, maafkan aku”
“sudahlah sayang, kau harus tenang”
“aku janji padamu, aku tidak akan seperti itu lagi. Aku akan pulang seminggu sekali. Jika perlu, aku akan pulang setiap ada waktu luang agar...”
“sudah sayang, sudah. Tenangkan dirimu”
“Monic” Robert kembali menangis.
“aku senang kau pulang, tapi aku tidak mau melihat suamiku bersedih”
“aku...”
“kau sedikit pucak” Monic memapah Robert ke kamar.
Siangnya,
Bony yang baru datang, melihat Robert yang berbaring di kamar. Ia masuk dan melihat ibunya sedang mengompres kening ayahnya.
“ibu, ayah kenapa?” Bony mendekati ibunya.
“ayahmu sedikit deman”
Bony yang khawatir, naik ke kasur dan memeluk Robert. Air matanya menetes, “badan ayah panas sekali”
“kau tenang saja, ayahmu hanya butuh istirahat” Monic mengelus Bony, “jangan menangis, sayang”
Robert membuka matanya dan tersenyum melihat Bony, “anak ayah sudah pulang?” ia mengelus Bony dan menatap Monic.
Monic tersenyum dan mengelus Robert.
Besoknya,
Robert yang ada di dalam mobil, menyalakan mesin. Ia tersenyum melihat Monic dan Bony masuk ke mobil.
“kalian sudah siap?”
“siap” Bony begitu bersemangat untuk pergi bersama keluarganya.
“sayang, kau yakin? Kau baru sembuh” Monic khawatir.
“ayolah, panasku sudah turun dan aku tidak mau menyia-nyiakan waktu bersama kalian”
Mereka pun pergi ke taman hiburan.
Disana, Robert melihat keluarganya begitu bahagia. Bony yang gembira dengan semua permainan, Monic yang terus memeluk Robert selama mereka berjalan.
Robert sadar, harusnya ia tidak pernah menyia-nyiakan hal ini. Ia pun berjanji pada dirinya untuk bisa meluangkan waktu lebih banyak bersama keluarganya.
Sore itu,
“ah, aku lelah sekali” Robert duduk di sofa rumahnya.
“kau lelah, tuan” Monic mendekat sambil membawakan teh hangat untuk Robert.
“oh, terima kasih nyonya Downey. Kemarilah, biar aku cium”
Monic tersenyum dan duduk disamping Robert, Robert pun menciumnya.
Bony membawa undangan dan mendekati Robert.
“apa ini, nak?” Robert menatap undangan itu.
“minggu depan adalah hari ayah, jadi TK-ku mengundang semua ayah dari murid-muridnya. Ayah bisa datang kan?”
“ayah...” Robert berfikir, tapi ia melihat expresi Bony yang sedih dan Monic yang terlihat takut mengecewakan Bony. Robert menatap anaknya, “tentu sayang, ayah akan datang”
“asyik, terima kasih, ayah”
Robert tersenyum, “sini, peluk ayah”
Bony memeluk Robert dengan bahagia, “ayah janji ya”
“iya, ayo cium ayah”
Bony mencium pipi Robert.
“anak pintar”
Setelah Bony pergi,
“kau tidak akan mengecewakannya kan?” Monic menatap Robert dengan khawatir.
“aku...” Robert menunduk dan kembali menatap Monic, “aku akan lakukan apapun untuk keluargaku, karena kalian adalah yang terpenting dalam hidup”
Monic tersenyum dan memeluk Robert, “semoga ucapanmu benar”
“kita lihat saja nanti”
Pagi itu,
Robert sudah bersiap untuk kembali ke D.C.
“ayah” Bony sedih.
“hey, kenapa wajahmu jadi seperti itu?” Robert menatap Bony.
“ayah akan segera kembali kan?”
“iya sayang, ayah janji. Ayah akan segera kembali dan datang ke TK”
Bony tersenyum dan memeluk Robert.
Monic sedih melihat itu, memang sulit jika kantor Robert di luar kota. Mereka pasti akan sulit untuk selalu bersama, tapi Monic percaya dengan janji Robert.
Robert tersenyum dan mengelus Bony, “do’akan ayah ya” ia pun menatap Monic, “bagaimana dengan ciuman penyemangatnya?”
Monic tersenyum.
Robert memeluk Monic, “aku akan segera kembali, aku janji”
“aku sangat mengaharapkan itu”
Robert menatap Monic dan menciumnya, “aku pergi dulu ya”
Mereka pun mengantar Robert sampai ke depan rumah.
Robert tersenyum dan masuk ke mobil, ia mulai menyalakan mesin mobil dan pergi.
Setelah mobil Robert tak terlihat, Monic pun mengajak Bony masuk ke dalam rumah.
Beberapa hari kemudian,
Seperti biasa, Robert bekerja dengan giat di perusahaannya.
Telpon berdering dan Robert mengangkatnya.
“hallo?”
“tuan Downey?”
“ya, ada apa?”
“saya Alex, saya ingin memberitaukan jika tuan Vincent ingin bekerjasama dengan perusahaan anda”
Robert tersenyum, ia senang mendengar itu.
“tuan mengundang anda untuk datang lusa nanti ke perusahaan”
“eh..” Robert terdiam, itu adalah hari ayah dan ia sudah berjanji untuk datang ke sekolah Bony.
“tuan?”
“maafkan aku, aku tidak bisa” Robert menutup telponnya, ia menyandarkan kepalanya ke kursi. Aku baru saja menyia-nyiakan uang jutaan dollar, ia pun diam.
***
Hari ayah pun tiba,
Bony bersiap untuk sekolah dengan kecewa, “kenapa ayah bohong?”
“sudahlah sayang, mungkin ayahmu sibuk. Biar ibu saja yang datang ke sekolahmu”
“tapi ini kan hari ayah, bukan hari ibu” Bony kesal.
“Bony” Monic memeluk Bony, “kamu harus sabar, sayang”
“tapi ayah udah janji sama aku”
“ibu tau, tapi kau tau sendiri kan?”
“pekerjaan ayah memang membosankan” Bony berlari keluar dari rumah.
“Bony?” Monic khawatir, ia pun mengingat Robert. Sudah ku bilang untuk tidak mengecewakannya, Robert. Tapi kau tetap saja begitu.
Di sekolah,
Milda tersenyum, “aku tau ayahmu tidak akan datang, aku sudah bilang kan? Dia itu tidak menyayangimu”
“ayahku sayang padaku”
“terus, kenapa dia gak datang?”
Tapi sebuah mobil berhenti di depan sekolah Bony dan semua orang tua murid menatap mobil itu.
Robert turun dari mobil sambil tersenyum, “maaf, aku terlambat”
“ayah” Bony senang dan berlari ke arah Robert.
Robert tersenyum dan menggendong Bony, “anak ayah”
Dan hari itu menjadi hari yang membahagiakan untuk Bony.
Di rumah,
Monic sedang menyiapkan makan siang, lalu ia mendengar suara klakson mobil di depan rumah. Monic pun berjalan ke luar.
Disana, Robert keluar dari mobil bersama Bony.
Monic tersenyum melihat itu, ia bersyukur karena Robert tidak mengingkari janjinya pada Bony.
Mereka masuk.
“selamat datang, tuan Downey”
“selamat siang, nyonya Downey” Robert menatap Monic dan menciumnya, “hey, sepertinya ada bau masakan yang enak di dalam”
“kau datang tepat waktu untuk makan siang”
“begitu kan?”
“yap”
Bony tersenyum melihat kedua orang tuanya yang harmonis, ia senang sang ayah benar-benar sudah berubah dan memiliki waktu untuk mereka.
Malamnya,
Robert sedang duduk di ruang keluarga, ia masih memikirkan tentang kerjasama yang ia tolak mentah-mentah.
Monic duduk disamping Robert, “kau kenapa?”
“aku tidak apa-apa, mana Bony?”
“dia sudah tidur” Monic mengelus Robert, “aku tau kau menyembunyikan sesuatu dariku, apa yang tidak kau katakan padaku?”
“aku telah menolak kerjasamamu dengan perusahaan yang... ah, sudahlah. Aku masih bisa mencari jutaan dollar dari kerjasama lain”
“aku sangat menghargai pengorbananmu untuk kami, aku...” Monic memeluk Robert, “aku mencintaimu”
“sayang” Robert mencium kening Monic, “jangan fikirkan masalah tadi ya, aku baik-baik saja”
“tapi aku sedih jika melihatmu seperti ini”
Robert tersenyum dan mengelus Monic, “lebih baik, kita tidur”
Malam itu,
Robert masih memikirkan pekerjaannya, Tuhan... apa yang harus aku lakukan? Mana mungkin aku bilang pada Monic jika perusahaanku terancam bangkrut.
Robert melihat Monic yang tidur nyenyak sambil memeluknya, ia mengelus Monic.
Pagi itu,
HP Robert berdering, Robert pun bangun dan mengambil HP-nya.
“hallo?”
“tuan Robert?”
“iya?”
“ini aku, Vincent”
“ah, tuan Vincent. Maafkan saya..”
“aku ingin tau kenapa kau tidak mau bekerja sama dengan perusahaanku. Kau sombong sekali, hah?”
“maafkan aku, tuan. Tapi kemarin adalah hari ayah dan aku... aku harus datang ke sekolah anakku”
“kau lebih memilih datang ke sekolah anakmu dari pada proyek besar ini? Bukankah kau terancam bangkrut?”
“maaf, tuan. Tapi aku sudah berjanji pada anakku”
“aku suka itu”
“maaf?”
“aku suka jika kau seorang family-man, aku rasa, aku akan memberimu kesempatan untuk proyek ini”
“benarkah?”
“apa aku terdengar bercanda?”
“terima kasih, tuan. Terima kasih banyak” Robert sangat senang.
Di ruang makan,
Bony sudah duduk untuk sarapan dan Monic pun selesai menyiapkan masakannya.
Robert datang dan tersenyum, “selamat pagi”
“pagi sayang” Monic mendekat.
Mereka berciuman.
Robert mengelus Bony dan duduk, “wah, ada sandwich. Aku berharap, ini sandwich tuna”
“oh, harapanmu terkabulkan, tuan. Ini memang sandwich tuna” Monic duduk.
Mereka pun makan bersama.
Monic senang melihat Robert yang kembali bahagia, karena jika Robert sedih, Monic selalu khawatir.
“besok, aku akan kembali ke D.C.”
“aku mengerti, kau akan pulang bulan depan kan?”
“salah, minggu depan”
Bony tersenyum, “benarkah, ayah?”
“yap, ayah janji padamu untuk pergi ke comic-con kan?”
“asyik, aku mau ketemu iron man”
“apa ini benar, tuan?” Monic menatap Robert.
“jika diperdebatkan, aku ingin ke Paris saja” Robert menatap Monic.
Monic tersenyum karena dulu, mereka honeymoon disana.
“ayah, aku mau ke comic con” Bony menatap Robert.
“kemana pun ayah siap”
Besoknya,
Robert sudah bersiap untuk pergi, Bony dan Monic pun tersenyum padanya.
Robert senang, jika mereka tersenyum bahagia melepasnya pergi. Robert bersyukur, semuanya menjadi lebih baik. Dan Vincent, ia tidak akan mengecewakannya.
Aku pasti akan kembali ke rumah, segera...
Robert pun pergi.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang membangun sangat diharapkan! ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar