Author : Sherly Holmes
Genre : Romance, Comedy Garing
Cerita ini hanya fiktif
belaka dan hanya untuk
hiburan semata.
Chapter III : The Good Brothers
Mereka sampai di sebuah
gunung berapi.
“apa ini gunungnya?” Darto
menatap gunung yang ada di hadapan mereka.
“iya mas, ini gunung
berapinya” Danang melihat tanda di GPS-nya.
“bagaimana dengan lukamu?”
Robert menatap Darto.
“aku baik-baik saja”
Tania tersenyum,
sepertinya Robert sudah bisa berbaur sekarang.
“baiklah, lebih baik kita
istirahat dulu di sekitar sini. Aku cape banget” Danang menyimpan big gun dan
tas ranselnya yang berat.
Darto pun bersandar ke
sebuah batu untuk beristirahat.
“aku akan mencari kayu
bakar” Robert pergi.
Tania hanya diam melihat Robert
yang selalu pergi secara misterius.
Saat sedang mencari kayu,
“h..” langkah Robert
terhenti, ia merasakan hawa panas yang keluar dari tanda kutukannya. Robert
memegang pundaknya, ada apa ini? Apa dia
ada disekitar sini?
Seseorang yang melihatnya
dari atas pohon pun menghilang bersama angin.
***
Tania mulai melatih skill
memanahnya, “kali ini, aku harus berhasil”
Tania mulai menarik anak
panahnya, ia mencoba membidik seekor burung yang ada di atas pohon. Ia
tersenyum. Tania yakin, kali ini ia akan berhasil. Ia pun mulai melepaskan anak
panahnya, sayangnya, burung itu pergi.
“ah, sayang sekali” Tania
kecewa.
Robert yang membawa kayu
bakar, melihat itu. Ia tersenyum.
Pagi itu,
“ayo kita pergi” Danang
sudah bersiap.
“kau bersemangat sekali”
Darto mengambil twins blade-nya.
“aku kan udah bikin peluru
baru” Danang ingin segera mencoba pelurunya.
Tania tersenyum.
Mereka pun mulai mendaki.
Darto menggunakan jurus
peringan tubuh dan dengan mudah, ia berjalan di area terjal.
Robert pun tersenyum dan
mulai mendaki.
Danang memakai peluru barunya,
“ayo Tania”
“maaf ya mas Danang” Tania
berpegangan pada Danang.
Danang pun mulai
menembakan peluru berbentuk cakar itu ke atas, lalu secara otomatis, talinya
menarik mereka.
Di atas,
“asyik, kita sampai
duluan” Danang senang peluru barunya berhasil.
Tania tersenyum, “makasih
ya mas”
“sama-sama”
Darto pun sampai, “kamu
menang banyak Nang” ia iri melihat Tania memeluk Danang, “tapi untung deh, aku
gak jadi yang terakhir naik”
Robert sampai dan
menepuk-nepuk tangannya yang kotor.
“disini indah juga ya
pemandangannya” Tania melihat ke sekitar.
Darto mendekat, “seindah
cintaku padamu” ia senyum-senyum.
“kalian siap?” Robert
menatap mereka.
“bertarung dengan monster
lagi? Tentu kami siap” Danang tersenyum dan mempersiapkan peluru barunya.
Tania bersiap, “baiklah,
ayo kita pergi”
“tunggu dulu” Danang
melihat GPS-nya, “aduh batrai-nya abis, aku belum bikin lagi”
“ah, gimana dong?” Tania
bingung.
“tenang” Darto
mengeluarkan kedua pedangnya, ia mulai berlari dan membentangkan kedua
pedangnya. Perlahan, Darto terangkat dan terbang.
“wow, jurus terbang”
Danang kagum.
Robert tersenyum.
“aku melihat gua itu, ayo
kesana” Darto tersenyum.
Mereka pun mengikuti Darto.
Sesampainya di depan gua,
“sepertinya, gunung berapi
ini hiper-aktif”
“maksud kamu apa Nang?”
Darto menatap Danang.
“liat aja mas, laharnya
mengalir terus”
Tania mulai khawatir.
“di dalam, ada
sungai-sungai lahar. Kita harus waspada” Robert masuk.
“dari mana dia tau?”
Danang menatap teman-temannya.
“aku juga tidak tau, ayo
masuk” Darto bingung.
Tania semakin merasa aneh
dengan sikap Robert.
Di dalam,
Langkah Robert terhenti,
ia kembali memegang pundaknya. Mungkinkah
Vampire itu ada disini? Robert melihat ke sekitarnya dengan waspada.
Tania mendekat, “kau
baik-baik saja?”
“ya” Robert kembali
bersikap biasa, “aku hanya merasa panas, ada banyak lahar disini”
Tania tersenyum.
Danang dan Darto mendekat.
“aduh disini gelap banget
ya” Danang menyalakan lampu di senjatanya.
“ya ampun, itu serbaguna
banget ya. Bisa nyala sendiri, bisa ngeluarin api biru gak?”
“bisa dong mas”
Mereka pun bernyanyi...
Pistol
pistol sendiri, nyala-nyala sendiri
Memang
si api biru idola para ibu
Tania merasa aneh melihat tingkah
Danang dan Darto. Sementara Robert, terus berjalan.
“eh Robert, tungguin kita
dong” Danang melihat Robert yang sudah jauh.
Mereka pun menyusulnya.
Langkah mereka terhenti,
terdapat dua jalan yang membelah ke dalam.
“kita harus berpencar”
Robert menatap mereka.
“berpencar?” Danang kaget
dengan expresi berlebihan.
“eh, biasa aja dong
mukanya”
“maaf mas Ato”
“ok, kita bagi dua tim”
Robert menatap Danang dan Darto, “kalian kesana, aku dan Tania ke jalan ini”
Tania tersenyum, ia senang
Robert memilihnya.
Mereka pun mulai
berpencar.
Danang dan Darto berjalan,
“sebel deh, bilang aja dia
pingin berduaan sama Tania”
“udahlah mas, yang penting
kita bersama kan?”
“tapikan Nang, aku suka
sama Tania”
“sabar mas Ato, aku punya
silver wise untuk mas Ato”
When
I find myself in times of trouble
Mother
Mary comes to me
Speaking
words of wishdom let it be
“wah, keren banget Nang.
Tapi kayanya itu gak asing deh, kaya lagu apa gitu”
“aduh” Danang takut
ketauan, itu emang lagu The Beatles. “enggak kok mas, original itu bikinan
saya”
“oh, gitu?” Darto menatap
Danang dengan ragu.
“aduh mas, lampunya mau
mati nih, udah mulai redup”
“udah, gak apa-apa. Ayo jalan
terus”
Langah mereka pun
terhenti, terdapat dua jalan yang membelah lagi.
“aduh, gimana mas?”
“kita harus berpencar”
“tapi kan gelap, aku
takut”
“aku juga, atut atut atut”
Mereka berpelukan.
“eh Nang, sadar. Kita itu
kan pahlawan, masa kaya gini aja takut?”
“tapi mas...”
“udah, sana”
“iya deh”
Dengan berat hati, Danang
berpisah dengan Darto. Lampu yang ia pegang pun mulai mati.
“aduh, serem” Danang pun
meraba-raba ke sekitarnya, ia memegang batu raksasa yang begitu hangat. “ah,
nyaman” ia bersandar, “aduh enak”
Tapi tiba-tiba, batu itu
membuka matanya.
“ah? Kok batunya punya
mata?”
Batu itu bangkit dan api
mulai menyala di seluruh tubuhnya.
“wa...” Danang takut.
“ha...” Batu itu mulai
melayang.
Danang bingung mencari
pelurunya, “gawat, kalau kaya gini, aku harus ngeluarin jurus pamungkas” Danang
menatap monster itu, “jurus seribu langkah, hiat” Danang kabur, ia berlari sambil
teriak ketakutan.
***
Tania masih berjalan
bersama Robert, mereka mendengar teriakan.
“mas Danang?” Tania
menatap Robert dengan khawatir.
“ayo kita kesana”
Mereka pun berlari.
***
“argh” Danang terus
berlari ketakutan.
Monster itu terus
mengejarnya.
“Danang” Darto muncul.
“mas Ato” Danang memeluk
Darto, “itu mas”
Darto melihat bola api
raksasa yang memiliki dua mata, “ya ampun”
Robert dan Tania datang.
“Flaming Fire” Robert
menatap monster itu.
Monster itu pun
mengeluarkan api dari mulutnya dan menyerang mereka.
“awas”
Mereka menghindari bola
api yang di muntahkan terus-menerus.
Dwar...
Robert menatap Danang,
“ini tipe monster yang harus dihindari dari jarak dekat”
“jadi kita akan
menyerangnya dari jarak jauh?”
“bukan kita, tapi kau”
Tania diam, Robert tidak memilihku, pasti karena dia tau
kalau aku yang memiliki skill terlemah.
Robert menatap Tania, “kau
bisa membantu Danang, target kita sangat besar” ia tersenyum.
Tania menatap Robert.
Darto mendekat, “ayo
terbang”
Tapi monster itu menarik
nafas yang dalam dan menyemburkan api yang begitu besar ke arah mereka.
Mereka kaget.
Robert mengeluarkan
pedangnya, “putaran badai”
Putaran angin yang keluar
dari pedang Robert pun berhasil menangkal api itu, sehingga api hanya jatuh ke
sekitar mereka.
“lakukan mas”
“ayo Tania” Darto membawa
Tania terbang dan mengajaknya ke tempat aman.
Robert menatap Danang,
“kita harus membuat dia sibuk mas”
“siap”
“sepertinya dia butuh
waktu untuk menarik nafas agar bisa menyemburkan api, mas Danang ngerti
maksudku kan?”
“apa kita harus membabi
buta?”
“yap”
“ok, ayo segera lakukan”
Di atas,
“kamu tunggu disini, aku
mau jemput Danang”
“mas Darto”
Darto menoleh.
“kalian akan baik-baik
saja kan?”
Darto tersenyum dan pergi,
ia pun mendarat.
“mas Ato” Danang berlari
ke arah Darto.
Flaming Fire yang mau
menyerang Robert pun, malah berbalik menyerang Danang.
“awas Nang”
Danang menoleh dan melihat
api mengarah padanya, Danang mengubah senjatanya menjadi mode air. “hiat” ia
menembakan air pada api itu.
Robert melihat api merah
yang menyala, senjata mas Danang gak akan kuat menahan itu. “mas Darto, cepat”
Darto mengangguk dan
terbang mendekati Danang.
Senjata Danang meledak
terkena api.
“lepasin senjata itu Nang”
Darto membawa Danang terbang.
Danang pun melepaskan
senjatanya dan api mulai membakar tempat itu.
“syukur kamu gak jadi
daging panggang”
“tapi senjata aku mas”
“kamu kan mechanic, pasti
bisa bikin yang lebih bagus”
Darto membawa Danang ke
tempat Tania.
“mas Danang, mas Darto”
“tolong dia, tangannya
kena luka bakar. Aku akan membantu Robert dibawah” Darto kembali.
Tania menatap Danang yang
sedih, “mas Danang baik-baik aja kan?” ia melepaskan sarung tangan Danang yang
bolong-bolong.
“senjataku...”
“mas Danang harus sabar,
barang-barang mas Danang aman kok” Tania mengobati luka di tangan Danang.
Danang tersenyum, “makasih
ya”
“untuk sementara, mas Danang
belum boleh megang apa pun. Lukanya lumayan mas”
Di bawah,
“mas Darto siap?”
“siap”
Robert berlari dan Darto
terbang, mereka menyerang monster itu dari segala arah tanpa aturan sehingga
monster itu bingung untuk menyerang ke arah mana. Banyak semburan api yang
meleset dan membuatnya kesal, monster itu pun berputar dan menambah
kecepatannya sehingga menjadi pusaran api.
“gawat, terbang mas”
Darto terbang tinggi untuk
menghindar.
Robert pun berusaha
menghindar, tapi pusaran api itu mengenainya. Tempat di sekitar Robert meledak
dan beberapa batu berjatuhan.
Robert?
Darto kaget.
Tania pun melihat itu dari
atas, “ya ampun”
Danang teringat dengan
peluru barunya, “Tania”
Tania menoleh.
***
Dari balik bebatuan,
Robert muncul dengan jubah yang agak sobek dan bolong.
Darto senang melihat itu.
Robert menatap monster
itu, “ini bukan apa-apa bagiku”
Monster itu kesal dan
kembali menyerang Robert.
Di atas,
“mas Danang yakin?”
“kamu pasti bisa” Danang
tersenyum.
Tania pun mengangguk, ia
mulai menarik anak panahnya dan bersiap untuk membidik monster itu. Tania ingat
kata-kata Robert,
“target
itu besar, kau pasti bisa”
Aku
pasti bisa, Tania mulai melepaskan anak panahnya.
Robert sudah bersiap untuk
menyerang monter itu, monster semakin dekat.
Tapi tiba-tiba, sebuah
anak panah menancap pada kening monster itu dan perlahan, monter itu membeku
dan terguling.
Darto pun terbang ke arah
Robert dan membawanya.
“mas Darto?”
“kamu bisa kelindes Freeze
Ball”
“dia Flaming Fire” Robert
tersadar, “dia belum sepenuhnya tewas mas”
Darto kaget.
“jatuhkan aku”
“apa? Kau gila”
“tidak mas, aku serius.
Jika tidak, dia akan kembali mengeluarkan apinya”
“ok, tapi aku gak tanggung
jawab kalau...”
“iya mas, ayo”
Darto pun melepas Robert.
Robert jatuh ke arah
monster itu.
Tania dan Danang, kaget
melihat itu.
“kayanya mereka sengaja
deh”
“apa yang Robert lakukan?”
Tania khawatir.
Robert yang sudah dekat
dengan Flaming Fire pun tersenyum, ini
saatnya. “pusaran badai” Robert mengeluarkan pedangnya dan angin puyuh yang
keluar pun membelah monster itu.
Dwar...
Monster itu meledak.
Robert berdiri dengan sisa
tenaganya.
Teman-teman mendekat.
“kau baik-baik saja?”
Tania menatap Robert.
“ya, kau hebat bisa
memanah monster itu”
“sebenarnya aku berniat
memanah matanya”
“tapi kau tetap berhasil
kan?” Robert tersenyum.
Gempa pun terasa dan lahar
bergejolak.
“ayo pergi, tempat ini
sudah tidak aman” Darto membantu Danang membawa tasnya.
***
Malam itu,
Mereka beristirahat di
dekat gunung.
“aduh, malem ini jadi
dingin ya” Darto tersenyum pada Danang.
Tapi Danang tetap diam
melihat api unggun.
“Nang, udah dong. Kamu kan
bisa bikin senjata lagi”
Tania mendekat, “mas
Danang, mas Darto”
“iya cantik” Darto
tersenyum pada Tania.
“kalian liat Robert gak?
Dari tadi, dia gak ada”
Robert muncul membawa
senjata Danang yang rusak, “apa ini masih bisa dibetulkan?”
Danang tersenyum melihat
itu, “makasih Robert”
Robert tersenyum.
Tania mendekati Robert dan
tersenyum, “terima kasih kau mau peduli”
“kita semua teman kan?”
Darto menatap aneh pada
Robert, bukankah tempat itu sudah
tertutup oleh bebatuan dan lahar. Bagaimana cara Robert mendapatkannya?
***
Di tenda Robert,
Robert memegang pundaknya
yang menyala-nyala, aku sudah
menggunakannya lagi, semoga tubuhku masih bisa bertahan.
To be continue...
___
Thank’s for reading…
Maaf kalau isinya kurang menarik, komentar yang
membangun sangat diharapkan! ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar