Author : Sherly Holmes
Genre : Drama, Family
Cerita ini hanya fiktif
belaka dan hanya untuk
hiburan semata.
Pagi itu,
Seorang pria paruh baya
sedang melamun sambil memandang ke luar jendela kamarnya, ia sedang memikirkan
sesuatu yang pernah menyakiti perasaannya.
Sebuah mobil pun terlihat
berhenti di depan rumahnya dan seorang perempuan turun bersama anak perempuan
dari mobil itu.
Pria itu menatap mereka
dan keluar dari kamar.
Di depan rumah,
“aku titip Marsha ya bu”
perempuan itu tersenyum pada ibunya.
“iya Penny, ibu akan
menjaga anakmu dengan baik”
“nenek” Marsha senang dan
memeluk neneknya, ini pertama kalinya mereka bertemu.
“terima kasih bu” Penny
tersenyum.
Pria paruh baya itu
mendekati mereka, “aku tidak sudi”
“Robert?” Sammantha kaget.
“diam Sam, aku ingin
mereka berdua pergi dari rumah ini”
“ayah” Penny menangis,
“maafkan aku”
“untuk apa kau minta maaf?
Aku bukan ayahmu kan?” Robert kesal dan emosinya semakin meningkat.
“sayang” Sammantha
mendekati Robert, “sudahlah, kamu harus tenang” ia mengelus dada Robert.
“aku tidak mau mereka
disini”
“tenang sayang, ayo kita
masuk” Sammantha mengajak Robert ke dalam.
Marsha yang bingung dan
takut, menatap ibunya, “ibu jangan menangis”
“iya sayang” Penny memeluk
Marsha, ia ingat...
Saat
itu,
Robert
marah pada Penny, “ayah sudah bilang berkali-kali padamu kan? Dia bukan pria
yang baik, tapi kau masih saja berhubungan dengan pria itu”
“tapi
aku mencintainya, ayah”
“cinta?
Tau apa kau tentang cinta?”
“ayah
jangan bilang begitu, aku sudah besar sekarang”
“oh,
begitu?” Robert menatap Penny, “baiklah, sekarang kau pilih. Kau menikah dengan
pria itu atau tinggal disini bersama ayah?”
“aku
akan pergi dari sini”
“bagus
kalau begitu, jangan anggap aku sebagai ayahmu lagi”
Penny menghapus air
matanya.
Sammantha keluar, “maafkan
ayahmu ya”
“tidak apa-apa bu, aku
mengerti”
“percayalah, walau
sikapnya begitu, dia sangat menyayangimu”
Pennny tersenyum,
“baiklah, ini tas Marsha. Maaf jika kami akan merepotkan”
“jangan bicara begitu, kau
itu anakku” Sammantha mengelus Marsha, “dan Marsha adalah cucuku”
“aku permisi bu” Penny pun
pergi.
Sore itu,
Robert duduk di dekat
perapian, “kenapa kau mengijinkan anak itu tinggal disini?”
“sayang, jangan begitu”
Sammantha mengelus pundak Robert dan duduk disampingnya, “hubungan Penny dan suaminya
sedang tidak baik, makanya Marsha dibawa kesini agar dia tidak sedih”
“jangan bohong, Penny akan
bercerai kan?”
Sammantha diam.
“aku tau, aku sudah
mendengar kabar itu. Lagi pula, sejak dulu aku sudah bilang padanya jika pria
itu tidak baik. Tapi Penny...”
“sudah, kau harus menjaga
emosimu. Ingat, tekanan darahmu”
“h...” Robert membuang
nafas dan menatap Sammantha.
Sammantha memeluk Robert,
“aku sayang padamu”
“ini akan menjadi hari
yang berat bagiku”
***
Malam itu,
Robert duduk di ruang
makan dan menunggu makan malam yang sedang dibuat oleh Sammantha.
Marsha datang dan duduk di
dekat Robert, “kakek” ia tersenyum.
Robert menatap Marsha
dengan dingin dan Marsha menunduk.
Robert pun memalingkan
wajahnya, “kapan orang tuamu akan menjemputmu?”
Marsha sedih, “kakek gak
suka ya, aku disini?”
Robert tersenyum dengan
sinis.
Sammantha datang dengan
makan malam yang ia taruh di meja makan, “ternyata kalian sudah menunggu, ya?”
“aku tiba-tiba kenyang
malam ini” Robert berdiri dan pergi.
Sammantha kaget dengan
sikap Robert, ia juga melihat Marsha yang menangis. Sammantha duduk disamping
Marsha, “ada apa, sayang?”
“kakek gak suka sama aku,
nek”
“enggak sayang, itu gak
bener. Kakek sayang banget sama kamu”
“tapi kakek gak suka aku
disini, kakek bilang, kakek ingin aku pergi”
“enggak sayang, sikap
kakekmu memang seperti itu. Tapi sebenarnya, dia orang yang baik” Sammantha
memeluk Marsha.
Di kamar,
Robert sedang bersandar di
kasur dan membaca buku.
Sammantha masuk, “harusnya
kau tidak berbuat seperti itu”
“aku tidak suka anak itu”
“apa maksudmu?” Sammantha
kaget.
“dia anak dari laki-laki
itu” Robert menatap Sammantha.
“itu bukan alasan”
Sammantha mendekati Robert dan duduk disampingnya, “meski kau benci pada ayah
anak itu, tapi kau harus ingat, Penny adalah ibunya”
“Penny lebih memilih
laki-laki itu dari pada aku”
“sayang, aku mohon. Marsha
hanya anak kecil yang tidak berdosa, dia tidak tau apa-apa. Apa pun yang
terjadi, dia tetap cucumu”
“tidak ada yang peduli
dengan perasaanku” Robert melihat ke arah lain.
Sammantha mengelus Robert,
“aku tau, kau juga sayang pada Marsha kan? Akhirnya, kita bisa melihat cucu
kita”
Robert menatap Sammantha
dan Sammantha memeluk Robert sambil tersenyum.
Besoknya,
Robert sedang menyiram
bunga di halaman, Marsha mengintipnya dari jendela. Robert tau Marsha sedang
melihat ke arahnya, tapi Robert tidak memperdulikannya dan terus sibuk dengan
bunganya.
Di dalam,
“Marsha”
Marsha yang sedang
mengintip lewat jendela, menoleh, “nenek?” ia tersenyum.
“kamu lagi apa sayang?”
Sammantha tersenyum, ia tau jika Marsha sedang memperhatikan Robert.
Robert masuk ke rumah,
“apa sarapannya sudah siap? Aku akan mencari ke luar, jika tidak ada” ia
memalingkan wajahnya karena ada Marsha.
Mereka pergi ke ruang
makan.
Robert duduk dan menatap
roti yang ada di meja.
Sammantha mengambil roti
itu, “sayang, tolong berikan selai itu ke roti ini”
“iya nek”
“berikan itu pada kakekmu”
“tidak, aku bisa
melakukannya sendiri” Robert menatap Sammantha.
“Robert” Sammantha juga
menatap Robert.
Robert diam.
Marsha memberikan roti itu
pada Robert, “ini kek”
Robert melihat ke arah
lain.
Sammantha mengambil roti
itu dan menyimpannya di piring Robert, “terima kasih sayang” ia tersenyum pada
Marsha.
Marsha pun tersenyum.
Setelah sarapan,
“lebih baik aku makan di
luar mulai siang nanti” Robert bengun dari tempat duduknya.
“Robert” Sammantha merasa
sedih karena sikap Robert.
“apa? Perasaan itu tidak
bisa dipaksakan Sam, hatiku sakit dan aku tidak bisa begitu saja menerimanya”
“dia itu cucumu dan Penny
anak kita”
“lalu kau mau apa?!” Robert
membentak Sammantha.
Sammantha terdiam dan air
matanya menetes, “terserah kau saja” ia pergi.
Robert diam dan menunduk,
selama ini, dia tidak pernah membentak Sammantha. Robert sangat menyesal, ia
melihat ke arah Marsha. Marsha menunduk dengan air mata yang terus menetes.
Robert pergi, ia menaiki
tangga dan masuk ke kamarnya. Robert melihat Sammantha yang sedang duduk di
ranjang sambil menangis.
Robert mendekati
Sammantha, “Sam”
“kau tidak pernah begitu
padaku”
“maafkan aku, aku
menyesal”
“aku tidak tau harus
bicara apa lagi padamu”
“Sam” Robert memegang
tangan Sammantha, “aku sangat mencintai, aku tidak pernah ingin menyakiti
perasaanmu”
“Marsha itu cucu kita”
Robert memeluk Sammantha.
“aku mohon, beri dia
perhatian. Kasih sayang yang sama seperti yang kau berikan pada Penny dulu”
Sammantha memeluk Robert dengan erat.
Air mata Robert menetes,
dulu Penny adalah anak yang sangat ia sayangi dan Robert rela melakukan apapun
untuknya. Tapi setelah kejadian itu, semuanya hilang.
“aku akan melihat Marsha,
dia pasti takut melihat kejadian tadi” Sammantha pergi.
Di ruang makan,
Marsha masih menangis.
“sayang” Sammantha
mendekat.
“aku sayang sama kakek,
tapi kenapa kakek gak sayang sama aku?”
“enggak sayang, gak gitu”
Sammantha memeluk Marsha.
Robert yang mengintip dari
balik pintu, hanya diam.
Sammantha sedih, Robert... seandainya kau bisa merasakan
betapa Marsha sangat menyayangimu.
***
Pagi itu,
Penny datang ke rumah
Robert, ia ingin melihat keadaan Marsha. Sammantha tersenyum melihat Marsha
yang begitu bahagia bertemu dengan ibunya.
Saat sedang berbincang,
Robert datang dan mereka semua diam.
Robert duduk dan menatap
mereka, “kenapa diam? Kalian tidak menginginkanku?”
“tidak ayah, kami...”
“aku bukan ayahmu” Robert
menatap Penny.
“baiklah tuan Downey”
Penny menatap Robert.
Sammantha mulai bingung,
“Marsha, bantuin nenek nyuci buah yu”
Marsha mengangguk dan
mengikuti Sammantha ke dapur.
Robert memalingkan
wajahnya dari Penny, “jadi, kau akan membawa anakmu pergi?”
“tidak, aku hanya ingin
mengunjunginya saja”
“jadi dia masih disini
untuk merepotkan kami?”
“ayah, aku mohon. Kau
boleh membenciku dan tidak menganggapku sebagai anak, tapi tolong, sayangi
Marsha”
Emosi Robert semakin
memuncak, “yang membuatku tidak menganggapmu adalah dirimu sendiri?!” Robert
memegang kepalanya dan jatuh.
“ayah” Penny mendekat dan
memegangi Robert, “ayah?”
Robert begitu lemas dan
tak sadarkan diri.
“ayah?” Penny panik.
Sammantha dan Marsha
berlari kesana dan kaget melihat itu.
“Robert” Sammantha
mendekat dan memeluk Robert, “sayang?!”
***
Di kamar,
Robert terbaring di kasur.
Sammantha mengelus Robert
yang tertidur, “kamu harus kuat” ia menangis, “aku udah bilang kan? Kamu itu
harus menjaga emosimu”
Sammantha ingat kata-kata
dokter, jika Robert tidak mengontrol tekanan darahnya, ia bisa terkena serangan
jantung atau sroke. Sammantha sangat takut terjadi apa-apa pada Robert.
Setelah kejadian itu,
Penny pergi. Ia tau, penyebab Robert sakit adalah dirinya dan ia sangat
menyesal.
Marsha masuk ke kamar
Robert, “nek”
“iya sayang” Sammantha
tersenyum pada Marsha.
“kakek baik-baik aja kan?”
“iya, dokter bilang,
kakekmu cuma butuh istirahat”
Air mata Marsha menetes,
“aku sayang kakek, kakek harus cepet sembuh”
“peluk saja, kakekmu tidak
akan marah” Sammantha mengelus Marsha.
Marsha pun memeluk Robert
dengan air mata yang terus menetes, “aku sayang kakek”
Robert,
apa kau sudah bisa merasakannya? Cucu kita, dia sedang memelukmu sekarang. Dia
sayang padamu, Sammantha sangat berharap Robert bisa
menerima Marsha.
Pagi itu,
Marsha membuka pintu kamar
Robert, ia melihat Robert yang sedang tidur. Marsha mendekat dan mengelus
Robert, tanpa ia sangka, Robert membuka matanya. Marsha kaget dan langsung
diam.
Robert menatap Marsha,
“mana nenekmu? Panggilkan dia”
“nenek lagi ke pasar”
“bisakah kau mengambilkan
segelas air untukku? Aku haus”
“iya kek” Marsha tersenyum
dan pergi.
Robert menghela nafas, ia
kembali menutup matanya. Tapi...
Preng...
“ah”
“Marsha?” Robert bangun,
ia menguatkan diri untuk melangkah dan menggapai dinding. “Marsha?” Robert
panik, ia takut terjadi sesuatu pada Marsha. Ia menuruni tangga, tapi kepalanya
yang sakit membuatnya jatuh terguling ke lantai. Robert yang tergeletak, hanya
diam.
“kakek?” Marsha berlari ke
arah Robert, “kakek”
Robert melihat Marsha dan
perlahan, matanya tertutup.
“kakek, bangun kek” Marsha
menangis.
***
Besoknya,
Sammantha pergi ke rumah
sakit dan masuk ke ruang perawatan Robert.
“hey” Robert tersenyum.
“sayang” Sammantha memeluk
Robert.
“kau rindu padaku?”
Sammantha tersenyum,
“cepat pulang, aku kesepian di rumah”
“kau sendirian?” Robert
melihat ke pintu.
“Marsha ada di luar, aku
takut kau tidak...”
“panggil dia kemari”
“kau yakin?”
“yap”
“kau akan menjaga emosimu
dan tidak memarahinya?”
“untuk apa aku marah? Dia
cucu kita kan?”
Sammantha senang mendengar
itu, ia pun mengajak Marsha masuk.
Robert menatap Marsha.
Marsha mendekat, “hey kek”
ia menunduk.
Robert tersenyum dan
memegang tangan Marsha yang mungil, “kau tidak mau memelukku?”
Marsha menatap Robert dan
tersenyum, ia memeluk Robert.
“cucuku” Robert
mengelusnya.
“aku sayang kakek”
Sammantha pun tersenyum.
Beberapa hari kemudian,
Penny datang ke rumah
Robert karena proses perceraiannya sudah selesai, ia pun berniat untuk membawa
Marsha pergi.
“terus kalian mau tinggal
dimana?” Sammantha khawatir.
“mungkin kami akan mencari
apartemen, sebentar lagi juga Marsha mulai sekolah. Kami akan memulai hidup
baru, do’akan saja bu”
“tapi Penny...”
Robert menuruni tangga dan
melihat itu, “kalian mau kemana?”
“kami akan mencari tempat
tinggal baru, mungkin di luar kota” Penny tersenyum.
“kau tidak mau menemani
ayahmu yang tua ini?”
Penny terdiam.
“tinggallah disini, itu
pasti akan menyenangkan” Robert tersenyum sambil mendekati mereka.
Air mata Penny menetes dan
memeluk Robert, “ayah”
Robert mengelus Penny,
“aku senang jika kalian tetap disini, rumahku akan sepi tanpa Marsha”
Marsha tersenyum.
Sammantha bersyukur,
akhirnya Robert mau menerima mereka. Ia berharap, semuanya akan baik-baik saja.
Karena dengan begitu, ia tidak akan terlalu khawatir dengan tekanan darah
Robert.
Pagi itu,
Robert yang sedang tidur
di kamar, membuka matanya. “ini sudah pagi? Huach...” ia menguap dan bangun
dari tempat tidurnya.
Robert keluar dari kamar,
ia melihat rumah yang kosong. Tidak ada seorang pun disana. Robert mulai
menuruni tangga, “kenapa rumah ini sepi sekali?”
Robert berjalan ke ruang
makan.
Ternyata Sammantha, Penny
dan Marsha ada disana dengan kue ulang tahun yang ada di meja makan.
Robert tersenyum melihat
lilin ulang tahun berbentuk angka 50.
“selamat ulang tahun”
“terima kasih” Robert
mendekat.
Penny tersenyum, “selamat
ulang tahun, ayah”
“terima kasih sayang”
Robert mengelus Penny.
“kakek” Marsha memeluk
Robert.
“sayang” Robert
menggendong Marsha, “terima kasih” ia mencium pipi Marsha dan kembali
menurunkannya.
Sammantha tersenyum
menatap Robert.
“hey sayang, aku hampir
lupa hari ini hari apa”
“begitukah?”
“yap” Robert menatap
Sammantha, “kau mau menciumku atau, aku harus menciummu duluan?”
“bagaimana ya?”
“baiklah, aku duluan”
Robert mencium Sammantha.
Penny mengelus Marsha, ia
senang. Semuanya berakhir dengan bahagia. Sekarang, ia telah kembali pada ayah
yang begitu menyayanginya.
The End
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang
membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar